secara de-facto berada di bawah kontrol negara lainnya. Negara boneka secara harfiah berarti
negara di mana pemerintahannya dapat disamakan seperti boneka yang dimainkan oleh
pemerintah negara lainnya sebagai dalang.
Pemerintahan negara boneka biasanya sangat tergantung kepada negara dalangnya terutama
dalam hal politik, ekonomi, militer dan hubungan luar negeri. Ini menyebabkan pemerintahan
seperti ini biasanya tidak mempunyai legitimasi cukup baik di dalam negeri maupun ke dunia
internasional.
Belanda yang ingin kembali menguasai wilayah Indonesia terus melakukan tindakan-tindakan
untuk merebut kembali wilayah-wilayah Indonesia. Wilayah Indonesia berhasil dipecah-pecah
oleh Belanda. Oleh karena itu, bangsa Indonesia berjuang untuk merebut kembali wilayahwilayahnya baik melalui perjuangan bersenjata maupun melalui jalan perundingan.
4. Angkatan bersenjata Belanda akan menghentikan semua operasi militer dan membebaskan
semua tawanan perang.
Pernyataan delegasi Belanda dibacakan oleh Dr. H.J. Van Royen :
1. Pemerintah Belanda setuju bahwa pemerintah Republik Indonesia harus bebas dan leluasa
melakukan kewajiban dalam satu daerah yang meliputi Karesidenan Yogyakarta,
2. Pemerintah Belanda membebaskan secara tak bersyarat pemimpin-pemimpin republic
Indonesia dan tahanan politik yang ditawan sejak tanggal 19 Desember 1948, dan
3. Pemerintah Belanda setuju bahwa Republik Indonesia akan menjadi bagian dari Republik
Indonesia Serikat. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di Den Haag
sesudah pemerintah Republik Indonesia kembali ke Yogyakarta.
Pada tanggal 22 Juni 1949 diselenggarakan perundingan segitiga antara Republik Indonesia,
BFO dan Belanda. Perundingan itu diawasi PBB yang dipimpin oleh Chritchley, diadakan dan
menghasilkan keputusan:
1. Kedaulatan akan diserahkan kepada Indonesia secara utuh dan tanpa syarat sesuai perjanjian
Renville pada 1948,
2. Belanda dan Indonesia akan mendirikan sebuah persekutuan dengan dasar sukarela dan
persamaan hak, dan
3. Hindia Belanda akan menyerahkan semua hak, kekuasaan, dan kewajiban kepada Indonesia.
Dampak
Dengan tercapainya kesepakatan dalam perundingan, Pemerintah Darurat Republik Indonesia
memerintahkan Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk mengambil alih pemerintahan
Yogyakarta oleh pihak Belanda. Pada tanggal 1 juli 1949 pemerintah Republik Indonesia secara
resmi kembali ke Yogyakarta disusul dengan kedatangan para pemimpin Republik Indonesia dari
medan gerilya.
Pada tanggal 13 Juli 1949 diselenggarakan sidang kabinet Republik Indonesia yang pertama, dan
Mr. Syafruddin Prawiranegara mengembalikan mandatnya kepada Wakil Presiden Moh. Hatta
dan Sri Sultan Hamengkubuwono IX diangkat menjadi Menteri Pertahanan merangkap ketua
koordinator keamanan. Konferensi Meja Bundar (KMB) akan diadakan secepatnya di kota Den
Haag Belanda.
C. Konferensi Inter-Indonesia
Konferensi Inter Indonesia merupakan konferensi yang berlangsung antara negara Republik
Indonesia dengan negara-negara boneka atau negara bagian bentukkan Belanda yang tergabung
dalam BFO. Pada awalnya pembentukkan BFO ini diharapkan oleh Belanda akan mempermudah
Belanda untuk kembali berkuasa di Indonesia. Namun sikap negara-negara yang tergabung
dalam BFO berubah setelah Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua terhadap
Indonesia. Karena simpati dari negara-negara BFO ini maka pemimpin-pemimpin Republik
Indonesia dapat dibebaskan dan BFO jugalah yang turut berjasa dalam terselenggaranya
Konferensi Inter-Indonesia. Hal itulah yang melatarbelakangi dilaksanaklannya Konferensi InterIndonesia pada bulan Juli 1949.
BFO yang didirikan di Bandung pada 29 Mei 1948 merupakan lembaga permusyawaratan dari
negara-negara federal yang memisahkan dari RI. Perdana Menteri negara Pasundan, Mr. Adil
Poeradiredja, dan Perdana Menteri Negara Indonesia Timur, Gede Agung, memainkan peran
penting dalam pembentukan BFO.
BFO yang dibentuk di Bandung tentu saja tak bisa dilepaskan dari strategi van Mook mendirikan
negara boneka di wilayah Indonesia yang dimulai sejak 1946. Beberapa negara federal yang
tergabung dalam BFO masih menyisakan jejak-jejak van Mook.
