Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

GASTROENTERITIS AKUT

Disusun sebagai tugas pada


Jurusan S1 Keperawatan

OLEH :
SILATU RAHMI

JURUSAN SI KEPERAWATAN
STIKES PEKANBARU MEDICAL CENTER
PEKANBARU
2022

0
LAPORAN KASUS
GASTROENTERITIS AKUT

A. DEFINISI
Menurut Haroen N, S. Suraatmaja dan P.O Asdil (1998), diare adalah defekasi encer
lebih dari 3 kali sehari dengan atau tanpa darah atau lendir dalam tinja. Sedangkan menurut
C.L Betz & L.A Sowden (1996) diare merupakan suatu keadaan terjadinya inflamasi mukosa
lambung atau usus.
Menurut Suradi & Rita (2001), diare diartikan sebagai suatu keadaan dimana terjadinya
kehilangan cairan dan elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air
besar satu kali atau lebih dengan bentuk encer atau cair. Jadi diare dapat diartikan suatu
kondisi, buang air besar yang tidak normal yaitu lebih dari 3 kali sehari dengan konsistensi
tinja yang encer dapat disertai atau tanpa disertai darah atau lendir sebagai akibat dari
terjadinya proses inflamasi pada lambung atau usus.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cairan atau setengah
cairan, dengan demikian kandungan air pada tinja lebih banyak dari keadaan normal yakni
100-200 ml/sekali defekasi (Hendarwanto, 1999). Menurut WHO (1980) diare adalah buang
air besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang awalnya
mendadak dan berlangsung singkat dalam beberapa jam atau beberapa hari.
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yinja yang lebih banyak dari
biasanya (normal 100-200 cc/jam tinja). Dengan tinja berbentuk cair /setengan padat, dapat
disertai frekuensi yang meningkat. Menurut WHO (1980), diare adalah buang air besar encer
lebih dari 3 x sehari. Diare terbagi 2 berdasarkan mula dan lamanya , yaitu diare akut dan
kronis (Mansjoer,A.1999,501).

B. ETIOLOGI
Menurut Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil (1998), ditinjau dari sudut patofisiologi,
penyebab diare akut dapat dibagi dalam dua golongan yaitu:
1. Diare sekresi (secretory diarrhoe), disebabkan oleh:
a) Infeksi virus, kuman-kuman patogen dan apatogen seperti shigella, salmonela, E.
Coli, golongan vibrio, B. Cereus, clostridium perfarings, stapylococus aureus,
comperastaltik usus halus yang disebabkan bahan-bahan kimia makanan (misalnya
keracunan makanan, makanan yang pedas, terlalau asam), gangguan psikis (ketakutan,
gugup), gangguan saraf, hawa dingin, alergi dan sebagainya.
b) Defisiensi imum terutama SIGA (secretory imonol bulin A) yang mengakibatkan
terjadinya berlipat gandanya bakteri/flata usus dan jamur terutama canalida.
2. Diare osmotik (osmotik diarrhoea) disebabkan oleh:
a) malabsorpsi makanan: karbohidrat, lemak (LCT), protein, vitamin dan mineral.

1
b) Kurang kalori protein.
c) Bayi berat badan lahir rendah dan bayi baru lahir.
Sedangkan menurut Ngastiyah (1997), penyebab diare dapat dibagi dalam beberapa faktor
yaitu:
1. Faktor infeksi
a) Infeksi enteral. Merupakan penyebab utama diare pada anak, yang meliputi: infeksi
bakteri, infeksi virus (enteovirus, polimyelitis, virus echo coxsackie). Adeno virus, rota virus,
astrovirus, dll) dan infeksi parasit : cacing (ascaris, trichuris, oxyuris, strongxloides)
protozoa (entamoeba histolytica, giardia lamblia, trichomonas homunis) jamur (canida
albicous).
b) Infeksi parenteral ialah infeksi diluar alat pencernaan makanan seperti otitis media
akut (OMA) tonsilitis/tonsilofaringits, bronkopeneumonia, ensefalitis dan sebagainya.
Keadaan ini terutama terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah dua (2) tahun.
2. Faktor malaborsi : Malaborsi karbohidrat, lemak dan protein.
3. Faktor makanan
4. Faktor psikologis
Diare akut karena infeksi (gastroenteritis) dapat ditimbulkan oleh:
1. Bakteri : Escherichia coli, Salmonella typhi, Salmonella para typhi A/B/C, Shigella dysentriae,
Shigella flexneri, Vivrio cholera, Vibrio eltor, Vibrio parahemolyticus, Clostridium
perfrigens, Campilobacter (Helicobacter) jejuni, Staphylococcus sp, Streptococcus
sp, Yersinia intestinalis, Coccidiosis.
2. Parasit : Protozoa (Entamoeba hystolitica, Giardia lamblia, Trichomonas hominis, Isospora sp)
dan Cacing ( A. lumbricodes, A. duodenale, N. americanus, T. trichiura, O.
velmicularis, S. stercoralis, T. saginata dan T. solium)
3. Virus : Rotavirus, Adenovirus dan Norwalk.
Penelitian di RS Persahabatan Jakarta Timur (1993-1994) pada 123 pasien dewasa yang
dirawat di bangsal diare akut didapatkan hasil isolasi penyebab diare akut terbanyak adalah E.
coli (38 %), V. cholera Ogawa (18 %) dan Aeromonas sp. 14 %).

