Konflik etnis Rakhine dan Rohingya disebabkan oleh kebijakan junta militer Myanmar untuk mendirikan
negara bagian di Myanmar Barat, Rakhine dengan memberikan privilege kepada minoritas penduduk
Rakhine daripada mayoritas warga Rohingya, padahal kebijakan yang diberlakukan oleh junta adalah
negara bagian terbentuk atas dasar kelompok etnis mayoritas.
Konflik kepanjangan yang terjadi di Myamar membuat kondisi perekonomian dan kondisi politik
pemerintahan intern tidak stabil. Sistem pemerintahan yang dibentuk atas dasar kekuasaan dan
keuntungan sepihak menjadi faktor penyebab nilai-nilai demokrasi yang diharapkan rakyat tidak berjalan.
Hambatan terbesar yang sering kali muncul adalah persoalan budaya.
Dalam nilai-nilai budaya akan berdampak besar terhadap pengakuan budaya lokal dan keragamannya, juga
menimbulkan kekacauan yang merugikan pemerintah bila kekuasaan pusat melakukan pergeseran nilai
terhadap budaya lain. Setelah pergantian kepemimpinan kekuasaan dari rezim militer kepada partai
demokrasi yaitu partai NLD (National Liga Democrates) yang diusung Aung San Syu Kyi, memberikan
kepercayaan kepada orang lamanya yaitu U Htin Kyaw sebagai presiden, pada akhir tahun 2015, namun
situasi politik Myanmar masih belum berubah.
Demokrasi yang diharap-harapkan banyak rakyat Myanmar tidak berjalan sebagaimana seharusnya. Burma-
Myanmar yang di dominasi etnis “bama”, membuat kebijakan yang menjadikan etnis lain termajinalkan dan
situasi tersebut membuat kecemburuan terjadi terhadap etnis lain termasuk etnis Rohingya yang telah
lama menetap namun tidak diinginkan oleh pemerintahan Myanmar dan terlihat ingin mengusirnya dari
wilayah Rakhine. Negara Myanmar yang memiliki keragaman budaya dan mengaku memiliki 135 etnis tidak
menjadikan sebagai sebuah kekayaan bangsa yang seharusnya menyadari akan pentingnya kemajemukan,
dari sebuah bangsa yang memiliki beragam etnis dan itu tidak dijadikan landasan negara untuk menjadi
lebih baik.
Kemajemukan dalam banyak hal – suku, ras, agama, golongan yang menjadi modal untuk membangun,
sering kali disiasati negara untuk mencapai kepentingan-kepentingan politiknya. Ketika konflik muncul dan
membesar di daerah-daerah, negara tak punya pilihan lain kecuali menutup-nutupi realitas
kemajemukannya atas nama “kesatuan dan stabilitas nasional”. Bertolak daripada itu, kini dirasakan
semakin diperlukan kebijakan multikultural yang memihak keragaman. Negara-negara tetangga sekawasan
seperti, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Brunei, Thailand, Laos, Vietnam, Kamboja, dan Myanmar
yang tergabung dalam sebuah wadah organisasi Internasional yaitu ASEAN, perlu memberikan perhatian
terhadap keberagaman dan kemajemukan terhadap wilayah Asia Tenggara, karena memiliki banyak ragam
etnik dan bila tidak tersedianya keamanan terhadap permasalahan konflik etnis akan berdampak terhadap
kesetabilan perekonomian dan politik yang berakibat timbulnya konflik besar, dan tidak saja masalah akan
menjadi semakin rumit, namun penilaian buruk oleh negara-negara di dunia.
