Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

KONFLIK ANTAR SUKU BANGSA

Di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata pelajaran Sosiologi

Di Susun Oleh :

Nama : Nuryuda Iskandar

Kelas : X IPS 3

SMA ISLAM CIPASUNG


SINGAPARNA TASIKMALAYA
KATA PENGANTAR

Pertama-tama kita panjatkan puji dan syukur kepada Allah SWT yang
telah memberi kenikmatan, kesehatan dan atas rahmatnya kita bisa menjalankan
makalah ini dengan sebaik mungkin untuk menuju hasil yang lebih baik.

Sholawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasul Pilihan Nabi


Muhammad SAW, semoga rahmat dan maghfirah senantiasa tercurahkan bagi
kita semua.
Dalam penyusunan makalah ini, penulis banyak mendapat tantangan dan
hambatan akan tetapi dengan bantuan dari berbagai pihak makalah selesai tepat
pada waktunya. Karena itu, penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-
besarnya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini, semoga bantuannya mendapat balasan yang setimpal dari Allah SWT.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kesempurnaan baik
dari bentuk penyusunan maupun materinya. Kritik dan saran dari pembaca
sangat penulis harapkan untuk penyempurnaan makala hselanjutnya.
Akhir kata semoga makalah ini dapat memberikan manfaat kepada kita semua.
Aamiin.

Tasikmalaya, Mei 2015

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I PENDAHUKUAN ............................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 1
1.2 Maksud dan Tujuan .............................................................................. 1
1.3 Ruang Lingkup ..................................................................................... 2
1.4 Permasalahan ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 3
1.2 Landasan Teori ..................................................................................... 3
2.2 Faktor – faktor penyebab konflik suku Dayak dan Madura ................. 3
2.3 Upaya-Upaya Yang Dilakukan Agar Kejadian Yang Sama Tidak
Terulang Lagi ....................................................................................... 8
BAB III PENUTUP ....................................................................................... 10
3.1 Kesimpulan ........................................................................................... 10
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
 

1.1 Latar belakang


Konflik Sampit tahun 2001 bukanlah insiden yang terisolasi, karena telah
terjadi beberapa insiden sebelumnya antara warga Dayak dan Madura.Konflik
besar terakhir terjadi antara Desember 1996 dan Januari 1997 yang
mengakibatkan 600 korban tewas. Penduduk Madura pertama tiba
di Kalimantan tahun 1930 di bawah program transmigrasiyang dicanangkan oleh
pemerintah kolonial Belanda dan dilanjutkan oleh
pemerintah Indonesia.Tahun2000, transmigran membentuk 21% populasi
Kalimantan Tengah. Suku Dayak merasa tidak puas dengan persaingan yang
terus datang dari warga Madura yang semakin agresif. Hukum-hukum baru telah
memungkinkan warga Madura memperoleh kontrol terhadap banyak industri
komersial di provinsi ini seperti perkayuan, penambangan dan perkebunan.
Dengan adanya latar belakang mengenai permasalahan ini penulis mengkaji
dari materi perkuliahaan hubungan antar suku bangsa. Dimana konflik yang
terjadi antara suku bangsa Indonesia yakni dayak dan madura tidak terjadi dengan
semerta – merta tanpa proses yang panjang. Sehinggga identitas dari
kesukubangsaan dayak di bangkitkan untuk melakukan perlawanan terhadap
identitas suku bangsa Madura yang menurut masyarakat asli kalimantan tengah
yakni suku dayak mendominasi elemen dari kehidupan masyarakat asli.
Dimana adanya penguasaan terhadap sumber daya yang ada di dalam
lingkungan teritorial masyarakat. Ketertinggalan masyarakat asli terhadap
pendatang di Sampit menyebabkan jatuhnya korban jiwa yang memperlihatkan
adanya ketidak teraturan dalam hal pembagian sumber daya yang ada di dalam
lingkup teritorial masyarakat sampit.