C. PATOFISIOLOGI
Sebanyak kira-kira 9-10 liter cairan memasuki saluran cerna setiap hari yang berasal dari
luar (asupan diet) dan dari dalam tubuh sendiri (sekresi cairan lambung, empedu dan
sebagainya). Sebagian besar jumlah tersebt diresorbsi di usus halus dan sisanya sebanyak 1500
ml memasuki usus besar. Sejumlah 90% dari cairan usus besar akan diresorbsi sehingga tersisa
sejumlah 150-250 ml cairan ikut membentuk tinja.
Faktor-faktor fisiologis yang menyebabkan diare sangat erat hubungannya satu sama lain.
Misalnya, cairan dalam lumen usus yang mengkat akan menyebabkan terangsangnya usus
secara mekanis karena meningkatnya volume sehingga motilitas usus meningkat. Sebaliknya bila
waktu henti makanan di usus terlalu cepat akan menyebabkan gangguan waktu penyentuhan

2
makanan dengan mukosa usus sehingga penyerapan elektrolit, air dan zat-zat lain terganggu.
Bagan patofisiologi diare dan mekanisme kompensasi dengan larutan gula garam secara
sederhana dapat dilihat pada gambar berikut:
Dinding Epitel

Lumen Usus Entero toksin Sel Epitel Usus

AMP Siklik

Cl diiringi H2O, K+, Na+,


Cl
HCO3
(H2O, K+, Na+, HCO3) Glukosa diiringi H2O, Na+,
K+, Cl-, HCO3
Glukosa
Na+ diiringi H2O, K+, Cl-,
HCO3
Na+

Glukosa
H2O
HCO3
Cl-
Na+
K+
Vaskuler

Mekanisme Kerja Enterotoksin AMP Siklik dan Cara Kompensasi dengan Larutan Gula Garam

Dua hal umum yang patut diperhatikan pada keadaan diare akut karena infeksi adalah faktor
kausal (agent) dan faktor penjamu (host). Faktor penjamu adalah kemampuan tubuh untuk
mempertahankan diri terhadap organisme yang dapat menimbulkan diare akut yang terdiri atas
faktor-faktordaya tahan tubuh atau lingkungan intern traktus intestinalis seperti keasaman
lambung, motilitas usus dan juga mencakup flora normal usus.
Penurunan keasaman lambung pada infeksi shigella telah terbukti dapat menyebabkan
serangan infeksi yang lebih berat dan menyebabkan kepekaan lebih tinggi terhadap infeksi
V.cholera. Hipomotilitas usus pada infeksi usus memperlama waktu diare dan gejala penyakit
serta mengurangi kecepatan eliminasi agen sumber penyakit. Peran imunitas tubuh dibuktikan
dengan didapatkannya frekuensi Giardiasis yang lebih tinggi pada mereka yang kekurangan Ig-A.
Percobaan lain membuktikan bahwa bila lumen usus dirangsang suatu toksoid berulangkali akan
3
terjadi sekresi antibodi. Percobaan pada binatang menunjukkan berkurangnya perkembangan S.
typhi murium pada mikroflora usus yang normal.
Faktor kausal yang mempengaruhi patogenitas antara lain daya penetrasi yang dapat
merusak sel mukosa, kemampuan memproduksi toksin yang mempengaruhi sekresi cairan usus
halus serta daya lekat kuman pada lumen usus. Kuman dapat membentuk koloni-koloni yang
dapat menginduksi diare.
Mekanisme dasar yang menyebabkan diare ialah yang pertama gangguan osmotik, akibat
terdapatnya makanan atau zat yang tidak dapat diserap akan menyebabkan tekanan osmotik
dalam rongga usus meninggi, sehingga terjadi pergeseran air dan elektrolit kedalam rongga
usus, isi rongga usus yang berlebihan ini akan merangsang usus untuk mengeluarkannya
sehingga timbul diare.
Kedua akibat rangsangan tertentu (misalnya toksin) pada dinding usus akan terjadi
peningkatan sekali air dan elektrolit ke dalam rongga usus dan selanjutnya diare timbul karena
terdapat peningkatan isi rongga usus.
Ketiga gangguan motalitas usus, terjadinya hiperperistaltik akan mengakibatkan
berkurangnya kesempatan usus untuk menyerap makanan sehingga timbul diare sebaliknya bila
peristaltik usus menurun akan mengakibatkan bakteri timbul berlebihan yang selanjutnya dapat
menimbulkan diare pula.
Selain itu diare juga dapat terjadi, akibat masuknya mikroorganisme hidup ke dalam usus
setelah berhasil melewati rintangan asam lambung, mikroorganisme tersebut berkembang biak,
kemudian mengeluarkan toksin dan akibat toksin tersebut terjadi hipersekresi yang selanjutnya
akan menimbulkan diare. Sedangkan akibat dari diare akan terjadi beberapa hal sebagai berikut:
1. Kehilangan air (dehidrasi)
Dehidrasi terjadi karena kehilangan air (output) lebih banyak dari pemasukan (input),
merupakan penyebab terjadinya kematian pada diare.
2. Gangguan keseimbangan asam basa (metabik asidosis)
Hal ini terjadi karena kehilangan Na-bicarbonat bersama tinja. Metabolisme lemak tidak
sempurna sehingga benda kotor tertimbun dalam tubuh, terjadinya penimbunan asam laktat
karena adanya anorexia jaringan. Produk metabolisme yang bersifat asam meningkat karena
tidak dapat dikeluarkan oleh ginjal (terjadi oliguria/anuria) dan terjadinya pemindahan ion Na
dari cairan ekstraseluler kedalam cairan intraseluler.
3. Hipoglikemia
Hipoglikemia terjadi pada 2-3% anak yang menderita diare, lebih sering pada anak yang
sebelumnya telah menderita KKP. Hal ini terjadi karena adanya gangguan
penyimpanan/penyediaan glikogen dalam hati dan adanya gangguan absorbsi glukosa.Gejala
hipoglikemia akan muncul jika kadar glukosa darah menurun hingga 40 mg% pada bayi dan
50% pada anak-anak.
4. Gangguan gizi
Terjadinya penurunan berat badan dalam waktu singkat, hal ini disebabkan oleh:
4
- Makanan sering dihentikan oleh orang tua karena takut diare atau muntah yang
bertambah hebat.
- Walaupun susu diteruskan, sering diberikan dengan pengeluaran dan susu yang
encer ini diberikan terlalu lama.
- Makanan yang diberikan sering tidak dapat dicerna dan diabsorbsi dengan baik
karena adanya hiperperistaltik.
5. Gangguan sirkulasi
Sebagai akibat diare dapat terjadi renjatan (shock) hipovolemik, akibatnya perfusi jaringan
berkurang dan terjadi hipoksia, asidosis bertambah berat, dapat mengakibatkan perdarahan
otak, kesadaran menurun dan bila tidak segera diatasi klien akan meninggal.