Konflik Israel – Palestina
Latar Belakang
Sampit yang terjadi tahun 2001 bukanlah sebuah insiden pertama yang terjadi antara suku Dayak dan
Madura. Sebelumnya sudah terjadi perselisihan antara keduanya. Penduduk Madura pertama kali
tiba di Kalimantan Tengah tahun 1930 di bawah program transmigrasi yang dicanangkan pemerintah
kolonial Belanda. Hingga tahun 2000, transmigran asal Madura telah membentuk 21 persen populasi
Kalimantan Tengah. Suku Dayak mulai merasa tidak puas dengan persaingan yang terus datang dari
Madura. Hukum baru juga telah memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak
industri komersial di provinsi tersebut, seperti perkayuan, penambangan, dan perkebunan. Hal
tersebut menimbulkan permasalahan ekonomi yang kemudian menjalar menjadi kerusuhan
antarkeduanya. Insiden kerusuhan terjadi tahun 2001. Kericuhan bermula saat terjadi serangan
pembakaran sebuah rumah Dayak. Menurut rumor warga Madura lah yang menjadi pelaku
pembakaran rumah Dayak tersebut. Sesaat kemudian, warga Dayak pun mulai membalas dengan
membakar rumah-rumah orang Madura. Profesor Usop dari Asosiasi Masyarakat Dayak mengklaim
bahwa pembantaian oleh suku Dayak dilakukan guna mempertahankan diri setelah beberapa warga
Dayak diserang. Disebutkan juga bahwa seorang warga Dayak disiksa dan dibunuh oleh sekelompok
warga Madura setelah sengketa judi di Desa Kerengpangi pada 17 Desember 2000.
Penyelesaian
Pada 18 Februari 2001 suku Dayak berhasil menguasai Sampit. Polisi menahan seorang pejabat lokal
yang diduga sebagai salah satu dalang di balik serangan ini. Orang yang ditahan tersebut diduga
membayar enam orang untuk memprovokasi kerusuhan di Sampit. Kemudian, ribuan warga Dayak
mengepung kantor polisi di Palangkaraya sembari meminta pembebasan para tahanan. Permintaan
mereka dikabulkan oleh polisi pada 28 Februari 2001, militer berhasil membubarkan massa Dayak dari
jalanan. Dari Konflik Sampit ini sedikitnya 100 warga Madura dipenggal kepalanya oleh suku Dayak.
Konflik Sampit sendiri mulai mereda setelah pemerintah meningkatkan keamanan, mengevakuasi
warga, dan menangkap provokator. Untuk memperingati akhir konflik ini, dibuatlah perjanjian damai
antara suku Dayak dan Madura. Guna memperingati perjanjian damai tersebut, maka dibentuk
sebuah tugu perdamaian di Sampit.
Konflik Ambon
Konflik Ambon adalah serangkaian kerusuhan yang diawali oleh bentrokan antarwarga di Kota
Ambon, Maluku, pada 11 dan 12 September 2001. Dua kelompok massa saling menyerang
dengan melempar batu, memblokir jalan, dan merusak kendaraan di sejumlah titik di Ambon.
Akibatnya, terdapat tujuh orang tewas, lebih dari 65 orang luka-luka, dan ribuan orang harus
mengungsi.
Latar Belakang
Menurut pernyataan kepolisian pada 11 September 2011, kerusuhan ini bermula dari kematian
seorang tukang ojek bernama Darkin Saimen. Pria ini mengalami kecelakaan tunggal dari
arah sebuah stasiun televis, daerah Gunung Nona, menuju pos Benteng. Kala itu Darkin tidak
dapat mengendalikan setir motornya, sehingga ia menabrak sebuah pohon. Ia kemudian
menabrak rumah seorang warga bernama Okto. Sebelum sampai di rumah sakit, nyawa
Darkin sayangnya tidak tertolong. Hal inilah yang kemudian memicu munculnya dugaan
bahwa Darkin sebenarnya telah dibunuh.
Dampak
Akibat kematian Darkin, terjadilah pertikaian antara dua kelompok. Mereka saling melempar
batu dan merusak beberapa fasilitas. Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Anton Bachrul Alam
mengatakan bahwa korban torban dewas dalam konflik Ambon akibat luka tembak. Untuk
fasilitas, terdapat tiga rumah dirusak, empat motor dan dua mobil. Dalam kejadian ini tiga
orang tewas di RS Al Fatah. Serta terdapat warga yang mengalami luka tembak. Selanjutnya,
Anton juga menambahka bawa terdapat puluhan warga lainnya yang juga mengalami luka
ringan dan berat. 24 orang luka berat dan 65 orang luka ringan.
Penyelesaian
Dua hari pasca bentrok, aktivitas di Kota Ambon masih belum pulih. Toko-toko dan
perkantoran masih belum ada yang beraktivitas. Kegiatan sekolah juga masih belum
sepenuhnya berjalan. Namun, Gubernur Mlauku, Karel Albert Rahalu, menyatakan bahwa
situasi keamanan di Ambon sudah kondusif. Disusul dengan 200 personel Brimob Makassar
yang datang ke Kota Ambon.