1.2 Maksud dan Tujuan


a. Maksud
Maksud penulisan makalah ini adalah memberikan gambaran bagaima
konflik yang terjadi antara suku Dayak dan Madura.
b. Tujuan
Tujuan dalam penulisan makalah ini bagaimana pihak Kepolisian mampu
mengatasi masalahi konfllik antar suku bangsa seperti yang terjadi antara
Suku Dayak dan Suku Madura.

1.3 Ruang Lingkup


Ruang lingkup penulisan makalah ini adalah tentang konflik antara suku
Dayak dan Suku Madura.

1.4 Permasalahan
Bagaimana mengatasi konflik yang melibatkan suku Dayak dan Madura
agar tidak terjadi lagi ?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Landasan teori


Menurut Coser konflik dibagi menjadi dua, yaitu:
1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan
khusus yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan
keuntungan para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap
mengecewakan.
2. Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan
saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan
ketegangan, paling tidak dari salah satu pihak. Coser menjelaskan dalam
masyarakat yang buta huruf pembasan dendam biasanya melalui ilmu gaib
seperti teluh, santet dan lain- lain. Sebagaimana halnya masyarakat maju
melakukan pengkambinghitaman sebagai pengganti ketidakmampuan
melawan kelompok yang seharusnya menjadi lawan mereka.