D. PATHWAY

faktor infeksi F malabsorbsi F makanan F. Psikologi


KH,Lemak,Protein

Masuk dan ber meningk. Tek osmo toksin tak dapat cemas
kembang dlm tik diserap
usus

Hipersekresi air pergeseran air dan hiperperistaltik


dan elektrolit elektrolit ke rongga
( isi rongga usus) usus menurunya kesempatan usus
menyerap makanan

DIARE

Frek. BAB meningkat distensi abdomen

Kehilangan cairan & elekt integritas kulit


berlebihan perianal

gg. kes. cairan & elekt As. Metabl mual, muntah

Resiko hipovolemi syok sesak nafsu makan

5
Gang. Oksigensi BB menurun

Gangg. Tumbang

Faktor infeksi Faktor malabsorbsi Gangguan peristaltik

Endotoksin Tekanan osmotik ↑ Hiperperistaltik Hipoperistaltik


merusak mukosa
usus Pergeseran cairan Makanan tidak Pertumbuhan bakteri
dan elektrolit ke sempat diserap
lumen usus Endotoksin berlebih

Hipersekresi cairan
dan elektrolit
Isi lumen usus ↑

Rangsangan pengeluaran

Hiperperistaltik

Diare

Gangguan keseimbangan cairan Gangguan keseimbangan elektrolit

Kurang volume cairan (dehidrasi) Hiponatremia


Hipokalemia
Pusing, lemah, letih, sinkope, anoreksia, Penurunan klorida serum
mual, muntah, haus, oliguri, turgor kulit
kurang, mukosa mulut kering, mata dan Hipotensi postural, kulit dingin, ubun-
ubun cekung, peningkatan suhu tubuh, tremor kejang, peka rangsang, denyut
penurunan berat badan jantung cepat dan lemah

(Horne & Swearingen, 2001; Smeltzer & Bare, 2002


E. MANIFESTASI KLINIS
Diare akut karena infeksi dapat disertai muntah-muntah, demam, tenesmus, hematoschezia,
nyeri perut dan atau kejang perut. Akibat paling fatal dari diare yang berlangsung lama tanpa
6
rehidrasi yang adekuat adalah kematian akibat dehidrasi yang menimbulkan renjatan hipovolemik
atau gangguan biokimiawi berupa asidosis metabolik yang berlanjut. Seseoran yang kekurangan
cairan akan merasa haus, berat badan berkurang, mata cekung, lidah kering, tulang pipi tampak
lebih menonjol, turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
oleh deplesi air yang isotonik.
Karena kehilangan bikarbonat (HCO3) maka perbandingannya dengan asam karbonat
berkurang mengakibatkan penurunan pH darah yang merangsang pusat pernapasan sehingga
frekuensi pernapasan meningkat dan lebih dalam (pernapasan Kussmaul)
Gangguan kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan
tanda-tanda denyut nadi cepat (> 120 x/menit), tekanan darah menurun sampai tidak terukur.
Pasien mulai gelisah, muka pucat, akral dingin dan kadang-kadang sianosis. Karena kekurangan
kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun sampai timbul
oliguria/anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatsi akan timbul penyulit nekrosis tubulus ginjal akut
yang berarti suatu keadaan gagal ginjal akut.
1. Mula-mula anak/bayi cengeng gelisah, suhu tubuh mungkin meningkat, nafsu makan
berkurang.
2. Sering buang air besar dengan konsistensi tinja cair atau encer, kadang disertai wial
dan wiata.
3. Warna tinja berubah menjadi kehijau-hijauan karena bercampur empedu.
4. Anus dan sekitarnya lecet karena seringnya difekasi dan tinja menjadi lebih asam akibat
banyaknya asam laktat.
5. Terdapat tanda dan gejala dehidrasi, turgor kulit jelas (elistitas kulit menurun), ubun-
ubun dan mata cekung membran mukosa kering dan disertai penurunan berat badan.
6. Perubahan tanda vital, nadi & respirasi cepat tekan darah turun, denyut jantung cepat,
pasien lemas, kesadaran menurun (apatis, samnolen, sopora komatus) sebagai akibat
hipovokanik.
7. Diuresis berkurang (oliguria sampai anuria).
8. Bila terjadi asidosis metabolik klien akan tampak pucat & pernafasan cepat & dalam.
(Kusmaul).

F. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Pemeriksaan tinja
a) Makroskopis dan mikroskopis
b) PH dan kadar gula dalam tinja
c) Bila perlu diadakan uji bakteri
2. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah, dengan menentukan PH dan
cadangan alkali dan analisa gas darah.
3. Pemeriksaan kadar ureum dan kreatinin untuk mengetahui faal ginjal.

7
4. Pemeriksaan elektrolit terutama kadar Na, K, Kalsium dan Posfat.

G. KOMPLIKASI
1. Dehidrasi (ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
2. Renjatan hipovolemik.
3. Hipokalemia (dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada
elektro kardiagram).
4. Hipoglikemia.
5. Introleransi laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan vili
mukosa, usus halus.
6. Kejang terutama pada dehidrasi hipertonik.
7. Malnutrisi energi, protein, karena selain diare & muntah, penderita juga mengalami kelaparan.

