Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN KASUS DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DIABETES MELITUS

Disusun sebagai tugas pada


Jurusan S1 Keperawatan

OLEH :

ADERIANI

JURUSAN SI KEPERAWATAN

STIKES PEKANBARU MEDICAL CENTER

PEKANBARU

2022

0
LAPORAN PENDAHULUAN DIABETES MELITUS (DM)
DENGAN ULKUS

A.   DEFINISI
Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan herediter, dengan
tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan atau tidak adanya gejala klinik akut
ataupun kronik, sebagai akibat dari kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer
terletak pada metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism lemak
dan protein ( Askandar, 2000 ).
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh ketiadaan absolut insulin
atau insensitifitas sel terhadap insulin (Corwin, 2001).
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender dan ulkusadalah
kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut
menyebabkan ulkus berbau, ulkus diabetikum juga merupakan salah satu gejala klinik dan
perjalanan penyakit DM dengan neuropati perifer, (Andyagreeni, 2010).
Ulkus Diabetik merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus sebagai sebab utama
morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes. Kadar LDL yang tinggi memainkan
peranan penting untuk terjadinya Ulkus Uiabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui
pembentukan plak atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2005).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan dengan morbiditas
akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan komplikasi serius akibat Diabetes,
(Andyagreeni, 2010).

          Kaki Diabetes

B.   KLASIFIKASI TIPE DM
Klasifikasi Diabetes Melitus dari National Diabetus Data Group: Classification and Diagnosis of
Diabetes Melitus and Other Categories of Glucosa Intolerance:
1.      Klasifikasi Klinis
a.    Diabetes Melitus
1)    Tipe tergantung insulin (DMTI), Tipe I
2)    Tipe tak tergantung insulin (DMTTI), Tipe II (DMTTI yang tidak mengalami obesitas , dan DMTTI
dengan obesitas)

1
b.    Gangguan Toleransi Glukosa (GTG)
c.    Diabetes Kehamilan (GDM)
2.      Klasifikasi risiko statistik
a.    Sebelumnya pernah menderita kelainan toleransi glukosa
b.    Berpotensi menderita kelainan toleransi glukosa

C.   ETIOLOGI
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), penyebab dari diabetes melitus adalah:
1.    Diabetes Melitus tergantung insulin (DMTI)
a.    Faktor genetic
            Penderita diabetes tidak mewarisi diabetes tipe I itu sendiri tetapi mewarisi suatu presdisposisi atau
kecenderungan genetic kearah terjadinya diabetes tipe I. Kecenderungan genetic ini ditentukan
pada individu yang memililiki tipe antigen HLA(Human Leucocyte Antigen) tertentu. HLA
merupakan kumpulan gen yang bertanggung jawab atas antigen tranplantasi dan proses imun
lainnya.
b.    Faktor imunologi
      Pada diabetes tipe I terdapat bukti adanya suatu respon autoimun. Ini merupakan respon abnormal
dimana antibody terarah pada jaringan normal tubuh dengan cara bereaksi terhadap jaringan
tersebut yang dianggapnya seolah-olah sebagai jaringan asing.
c.    Faktor lingkungan
            Faktor eksternal yang dapat memicu destruksi sel β pancreas, sebagai contoh hasil penyelidikan
menyatakan bahwa virus atau toksin tertentu dapat memicu proses autuimun yang dapat
menimbulkan destuksi sel β pankreas.
2.    Diabetes Melitus tak tergantung insulin (DMTTI)
      Secara pasti penyebab dari DM tipe II ini belum diketahui, factor genetic diperkirakan memegang
peranan dalam proses terjadinya resistensi insulin. Diabetes Melitus tak tergantung insulin
(DMTTI) penyakitnya mempunyai pola familiar yang kuat. DMTTI ditandai dengan kelainan dalam
sekresi insulin maupun dalam kerja insulin. Pada awalnya tampak terdapat resistensi dari sel-sel
sasaran terhadap kerja insulin. Insulin mula-mula mengikat dirinya kepada reseptor-reseptor
permukaan sel tertentu, kemudian terjadi reaksi intraselluler yang meningkatkan transport glukosa
menembus membran sel. Pada pasien dengan DMTTI terdapat kelainan dalam pengikatan insulin
dengan reseptor. Hal ini dapat disebabkan oleh berkurangnya jumlah tempat reseptor yang
responsif insulin pada membran sel. Akibatnya terjadi penggabungan abnormal antara komplek
reseptor insulin dengan system transport glukosa. Kadar glukosa normal dapat dipertahankan
dalam waktu yang cukup lama dan meningkatkan sekresi insulin, tetapi pada akhirnya sekresi
insulin yang beredar tidak lagi memadai untuk mempertahankan euglikemia (Price,1995). Diabetes
Melitus tipe II disebut juga Diabetes Melitus tidak tergantung insulin (DMTTI) atau Non Insulin
Dependent Diabetes Melitus(NIDDM) yang merupakan suatu kelompok heterogen bentuk-bentuk
Diabetes yang lebih ringan, terutama dijumpai pada orang dewasa, tetapi terkadang dapat timbul