2.2 Faktor – faktor penyebab konflik suku Dayak dan Madura


Permasalahan konflik tidak terlepas dari adanya interaksi antar suku bangsa
didalam penguasaan sumber daya yang ada di dalam lingkup teritorialnya. Pada
awalnya masyarakat yang berada di sampit sangat konformitas terhadap
persinggungan budaya hal ini dikarenakan tragedi sampit yang menjatuhkan
korban jiwa yang cukup banyak dari suku Madura merupakan kompleksitas dari
tragedi – tragedi kecil yang sebelumnya pernah terjadi. Sehingga masyarakat
suku dayak memberikan label terhadap suku madura sebagai suku
yang antagonissehingga atas ketidakberdayaannya melawan pengaruh –
pengaruh penguasaan suku pendatang secara dominan terhadap suku yang
seharusnya menjadi pemilik teritorial sumberdaya dominan yang dilakukan oleh
suku madura yang menyebabkan kecemburuan secara sosial dan ekonomi .
Banyak sebab yang membuat suku Dayak seakan melupakan asazi manusia,
baik langsung maupun tidak langsung. Masyarakat suku Dayak di Sampit selalu
“terdesak” dan selalu mengalah. Dari kasus dilarangnya menambang intan di
atas “tanah adat” mereka sendiri karena dituduh tidak memiliki izin
penambangan. Hingga kampung mereka yang harus berkali-kali pindah tempat
karena harus mengalah dari para penebang kayu yang mendesak mereka makin
ke dalam hutan. Sayangnya, kondisi ini diperburuk lagi oleh ketidakadilan
hukum yang seakan tidak mampu menjerat pelanggar hukum yang menempatkan
masyarakat Dayak menjadi korban kasus-kasus tersebut.
Tidak sedikit kasus pembunuhan orang dayak (sebagian besar disebabkan
oleh aksi premanisme Etnis Madura) yang merugikan masyarakat Dayak karena
para tersangka (kebetulan orang Madura) tidak bisa ditangkap dan di adili oleh
aparat penegak hukum.
Etnis madura yang juga punya latar belakang budaya kekerasan ternyata
menurut masyarakat Dayak dianggap tidak mampu untuk beradaptasi
(mengingat mereka sebagai pendatang). Sering terjadi kasus pelanggaran “tanah
larangan” orang Dayak oleh penebang kayu yang kebetulan didominasi oleh
orang Madura. Hal inilah yang menjadi salah satu pemicu perang antar etnis
Dayak-Madura.
Dari cara mereka melakukan usaha dalam bidang perekonomian saja,
mereka terkadang dianggap terlalu kasar oleh sebagian besar masyarakat Dayak,
bahkan masyarakat Banjar sekalipun. Banyak cara-cara pemaksaan untuk
mendapatkan hasil usaha kepada konsumen mereka. Banyak pula tipu-daya yang
mereka lakukan. Namun, tidak semua suku Madura bersifat seperti ini.
Ada yang mengungkapakan bahwa pertikaian yang sering terjadi antara
Madura dan Dayak dipicu rasa etnosentrisme yang kuat di kedua belah pihak.
Semangat persukuan inilah yang mendasari solidaritas antar-anggota suku di
Kalimantan. Situasi seperti itu diperparah kebiasaan dan nilai-nilai yang
berbeda, bahkan mungkin berbenturan. Misalnya, adat orang Madura yang
membawa parang atau celurit ke mana pun pergi, membuat orang Dayak melihat
sang “tamu”-nya selalu siap berkelahi. Sebab, bagi orang Dayak, membawa
senjata tajam hanya dilakukan ketika mereka hendak berperang atau berburu.
Tatkala di antara mereka terlibat keributan dari soal salah menyabit rumput
sampai kasus tanah amat mungkin persoalan yang semula kecil meledak tak
karuan, melahirkan manusia-manusia tak bernyawa tanpa kepala Saat terjadi
pembantaian di Sampit entah bagaimana cara mereka (Etnis Dayak) yang tengah
di rasuki kemarahan membedakan suku Madura dengan suku-suku lainnya, yang
jelas suku-suku lainnya luput dari “serangan beringas” orang-orang Dayak.
Begitu pula adanya catatan ingatan dari suku asli tentang perlakuan –
perlakuan yang tidak adil terhadap suku asli yang menyebabkan meningkatnya
konformitas dan identitas kesukuan yang dibangkitkan oleh masyarakat Dayak.
Ada beberapa peristiwa yang menjadi catatan ingatan dari masyarakat dayak
yang menurut masyarakat dayak adalah perlakuan yang tidak wajar terhadap
masyarakat suku dayak antara lain :
1. ( Tahun 1972 di Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa. Terhadap