Terjadinya krisis keuangan tahun 1997 juga dipicu oleh anjloknya nilai mata uang rupiah dan
membengkaknya angka utang luar negeri oleh swasta. Krisis keuangan ini lantas
menimbulkan kekacauan dan kepanikan yang turut dirasakan oleh negara-negara ASEAN,
salah satunya Indonesia. Indonesia merupakan salah satu negara yang terkena dampak krisis
ekonomi paling parah. Di Indonesia, rupiah menurun drastis yang kemudian mengakibatkan
berbagai perusahaan yang meminjam dollar harus membayar biaya yang lebih besar. Selain
itu, para pemberi pinjaman juga menarik kredit secara besar-besaran sehingga terjadi
penyusutan kredit dan kebangkrutan. Kepanikan masyarakat pun kian bertambah saat terjadi
kenaikan harga bahan makanan.
Goyahnya perekonomian di Indonesia pada saat itu menimbulkan aksi protes dari masyarakat,
terutama para mahasiswa. Tanggal 12 Mei 1998 para mahasiswa melakukan aksi damai
dalam kampus. Setelah itu, mahasiswa mulai turun ke Jalan S Parman dan hendak berangkat
ke gedung MPR atau DPR. Melihat segerombolan mahasiswa di depan kantor tersebut
membuat aparat polisi menghadang laju mereka. Setelah itu, terjadi perundingan antara pihak
polisi dengan para mahasiswa. Kesepakatan yang dicapai ialah para mahasiswa tidak
melanjutkan aksi unjuk rasa mereka ke MPR atau DPR. Saat para mahasiswa sedang
membubarkan diri, tiba-tiba terdengar suara tembakan dari arah belakang barisan
mahasiswa. Para mahasiswa pun dengan panik segera berlari mencari perlindungan dengan
masuk ke dalam gedung-gedung kampus. Sekitar pukul 17.15, situasi di kampus sangatlah
mencekam. Beberapa korban jiwa juga berjatuhan, salah satunya adalah empat mahasiswa
Trisakti yang tewas karena tertembak. Keempat mahasiswa Trisakti tersebut adalah Elang
Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Heri Hartanto, dan Hendiawan Sie. Insiden tertembaknya
empat mahasiswa Universitas Trisakti dan krisis finansial Asia 1997 ini lah yang menyebabkan
terjadinya Kerusuhan Mei 1998. Kerusuhan Mei 1998 terus berlangsung sejak 13 hingga 15
Mei 1998. Buntut dari peristiwa Kerusuhan Mei 1998 adalah lengsernya Soeharto dari
jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada 20 Mei 1998.
Konflik Situbondo
Tahun 1996 menjadi tahun yang bersejarah untuk masyarakat Situbondo khusus nya yang berada di kecamatan Panji,
Desa Kapongan, Kabupaten Situbondo. Sebuah tragedi yang melibatkan sebagian besar masyarakat Situbondo.
Sebelum menemukan kejelasan awal dari persoalan yang hingga menyebabkan pembakaran terhadap beberapa
gereja yang ada di kota situbondo. Beberapa sumber mengatakan bahwa pokok persoalan tersebut berawal dari
debat dua tokoh agama yang hingga membawa dendam antar pengikut mereka ada juga yang meyebutkan pokok
awal permasalahan terebut berawal dari perbedaan akidah pembelajaran islam individu dalam keluarga salah satu
tokoh agama yang sangat termuka di kota panji.
Trauma besar telah tertanam pada diri masyarakat Situbondo hingga kini, karenanya hanya sebagaian kecil
masyarakat yang berani menceritakan kembali kejadian tersebut meskipun peristiwa tersebut telah lama terjadi.
Masyarakat Situbondo beranggapan konflik pembakaran gereja sangatlah sensitif untuk di ingat maupun di
ceritakan, trauma yang besar membuat masyarakat memilih diam ketimbang gamblang menceritakan peristiwa itu
kepada orang lain apalagi orang yang berasal dari luar kota. Saleh dan KH. Zaini merupakan nama utama yang
muncul dalam persoalan konflik ini.
