MANUSIA PURBA
Disusun Oleh :
ACHMAD BIMA SYAPUTRA
KELAS VII A
3.9.1 Jenis-Jenis Manusia Purba di Indonesia dan Dunia dengan Manusia Modern.
Jenis-Jenis Manusia Purba di Indonesia
A. Pithecanthropus
Ciri-Ciri Pithecanthropus
1. Mempunyai hidung lebar dan tidak berdagu
2. Mempunyai rahang yang kuat dan geraham yang besar
3. Memakan tumbuhan dan daging hewan buruan
4. Tonjolan kening tebal dan melintang sepanjang pelipis
5. Volume otak berkisar antara 750-1350 cc
6. Berbadan tegap, namun tidak setegap Meganthropus
7. Memiliki tinggi tubuh antara 165-180 cm
a) Pithecanthropus Erectus
Fosil manusia purba jenis Pithecanthropus Erectus ditemukan di desa Trinil lembah bengawan
solo oleh E. Dubois (1890). Fosil yang ditemukan berupa tulang rahang atas, tengkorak dan
tulang kaki.
C. Homo
Manusia purba dari genus Homo adalah jenis manusia purba yang berumur paling muda,
fosil manusia purba jenis ini diperkirakan berasal dari 15.000-40.000 tahun SM. Dari volume
otaknya yang sudah menyerupai manusia modern, dapat diketahui bahwa manusia purba ini
sudah merupakan manusia (Homo) dan bukan lagi manusia kera (Pithecanthrupus). Homo
merupakan manusia purba yang memiliki fikiran yang cerdas Di Indonesia sendiri ditemukan
tiga jenis manusia purba dari genus Homo, antara lain Homo soloensis, Homo
wajakensis, dan Homo floresiensis.
Ciri-Ciri Homo Sapiens (Homo)
1. bentuk tubuh hampir sama dengan bentuk tubuh manusia pada zaman sekarang
2. memiliki kehidupan sederhana
3. banyak meninggalkan benda-benda budaya
a) Homo Soloensis
Manusia purba jenis Homo soloensis ditemukan oleh Von Koeningswald dan Weidenrich antara
tahun 1931-1934 disekitar sungai bengawan solo. Fosil yang ditemukan hanya berupa tulang
tengkorak.
b) Homo Wajakensis
Manusia purba jenis Homo Wajakensis ditemukan oleh Eugene Dubois pada tahun 1889 di
Wajak, Jawa Timur. Fosil yang ditemukan berupa rahang bawah, tulang tengkorak, dan beberapa
ruas tulang leher.
c) Homo Florensis
Manusia purba jenis Homo Florensis ditemukan saat penggalian di Liang Bua, Flores oleh tim
arkeologi gabungan dari Puslitbang Arkeologi Nasional, Indonesia dan University of New
England, Australia pada tahun 2003. Saat dilakukan penggalian pada kedalaman lima meter,
ditemukan kerangka mirip manusia yang belum membatu (belum menjadi fosil) dengan
ukurannya yang sangat kerdil. Manusia kerdil dari
Flores ini diperkirakan hidup antara 94.000 dan 13.000 tahun SM. Homo Sapiens,diduga
merupaka nenek moyang bangsa indonesia yg berasal dari yunan-daratan cina selatan yg
menyebar di kepulauan indonesia tahun 1500 SM.
3.9.3 Kehidupan Manusia Purba Indonesia dan Keterkaitannya Dengan Manusia Purba
Dunia Dalam Segi Budaya
Manusia purba yang ditemukan di Indonesia dengan julukan sebagai manusia modern
Dalam mengetahui corak kehidupan masyarakat Praaksara terlebih dahulu kita pasti mengenal
yang dimaksud manusia praaksara, yang kemudian berkelompok menjadi masyarakt praaksara.
Berawal dari muculnya atau adanya masyarakat praaksara tidak lepas dari sumber makanan dan
kebudayaan yang ada pada masa praaksara. Bisa dibayagkan kehidupan masyarakat praaksara
bermula dari mencari makan, tinggal dan menetap. Sehingga penggolongan kehidupan
masyarakat praaksara sebagai berikut.
A. Pola Tempat Tinggal
Manusia prakasara merupakan manusia paling primitif dalam masa modern sekarang ini.