2
pada masa kanak-kanak. Faktor risiko yang berhubungan dengan proses terjadinya DM tipe II,
diantaranya adalah:
1)    Usia ( resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun)
2)    Obesitas
3)    Riwayat keluarga
4)    Kelompok etnik
3.    Diabetes dengan Ulkus
a.  Faktor endogen:
1)    Neuropati:
Terjadi kerusakan saraf sensorik yang dimanifestasikan dengan penurunan sensori nyeri, panas,
tak terasa, sehingga mudah terjadi trauma dan otonom/simpatis yang dimanifestasikan dengan
peningkatan aliran darah, produksi keringat tidak ada dan hilangnya tonus vaskuler
2)    Angiopati
Dapat disebabkan oleh faktor genetic, metabolic dan faktor resiko lain.
3)    Iskemia
Adalah arterosklerosis (pengapuran dan penyempitan pembuluh darah) pada pembuluh darah
besar tungkai (makroangiopati) menyebabkan penurunan aliran darah ke tungkai, bila terdapat
thrombus akan memperberat timbulnya gangrene yang luas.
Aterosklerosis dapat disebabkan oleh faktor:
         Adanya hormone aterogenik
         Merokok
         Hiperlipidemia
Manifestasi kaki diabetes iskemia:
  Kaki dingin
  Nyeri nocturnal
  Tidak terabanya denyut nadi
  Adanya pemucatan ekstrimitas inferior
  Kulit mengkilap
  Hilangnya rambut dari jari kaki
  Penebalan kuku
  Gangrene kecil atau luas.
b.  Faktor eksogen
1)    Trauma
2)    Infeksi

D.   ANATOMI DAN FISIOLOGI


1.  Anatomi Pankreas  
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira 15 cm, lebar 5 cm,
mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada
vertebrata lumbalis 1 dan 2 di belakang lambung. Pankreas juga merupakan kelenjar
3
endokrin terbesar yang terdapat di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan
( kepala ) kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan
bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama dari organ ini
merentang ke arah limpadengan bagian ekornya menyentuh atau terletak pada alat ini. Dari segi
perkembangan embriologis, kelenjar pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari
lapisan epitel yang membentuk usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a.      Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pankreas yang berisi enzim dan elektrolit.
b.      Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang bersama-sama membentuk
organ endokrin yang mensekresikan insulin. Pulau langerhansmanusia mengandung tiga jenis sel
utama,yaitu :
1)     Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40 % ; memproduksi glukagon yang manjadi faktor
hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai “ anti insulin like activity “.
2)     Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
3)     Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %, membuat somatostatin yang menghambat
pelepasan insulin dan glukagon . (Tambayong, 2001).

Anatomi Pankreas

2.  Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar, pankreas, adenohipofisis dan
adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena
porta, sebagian glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di vena
porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai gliogen hepar dipecah lagi
menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar
berperan sebagai glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi hepar terganggu akan
mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi. Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat
4
penting pada metabolisme karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan
merangsang adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase. Enzim
fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen hepar menurun maka
glukoneogenesis akan lebih aktif. Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan fisiologis beberapa hormon
antara lain :
a.     Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa darah dengan cara
membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
1)     Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2)     Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan kromafin.
3)      Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4). Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b.     Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk suatu mekanisme counfer-
regulator yang mencegah timbulnya hipoglikemia akibat pengaruh insulin.