Perdebatan argumen antara Saleh dan KH.Zaini tak bisa dipungkiri hingga dalam salah satu argumen Saleh yang
kontroversional dia mengatakan apa yang dikatakan KH. Zaini sebuah ketidakbenaran karena dianggapnya guru dari
KH. Zaini yaitu KH.As'ad merupakan seseorang yang membelokan pembelajaran agama Islam dari akidah sebenarnya.
Perdebatan itu tidak selesai hanya pada malam itu saja bahkan perdebatan antara kedua orang tersebut menyebar
ke seluruh masyarakat kota Situbondo hingga terdengar juga oleh keluarga besar KH.As'ad yang ada di pondok
pesantren Salafiyah Syafi'iyah Asembagus Situbondo.
Massa yang berkumpul mengharapkan hukuman yang seberat-beratnya di jatuhkan ke Saleh karena selain dianggap
telah mencoret nama baik salah satu ulama besar dia juga telah membawa kesesatan terhadap agama Islam. Massa
yang kecewa dengan vonis yang di sampaikan hakim pengadilan mencoba masuk kedalam gedung pengadilan dan
ingin menghakimi Saleh langsung dengan pengeroyokan massal. Salah satu saksi mata yang berada di lokasi
mengatakan "di sana massa sangat tidak terkendali mereka ingin menghakimi Saleh kalau bisa mereka ingin
membakar saleh hidup-hidup yang penting Saleh harus mati".
Namun dalam peristiwa tersebut terdapat beberapa kejanggalan di mana saat massa diluar gedung kejaksaan mulai
ribut terdapat sebuah inseiden dimana gereja-gereja yang ada di sekiraran kota terbakar. Menurut keterangan cucu
sugionoyang merpakan saksi pada kejadian tersebut proses pembakaran gereja itu tidak ada yang mengerti karena
kejadian tersebut terjadi secara tiba-tiba dan menurut beliau massa pembakaran gereja sendiri sudah terorganisir
buktinya pembakaran gereja tersebut terjadi dalam hari yang sama serta waktu yang bersamaan.
Namun beliau tidak tahu pasti siapa dalang yang ada dibalik pembakaran tersebut. Peristiwa pembakaran gereja ini
juga memakan lima korban yang tewas saat di tidak bisa keluar dari dalam gereja. Kelima korban tersebut antara lain
merupakan suster dan pendeta yang sedang berada di dalam gereja dan tidak mau keluar dari dalam gereja. Kasus
konflik perbedaan akidah beragama ini tidak hanya menyasar ke gereja saja namun beberapa sekolah yang ada juga
sempat menjadi tujuan massa yang tidak puas dengan keputusan pengadilan. Seperti SD Imanuel yang juga dibakar
namun tidak sampai memakan korban jiwa karena sebelum pembakaran semua orang di suruh keluar dari dalam
gedung dan massa juga menyerang beberapa sekolah lainnya.
Trauma atas kejadian tersebut masih menghantui masyarakat Situbondo hingga sekarang meskipun peristiwa
tersebut telah berlalu 20 tahun lamanya, luka lama itu enggan untuk di buka kembali hingga kini mereka
beranggapan biarlah peristiwa itu terjadi dan tak perlu diungkit-ungkit lagi karena ditakutkan menggugah rasa
emosional yang sudah meredam dan biarlah kini masyarakat Situbondo hidup dalam kesejahteraan di tengah-tengah
perbedaan yang ada.
Dengan adanya penolakan tersebut maka pemerintah tetap mengakui Agus Harimurti
Yudhoyono (AHY) sebagai ketua umum partai berlambang mercy itu. Menanggapi langkah
kubu Moeldoko menggugat keputusan Menkumham, Kepala Badan Komunikasi Strategis
DPP Partai Demokrat Herzaky Mahendra Putra angkat bicara. Dia menyebut gugatan itu
tidak menghormati hukum dan putusan Pemerintah serta mengganggu upaya
penanggulangan pandemi COVID-19.
Pimpinan kelompok KLB, Moeldoko bersama Jhoni Allen Marbun melalui tim kuasa
hukumnya mendaftarkan gugatan ke PTUN pada Jumat. Gugatan itu yang terdaftar
dengan Nomor 150/G/2021/PTUN.JKT.