H. DERAJAT DEHIDRASI
Menurut banyaknya cairan yang hilang, derajat dehidrasi dapat dibagi berdasarkan:
a. Kehilangan berat badan
1) Tidak ada dehidrasi, bila terjadi penurunan berat badan 2,5%.
2) Dehidrasi ringan bila terjadi penurunan berat badan 2,5-5%.
3) Dehidrasi berat bila terjadi penurunan berat badan 5-10%
b. Skor Mavrice King
Bagian tubuh Nilai untuk gejala yang ditemukan
Yang diperiksa 0 1 2
Keadaan umum Sehat Gelisah, cengeng Mengigau, koma,
Apatis, ngantuk atau syok
Kekenyalan kulit Normal Sedikit kurang Sangat kurang
Mata Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Ubun-ubun besar Normal Sedikit cekung Sangat cekung
Mulut Normal Kering Kering & sianosis
Denyut nadi/mata Kuat <120 Sedang (120-140) Lemas >40
Keterangan
- Jika mendapat nilai 0-2 dehidrasi ringan
- Jika mendapat nilai 3-6 dehidrasi sedang
- Jika mendapat nilai 7-12 dehidrasi berat
c. Gejala klinis
Gejala klinis
Gejala klinis
Ringan Sedang Berat
Keadaan umum
Kesadaran Baik (CM) Gelisah Apatis-koma
Rasa haus + ++ +++
Sirkulasi

8
Nadi N (120) Cepat Cepat sekali
Respirasi
Pernapasan Biasa Agak cepat Kusz maull
Kulit
Uub Agak cekung Cekung Cekung sekali
Agak cekung Cekung Cekung sekali
Biasa Agak kurang Kurang sekali
Normal Oliguri Anuri
Normal Agak kering Kering/asidosis

I. KEBUTUHAN CAIRAN ANAK


Tubuh dalam keadaan normal terdiri dari 60 % air dan 40 % zat padat seperti protein, lemak
dan mineral. Pada anak pemasukan dan pengeluaran harus seimbang, bila terganmggu harus
dilakukan koreksi mungkin dengan cairan parentral, secara matematis keseimbangan cairan pada
anak dapat di gambarkan sebagai berikut :
Kebutuhan
Umur Berat Badan Total/24 jam Cairan/Kg BB/24
jam
3 hari 3.0 250-300 80-100
10 hari 3.2 400-500 125-150
3 bulan 5.4 750-850 140-160
6bulan 7.3 950-1100 130-155
9 bulan 8.6 1100-1250 125-165
1 tahun 9.5 1150-1300 120-135
2 tahun 11.8 1350-1500 115-125
4 tahun 16.2 1600-1800 100-1100
6 tahun 20.0 1800-2000 90-100
10 tahun 28.7 2000-2500 70-85
14 tahun 45.0 2000-2700 50-60
18 tahun 54.0 2200-2700 40-50

Whaley and Wong (1997), Haroen N.S, Suraatmaja dan P.O Asnil 1998), Suharyono, Aswitha,
Halimun (1998) dan Bagian Ilmu Kesehatan anak FK UI (1988), menyatakan bahwa jumlah cairan
yang hilang menurut derajat dehidrasi pada anak di bawah 2 tahun adalah sebagai berikut :
Derajat Dehidrasi PWL NWL CWL Jumlah
Ringan 50 100 25 175
Sedang 75 100 25 200
Berat 125 100 25 250
Keterangan :
PWL : Previous Water loss (ml/kg BB)

9
NWL : Normal Water losses (ml/kg BB)
CWL : Concomitant Water losses (ml/kg BB)
J. PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan diare akut karena infeksi pada orang dewasa terdiri atas:
1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.
2. Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.
3. Memberikan terapi simtomatik
4. Memberikan terapi definitif.

1. Rehidrasi sebagai prioritas utama terapi.


Ada 4 hal yang penting diperhatikan agar dapat memberikan rehidrasi yang cepat dan akurat,
yaitu:
1) Jenis cairan yang hendak digunakan.
Pada saat ini cairan Ringer Laktat merupakan cairan pilihan karena tersedia cukup banyak
di pasaran meskipun jumlah kaliumnya rendah bila dibandingkan dengan kadar kalium
tinja. Bila RL tidak tersedia dapat diberiakn NaCl isotonik (0,9%) yang sebaiknya
ditambahkan dengan 1 ampul Nabik 7,5% 50 ml pada setiap satu liter NaCl isotonik. Pada
keadaan diare akut awal yang ringan dapat diberikan cairan oralit untuk mencegah
dehidrasi dengan segala akibatnya.
2) Jumlah cairan yang hendak diberikan.
Pada prinsipnya jumlah cairan pengganti yang hendak diberikan harus sesuai dengan
jumlah cairan yang keluar dari badan. Jumlah kehilangan cairan dari badan dapat dihitung
dengan cara/rumus:
- Mengukur BJ Plasma
Kebutuhan cairan dihitung dengan rumus:
BJ Plasma – 1,025
---------------------- x BB x 4 ml
0,001
- Metode Pierce
Berdasarkan keadaan klinis, yakni:
* diare ringan, kebutuhan cairan = 5% x kg BB
* diare sedang, kebutuhan cairan = 8% x kg BB
* diare ringan, kebutuhan cairan = 10% x kg BB
- Metode Daldiyono
Berdasarkan skoring keadaan klinis sebagai berikut:
* Rasa haus/muntah =1
* BP sistolik 60-90 mmHg =1
* BP sistolik <60 mmHg =2
* Frekuensi nadi >120 x/mnt =1
10
* Kesadaran apatis =1
* Kesadaran somnolen, sopor atau koma =2
* Frekuensi napas >30 x/mnt =1
* Facies cholerica =2
* Vox cholerica =2
* Turgor kulit menurun =1
* Washer women’s hand =1
* Ekstremitas dingin =1
* Sianosis =2
* Usia 50-60 tahun =1
* Usia >60 tahun =2
Kebutuhan cairan =
Skor
-------- x 10% x kgBB x 1 ltr
15
3) Jalan masuk atau cara pemberian cairan
Rute pemberian cairan pada orang dewasa meliputi oral dan intravena. Larutan
orali dengan komposisi berkisar 29 g glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g NaBik dan 1,5 g KCl
stiap liternya diberikan per oral pada diare ringan sebagai upaya pertama dan juga
setelah rehidrasi inisial untuk mempertahankan hidrasi.
4) Jadual pemberian cairan
Jadual rehidrasi inisial yang dihitung berdasarkan BJ plasma atau sistem skor
diberikan dalam waktu 2 jam dengan tujuan untuk mencapai rehidrasi optimal secepat
mungkin. Jadual pemberian cairan tahap kedua yakni untuk jam ke-3 didasarkan pada
kehilangan cairan selama 2 jam fase inisial sebelumnya. Dengan demikian, rehidrasi
diharapkan lengkap pada akhir jam ke-3.