E.   PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus adalah :
1.      Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin karena sel-sel beta
pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi
glukosa yang tidak terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan menimbulkan
hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi,
ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa
tersebut muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih dieksresikan dalam urin,
ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diuresis osmotik.
2.      Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan dengan insulin, yaitu resistensi
insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada

5
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu rangkaian
reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk
menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang berlangsung
lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya
dialami pasien, gejala tersebut sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang kabur ( jika kadar
glukosanya sangat tinggi).
Pathway Diabetes Melitus (DM)

F.    MANIFESTASI KLINIS

6
1.     Diabetes Tipe I
a.      hiperglikemia berpuasa
b.      glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c.      keletihan dan kelemahan
d.      ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi, nafas bau buah, ada
perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2.     Diabetes Tipe II
a.      lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b.      gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung, poliuria, polidipsia, luka pada
kulit yang sembuhnya lama, infeksi vaginal, penglihatan kabur
c.      komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular perifer)
3.     Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas walaupun nekrosis, daerah akral
itu tampak merah dan terasa hangat oleh peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian
distal . Proses mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a.      Pain (nyeri)
b.      Paleness (kepucatan)
c.      Paresthesia (kesemutan)
d.      Pulselessness (denyut nadi hilang)
e.      Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut pola dari fontaine:
a.      Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b.      Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c.      Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d.      Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
Smeltzer dan Bare (2001: 1220).

7
Klasifikasi :
Wagner (1983). membagi gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
Derajat 0        :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan disertai kelainan
bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I          : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II         :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
Derajat III        : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV      : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa selulitis.
Derajat V        : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

G.   KOMPLIKASI
Komplikasi yang berkaitan dengan kedua tipe DM digolongkan sebagai akut dan kronik :
1.     Komplikasi akut

8
Komplikasi akut terjadi sebagai akibat dari ketidakseimbangan jangka pendek dari glukosa
darah.
a.     Hipoglikemia.
b.     Ketoasidosis diabetic (DKA)
c.      sindrom hiperglikemik hiperosmolar non ketotik (HONK).
2.      Komplikasi kronik
Umumnya terjadi 10 sampai 15 tahun setelah awitan.
a. Makrovaskular (penyakit pembuluh darah besar), mengenai sirkulasi koroner, vaskular perifer
dan vaskular selebral.
b. Mikrovaskular (penyakit pembuluh darah kecil), mengenai mata (retinopati) dan ginjal
(nefropati). Kontrol kadar glukosa darah untuk memperlambat atau menunda awitan baik
komplikasi mikrovaskular maupun makrovaskular.
c. Penyakit neuropati, mengenai saraf sensorik-motorik dan autonomi serta menunjang masalah
seperti impotensi dan ulkus pada kaki.
d. Ulkus/gangren

Terdapat lima grade ulkus diabetikum antara lain:


1)     Grade 0 : tidak ada luka
2)     Grade I  : kerusakan hanya sampai pada permukaan kulit
3)     Grade II : kerusakan kulit mencapai otot dan tulang
4)     Grade III            : terjadi abses
5)     Grade IV           : Gangren pada kaki bagian distal
6)     Grade V            : Gangren pada seluruh kaki dan tungkai
3.      Komplikasi jangka panjang dari diabetes

Organ/jaringan yg
Yg terjadi Komplikasi
terkena
Pembuluh darah Plak aterosklerotik terbentuk & Sirkulasi yg jelek menyebabkan
menyumbat arteri berukuran besar penyembuhan luka yg jelek & bisa
atau sedang di jantung, otak, menyebabkan penyakit jantung,
tungkai & penis. stroke, gangren kaki & tangan,
Dinding pembuluh darah kecil impoten & infeksi
mengalami kerusakan sehingga
pembuluh tidak dapat mentransfer
oksigen secara normal & mengalami
kebocoran
Mata Terjadi kerusakan pada pembuluh Gangguan penglihatan & pada
darah kecil retina akhirnya bisa terjadi kebutaan
Ginjal  Penebalan pembuluh darah Fungsi ginjal yg buruk 
ginjal Gagal ginjal
 Protein bocor ke dalam air
kemih
 Darah tidak disaring secara
normal
Saraf Kerusakan saraf karena glukosa    Kelemahan tungkai yg terjadi

9
tidak dimetabolisir secara normal & secara tiba-tiba atau secara
karena aliran darah berkurang perlahan
   Berkurangnya rasa, kesemutan &
nyeri di tangan & kaki
   Kerusakan saraf menahun
Sistem saraf otonom Kerusakan pada saraf yg    Tekanan darah yg naik-turun
mengendalikan tekanan darah &     Kesulitan menelan & perubahan
saluran pencernaan fungsi pencernaan disertai serangan
diare
Kulit Berkurangnya aliran darah ke kulit &     Luka, infeksi dalam (ulkus
hilangnya rasa yg menyebabkan diabetikum)
cedera berulang     Penyembuhan luka yg jelek
Darah Gangguan fungsi sel darah putih Mudah terkena infeksi, terutama
infeksi saluran kemih & kulit