kejadian itu diadakan penyelesaian dengan mengadakan perdamaian menurut
hukum adat (Entah benar entah tidak pelakunya orang Madura)
2. ( Tahun 1982, terjadi pembunuhan oleh orang Madura atas seorang suku
Dayak, pelakunya tidak tertangkap, pengusutan atau penyelesaian secara
hukum tidak ada.
3. ( Tahun 1983, di Kecamatan Bukit Batu, Kasongan, seorang warga Kasongan
etnis Dayak di bunuh. Perkelahian antara satu orang Dayak yang dikeroyok
oleh tigapuluh orang madura. Terhadap pembunuhan warga Kasongan
bernama Pulai yang beragama Kaharingan tersebut, oleh tokoh suku Dayak
dan Madura diadakan perdamaian. Dilakukan peniwahan Pulai itu dibebankan
kepada pelaku pembunuhan, yang kemudian diadakan perdamaian ditanda
tangani oleh ke dua belah pihak, isinya antara lain menyatakan apabila orang
Madura mengulangi perbuatan jahatnya, mereka siap untuk keluar dari
Kalteng.
4. ( Tahun 1996, di Palangka Raya, seorang gadis Dayak diperkosa di gedung
bioskop Panala dan di bunuh dengan kejam dan sadis oleh orang Madura,
ternyata hukumannya sangat ringan.
5. ( Tahun 1997, di Desa Karang Langit, Barito Selatan orang Dayak dikeroyok
oleh orang Madura dengan perbandingan kekuatan 2:40 orang, dengan skor
orang Madura mati semua. Orang Dayak tersebut diserang dan
mempertahankan diri menggunakan ilmu bela diri, dimana penyerang berhasil
dikalahkan semuanya. Dan tindakan hukum terhadap orang Dayak adalah
dihukum berat.
6. ( Tahun 1997, di Tumbang Samba, ibukota Kecamatan Katingan Tengah,
seorang anak laki-laki bernama Waldi mati terbunuh oleh seorang suku
Madura tukang jualan sate. Si belia Dayak mati secara mengenaskan,
tubuhnya terdapat lebih dari 30 tusukan. Anak muda itu tidak tahu menahu
persoalannya, sedangkan para anak muda yang bertikai dengan si tukang sate
telah lari kabur. Si korban Waldi hanya kebetulan lewat di tempat kejadian
saja.
7. ( Tahun 1998, di Palangka Raya, orang Dayak dikeroyok oleh empat orang
Madura hingga meninggal, pelakunya belum dapat ditangkap karena
melarikan diri, kasus inipun tidak ada penyelesaian secara hukum.
8. ( Tahun 1999, di Palangka Raya, seorang petugas Tibum (ketertiban umum)
dibacok oleh orang Madura, pelakunya di tahan di Polresta Palangka Raya,
namun besok harinya datang sekelompok suku Madura menuntut agar
temannya tersebut dibebaskan tanpa tuntutan. Ternyata pihak Polresta
Palangka Raya membebaskannya tanpa tuntutan hukum.
9. ( Tahun 1999, di Palangka Raya, kembali terjadi seorang Dayak dikeroyok
oleh beberapa orang suku Madura karena masalah sengketa tanah. Dua orang
Dayak dalam perkelahian tidak seimbang itu mati semua. Sedangkan
pembunuh lolos, malahan orang Jawa yang bersaksi dihukum 1,5 tahun
karena dianggap membuat kesaksian fitnah terhadap pelaku pembunuhan
yang melarikan diri itu.
10. ( Tahun 1999, di Pangkut, ibukota Kecamatan Arut Utara, Kabupaten
Kotawaringin Barat, terjadi perkelahian massal dengan suku Madura. Gara-
gara suku Madura memaksa mengambil emas pada saat suku Dayak
menambang emas. Perkelahian itu banyak menimbulkan korban pada kedua
belah pihak, tanpa penyelesaian hukum.
11. ( Tahun 1999, di Tumbang Samba, terjadi penikaman terhadap suami-isteri
bernama Iba oleh tiga orang Madura. Pasangan itu luka berat. Dirawat di
RSUD Dr. Doris Sylvanus, Palangka Raya. Biaya operasi dan perawatan
ditanggung oleh Pemda Kalteng. Namun para pembacok tidak ditangkap,
katanya? sudah pulang ke pulau Madura. Kronologis kejadian tiga orang
Madura memasuki rumah keluarga Iba dengan dalih minta diberi minuman
air putih, karena katanya mereka haus, sewaktu Iba menuangkan air di gelas,
mereka membacoknya, saat istri Iba mau membela, juga di tikam. Tindakan
itu dilakukan mereka menurut cerita mau membalas dendam, tapi salah
alamat.
12. ( Tahun 2000, di Pangkut, Kotawaringin Barat, satu keluarga Dayak mati
dibantai oleh orang Madura, pelaku pembantaian lari, tanpa penyelesaian
hukum.
13. ( Tahun 2000, di Palangka Raya, 1 satu orang suku Dayak di bunuh oleh