2.Tata kerja terarah untuk mengidentifkasi penyebab infeksi.


Untuk mengetahui penyebab infeksi biasanya dihubungkan dengan dengan
keadaan klinis diare tetapi penyebab pasti dapat diketahui melalui pemeriksaan
biakan tinja disertai dengan pemeriksaan urine lengkap dan tinja lengkap.
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa diperjelas melalui
pemeriksaan darah lengkap, analisa gas darah, elektrolit, ureum, kreatinin dan BJ plasma.
Bila ada demam tinggi dan dicurigai adanya infeksi sistemik pemeriksaan
biakan empedu, Widal, preparat malaria serta serologi Helicobacter jejuni sangat
dianjurkan. Pemeriksaan khusus seperti serologi amuba, jamur dan Rotavirus
biasanya menyusul setelah melihat hasil pemeriksaan penyaring. Secara klinis diare
karena infeksi akut digolongkan sebagai berikut:
1) Koleriform, diare dengan tinja terutama terdiri atas cairan saja.

11
2) Disentriform, diare dengan tinja bercampur lendir kental dan kadang-kadang darah.
Pemeriksaan penunjang yang telah disinggung di atas dapat diarahkan sesuai
manifestasi klnis diare.
3.Memberikan terapi simtomatik
Terapi simtomatik harus benar-benar dipertimbangkan kerugian dan
keuntungannya. Antimotilitas usus seperti Loperamid akan memperburuk diare yang
diakibatkan oleh bakteri entero-invasif karena memperpanjang waktu kontak bakteri
dengan epitel usus yang seyogyanya cepat dieliminasi.
4.Memberikan terapi definitif.
Terapi kausal dapat diberikan pada infeksi:
1) Kolera-eltor: Tetrasiklin atau Kotrimoksasol atau Kloramfenikol.
2) V. parahaemolyticus,
3) E. coli, tidak memerluka terapi spesifik
4) C. perfringens, spesifik
5) A. aureus : Kloramfenikol
6) Salmonellosis: Ampisilin atau Kotrimoksasol atau golongan Quinolon seperti
Siprofloksasin
7) Shigellosis: Ampisilin atau Kloramfenikol
8) Helicobacter: Eritromisin
9) Amebiasis: Metronidazol atau Trinidazol atau Secnidazol
10) Giardiasis: Quinacrine atau Chloroquineitiform atau Metronidazol
11) Balantidiasis: Tetrasiklin
12) Candidiasis: Mycostatin
13) Virus: simtomatik dan suportif

1. Medis
Dasar pengobatan diare adalah:
a. Pemberian cairan, jenis cairan, cara memberikan cairan, jumlah pemberiannya.
1) Cairan per oral
Pada klien dengan dehidrasi ringan dan sedang diberikan peroral
berupa cairan yang bersifat NaCl dan NaHCO 3 dan glukosa. Untuk diare akut
dan kolera pada anak diatas 6 bulan kadar Natrium 90 mEg/l. Pada anak
dibawah umur 6 bulan dengan dehidrasi ringan-sedang kadar natrium 50-60
mEg/l. Formula lengkap disebut oralit, sedangkan larutan gula garam dan tajin
disebut formula yang tidak lengkap karena banyak mengandung NaCl dan
sukrosa.
2) Cairan parentral
Diberikan pada klien yang mengalami dehidrasi berat, dengan rincian
sebagai berikut:

12
- Untuk anak umur 1 bl-2 tahun berat badan 3-10 kg
 1 jam pertama : 40 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infus set berukuran
1 ml=15 tts atau 13 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
 7 jam berikutnya : 12 ml/kgBB/menit= 3 tts/kgBB/mnt (infusset berukuran
1 ml=15 tts atau 4 tts/kgBB/menit (set infus 1 ml=20 tetes).
 16 jam berikutnya : 125 ml/kgBB/ oralit
- Untuk anak lebih dari 2-5 tahun dengan berat badan 10-15 kg
 1 jam pertama : 30 ml/kgBB/jam atau 8 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 10
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
- Untuk anak lebih dari 5-10 tahun dengan berat badan 15-25 kg
 1 jam pertama : 20 ml/kgBB/jam atau 5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 7
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
 7 jam berikut : 10 ml/kgBB/jam atau 2,5 tts/kgBB/mnt (1 ml=15 tts atau 3
tts/kgBB/menit (1 ml=20 tetes).
 16 jam berikut : 105 ml/kgBB oralit per oral.
- Untuk bayi baru lahir dengan berat badan 2-3 kg
 Kebutuhan cairan: 125 ml + 100 ml + 25 ml = 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis
cairan 4:1 (4 bagian glukosa 5% + 1 bagian NaHCO3 1½ %.
Kecepatan : 4 jam pertama : 25 ml/kgBB/jam atau 6 tts/kgBB/menit (1 ml =
15 tts) 8 tts/kg/BB/mt (1mt=20 tts).
 Untuk bayi berat badan lahir rendah
Kebutuhan cairan: 250 ml/kg/BB/24 jam, jenis cairan 4:1 (4 bagian glukosa
10% + 1 bagian NaHCO3 1½ %).
b. Pengobatan dietetik
Untuk anak dibawah 1 tahun dan anak diatas 1 tahun dengan berat badan
kurang dari 7 kg, jenis makanan:
- Susu (ASI, susu formula yang mengandung laktosa rendah dan lemak tak jenuh
- Makanan setengah padat (bubur atau makanan padat (nasi tim)
- Susu khusus yang disesuaikan dengan kelainan yang ditemukan misalnya susu
yang tidak mengandung laktosa dan asam lemak yang berantai sedang atau tak
jenuh.
c. Obat-obatan
Prinsip pengobatan menggantikan cairan yang hilang dengan cairan yang
mengandung elektrolit dan glukosa atau karbohidrat lain.