H.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.      Glukosa darah: darah arteri / kapiler 5-10% lebih tinggi daripada darah vena, serum/plasma 10-
15% daripada darah utuh, metode dengan deproteinisasi 5% lebih tinggi daripada metode tanpa
deproteinisasi
2.      Glukosa urin: 95% glukosa direabsorpsi tubulus, bila glukosa darah > 160-180% maka sekresi
dalam urine akan naik secara eksponensial, uji dalam urin:  + nilai ambang ini akan naik pada
orang tua. Metode yang  populer: carik celup memakai GOD.
3.      Benda keton dalam urine: bahan urine segar karena asam asetoasetat cepat didekrboksilasi
menjadi aseton. Metode yang dipakai Natroprusid, 3-hidroksibutirat tidak terdeteksi
4.      Pemeriksan lain: fungsi ginjal ( Ureum, creatinin), Lemak darah: (Kholesterol, HDL, LDL,
Trigleserid), fungsi hati, antibodi anti sel insula langerhans ( islet cellantibody)

I.      PENATALAKSANAAN
1.  Medis
a.    Obat
1)    Tablet OAD (Oral Antidiabetes)
a)      Mekanisme kerja sulfanilurea
         kerja OAD tingkat prereseptor : pankreatik, ekstra pancreas
         kerja OAD tingkat reseptor
b)      Mekanisme kerja Biguanida
Biguanida tidak mempunyai efek pankreatik, tetapi mempunyai efek lain yang dapat meningkatkan
efektivitas insulin, yaitu:
         Biguanida pada tingkat prereseptor  ekstra pankreatik
(1)  Menghambat absorpsi karbohidrat
(2)  Menghambat glukoneogenesis di hati
(3)  Meningkatkan afinitas pada reseptor insulin
(4)  Biguanida pada tingkat reseptor : meningkatkan jumlah reseptor insulin

10
(5)  Biguanida pada tingkat pascareseptor : mempunyai efek intraseluler
b.    Insulin
1)      Indikasi penggunaan insulin
a)      DM tipe I
b)      DM tipe II yang pada saat tertentu tidak dapat dirawat dengan OAD
c)      DM kehamilan
d)      DM dan gangguan faal hati yang berat
e)      DM dan infeksi akut (selulitis, gangren)
f)        DM dan TBC paru akut
g)      DM dan koma lain pada DM
h)     DM operasi
2)      Insulin diperlukan pada keadaan :
a)    Penurunan berat badan yang cepat.
b)    Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
c)     Ketoasidosis diabetik.
d)    Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
2.  Keperawatan
Usaha perawatan dan pengobatan yang ditujukan terhadap ulkus antara lain dengan
antibiotika atau kemoterapi. Perawatan luka dengan mengompreskan ulkusdengan larutan klorida
atau larutan antiseptic ringan. Misalnya rivanol dan larutan kalium permanganate 1 : 500 mg dan
penutupan ulkus dengan kassa steril. Alat-alat ortopedi yang secaramekanik yang dapat merata
tekanan tubuh terhadap kaki yang luka amputasi mungkin diperlukan untuk kasus DM.Menurut
Smeltzer dan Bare (2001: 1226), tujuan utama penatalaksanaan terapi pada Diabetes
Melitus adalah menormalkan aktifitas insulin dan kadar glukosa darah, sedangkan tujuan jangka
panjangnya adalah untuk menghindari terjadinya komplikasi. Ada beberapa komponen dalam
penatalaksanaan Ulkus Diabetik:
a.    Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar untuk memberikan semua unsur makanan
esensial, memenuhi kebutuhan energi, mencegah kadar glukosa darah yang tinggi dan
menurunkan kadar lemak.
Prinsip diet DM, adalah:
1)      Jumlah sesuai kebutuhan
2)      Jadwal diet ketat
3)      Jenis: boleh dimakan/tidak
Diit DM sesuai dengan paket-paket yang telah disesuaikan dengan kandungan kalorinya.
(1)  Diit DM I      :           1100 kalori
(2)  Diit DM II     :           1300 kalori
(3)  Diit DM III    :           1500 kalori
(4)  Diit DM IV   :           1700 kalori