pengeroyok suku Madura di depan gedung Gereja Imanuel, Jalan Bangka.
Para pelaku lari, tanpa proses hukum.
14. ( Tahun 2000, di Kereng Pangi, Kasongan, Kabupaten Kotawaringin Timur,
terjadi pembunuhan terhadap SENDUNG (nama kecil). Sendung mati
dikeroyok oleh suku Madura, para pelaku kabur, tidak tertangkap, karena
lagi-lagi katanya sudah lari ke Pulau Madura. Proses hukum tidak ada karena
pihak berwenang tampaknya belum mampu menyelesaikannya (tidak tuntas).
15. ( Tahun 2001, di Sampit (17 s/d 20 Februari 2001) warga Dayak banyak
terbunuh karena dibantai. Suku Madura terlebih dahulu menyerang warga
Dayak.
16. ( Tahun 2001, di Palangka Raya (25 Februari 2001) seorang warga Dayak
terbunuh diserang oleh suku Madura. Belum terhitung kasus warga Madura di
bagian Kalimantan Barat, Kalimantan Timur dan Kalimantan Selatan. Suku
Dayak hidup berdampingan dengan damai dengan Suku Lainnya di
Kalimantan Tengah, kecuali dengan Suku Madura. Kelanjutan peristiwa
kerusuhan tersebut (25 Februari 2001) adalah terjadinya peristiwa Sampit
yang mencekam.
Apa yang membuat suku Dayak di Kalteng begitu kalap dalam menghadapi
warga Madura. Hampir semua warga dan tokoh Dayak yang menunjuk perilaku
kebanyakan etnis Madura sebagai penyebabnya. H Charles Badarudin, seorang
tokoh Dayak di Palangkaraya menceritakan kelakuan warga Madura banyak yang
tidak mencerminkan peribahasa “di mana bumi dipijak, di situ langit dijunjung”.
Ia mencontohkan salah satunya dalam soal tanah.
Maka dari itu, terpapar diatas bahwasanya persinggungan penguasaan
sumberdaya yang tidak terdistribusi secara merata dalam persaingan dan
kerjasama sebelum meningkat menjadi konflik juga dipicu karena permasalahan
lebel dari masyarakat suku dayak terhadap suku madura dalam segi budaya yang
menimbulkan etnosentrisme sehingga terjadi konflik.
Menurut Coser jika diimplementasikan dalam permasalahan konflik antara suku
dayak dan madura :
1. Konflik Realistis, berasal dari kekecewaan terhadap tuntutan- tuntutan khusus
yang terjadi dalam hubungan dan dari perkiraan kemungkinan keuntungan
para partisipan, dan yang ditujukan pada obyek yang dianggap
mengecewakan. Terhadap persoalan konflik antara suku bangsa dayak dan
madura adanya permasalahan penguasaan sumber daya yang tidak merata dari
segi ekonomi dan lebih menguntungkan suku dayak sebagai pendatang
dengan segala bentuk arogansi menurut suku asli terhadap penguasaan
sumber daya teritorial. Sehingga dalam bentuk kekecewwaan terhadap
perlakuan yang tidak adil menurut suku dayak tersebut sehingga mereka
membangkitkan identitas kesuku bangsaannya untuk mempertahankan
penguasaannya dalam hal teritorial sumberdaya yang ada di wilayah teritorial
kekuasaan suku asli.
Terhadap perlakuan yang ingin memonopoli penguasaan sumber aya tersebut
dilakukan dengan cara memusnahkan segala sesuatu yang berkaitan dengan
suku madura, karena batas – batas rasionalitas kemanusiaan sudah tidak lagi
menjadi tolak ukur pada saat konflik. Maka dari itu, ada banyak anak – anak
bayi, perempuan, wanita hamil suku madura dianggap menjadi musuh
bersama dan dapat menjadi cikal bakal yang menjadi potesi regenerasi
penguasaan sumber daya tersebut.
2. Konflik Non- Realistis, konflik yang bukan berasal dari tujuan- tujuan
saingan yang antagonis, tetapi dari kebutuhan untuk meredakan ketegangan,
paling tidak dari salah satu pihak.
Dalam hal ini pemerintah sebagai pihak ketiga yang mampu memfasilitasi
sebagala kebuntuan yang membuat masyarakat berhentik berkonflik agar tidak
jatuh korban jiwa berikutnya. Tetapi permasalahan ini tetap menjadi bahan
referensi oleh suku dayak walaupun pemerintah sebagai fasilitator untuk
mendamaikan kedua belah pihak dengan peran – peran dari para tokoh masing –
masing suku agar menjaga masyarakatnya untuk mengatur kembali tatanan –
tatanan sosial yang ada di dalam struktur dan fungsional dari masyarakatnya
untuk meraih sumber daya yang ada dalam lingkup teritorialnya