Dalam gugatan mereka meminta majelis hakim membatalkan dan mencabut Surat Menteri
Hukum dan Hak Asasi Manusia Nomor : M. HH.UM.01.10-47, tentang Jawaban
Permohonan atas Pendaftaran Perubahan AD/ART dan Perubahan Susunan
Kepengurusan DPP Partai Demokrat Periode 2021-2025. Kubu KLB juga meminta majelis
hakim memerintahkan Menkumham Yasonna Laoly mengesahkan permohonan kelompok
KLB, yaitu perubahan struktur kepengurusan Partai Demokrat dan Anggaran
Dasar/Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) partai.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly, didampingi Menteri Koordinator Bidang Politik,
Hukum, dan Keamanan Mahfud MD pada 31 Maret membacakan isi surat Nomor: M.
HH.UM.01.10-47, yang pada intinya menolak permohonan kelompok KLB. Alasan
penolakan antara lain kelompok KLB sebagai pemohon tidak dapat melengkapi dokumen
dan memenuhi syarat sebagaimana diatur oleh Peraturan Menkumham RI Nomor 34
Tahun 2017.
Sebelumnya, pada 4 Desember 1976, pemimpin GAM, Hasan di Tiro bersama beberapa pengikutnya
melayangkan perlawanan terhadap pemerintah RI. Perlawanan tersebut mereka lakukan di perbukitan
Halimon di kawasan Kabupaten Pidie. Sejak saat itu, konflik antara pemerintah RI dengan GAM terus
berlangsung.
Gerakan Aceh Merdeka atau GAM adalah gerakan separatisme bersenjata yng bertujuan agar Aceh terlepas
dari Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). GAM dibentuk pada 4 Desember 1976 dan dipimpin oleh
Hasan di Tirto. Akibat adanya perbedaan keinginan antara pemerintah RI dan GAM, konflik yang terjadi
sejak 1976 hingga 2005 ini telah menjatuhkan hampir 15.000 jiwa. Organisasi tersebut membubarkan
gerakan separatisnya setelah terjadi Perjanjian Damai 2005 dengan pemerintah Indonesia. GAM kemudian
berganti nama menjadi Komite Peralihan Aceh.
Tahun 1998, Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia. Kedudukannya kemudian
digantikan oleh Presiden Jusuf Habibie. Semasa kepemimpinannya, Habibie menarik pasukan dari Aceh
untuk memberi ruang bagi GAM dalam membangun kembali organisasinya. Namun, pada 1999, kekerasan
justru semakin meningkat. GAM memberontak terhadap pejabat pemerintah dan penduduk Jawa yang
didukung oleh penyelundupan senjata besar-besaran dari Thailand oleh GAM. Kemudian, memasuki tahun
2002, kekuatan militer dan polisi di Aceh juga berkembang menjadi kurang lebih sebanyak 30.000. Setahun
kemudian, jumlahnya melonjak menjadi 50.000. Tindakan kekerasan yang dilakukan oleh GAM
mengakibatkan beberapa ribu kematian warga sipil. Untuk mengatasi GAM, pemerintah melancarkan
serangan besar-besaran tahun 2003 di Aceh, di mana keberhasilan semakin terlihat.
Pada 26 Desember 2004, bencana gempa bumi dan tsunami besar menimpa Aceh. Kejadian ini memaksa
para pihak yang bertikai untuk kembali ke meja perundingan atas inisiasi dan mediasi oleh pihak
internasional. Selanjutnya, tanggal 27 Februari 2005, pihak GAM dan pemerintah RI memulai tahap
perundingan di Vantaa, Finlandia. Pada 17 Juli 2005, setelah berunding selama 25 hari, tim perunding
Indonesia berhasil mencapai kesepakatan damai dengan GAM di Vantta, Finlandia. Penandatanganan
kesepakatan damai dilangsungkan pada 15 Agustus 2005. Proses perdamaian selanjutnya dipantau oleh
tim yang bernama Aceh Monitoring Mission (AMM) yang beranggotakan lima negara ASEAN. Semua
senjata GAM yang berjumlah 840 diserahkan kepada AMM pada 19 Desember 2005. Kemudian, pada 27
Desember, GAM melalui juru bicara militernya, Sofyan Dawood, menyatakan bahwa sayap militer Tentara
Neugara Aceh (TNA) telah dibubarkan secara formal.
Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual adalah setiap tindakan baik berupa ucapan ataupun perbuatan yang dilakukan seseorang untuk
menguasai atau memanipulasi orang lain serta membuatnya terlibat dalam aktifitas seksual yang tidak dikehendaki.
Aspek penting dalam kekerasan seksual: 1) aspek pemaksaan dan aspek tidak adanya persetujuan dari korban. 2)
korban tidak/belum mampu memberikan persetujuan (misalnya kekerasan seksual pada anak atau individu dengan
disabilitas intelegensi).
15 Bentuk Kekerasan Seksual menurut Komnas Perempuan
1. Perkosaan, 2. Intimidasi seksual, 3. Pelecehan seksual, 4. Eksploitasi seksual, 5. Perdagangan perempuan untuk
tujuan seksual, 6. Prostitusi paksa, 7. Perbudakan seksual, 8. Pemaksaan perkawinan, 9. Pemaksaan kehamilan, 10.
Pemaksaan aborsi, 11. Pemaksaan kontrasepsi dan sterilisasi, 12. Penyiksaan seksual, 13. Penghukuman tidak
manusiawi dan bernuansa seksual, 14. Praktek tradisi bernuansa seksual yang membahayakan atau mendiskriminasi
perempuan, dan 15. Kontrol seksual.
Kekerasan seksual juga bisa terjadi pada korban yang mengalami kekerasan dalam rumah tangga. Berikut ini adalah
beberapa tanda kekerasan seksual:
Pasangan memaksa Anda melakukan sesuatu yg tdk ingin Anda lakukan, termasuk berhubungan seksual.
Pasangan menyentuh anggota tubuh sensitif Anda dengan cara tidak layak.
Pasangan menyakiti Anda selama melakukan hubungan seksual.
Pasangan memaksa berhubungan seksual tanpa mengenakan kondom atau alat kontrasepsi
Pasangan memaksa Anda untuk berhubungan seksual dengan orang lain.
Menurut badan kesehatan dunia, World Health Organization atau WHO, kekerasan seksual dapat diartikan sebagai
segala perilaku yang dilakukan dengan menyasar seksualitas atau organ seksual seseorang tanpa mendapatkan
persetujuan, dan memiliki unsur paksaan atau ancaman. Pelaku kekerasan seksual tidak terbatas oleh gender dan
hubungan dengan korban.Artinya, perilaku berbahaya ini bisa dilakukan oleh laki-laki maupun perempuan kepada
siapapun termasuk istri atau suami, pacar, orangtua, saudara kandung, teman, kerabat dekat, hingga orang yang tak
dikenal. Kekerasan seksual dapat terjadi di mana saja, termasuk rumah, tempat kerja, sekolah, atau kampus.
Kekerasan seksual berbeda dari pelecehan seksual
Kekerasan seksual dan pelecehan seksual adalah dua hal yang berbeda. Kekerasan seksual, merupakan istilah yang
cakupannya lebih luas daripada pelecehan seksual. Pelecehan seksual adalah salah satu jenis dari kekerasan seksual.
Dampak kekerasan seksual bagi para penyintas
Mengalami kekerasan seksual bisa mengubah banyak hal dalam kehidupan para penyintas, baik dalam jangka pendek
maupun jangka panjang. Berikut ini dampak negatif yang bisa dirasakan oleh mereka yang pernah menjadi korban
kekerasan seksual.
1. Kehamilan tak terencana 5. Muncul keinginan untuk bunuh diri
2. Munculnya gangguan di alat vital 6. Dikucilkan dari lingkungan sosial
3. Infeksi menular seksual 7. Gangguan kognitif
4. Gangguan kesehatan mental
Cara menghindari dan menghadapi kekerasan seksual di lingkungan sekitar
Selalu waspada, terutama saat sedang berada di tempat publik, termasuk di kendaraan umum
Bekali diri dengan semprotan merica atau alat pembela diri lainnya
Lakukan perlawanan, salah satunya dengan memukul kelamin pelaku
Waspadai orang yang tidak dikenal
Bekali diri dengan pengetahuan seputar kekerasan seksual
Ini adalah data yang dihimpun JALA PRT berdasar pengaduan dari pendampingan di lapangan.
Sementara PRT yang bekerja di dalam rumah tangga tidak ada kontrol dan akses melapor serta
bantuan.
