Fragmen fosil Meganthropus yang ditemukan masih sangat sedikit. Sampai sekarang belum ditemukan perkakas atau
alat-alat yang digunakan oleh Meganthropus. Para ahli mengalami kesulitan dalam mengidentifikasi keberadaan dan
kebudayaan yang ditingalkan. Oleh karena itu, para ahli masih berbeda pendapat tentang keberadaan Megantropus.
Sebagian ahli menganggap sebagai Pithecanthropus, tetapi ada juga ahli yang menganggapnya sebagai Australopithecus.
B. Pithecanthropus
Manusia purba jenis Pitchecanthropus banyak ditemukan di Indonesia nama Pitchecanthropus berasal dari dua kata yaitu
pithecos dan anthropus. Fosil Pitchecanthropus dapat ditemukan di Trinil, Mojokerto, Kedungbrubus, Sangiran,
Sambungmacan, dan Ngandong. Daerah-daerah tersebut diduga masih berupa padang rumput dengan pohon-pohon
jarang sehingga cocok sebagai daerah perburuan. Manusia jenis ini hidup dengan cara berburu dan mengumpulkan
makanan. Mereka tinggal di tempat terbuka dan hidup berkelompok. Secara umum Pithecanthropus memiliki ciri-ciri
berubuh tegap dengan tinggi badan 165-180 cm, alat pengunyahnya tidak sehebat Meganthropus, belum ada dagu dan
hidungnya lebar dengan volume otak berkisar 750-1.300 cc. Pithecanthropus hidup sekitar 2,5 juta-200 ribu tahun yang
lalu. Beberapa jenis Pithecanthropus yang ditemukan di Indonesia antara lain Pithecanthropus mojokertensis,
Pithecanthropus erectus, dan Pithecanthropus soloensis. Setiap jenis manusia purba tersebut memiliki ciri fisik yang
berbeda.
1. Pithecanthropus mojokertensis
Pithecanthropus mojokertensis (manusia kera dari Mojokerto) merupakan manusia purba jenis Pithecanthropus
tertua yang ditemukan di Indonesia. Manusia purba jenis ini diperkirakan hidup sekitar 2,5-1,25 juta tahun yang lalu.
Pithecanthropus mojokertensis ditemukan oleh von Koeningswald di Mojokerto pada tahun 1936. Fosil yang berhasil
ditemukan berupa tengkorak anak-anak, atap tengkorak, rahang atas, rahang bawah, dan gigi lepas. Berdasarkan temuan
tersebut, ciri-ciri Pithecanthropus mojokertensis dapat diidentifikasi sebagai berikut:
1) Tulang pipi kuat
2) Berbadan tegap
3) Tonjolan kening tebal
4) Otot tengkuk kukuh
5) Muka menonjol ke depan
6) Volume otak 650-1.000 cc
C. Homo
Hasil penelitian Van Koeningswald menyimpulkan bahwa makhluk yang diberi nama homo ini memiliki tingkatan lebih
tinggi dibanding Pitchecanthropus Erectus dan Meganthropus. Bahkan manusia purba jenis homo dapat dikatakan
sebanding dengan manusia biasa. Di Indonesia ditemukan tiga jenis fosil homo, yaitu Homo soloensies, Homo
wajakensis, dan Homo florensiensis.
1. Homo soloensies
Nama Homo soloensies berarti manusia dari solo. Fosil ini ditemukan oleh von Koeningswald di daerah Ngandong, tepi
Sungai Bengawan Solo antara tahun 1931-1934. Manusia jenis ini diperkirakan hidup sekitar 900-200 ribu tahun yg lalu.
Ciri-ciri Homo Soloensis:
Volume otaknya antara 1000 – 1200 cc
Tinggi badan antara 130 – 210 cm
Berat badan 30-150 kg
Otot tengkuk mengalami penyusutan
Muka tidak menonjol ke depan
Berdiri tegak dan berjalan lebih sempurna
Hasil Budaya Homo Soloensis
Kapak gengam / Kapak perimbas
Alat serpih
Alat-alat tulang
Alat-alat zaman dahulu
2. Homo Wajakensis
Nama Homo wajakensis berarti manusia dari wajak. Fosil ini
ditemukan oleh Eugene Dubois di Desa Wajak, Tulungagung
pada tahun 1889. Manusia purba ini diperkirakan hidup sekitar
40-25 ribu tahun yang lalu. Menurut Eugene Dubois, Homo
wajakensis termasuk ras Australoid dan bernenek moyang
Homo soloensis. Von Koeningswald memasukkan Homo
wajakensis dalam jenis Homo sapiens (manusia cerdas) karena
sudah mengenal upacara penguburan.
3. Homo florensiensis
Pada tahun 2003 para ilmuwan dari Australia dan Indonesia melakukan
peggalian di gua Liang Bua, Flores. Mereka berhasil menemukan fosil
tengkorak manusia purba yang memiliki bentuk mungil atau hobbit.
Manusia purba yang ditemukan di Gua Liang Bua tersebut kemudian
diberi nama Homo Floresiensis. Ukuran manusia ini tidak lebih besar
dari anak-anak usia lima tahun. Homo Floresiensis diperkirakan
memiliki tinggi badan 100 cm dan berat badan 30 kg. Selain itu, mereka
sudah berjalan tegak dan tidak memiliki dagu. Manusia purba ini hidup
di Kepulauan Flores sekitar 18.000 tahun lalu. Homo floresiensis hidup
sezaman dengan gajah-gajah pigmi (gajah kerdil) dan kadal-kadal
raksasa (komodo) di Flores.
Menurut tim ilmuwan yang menemukan fosil tersebut. Homo floresiensi merupakan keturunan spesies Homo erectus
yang hidup di Asia Tenggara sekitar 1 juta tahun lalu. Akibat proses seleksi alam, tubuh mereka berevolusi menjadi
bentuk yang lebih kecil. Hipotesis ini didasarkan pada penemuan berbagai peralatan yang biasa digunakan oleh Homo
erectus di sekitar fosil Homo floresiensis. Selain itu, di Flores ditemukan fosil stegodon (gajah purba) berukuran kecil.
Penemuan ini semakin menguatkan ipotesis para ilmuwan bahwa banyak makhluk hidup di pulau ini menyesuaikan diri
dengan habitatnya dengan cara menjadi lebih kecil.
Sementara itu, dalam jumlah ilmiah Nature para ilmuwan lan menjelaskan Homo Floresiensis sebagai spesies baru
manusia. Akan tetapi, pendapat ini ditentang oleh para peneliti dari Universitas Gadjah Mada. Menurut mereka, Homo
floresiensis bukan merupakan spesies baru, melainkan nenek moyang dari orang-orang katai Flores yang menderita
penyakit microcephalia, yaitu bertengkorak kecil dan berotak kecil. Sampai sekarang penyakit tersebut masih ditemukan
pada beberapa penduduk yang hidup di sekitar Gua Liang Bua.