2.3 Upaya-Upaya Yang Dilakukan Agar Kejadian Yang Sama Tidak


Terulang Lagi
Agar kasus serupa tidak terulang lagi diharapkan ada upaya-upaya yang
dapat dilakukan baik oleh Kepolisian maupun pemerintah yakni :
1. Kepolisian
Yang dapat dilakukan oleh Kepolisian dalam mengatasi kasus serupa agar
tidak terulang lagi antara lain :
a. Kepolisian harus mampu deteksi dini pada kasus-kasus yang melibatkan
perebutan sumber daya di Sampit dan bekerja sama dengan Pemerintah
Daerah agar dapat mencari solusi dalam penyelesaian masalah-masalah
yang melibatkan munculnya persinggungan antar kedua suku.
b. Melakukan pendekatan kepada tokoh-tokoh kedua suku agar kasus ini
tidak terulang lagi dan menyakinkan kedua belah pihak bahwa solusi
terbaik terhadap permasalahan perbedaan antar suku bangsa masih bisa di
fasilitasi dengan cara berkomunikasi untuk mencari problem solving
terhadap permasalahan tersebut.
c. Penegakan hukum secara tegas dan menunjukkan netralitas aparat
kepolisian dalam menciptakan stabilitas keamanan dan kepercayaan
masyarakat terhadap hukum negara.
2. Pemerintah
Berdasarkan dari analisa kasus yang terjadi diatas bahwa kita ketahui
bahwa ketidak tegasan pemerintah terhadap permasalahan lahan dan aturan –
aturan yang ada dalam transaksi ekonomi dan sosial memberikan dampak
buruk terhadap persaingan dalam mencari sumber rezeki masyarakat.
Sehingga peran dari pemerintah adalah membuka ruang – ruang ekonomi
masyarakat seharusnya lebih meluas dan memberikan keseimbangan diantara
kemajemukan masyarakat terutama antara masyarakat dominan dan
masyarakat mayoritas.
Pemerintah membuat paguyuban bersama antara suku – suku bangsa yang
menjadikan arena komunikasi yang solutif sebelum terjadinya permasalahan
yang melibatkan permasalahan kesukuan yang tidak menutup kemungkinan
dengan adanya rangkaian sejarah kejadian Sampit menjadikan tolak ukur
yang menimbulkan gab antara suku dayak dan madura.
 
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Permaslahan konflik antara suku dayak dan madura adalah rangkaian


panjang dari perjalanan interaksi antara kekuatan – kekuatan sosial dalam
struktur sosial dalam memperebutkan sumber daya yang ada di Sampit yang
menimbulkan pesaingan dan akibat dari tidak meratanya pendistribusian sumber
daya yang ada akan menyebabkan konflik. Perbedaan budaya bukan merupakan
penyebab konflik, tetapi bisa menjadi pemicu terjadinya konflik. Maka dari itu
pihak kepolisian dan pemerintah daerah sangat berperan untuk memberikan
solusi – solusi terhadap permasalahan yang ada di masyarakat sampit.

 
DAFTAR PUSTAKA
 

Kamanto Sunarto, Pengantar Sosiologi, Edisi Ketiga, Penerbit Fakultas Ekonomi


Universitas Indonesia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Konflik_Sampit
http://id.wikipedia.org/wiki/Teori_konflik#cite_note-Lewis_Coser-5
http://mbahkarno.blogspot.com/2012/10/pengertian-etnosentrisme-dan.html
Republika, Tangisan Bumi Pertiwiku
Parsudi Suparlan, suku bangsa dan hubungan antar – suku bangsa
http://www.mentari.biz/peristiwa-memicu-tragedi-sampit-dayak-vs-madura.html
http://kolomsosiologi.blogspot.com/2011/03/teori-konflik-dari-coser-
dahrendorf.html
 

Referensi :
http://panglimatathyadharaka.blogspot.com/2013/03/konflik-antara-suku-dayak-
dan-madura-di.html
http://www.bimbingan.org/konflik-antar-suku-bangsa-di-indonesia.htm 

Anda mungkin juga menyukai