11
(5)  Diit DM V    :           1900 kalori
(6)  Diit DM VI   :           2100 kalori
(7)  Diit DM VII  :           2300 kalori
(8)  Diit DM VIII:            2500 kalori
         Diit I s/d III         : diberikan kepada penderita yang terlalu gemuk
         Diit IV s/d V      : diberikan kepada penderita dengan berat badan normal
         Diit VI s/d VIII   : diberikan kepada penderita kurus. Diabetes remaja, atau diabetes
komplikasi.
Penentuan jumlah kalori Diit Diabetes Melitus harus disesuaikan oleh status gizi penderita,
penentuan gizi dilaksanakan dengan menghitung Percentage of relative body weight (BBR= berat
badan normal) dengan rumus:
                BB (Kg)
BBR =    ------------------X 100 %
             TB (cm) – 100
1)        Kurus (underweight)      :           BBR < 90 %
2)        Normal (ideal)      :           BBR 90 – 110 %
3)        Gemuk (overweight)       :           BBR > 110 %
4)        Obesitas, apabila :           BBR > 120 %
         - Obesitas ringan :           BBR 120 – 130 %
         - Obesitas sedang           :           BBR 130 – 140 %
         - Obesitas berat    :           BBR 140 – 200 %
         - Morbid           :     BBR > 200 %

Sebagai pedoman jumlah kalori yang diperlukan sehari-hari untuk penderita DM yang bekerja
biasa adalah:
1)        kurus                     : BB X 40 – 60 kalori sehari
2)        Normal       : BB X 30 kalori sehari
3)        Gemuk       : BB X 20 kalori sehari
4)        Obesitas    : BB X 10-15 kalori sehari
b.    Latihan
Dengan latihan ini misalnya dengan berolahraga teratur akan menurunkan kadar glukosa darah
dengan meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot & memperbaiki pemakaian kadar insulin.
c.    Pemantauan
Dengan melakukan pemantaunan kadar glukosa darah secara mandiri diharapkan pada penderita
diabetes dapat mengatur terapinya secara optimal.
d.    Terapi (jika diperlukan)
Penyuntikan insulin sering dilakukan dua kali per hari untuk mengendalikan kenaikan kadar
glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari.
e.    Pendidikan

12
Tujuan dari pendidikan ini adalah supaya pasien dapat mempelajari keterampilan dalam
melakukan penatalaksanaan diabetes yang mandiri dan mampu menghindari komplikasi
dari diabetes itu sendiri.
Pendidikan kesehatan perawatan kaki
1.  Hiegene kaki:
         Cuci kaki setiap hari, keringkan sela-sela jari dengan cara menekan, jangan digosok
         Setelah kering diberi lotion untuk mencegah kering, bersisik dan gesekan yang berlebih
         Potong kuku secara teratur dan susut kuku jangan dipotong
         Gunakan sepatu tumit rendah, kulit lunak dan tidak sempit
         Gunakan kaos kaki yang tipis dan hangat serta tidak sempit
         Bila terdapat callus, hilangkan callus yang berlebihan dengan cara kaki direndam dalam air
hangat sekitar 10 menit kemudian gosok dengan handuk atau dikikir jangan dikelupas.
2.  Alas kaki yang tepat
3.  Mencegah trauma kaki
4.  Berhenti merokok
5.  Segera bertindak jika ada masalah
f.     Kontrol nutrisi dan metabolic
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor yang berperan dalam penyembuhan luka. Adanya
anemia dan hipoalbuminemia akan berpengaruh dalam proses penyembuhan. Perlu memonitor Hb
diatas 12 gram/dl dan pertahankan albumin diatas 3,5 gram/dl. Diet pada penderita DM dengan
selulitis atau gangren diperlukan protein tinggi yaitu dengan komposisi protein 20%, lemak 20%
dan karbohidrat 60%. Infeksi atau inflamasi dapat mengakibatkan fluktuasi kadar gula darah yang
besar. Pembedahan dan pemberian antibiotika pada abses atau infeksi dapat membantu
mengontrol gula darah. Sebaliknya penderita dengan hiperglikemia yang tinggi, kemampuan
melawan infeksi turun sehingga kontrol gula darah yang baik harus diupayakan sebagai perawatan
pasien secara total.
g.    Stres Mekanik
Perlu meminimalkan beban berat (weight bearing) pada ulkus. Modifikasi weight bearing meliputi
bedrest, memakai crutch, kursi roda, sepatu yang tertutup dan sepatu khusus. Semua pasien yang
istirahat ditempat tidur, tumit dan mata kaki harus dilindungi serta kedua tungkai harus diinspeksi
tiap hari. Hal ini diperlukan karena kaki pasien sudah tidak peka lagi terhadap rasa nyeri, sehingga
akan terjadi trauma berulang ditempat yang sama menyebabkan bakteri masuk pada tempat luka.
h.    Tindakan Bedah
Berdasarkan berat ringannya penyakit menurut Wagner maka tindakan pengobatan atau
pembedahan dapat ditentukan sebagai berikut:
a. Derajat 0 : perawatan lokal secara khusus tidak ada.
b. Derajat I - V : pengelolaan medik dan bedah minor