Tetapi tidak berarti BFO sepenuhnya dikendalikan oleh van Mook atau Belanda. Bahkan dalam
beberapa hal, BFO dan van Mook berseberangan sudut pandang. BFO yang lahir di Bandung
bergerak dalam kerangka negara Indonesia yang merdeka, berdaulat dan berbentuk negara
federal. BFO ingin agar badan federasi inilah yang kelak juga menaungi RI di bawah payung
Republik Indonesia Serikat.
Ini berbeda titik pijak dengan van Mook yang jusrtu berharap BFO bisa menjadi pintu masuk
untuk meniadakan pemerintah Indonesia, persisnya Republik Indonesia. Kegagalan
mengendalikan sepenuhnya BFO inilah yang menjadi salah satu penyebab mundurnya van Mook
sebagai orang yang ditunjuk oleh pemerintah Belanda guna mengusahakan kembalinya tatanan
kolonial. Alasan itu menjadi penyebab Wakil Tinggi Pemerintah Belanda di Jakarta, Beel, juga
mengundurkan diri dari jabatannya.
BFO ikut pula memainkan peran penting dalam membebaskan para petinggi RI yang ditangkap
Belanda pada Agresi Militer II. Para pemimpin BFO mengambil sikap yang tak diduga oleh
Belanda tersebut menyusul Agresi Militer II yang diangap melecehkan kedaulatan sebuah bangsa
di tanah airnya. Agresi Militer II tak cuma melahirkan simpati dunia internasional, melainkan
juga simpati negara-negara federal yang sebelumnya memisahkan dari RI.
Selain membahas aspek-aspek mendasar hingga teknis perencanaan membangun dan membentuk
RIS, Konferensi Intern-Indonesia juga digunakan sebagai konsolidasi internal menjelang
digelarnya Konferensi Meja Bundar yang dimulai pada 23 Agustus 1949.
Bagi pemerintah RI sendiri, kesediaan menggelar Konferensi Inter-Indonesia bukan semata
karena ketiadaan pilihan lain yang lebih baik, melainkan juga karena pemerintah RI menganggap
BFO tidak lagi sama persis dengan BFO yang direncanakan van Mook. Soekarno menyebut
konferensi ini sebagai trace baru bagi arah perjuangan Indonesia.
Konferensi yang berlangsung hingga 22 Juli itu banyak didominasi perbincangan mengenai
konsep dan teknis pembentukan RIS, terutama mengenai susunan kenegaraaan berikut hak dan
kewajiban antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah. Hasil kesepakatan dari Konferensi
Inter-Indonesia adalah:
1) Negara Indonesia Serikat disetujui dengan nama Republik Indonesia Serikat (RIS)
berdasarkan demokrasi dan federalisme (serikat),
2) RIS akan dikepalai oleh seorang Presiden dibantu oleh menteri-menteri yang bertanggung
jawab kepada Presiden,
3) RIS akan menerima penyerahan kedaulatan, baik dari Republik Indonesia maupun dari
kerajaan Belanda,
4) Angkatan perang RIS adalah angkatan perang nasional, dan Presiden RIS adalah Panglima
Tertinggi Angkatan Perang RIS, dan
5) Pembentukkan angkatan Perang RIS adalah semata-mata soal bangsa Indonesia sendiri.
Angkatan Perang RIS akan dibentuk oleh Pemerintah RIS dengan inti dari TNI dan KNIL serta
kesatuan-kesatuan Belanda lainnya.
Dampak dari Konferensi Inter-Indonesia adalah adanya konsensus yang dibangun melalui
Konferensi Intern-Indonesia yang menjadi modal berharga bagi pemerintah RI, terutama delegasi
Indonesia yan dtunjuk untuk berunding dengan Belanda pada Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Den Haag. Keberadaan BFO dan sikap tegas Gde Agung untuk menolak intervensi Belanda
membuat pemerintah Indonesia memiliki legitimasi yang makin kuat untuk berunding dengan
Belanda di KMB.
D. Konferensi Meja Bundar (KMB)
Suasana sidang Konferensi Meja Bundar adalah sebuah pertemuan antara pemerintah Republik
Indonesia dan Belanda yang dilaksanakan di Den Haag, Belanda dari 23 Agustus hingga 2
November 1949.
Latar belakang
Usaha untuk meredam kemerdekaan Indonesia dengan jalan kekerasan berakhir dengan
kegagalan. Belanda mendapat kecaman keras dari dunia internasional. Belanda dan Indonesia
kemudian mengadakan beberapa pertemuan untuk menyelesaikan masalah ini secara diplomasi,
lewat perundingan Linggarjati, perjanjian Renville, perjanjian Roem-van Roijen, dan Konferensi
Meja Bundar.