Selain itu, survei Jaminan Sosial JALA PRT tahun 2019 terhadap 4.296 PRT yang diorganisir di
enam kota ditemukan sebanyak 3.823 atau 89% PRT tidak mendapatkan jaminan kesehatan atau
menjadi peserta JKN-KIS. Mayoritas PRT membayar pengobatan sendiri apabila sakit bahkan
dengan cara berutang, termasuk ke majikan dan kemudian dipotong gaji.
Untuk menjadi peserta PBI program JKN-KIS sulit karena tergantung dari aparatur lokal yang
memasukkan mereka dalam daftar warga miskin. PRT yang bekerja di DKI Jakarta dengan KTP
wilayah asal juga kesulitan untuk mengakses JKN-KIS.
Ada pula 4.253 atau 99% PRT yang tidak mendapatkan hak Jaminan Ketenagakerjaan. PRT juga
tidak ada akses untuk mendapatkan bantuan jaringan pengaman sosial dari pemerintah. Misalnya,
dalam masa pandemi Covid-19, sebagai pekerja PRT tidak terdaftar. Sebagai warga miskin, dan
urban PRT pun tidak terdaftar.
Badan Legislatif (Baleg) DPR akhirnya menetapkan draf Rancangan Undang-Undang (RUU)
Perlindungan Pekerja Rumah Tangga (PPRT) diajukan ke rapat paripurna DPR pada akhir masa
sidang di pertengahan Juli 2020 untuk ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR. Ini seperti angin
segar bagi lima juta pembantu rumah tangga (PRT) di Indonesia yang mayoritas adalah kaum
perempuan setelah 16 tahun lamanya RUU tersebut mandek.
Koordinator Nasional JALA PRT, Lita Anggraini mengatakan, selama ini PRT bekerja dalam situasi
kerja yang tidak layak. Misalnya jam kerja panjang, beban kerja tak terbatas, tidak ada kejelasan
istirahat, libur mingguan, cuti, tanpa jaminan sosial, ada larangan atau pembatasan bersosialisasi
dan berorganisasi.
Salah satu perilaku remaja yang terjadi secara turun temurun bahkan menjadi tradisi di suatu
lembaga pendidikan adalah senioritas. Senioritas dalam kehidupan sehari-hari tidak dapat
terpisahkan dalam kehidupan masyarakat. hal tersebut di karenakan dalam kehidupan manusia
terdapat perbedaan tingakatan. Tingkatan yang ada di pendidikan yaitu senior dan junior. Dimana
dalam budaya yang ada di Indonesia yaitu budaya menghormati yang lebih tua dan menyayangi
yang lebih muda. Dimana dari perbedaan tingkatan inilah yang di manfaatkan oleh senior untuk
bersikap sewenang-wenang kepada junior. Sehingga tak jarang kasus senioritas ini memunculkan
aksi-aksi kekeraan di sampingnya. Bahkan senioritas juga menimbulkan korban jiwa. Meskipun
tradisi senioritas sudah mulai di hilangkan dalam dunia pendidikan, masih banyak kasus yang
menunjukkan budaya senioritas di sekolah atau universitas yang menggunakan kekerasan. Ada
anggapan bahwa belum menjadi mahasiswa jika belum menjalani ospek dengan kekerasan yang
terjadi dibaliknya. Maka dari itu penulis akan melihat faktor apa yang melatarbelakangi perilaku
kekerasan dalam senioritas di lingkungan pendidikan.
Di dalam pendidikan, kasus kekerasan menjadi sesuatu hal yang sering terjadi. Kasus kekerasan
sudah lama ada di lingkungan pendidikan, namun yang banyak menjadi perhatian adalah kasus
kekerasan setiap tahunnya selalu terjadi. perilaku menyimpang ini tidak serta merta terjadi
melainkan terdapat sesuatu peristiwa yang menyebabkan timbulnya perilaku menyimpang.
menurut Riauskina (dalam Yandri, 2014) terdapat penyebebab terjadinya bullying atau kekerasan
di sekolah yakni adanya sebuah tradisi kekerasan yang di turunkan yaitu senioritas, balas dendam,
untuk memperlihatkan kekuasaan yang dimiliki, perilaku yang di lakukan oleh korban bullying
tidak sesuai dengan apa yang di harapkan oleh pelaku, mendapatkan kepuasan tersendiri, etika
sopan santun korban dianggap kurang sopan menurut pelaku bullying.