Namun dari masa praaksara kita dapat beradaptasi dan berkembang dalam berbagai hal,
khususnya tempat tinggal, atau rumah. Dalam masa praaksara tidak dapat disamakan dengan
masa sekarang, pada masa lampau manusia hidup berpindah-pindah mengikuti sumber makanan
dan kemudian berkembang menjadi menetap dan menanam makanan yang dibutuhkan untuk
hidup atau lebih dikenal dengan sistem cocok tanam.
Dalam buku Indonesia Dalam Arus Sejarah, jilid I meneragkan bahwa pola hunian
manusia purba pada masa itu memperhitugkan tempat yangstrategis dengan melihat bahwa
huniannya yang berupa gua (cave) dekat dengan sumber mata air (sungai, bahkan sumber mata
air) dan bahan makanan. Prinsip hidup manusia purba pada awalnya adalah nomaden,berpindah-
pindah mencari sumber makanan. Sehingga dimana ada sumber makanan dan tempat untuk
tinggal maka ditempat itulah manusia purba hidup. Sehingga dapat diketahui bahwa mobilisasi
manusia purba dalam kelompok kecil pada masa itu sangatlah tinggi menjelajah dari tempat atau
sumber makanan satu ke tempat lainya yang tidak tentu berpa jauh tempat tujuannya.
Namun dalam perembangannya manusia purba tiggal disuatu tempat dan mulai mengenal
sistem bercocok tanam, sehingga beralih pola kehidupan yang pada awalnya nomaden yang
kemudian berubah menjadi menetap. Pola menetap ini tepat dan tidaknya dalam memegang
prinsip untuk menetap pada sumber kehidupan atau dekat dengan sumber air. Namun jika dilihat
dan dipahami jika ingin menanam tanaman maka membutuhkan air dan tempat yang subur,
sehingga bisa dipastikan tempat tinggal masih dekat dengan sumber air. Pola menetap ini
menjadi perubahan besar yaitu terciptanya temuan alat baru yang memudahkan kehidupan
manusia purba dan hal lainnya. Sehingga gua sebagai tempat tinggal dan sumber air sebagai
sumber kehidupan.
B. Penemuan Alat Bantu
Dalam kehidupan manusia purba membutuhkan alat atau lebih tepatnya pada awalnya
ditemukannya alat bantu karena unsur ketidak segajaan di dalam aktifitas mereka. Dalam buku
Sejarah Nasional Indonesia I, menjelaskan bahwa alat-alat keperluan hidup dibuat dari kayu,
batu dan tulang dengan pembuatan yang sederhana, sekedar memenuhi tujuan penggunaannya.
Seperti batu yang digunakan untuk berburu, dimulai dari kapak perimbas alat serpih, alat tulang.
Berikut ini perkembangan alat-alat yang dibuat oleh manusia purba.
1. Kapak Perimbas dan Alat Serpih
Kapak perimbas merupakan alat pertama yang dibuat oleh manusia purba, dalam Sejarah
Nasional Indonesia I, bahwa manusia jenis Pithecanthropus yang diduga pencipta kapak
perimbas ini, dengan bukti ditemukannya kapak perimbas bersama fosil-fosil Pithecanthropus.
Alat batu tersebut dibuat pada masa paleolitik sebagai alat tingkat awal budaya batu di Asia
Timur. Kapak perimbas dibagi dalam beberapa jenis menurut ciri-cirinya
a. Kapak Perimbas
b. Kapak Penetak
c. Pahat Genggam
d. Kapak Genggam Awal
Namun dalam penggolongan ciri-ciri pokok yang sudah ditentukan berdasarkan landasan
penggolongan Movius jenis kapak perimbas dapat digolongkan lagi dalam buku Sejarah
Nasional Indonesia I:
1. Tipe strika (iron-heater chopper) bercirikan: bentuk panjang menyerupai setrika, berpenampang
lintang plano-konveks, dan memperlihatkan penyerpihan yang memanjang dan tegas.
2. Tipe kura-kura (tortoise chopper) bercirikan: beralas membulat dengan permukaan atas yang
cembung dan meninggi.
3. Tipe serut samping (side scraper) bercirikan: berbentuk tidak teratur dan tampak tegap,
tajamnya dibuat pada sebelah sisi.