Hasil konferensi
Hasil dari Konferensi Meja Bundar (KMB) adalah:
1) Serahterima kedaulatan dari pemerintah kolonial Belanda kepada Republik Indonesia Serikat,
kecuali Papua bagian barat. Indonesia ingin agar semua bekas daerah Hindia Belanda menjadi
daerah Indonesia, sedangkan Belanda ingin menjadikan Papua bagian barat negara terpisah
karena perbedaan etnis. Konferensi ditutup tanpa keputusan mengenai hal ini. Karena itu pasal 2
menyebutkan bahwa Papua bagian barat bukan bagian dari serahterima, dan bahwa masalah ini
akan diselesaikan dalam waktu satu tahun,
2) Dibentuknya sebuah persekutuan Belanda-Indonesia, dengan monarki Belanda sebagai kepala
negara,
3) Pengambil alihan hutang Hindia Belanda oleh Republik Indonesia Serikat,
4) Keradjaan Nederland menjerahkan kedaulatan atas Indonesia jang sepenuhnja kepada
Republik Indonesia Serikat dengan tidak bersjarat lagi dan tidak dapat ditjabut, dan karena itu
mengakui Republik Indonesia Serikat sebagai Negara yang merdeka dan berdaulat,
5) Republik Indonesia Serikat menerima kedaulatan itu atas dasar ketentuan-ketentuan pada
Konstitusinja; rantjangan konstitusi telah dipermaklumkan kepada Keradjaan Nederland,
6) Kedaulatan akan diserahkan selambat-lambatnja pada tanggal 30 Desember 1949, dan
7) Rantjangan Piagam Penjerahan Kedaulatan.
Dampak KMB
Tanggal 27 Desember 1949, pemerintahan sementara negara dilantik. Soekarno menjadi
Presidennya, dengan Hatta sebagai Perdana Menteri membentuk Kabinet Republik Indonesia
Serikat. Indonesia Serikat telah dibentuk seperti republik federasi berdaulat yang terdiri dari 16
negara yang memiliki persamaan persekutuan dengan Kerajaan Belanda.
E. Peran PBB
Selama Indonesia dan Belanda bertikai, PBB turut membantu dalam setiap usaha penyelesaian
pertikaian antara tahun 1945-1950. Pada tanggal 24 januari 1949 Dewan Keamanan
PBBmengeluarkan resolusi yang disetujui oleh semua negara anggota, yaitu:
1. Membebaskan Presiden dan Wakil Presiden serta pemimpin-pemimpin Republik Indonesia
yang ditangkap pada tanggal 19 Desember 1948, dan
2. Memerintahkan KTN agar memberikan laporan lengkap mengenai situasi di Indonesia sejak
19 Desember 1948.
Hasil-hasil keputusan PBB lainnya adalah :
1. Piagam Pengakuan Kedaulatan 27 Desember 1949,
2. Pembentukkan RIS (Republik Indonesia Serikat),
3. Pembentukkan Uni Indonesia-Belanda,
4. Pembubaran tentara KNIL dan KL yang diintegrasikan kedalam APRIS,
5. Piagam tentang kewarganegaraan,
6. Persetujuan tentang ekonomi keuangan, dan
7. Masalah Irian Barat akan dibicarakan kembali setahun kemudian.
Pada tanggal 17 Agustus 1950, RIS dibubarkan dan dibentuk Negara Kesatuan Republik
Indonesia (NKRI). Pada tanggal 28 September 1950 Indonesia kembali diterima menjadi anggota
PBB yang ke-60. Dengan ini berarti Indonesia telah mendapat pengakuan dari dunia
internasional sebagai negara merdeka.
F. Kembali Membentuk NKRI (Negara Kesatuan Republik Indonesia)
Sebagian besar negara bagian yang tergabung dalam RIS mendukung untuk terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), hanya dua orang saja yang mendukung sistem federal
yaitu Sultan Hamid II dan Anak Agung Gede Agung.
Pada tanggal 19 Mei 1950, diadakan persetujuan antara RIS dengan RI untuk mempersiapkan
prosedur pembentukkan negara kesatuan. Pihak RIS diwakili oleh Mohammad hatta dan pihak
RI diwakili oleh dr. Abdul Halim. Pertemuan tersebut sepakat untuk mendirikan NKRI. UUD
NKRI dirancang oleh panitia yang dipimpin oleh Prof. Dr. Soepomo. UUD NKRI mengandung
unsur UUD 1945 dan UUD RIS. Pada tanggal 14 Agustus 1950, rancangan UUD NKRI disetujui
oleh parlemen RIS serta KNIP.
Pada tanggal 15 Agustus 1950, Presiden Soekarno menandatangani Rancangan Undang-Undang
dasar NKRI menjadi UUD 1950. Pada tanggal 17 Agustus 1950 RIS resmi dibubarkan dan
dibentuk NKRI dengan UUDS 1950 sebagai konstitusinya.