Kontrol sosial tersebut dapat dengan mudah membuat perilaku menyimpang yakni kekerasan atau
bullying yang di lakukan oleh remaja tidak akan terjadi. hal tersebut di karenakan adanya
kepedulian yang kuat dari lingkungan sekitar. namun masih banyaknya kasus senioritas dengan
kekerasan disebabkan karena kurangnya kontrol sosial dari lingkungan sekitar remaja. Dimana
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat akan saling mempengaruhi perilaku remaja. Maka
dari itu kurangnya kontrol sosial menyebabkan terjadinya perilaku menyimpang yakni kekerasan
dalam senioritas dalam pendidikan.
Perilaku senioritas dengan menggunakan kekerasan di sebabkan oleh kurangnya kontrol sosial dari
lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Ketiga bentuk lingkungan pendidikan tersebut
memberikan pengaruh yang sangat besar bagi perilaku remaja. Karena lingkungan tersebut
merupakan lingkungan yang ada di sekitar remaja. Ketika lingkungan tersebut memberikan
pendidikan moral yang baik serta memahami perannya masing-masing maka akan dapat
memberikan kontrol sosial bagi perilaku remaja untuk tidak melakukan kekerasan dalam senioritas
di lingkungan pendidikan. Maka dari itu kontrol sosial akan sangat berpengaruh dalam mengontrol
perilaku remaja yang melakukan kekerasan dalam senioritas di lingkungan pendidikan.
Kekerasan Guru Terhadap Siswa
Permendikbud No 82 Tahun 2015 jadi salah satu regulasi yang dikeluarkan Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) untuk menciptakan lingkungan sekolah yang aman
dan nyaman. Peraturan ini berisi tentang Pencegahan dan Penanggulangan Tindak Kekerasan di
Lingkungan Satuan Pendidikan.
Permendikbud ini masuk dalam rekomendasi regulasi yang disampaikan oleh Komisi Perlindungan
Anak Indonesia (KPAI). Diketahui KPAI mencatat setidaknya ada 18 kasus kekerasan di satuan
pendidikan selama tahun 2021.
Guru dan siswa bagaikan dua sisi mata uang yang keduanya tidak dapat dipisahkan dalam dunia
pendidikan. Interaksi antara keduanya kadang berjalan harmonis, namun tidak jarang bersifat
kontradiktif. Pihak guru yang melakukan tindak kekerasan terhadap siswa dengan dalih untuk
menegakkan kedisiplinan bagi siswa yang berpayung pada Peraturan Pemerintah No. 74 tahun
2008 dan Permendikbud No. 10 Tahun 2017. Pihak siswa pun juga melakukan perlawanan bahkan
kekerasan terhadap guru dengan andalan payung UU No. 23 Tahun 2002 jo UU No. 35 Tahun
2014.
Hasil kajian mengungkap bahwa meskipun secara normatif perlindungan guru dan perlindungan
anak sudah memiliki payung hukum yang jelas, tetapi belum dapat diimplementasikan secara
optimal. Bentuk kekerasan yang terjadi di sekolah pada umumnya yaitu kekerasan fisik dan
kekerasan psikis. Kekerasan terhadap siswa maupun terhadap guru kerap dipicu oleh adanya sikap
egosentris masing-masing pihak.
Oleh karena itu, seharusnya guru dan orangtua harus bersinergi dalam membina anak didik serta
mengedepankan cara damai dan kekeluargaan untuk mengatasi setiap masalah yang terjadi. Jika
tidak, kasus kekerasan akan terus menumbuhkan kebencian, dendam, ketidakpercayaan, dan
kecurigaan orangtua dan masyarakat terhadap pihak sekolah.
Kekerasan di lembaga pendidikan yang marak terjadi seringkali dibenarkan oleh sebagian
masyarakat, karena tindak kekerasan tersebut merupakan bagian dari proses mendidik anak.
Padahal hukuman bagi siswa dalam jangka pendek akan mempengaruhi konsentrasi, persepsi dan
perilakunya, hingga tidak tertutup kemungkinan siswa menjadi malas belajar, pada akhirnya
tinggal kelas atau berhenti sekolah. Secara psikologis, hukuman di lembaga pendidikan dapat
menyebabkan anak menjadi trauma atau antipati terhadap pendidikan.