Hidup menetap, sebab telah memiliki tempat tinggal yang resmi seperti gua
dan pantai.
Memiliki kemampuan bercocok tanam meski teknik yang digunakan masih
sangat sederhana.
Sudah mengenal atau bisa membuat kerajian gerabah.
Masih menerapkan sistem food gathering atau mengumpulkan makanan.
Alat yang digunakan hampir sama dengan zaman palaeolithikum, yakni alat
yang terbuat dari bahan batu dan teksturnya masih kasar.
Adanya sampah dapur yang disebut dengan kjoken mondinger.
Kebudayaan Zaman Mesolitikum
Perdaban ini dimana manusia telah tinggal disuatu gua yang dapat kita jumpai pada
kebudayaan sampung bone di gua lawa, dekat sampung ponorogo, Jawa Timur.
Beberapa temuan di lamoncong, sulawesi selatan tahun 1928-1931 oleh van Stein
Callenfels seperti:
Hal ini juga didukung dengan temuan lukisan berupa cap tangan dan juga binatang
di gua raha, pulau muna, sulawesio tenggara serta danau sentani papua.
Selain di dalam gua, manusia di Zaman Mesolitikum juga tinggal di sepanjang pantai
dengan mendirikan rumah panggung sederhana.
Hal ini juga menghasilkan berbagai tumpukan sampah yang berasal dari kulit siput
dan kerang yang tertampung tepat di bawah rumah. Sampah tersebut disebut
sebagai kjokken moddinger (kjokken = dapur, moddinger = sampah).
Temuan sampah dapur ini banyak terdapat di daerah pantai timur Sumatra antara
Langsa sampai Medan.
Kapak Sumatra ini sama dengan kapak yang ditemukan di Pegunungan Bacson dan
daerah Hoabinh, Tonkin, Yunan Selatan.
Sehingga para ahli menyimpulkan bahwa di Tonkin terdapat pusat kebudayaan pra-
aksara Asia Tenggara yang selanjutnya diberi nama dengan Kebudayaan Bacson-
Hoabinh.
Kepercayaan Zaman Mesolitikum
Sistem kepercayaan yang dianut pada Zaman Mesolitikum yakni animisme dan
dinamisme.
Bukti adanya kepercayaan animisme dan dinamisme ini terdapat pada lukisan di
Goa Leang-Leang, Sulawesi dengan gambar telapak tangan wanita serta gambar
hewan yang diyakini bisa mengusir roh jahat.
Kehidupan Zaman Mesolitikum
Mereka telah hidup menetap di dalam gua. Dan pantai serta telah memahami cara
bercocok tanam meski teknik yang digunakan masih sangat sederhana.
Karena mereka memilih goa dan pantai sebagai tempat tinggal, maka banyak pula
penemuan kebudayaan pada zaman itu di dalamnya.
Zaman Mesolitikum juga masih menggunakan peralatan yang terbuat dari tulang dan
tanduk sebagai peralatan sehari-hari untuk mengumpulkan makanan.
Manusia zaman ini telah memiliki kemampuan dalam hal membuat gerabah dari
bahan tanah liat.
Peninggalan dari zaman ini banyak ditemukan di pulau sumatra, pulau jawa, pulau
bali, dan nusa tenggara bagian timur.
Tak hanya itu, manusia di zaman ini juga mempunyai kecerdasan yang lebih dari
para pendahulunya yaitu zaman paleolitikum.
Dengan tatanan sosial yang lebih rapih, tenang, tertata. Serta maju pada waktu itu
menjadi bukti Zaman Mesolitikum ini lebih maju atau baik.
Kapak genggam sumatra atau yang dikenal juga sebagai Pebble Sumatra ditemukan
oleh PV VAN Stein Callenfels di tahun 1925 saat ia sedang melakukan penelitian di
bukit kerang.
Bahan dari pembuatan kapak ini yaitu berupa batu kali yang dipecah-pecah.
Kapak pendek atau hachecourt juga ditemukan oleh PV VAN Stein Callenfels di
bukit kerang. Namun bentuk dari kapak ini tidaklah sama, sesuai dengan namanya,
ukuran dari kapak ini lebih pendek dari kapak sebelumnya. Sehingga dinamakan
Hachecourt.
3. Pipisan
Abis sous roche merupakan goa yang menjadi tempat tinggal atau rumah manusia
pada zaman mesolitikum kala itu.
Abis sous roche pertama kali ditemukan di goa Lawa oleh Dr. Van Stein Callenfels
ada tahun 1928-1931.
Kjokkenmoddinger sendiri merupakan fosil yang berupa tumpukan dari kulit kerang
dan siput yang tingginya mencapai ± 7 meter.
Adanya penemuan ini juga memperkuat bahwa manusia pada zaman ini telah hidup
menetap, sebab kebanyakan dari fosil ini ditemukan disepanjang tepi patai timur
Sumatera, antar daerah Medan sampai Langsa.
dr. P.v. Van stein callenfels ditahun 1925 melakukan penelitian untuk
kjokkenmoddinger. Lalu ia menemukan kapak genggam yang berbeda dengan
zaman paleolitikum.
Sebagian besar temuan dari zaman ini berupa tulang, sehingga para ahli arkeolog
menyebutnya sebagai sampung bone culture.
4. Kebudayaan Bacson-Hoabinh
Bacson hoabinh adalah kebudayaan yang ditemukan di dalam bukit kerang serta
gua yang berada di Indo-china, sumatera timur, serta melaka.
Cukup unik dibanding dengan yang lain. Jika ada seseorang yang meninggal,
peninggalan yang satu ini akan memposisikan mayat dengan kondisi berjongkok.
Serta mencatnya dengan warna merah.
Konon hal itu “agar mengembalikan hayat bagi mereka yang masih hidup”.
5. Kebudayaan Toala
Sebagian besar dari kebudayaan Toala membuat alat yang berasal dari bahan batu
dengan bentuk menyerupai batu api berasal dari eropa. Sebagai contoh: kaleson,
jaspis, obsidian dan kapur.
Berbeda dengan bacson hoabinh, penemuan ini akan menguburkan orang yang
meninggal di dalam gua dan pada saat tulang mayat telah mengering akan diambil
kembali. Dan diberikan kepada keluarganya sebagai bentuk kenang-kenangan.
Pada umumnya, kaum perempuan pada masa itu akan menggunakan tulang
tersebut sebagai kalung.
Kesimpulan
Zaman Mesolitikum ini telah mengalami banyak kemajuan dalam bidang
kebudayaan. Manusia di zaman ini telah mempunyai tempat tinggal semi permanen,
mengenal cara bercocok tanam.
Hal tersebut tentu saja sebagai bukti bahwa manusia pada Zaman Mesolitikum
mengalami perkembangan dan mulai berinovasi.