13
SOP PERAWATAN LUKA DM
A.   TAHAP PRE INTERAKSI
1.    Cek catatan medis dan perawatan
2.    Kaji kebutuhan klien untuk manajemen nyeri farmakologi (analgetik) atau nonfarmakologi saat
akan dilakukan perawatan luka.
3.    Cuci tangan
4.    Siapkan alat-alat:
a.    Satu set perawatan luka steril/ bak steril:
-          Sarung tangan steril 1 pasang
-          Pinset anatomis 2 buah
-          Pinset chirurgis 1 buah
-          Gunting jaringan 1 buah
-          Kassa steril
-          Kom berisi larutan pembersih (normal salin 0,9% sesuai order dokter)
b.    Alat non steril:
-          Sarung tangan bersih
-          Kapas alkohol
-          Korentang
-          Perlak atau pengalas
-          Bengkok
-          Kom berisi Lysol 1%
-          Gunting verban/ plester
-          Verban
-          Plester
-          Schort
-          Masker
-          Obat sesuai program medis
-          Tempat sampah

B.   TAHAP ORIENTASI
1.    Siapkan dan dekatkan alat-alat dekat pasien
2.    Memberi salam, panggil klien serta mengenalkan diri

14
3.    Menerangkan prosedur dan tujuan tindakan
4.    Berikan kesempatan pada pasien untuk bertanya.

C.   TAHAP KERJA
1.    Cuci tangan
2.    Jaga privasi klien
3.    Gunakan schort, masker
4.    Gunakan sarung tangan bersih sebagai proteksi
5.    Tempatkan tempat sampah dekat dengan kita
6.    Atur posisi klien senyaman mungkin dan yang memudahkan dalam perawatan luka
7.    Pasang perlak dan pengalas di bawah pada bagian luka yang akan dirawat
8.    Taruh bengkok dekat dengan luka
9.    Lepaskan plester, ikatan atau balutan dengan pinset, basahi plester dengan kapas yang diolesi
alcohol & tarik plester perlahan sejajar pada kulit & mengarah pada balutan dengan menggunakan
pinset anatomis. Bila balutan lengket dengan luka maka basahi dengan NS secukupnya.
10. Angkat balutan dan pertahankan permukaan kotor jauh dari penglihatan klien.
11. Buang balutan kotor pada bengkok
12. Inspeksi keadaan luka (tipe luka, derajat luka, tanda-tanda infeksi,pus)
13. Taruh pinset yang telah digunakan di cairan desinfektan dan lepaskan sarung tangan bersih.
14. Gunakan teknik steril dalam membuka alat-alat steril dan menuangkan cairan sesuai order.
15. Pakai sarung tangan steril dan ambil pinset anatomis dan chirurgis
16. Pegang pinset chirurgis pada tangan dominan dan anatomis pada tangan non dominan untuk
memegang kassa yang telah dibasahi dengan normal salin 0,9%.
17. Bersihkan luka menggunakan tangan dominant dengan gerakan satu arah sirkuler (dalam ke luar)
atau (atas ke bawah) dengan ganti kassa pada tiap area.keluarkan pus dengan menekan area
luka secara perlahan, pada jaringan nekrosis dapat dilakukan debridement.
18. Keringakan luka dengan kassa kering
19. Beri obat pada area luka sesuai dengan order
20. Tutup luka dengan kassa kering sesuai dengan kebutuhan
21. Balut luka dengan verban
22. Pasang plester untuk fiksasi balutan
23. Buang kotoran pada bengkok pada tempat sampah dan bereskan alat
24. Lepaskan sarung tangan
25. Cuci tangan

D.   TAHAP TERMINASI
1.    Evaluasi perasaan klien
2.    Simpulkan hasil kegiatan
3.    Berikan reinforcement positif
4.    Lakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya

15
5.    Akhiri kegiatan

E.   TAHAP DOKUMENTASI
1.    Hari, tanggal, nama pasien, tindakan, keadaan luka, tanda tangan perawat.

Kaki Diabetik/ Diabetes

ASUHAN KEPERAWATAN
DIABETES MELITUS
A.   PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien dengan gangguan sistem endokrin diabetes melitus dilakukan mulai dari
pengumpulan data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan,
riwayat kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu dikaji
pada klien degan diabetes melitus :
1.  Aktivitas dan istirahat : Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan koma
2.  Sirkulasi : Riwayat hipertensi, penyakit jantung seperti IMA, nyeri, kesemutan pada ekstremitas
bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan bola mata cekung.
3.  Eliminasi : Poliuri,nocturi, nyeri, rasa terbakar, diare, perut kembung dan pucat.
4.  Nutrisi : Nausea, vomitus, berat badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
5.  Neurosensori : Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah, kesemutan, lemah otot,
disorientasi, letargi, koma dan bingung.
6.  Nyeri : Pembengkakan perut, meringis.
7.  Respirasi : Tachipnea, kussmaul, ronchi, wheezing dan sesak nafas.
8.  Keamanan : Kulit rusak, lesi/ulkus, menurunnya kekuatan umum.

16
9.  Seksualitas : Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme menurun dan terjadi
impoten pada pria.

B.   DIAGNOSA KEPERAWATAN
1.      Nyeri akut b/d agen injuri fisik
2.      Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakmampuan
tubuh mengabsorbsi zat-zat gizi berhubungan dengan faktor biologis.
3.      Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan sirkulasi, imobilitas
dan penurunan sensabilitas (neuropati)
4.      Kerusakan mobilitas fisik berhubungan dengan tidak nyaman nyeri, intoleransi aktifitas,
penurunan kekuatan otot
5.      Kurang pengetahuan berhubungan dengan tidak mengenal (Familiar) dengan sumber informasi.
6.      Deficit self care b/d kelemahan, penyakitnya
7.      PK: Hipo / Hiperglikemi
8.      PK : Infeksi

17
C.   RENCANA KEPERAWATAN
N Diagnosa NOC NIC
o
1 Nyeri akut b/d Setelah dilakukan asuhan Manajemen nyeri :
agen injuri fisik keperawatan, tingkat 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
kenyamanan klien meningkat, frekuensi, kualitas dan ontro presipitasi.
dan dibuktikan dengan level 2. Observasi  reaksi nonverbal dari ketidaknyamanan.
nyeri: 3. Gunakan teknik kmunikasi terapeutik utk mngetahui pngalaman nyeri klien sebelumnya
klien dapat melaporkan nyeri 4. Kontrol ontro lingkungan yg mmpengaruhi nyeri sprt suhu ruangan, pncahayaan, kebisingan.
pada petugas, frekuensi nyeri, 5. Kurangi ontro presipitasi nyeri.
ekspresi wajah,  dan 6. Pilih dan lakukan penanganan nyeri (farmakologis/non farmakologis)..
menyatakan kenyamanan fisik 7. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi, distraksi dll) untuk mengetasi nyeri..
dan psikologis, TD 120/80 8. Berikan analgetik untuk mengurangi nyeri.
mmHg, N: 60-100 x/mnt, RR: 9. Evaluasi tindakan pengurang nyeri/kontrol nyeri.
16-20x/mnt 10. Kolaborasi dgn dokter bila ada komplain tntang pemberian analgetik Tdk berhasil
Control nyeri dibuktikan 11. Monitor penerimaan klien tentang manajemen nyeri.
dengan klien melaporkan gejala Administrasi analgetik :.
nyeri dan control nyeri. 1.  Cek program pemberian analogetik; jenis, dosis, dan frekuensi.
2.  Cek riwayat alergi..
3.  Tentukan analgetik pilihan, rute pemberian dan dosis optimal.
4.  Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian analgetik.
5.  Berikan analgetik tepat waktu terutama saat nyeri muncul.
6.  Evaluasi efektifitas analgetik, tanda dan gejala efek samping.
2. Ketidakseimba Setelah dilakukan asuhan Manajemen Nutrisi
ngan nutrisi keperawatan, klien 1. kaji pola makan klien
kurang dari menunjukan status nutrisi 2. Kaji adanya alergi makanan.
kebutuhan adekuatdibuktikan dengan BB 3. Kaji makanan yang disukai oleh klien.
tubuh bd stabil tidak terjadi mal nutrisi, 4. Kolaborasi dg ahli gizi utk penyediaan nutrisi terpilih sesuai dgn kebutuhan klien.
ketidakmampua tingkat energi adekuat, masukan 5. Anjurkan klien untuk meningkatkan asupan nutrisinya.
n tubuh nutrisi adekuat 6. Yakinkan diet yg dikonsumsi mengandung cukup serat utk mencegah konstipasi.
mengabsorbsi 7. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi & pentingnya bagi tubuh klien.
zat-zat gizi Monitor Nutrisi
berhubungan 1. Monitor BB setiap hari jika memungkinkan.
dengan faktor 2. Monitor respon klien terhadap situasi yang mengharuskan klien makan.
biologis. 3. Monitor lingkungan selama makan.
4. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak bersamaan dengan waktu klien makan.