13
ASUHAN KEPERAWATAN
GASTROENTERITIS AKUT

PENGKAJIAN KEPERAWATAN
1. Identitas
Perlu diperhatikan adalah usia. Episode diare terjadi pada 2 tahun pertama
kehidupan. Insiden paling tinggi adalah golongan umur 6-11 bulan. Kebanyakan
kuman usus merangsang kekebalan terhadap infeksi, hal ini membantu
menjelaskan penurunan insidence penyakit pada anak yang lebih besar. Pada
umur 2 tahun atau lebih imunitas aktif mulai terbentuk. Kebanyakan kasus karena
infeksi usus asimptomatik dan kuman enteric menyebar terutama klien tidak
menyadari adanya infeksi. Status ekonomi juga berpengaruh terutama dilihat dari
pola makan dan perawatannya .
2. Keluhan Utama
BAB lebih dari 3 x
3. Riwayat Penyakit Sekarang
BAB warna kuning kehijauan, bercamour lendir dan darah atau lendir saja.
Konsistensi encer, frekuensi lebih dari 3 kali, waktu pengeluaran : 3-5 hari (diare
akut), lebih dari 7 hari ( diare berkepanjangan), lebih dari 14 hari (diare kronis).
4. Riwayat Penyakit Dahulu
Pernah mengalami diare sebelumnya, pemakian antibiotik atau kortikosteroid
jangka panjang (perubahan candida albicans dari saprofit menjadi parasit), alergi
makanan, ISPA, ISK, OMA campak.
5. Riwayat Nutrisi
Pada anak usia toddler makanan yang diberikan seperti pada orang dewasa,
porsi yang diberikan 3 kali setiap hari dengan tambahan buah dan susu.
kekurangan gizi pada anak usia toddler sangat rentan,. Cara pengelolahan
makanan yang baik, menjaga kebersihan dan sanitasi makanan, kebiasan cuci
tangan,
6. Riwayat Kesehatan Keluarga
Ada salah satu keluarga yang mengalami diare.
7. Riwayat Kesehatan Lingkungan
Penyimpanan makanan pada suhu kamar, kurang menjaga kebersihan,
lingkungan tempat tinggal.
8. Riwayat Pertumbuhan dan perkembangan
a. Pertumbuhan
o Kenaikan BB karena umur 1 –3 tahun berkisar antara 1,5-2,5 kg
(rata-rata 2 kg), PB 6-10 cm (rata-rata 8 cm) pertahun.
14
o Kenaikan linkar kepala : 12cm ditahun pertama dan 2 cm ditahun
kedua dan seterusnya.
o Tumbuh gigi 8 buah : tambahan gigi susu; geraham pertama dan gigi
taring, seluruhnya berjumlah 14 – 16 buah
o Erupsi gigi : geraham perama menusul gigi taring.
b. Perkembangan
o Tahap perkembangan Psikoseksual menurut Sigmund Freud.
Fase anal :
Pengeluaran tinja menjadi sumber kepuasan libido, meulai menunjukan
keakuannya, cinta diri sendiri/ egoistic, mulai kenal dengan tubuhnya,
tugas utamanyan adalah latihan kebersihan, perkembangan bicra dan
bahasa (meniru dan mengulang kata sederhana, hubungna
interpersonal, bermain).
o Tahap perkembangan psikososial menurut Erik Erikson.
Autonomy vs Shame and doundt
Perkembangn ketrampilan motorik dan bahasa dipelajari anak toddler
dari lingkungan dan keuntungan yang ia peroleh Dario kemam puannya
untuk mandiri (tak tergantug). Melalui dorongan orang tua untuk makan,
berpakaian, BAB sendiri, jika orang tua terlalu over protektif menuntut
harapan yanag terlalu tinggi maka anak akan merasa malu dan ragu-
ragu seperti juga halnya perasaan tidak mampu yang dapat
berkembang pada diri anak.
o Gerakan kasar dan halus, bacara, bahasa dan kecerdasan, bergaul
dan mandiri : Umur 2-3 tahun :
1. berdiri dengan satu kaki tampa berpegangan sedikitpun 2 hitungan
(GK)
2. Meniru membuat garis lurus (GH)
3. Menyatakan keinginan sedikitnya dengan dua kata (BBK)
4. Melepasa pakaian sendiri (BM)
9. Pemeriksaan Fisik
a. pengukuran panjang badan, berat badan menurun, lingkar lengan
mengecil, lingkar kepala, lingkar abdomen membesar,
b. keadaan umum : klien lemah, gelisah, rewel, lesu, kesadaran menurun.
c. Kepala : ubun-ubun tak teraba cekung karena sudah menutup pada anak
umur 1 tahun lebih
d. Mata : cekung, kering, sangat cekung
e. Sistem pencernaan : mukosa mulut kering, distensi abdomen, peristaltic
meningkat > 35 x/mnt, nafsu makan menurun, mual muntah, minum