Untuk alat serpih terbuat dari pecahan-pecahan kecil dari pembuatan alat kapak perimbas
yang berupa serpihan-serpihan kecil. Alat serpih ini berfungsi sebagi menguliti hewan buruan
yang didapatkan oleh manusia purba. Bentuk dari alat serpih masih kasar dengan terbuat dari
batuna krakal yang besar. Alat ini berkembang pada masa Plestosen Tengah yang menjadi
perkakas dalam kahidupan sehari-hari manusia purba.
Kapak perimbas dan alat serpih banyak ditemukan di Indonesia diberbagai wilayah
indonesia dari daerah Indonesia seperti Timor, Flores, Sumbawa, Bali, Sulawesi, Kalimantan,
Sumatra sampai Jawa. Kenapa manusia purba juga ditemukan di Indonesia karena pada masa
hidupnya manusia purba daratan Indonesia masih bersatu dengan daratan Gomal sehingga
mobilitasi dilakukan sampai ke daerah selatan yaitu Indonesia.
2. Alat Tulang
Untuk alat tulang ditemukan di daerah Ngandong dengan temuan berupa alat-alat tulang
yang berukuran sedang dan kecil. ditemukan bersamaan dengan Pithecanthropus soloensis yang
dibuat dari tanduk hewan buruan. Tidak banyak sumber atau temuan khususnya untuk alat tulang
ini hanya ditemukan di solo dan daerah ngandong di dalam gua.
Dari alat yang disebutkan diatas mengalami perkambangan yang labih baik dari pada
pembuatan awal alat tersebut. Dimana telah terjadi proses penghalusan setelahnya yang lebih
tepatnya pada masa pasca plestosen. Serta dibuatnya alat-alat lainnya yaitu beliung persegi,
kapak lonjong, alat-alat obsididian, mata panah, dan alat pemukul kayu pada masa mesolitikum
atau masa bertani. Alat nekara perunggu, kapak perunggu, bejana perunggu, patung perungu,
perhiasan perunggu dibuat pada masa perundagian.
C. Seni
Seni Lukis merupakan sebuah asil cipta yang ada pada zaman Mesolitikum atau Zaman Batu
Tengah oleh bangsa Papua-Melanosoid. Tujuan dalam pembuatan lukisan tidak bias dijelaskan
dengan tepat karena tidak ada sumber tertulis yang bias digunakan untuk menjelaskan tetang hal
tersebut (Sumarto, dkk. 2009: 13). Namun melukis yang dilakukan manusia pada masa pra
sejarah merupakan bentuk dari sebuah ekspresi dengan penuh akan makna yang tersirat didalam
bentuk lukisan tersebut. Ditemukan lukisan telapak tangan, bentuk manusia berburu, hewan darat
dan laut, dari gambar tersebut dapat diketahui bahwa manusia pada saat itu berfikir bahwa
mereka melukis dengan maksud dibalik lukisan tersebut, baik religi maupun murni seni gambar
atau lukisan tersebut ditemukan di dinding gua di daerah Kaliantan Timur, Sulawesi Selatan, dan
lain-lain, serta selain itu ada seni patung, kriya dan tato.
D. Kepercayaan
Kepercayaan manusia purba masih berlandaskan pada apa yang dianggap sebagi hal yang sangat
penting dan tidak masuk akal. Pada mulanya tanah di percayaai sebagai unsur penting dalam
kehidupan manusia purba. Bekembang setelahnya yaitu upacara kematian yang pada mulanya
proses kematian dari seseorang dari kelompoknya dianggap sebagai hal yang basa, namun dalam
masa pra plestosen muncul kepercayaan bahwa setelah kematian ada alam sebagai tempat tinggal
roh. Setelah orang meninggal dilakukan upaca penguburan yang dalam meninggalnya orang
tesebut dibekali dengan bekal kubur seperti alat-alat yang milik orang yang meninggal tersebut.
Terus berkembang menjadi kepercayaan yang semula animisme yang menganggap roh nenek
moyang orang yang telah meninggal keudian berubah menjadi kepercayaan Dinamisme yaitu
menmpercayai tempat-tempat dan benda-benda mempunyai kekuatan magis. Sistem kepercayaan
ini berkembang pada masa mesolitik dan megalitik.
Dari budaya yang dihasilkan di atas tidak berbeda jauh dengan kebudayaan manusia purba yang
di luar wilayah Indonesia pada saat itu. Karena corak kehidupan dan budayanya hampir sama
dengan batas wilayah dan persebaran manusia purba melalui daratan.