15
normal atau tidak haus, minum lahap dan kelihatan haus, minum sedikit
atau kelihatan bisa minum
f. Sistem Pernafasan : dispnea, pernafasan cepat > 40 x/mnt karena
asidosis metabolic (kontraksi otot pernafasan)
g. Sistem kardiovaskuler : nadi cepat > 120 x/mnt dan lemah, tensi menurun
pada diare sedang .
h. Sistem integumen : warna kulit pucat, turgor menurun > 2 dt, suhu
meningkat > 375 0 c, akral hangat, akral dingin (waspada syok), capillary
refill time memajang > 2 dt, kemerahan pada daerah perianal.
i. Sistem perkemihan : urin produksi oliguria sampai anuria (200-400 ml/ 24
jam ), frekuensi berkurang dari sebelum sakit.
j. Dampak hospitalisasi : semua anak sakit yang MRS bisa mengalami
stress yang berupa perpisahan, kehilangan waktu bermain, terhadap
tindakan invasive respon yang ditunjukan adalah protes, putus asa, dan
kemudian menerima.
10. Pemeriksaan Penunjang
1) Laboratorium :
 feses kultur : Bakteri, virus, parasit, candida
 Serum elektrolit : Hipo natremi, Hipernatremi, hipokalemi
 AGD : asidosis metabolic ( Ph menurun, pO2 meningkat, pcO2
meningkat, HCO3 menurun )
 Faal ginjal : UC meningkat (GGA)
2) Radiologi : mungkin ditemukan bronchopemoni

PENATALAKSANAAN DIARE
Rehidrasi
1. jenis cairan
1) Cara rehidrasi oral
o Formula lengkap (NaCl, NaHCO3, KCl dan Glukosa) seperti
orali, pedyalit setiap kali diare.
o Formula sederhana ( NaCl dan sukrosa)
2) Cara parenteral
o Cairan I : RL dan NS
o Cairan II : D5 ¼ salin,nabic. KCL
D5 : RL = 4 : 1 + KCL
D5 + 6 cc NaCl 15 % + Nabic (7 mEq/lt) + KCL
o HSD (half strengh darrow) D ½ 2,5 NS cairan khusus pada
diare usia > 3 bulan.

16
2. Jalan pemberian
1) Oral (dehidrasi sedang, anak mau minum, kesadaran baik)
2) Intra gastric ( bila anak tak mau minum,makan, kesadran menurun)

3. Jumlah Cairan ; tergantung pada :


1) Defisit ( derajat dehidrasi)
2) Kehilangan sesaat (concurrent less)
3) Rumatan (maintenance).
4. Jadwal / kecepatan cairan
1) Pada anak usia 1- 5 tahun dengan pemberian 3 gelas bila berat
badanya kurang lebih 13 kg : maka pemberianya adalah :
o BB (kg) x 50 cc
o BB (kg) x 10 – 20 = 130 – 260 cc setiap diare = 1 gls.
2) Terapi standar pada anak dengan diare sedang :
+ 50 cc/kg/3 jam atau 5 tetes/kg/mnt
Terapi
1. obat anti sekresi : Asetosal, 25 mg/hari dengan dosis minimal 30 mg
klorpromazine 0,5 – 1 mg / kg BB/hari
2. onat anti spasmotik : Papaverin, opium, loperamide
3. antibiotik : bila penyebab jelas, ada penyakit penyerta
Dietetik
a. Umur > 1 tahun dengan BB>7 kg, makanan padat / makanan cair atau susu
b. Dalam keadaan malbasorbsi berat serta alergi protein susu sapi dapat diberi
elemen atau semi elemental formula.
Supportif
Vitamin A 200.000. IU/IM, usia 1 – 5 tahun

DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan diare atau
output berlebihan dan intake yang kurang
2. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan
cairan skunder terhadap diare.
3. Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi skunder
terhadap diare
4. Resiko gangguan integritas kulit berhubungan dengan peningkatan frekwensi
diare.
5. Resiko tinggi gangguan tumbuh kembang berhubungan dengan BB menurun
terus menerus.
6. Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive

17
INTERVENSI KEPERAWATAN
Diagnosa 1: Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
kehilangan cairan skunder terhadap diare
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam keseimbangan
dan elektrolit dipertahankan secara maksimal
Kriteria hasil :
o Tanda vital dalam batas normal (N: 120-60 x/mnt, S; 36-37,5 0 c, RR : < 40
x/mnt )
o Turgor elastik , membran mukosa bibir basah, mata tidak cowong, UUB tidak
cekung.
o Konsistensi BAB lembek, frekwensi 1 kali perhari
Intervensi :
1) Pantau tanda dan gejala kekurangan cairan dan elektrolit
R/ Penurunan sisrkulasi volume cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
pemekataj urin. Deteksi dini memungkinkan terapi pergantian cairan segera
untuk memperbaiki defisit
2) Pantau intake dan output
R/ Dehidrasi dapat meningkatkan laju filtrasi glomerulus membuat keluaran tak
aadekuat untuk membersihkan sisa metabolisme.
3) Timbang berat badan setiap hari
R/ Mendeteksi kehilangan cairan , penurunan 1 kg BB sama dengan
kehilangan cairan 1 lt
4) Anjurkan keluarga untuk memberi minum banyak pada kien, 2-3 lt/hr
R/ Mengganti cairan dan elektrolit yang hilang secara oral
5) Kolaborasi :
- Pemeriksaan laboratorium serum elektrolit (Na, K,Ca,
BUN)
R/ koreksi keseimbang cairan dan elektrolit, BUN untuk mengetahui faal
ginjal (kompensasi).
- Cairan parenteral ( IV line ) sesuai dengan umur
R/ Mengganti cairan dan elektrolit secara adekuat dan cepat.
- Obat-obatan : (antisekresin, antispasmolitik, antibiotik)
R/ anti sekresi untuk menurunkan sekresi cairan dan elektrolit agar
simbang, antispasmolitik untuk proses absorbsi normal, antibiotik sebagai
anti bakteri berspektrum luas untuk menghambat endotoksin.

18
Diagnosa 2 : Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
tidak adekuatnya intake dan out put
Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama dirumah di RS
kebutuhan nutrisi terpenuhi
Kriteria : - Nafsu makan meningkat
- BB meningkat atau normal sesuai umur
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan tentang pembatasan diet (makanan berserat tinggi,
berlemak dan air terlalu panas atau dingin)
R/ Serat tinggi, lemak,air terlalu panas / dingin dapat merangsang mengiritasi
lambung dan sluran usus.
2) Ciptakan lingkungan yang bersih, jauh dari bau yang tak sedap atau sampah,
sajikan makanan dalam keadaan hangat
R/ situasi yang nyaman, rileks akan merangsang nafsu makan.
3) Berikan jam istirahat (tidur) serta kurangi kegiatan yang berlebihan
R/ Mengurangi pemakaian energi yang berlebihan
4) Monitor intake dan out put dalam 24 jam
R/ Mengetahui jumlah output dapat merencenakan jumlah makanan.
5) Kolaborasi dengan tim kesehtaan lain :
a. terapi gizi : Diet TKTP rendah serat, susu
b. obat-obatan atau vitamin ( A)
R/ Mengandung zat yang diperlukan , untuk proses pertumbuhan

Diagnosa 3 : Resiko peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan proses infeksi dampak
sekunder dari diare
Tujuan : Stelah dilakukan tindakan perawatan selama 3x 24 jam tidak terjadi
peningkatan suhu tubuh
Kriteria hasil : suhu tubuh dalam batas normal ( 36-37,5 C)
Tidak terdapat tanda infeksi (rubur, dolor, kalor, tumor, fungtio leasa)
Intervensi :
1) Monitor suhu tubuh setiap 2 jam
R/ Deteksi dini terjadinya perubahan abnormal fungsi tubuh ( adanya infeksi)
2) Berikan kompres hangat
R/ merangsang pusat pengatur panas untuk menurunkan produksi panas tubuh
3) Kolaborasi pemberian antipirektik
R/ Merangsang pusat pengatur panas di otak

Diagnosa 4 :Resiko gangguan integritas kulit perianal berhubungan dengan peningkatan


frekwensi BAB (diare)

19
Tujuan : setelah dilakukan tindaka keperawtan selama di rumah sakit integritas kulit
tidak terganggu
Kriteria hasil : - Tidak terjadi iritasi : kemerahan, lecet, kebersihan terjaga
- Keluarga mampu mendemontrasikan perawatan
perianal dengan baik dan benar
Intervensi :
1) Diskusikan dan jelaskan pentingnya menjaga tempat tidur
R/ Kebersihan mencegah perkembang biakan kuman
2) Demontrasikan serta libatkan keluarga dalam merawat perianal (bila basah dan
mengganti pakaian bawah serta alasnya)
R/ Mencegah terjadinya iritassi kulit yang tak diharapkan oleh karena kelebaban
dan keasaman feces
3) Atur posisi tidur atau duduk dengan selang waktu 2-3 jam
R/ Melancarkan vaskulerisasi, mengurangi penekanan yang lama sehingga tak
terjadi iskemi dan irirtasi .

Diagnosa 5 : Kecemasan anak berhubungan dengan tindakan invasive


Tujuan : setelah dilakukan tindakan perawatan selama 3 x 24 jam, klien mampu
beradaptasi
Kriteria hasil : Mau menerima tindakan perawatan, klien tampak tenang dan tidak rewel
Intervensi :
1) Libatkan keluarga dalam melakukan tindakan perawatan
R/ Pendekatan awal pada anak melalui ibu atau keluarga
2) Hindari persepsi yang salah pada perawat dan RS
R/ mengurangi rasa takut anak terhadap perawat dan lingkungan RS
3) Berikan pujian jika klien mau diberikan tindakan perawatan dan pengobatan
R/ menambah rasa percaya diri anak akan keberanian dan kemampuannya
4) Lakukan kontak sesering mungkin dan lakukan komunikasi baik verbal maupun non
verbal (sentuhan, belaian dll)
R/ Kasih saying serta pengenalan diri perawat akan menunbuhkan rasa aman
pada klien.
5) Berikan mainan sebagai rangsang sensori anak

20
DAFTAR PUSTAKA

Arjatmo T. 2001. Keadaan Gawat yang mengancam jiwa, Jakarta gaya baru
Bates. B, 1995. Pemeriksaan Fisik & Riwayat Kesehatan. Ed 2. EGC. Jakarta
Betz Cecily L, Sowden Linda A. 2002. Buku Saku KeperawatanPediatik, Jakarta, EGC
Carpenitto.LJ. 2000. Diagnosa KeperawatanAplikasi Pada Praktek Klinis. Ed 6.
EGC. Jakarta.
Doengoes,2000. Asuhan Keperawatan Maternal/ Bayi. EGC. Jakarta
Lab/ UPF IKA, 1994. Pedoman Diagnosa dan Terapi . RSUD Dr. Soetomo.
Surabaya.
Markum.AH. 1999. Ilmu Kesehatan Anak. Balai Penerbit FKUI. Jakarta.
Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak sakit. EGC. Jakarta
Price & Wilson (1995), Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1,
Ed.4, EGC, Jakarta
Sachasin Rosa M. 1996. Prinsip Keperawatan Pediatik. Alih bahasa : Manulang R.F.
Jakarta, EGC
Soeparman & Waspadji (1990), Ilmu Penyakit Dalam, Jilid I, Ed. Ke-3, BP FKUI,
Jakarta.
Soetjiningsih, 1995. Tumbuh Kembang Anak. EGC. Jakarta
Suryanah,2000. Keperawatan Anak. EGC. Jakarta

21
22
23
24

Anda mungkin juga menyukai