18
5. Monitor adanya mual muntah.
6. Monitor adanya gangguan dalam proses mastikasi/input makanan misalnya perdarahan,
bengkak dsb.
7. Monitor intake nutrisi dan kalori.
3. Kerusakan Setelah dilakukan asuhan Wound care
integritas keperawatan, Wound healing 1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran & kedalaman luka & klasifikasi pngaruh ulcers
jaringan meningkat 2. Catat karakteristik cairan secret yang keluar
bd faktor dengan criteria: 3. Bersihkan dengan cairan anti bakteri
mekanik: Luka mengecil dalam ukuran 4. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%
perubahan dan peningkatan granulasi 5. Lakukan nekrotomi K/P
sirkulasi, jaringan 6. Lakukan tampon yang sesuai
imobilitas dan 7. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
penurunan 8. Lakukan pembalutan
sensabilitas 9. Pertahankan tehnik dressing steril ketika melakukan perawatan luka
(neuropati) 10. Amati setiap perubahan pada balutan
11. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan pada luka
12. Berikan posisi terhindar dari tekanan
4. Kerusakan Setelah dilakukan Asuhan Terapi Exercise : Pergerakan sendi
. mobilitas fisik keperawatan, dapat 1.    Pastikan keterbatasan gerak sendi yang dialami
bd tidak teridentifikasi Mobility level 2.     Kolaborasi dengan fisioterapi
nyaman nyeri, Joint movement: aktif. 3.    Pastikan motivasi klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
intoleransi Self care:ADLs 4.    Pastikan klien untuk mempertahankan pergerakan sendi
aktifitas, Dengan criteria hasil: 5.    Pastikan klien bebas dari nyeri sebelum diberikan latihan
penurunan 1. Aktivitas fisik meningkat 6.    Anjurkan ROM Exercise aktif: jadual; keteraturan, Latih ROM pasif.
kekuatan otot 2. ROM normal Exercise promotion
3. Melaporkan perasaan 1.    Bantu identifikasi  program latihan yang sesuai
peningkatan kekuatan 2.    Diskusikan dan instruksikan pada klien mengenai latihan yang tepat
kemampuan dalam bergerak Exercise terapi ambulasi
4. Klien bs melakukan aktivitas 1.    Anjurkan dan Bantu klien duduk di tempat tidur sesuai toleransi
5. Kebersihan diri klien 2.    Atur posisi setiap 2 jam atau sesuai toleransi
terpenuhi walaupun dibantu 3.    Fasilitasi penggunaan alat Bantu
oleh perawat atau keluarga Self care assistance:
Bathing/hygiene, dressing, feeding and toileting.
1. Dorong keluarga untuk berpartisipasi untuk kegiatan mandi dan kebersihan diri, berpakaian,
makan dan toileting klien
2. Berikan bantuan kebutuhan sehari – hari sampai klien dpt merawat secara mandiri

19
3. Monitor kebersihan kuku, kulit, berpakaian , dietnya dan pola eliminasinya.
4. Monitor kemampuan perawatan diri klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
5. Dorong klien melakukan aktivitas normal keseharian sesuai kemampuan
6. Promosi aktivitas sesuai usia
5. Kurang Setelah dilakukan Teaching : Dissease Process
pengetahuan asuhankeperawatan, 1. Kaji  tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang proses penyakit
tentang pengetahuan klien meningkat. 2. Jelaskan tntng patofisiologi penyakit, tanda & gejala serta penyebab yg mungkin
penyakit dan Knowledge : Illness Care dg 3. Sediakan informasi tentang kondisi klien
perawatan nya kriteria : 4. Siapkan keluarga atau orang-orang yg berarti dgn informasi tentang perkembangan klien
1  Tahu Diitnya 5. Sediakan informasi tentang diagnosa klien
2  Proses penyakit 6. Diskusikan perubahan gaya hidup yang mungkin diperlukan untuk mencegah komplikasi di
3  Konservasi energi masa yang akan datang dan atau kontrol proses penyakit
4  Kontrol infeksi 7. Diskusikan tentang pilihan tentang terapi atau pengobatan
5  Pengobatan 8. Jelaskan alasan dilaksanakannya tindakan atau terapi
6  Aktivitas yang dianjurkan 9. Dorong klien untuk menggali pilihan-pilihan atau memperoleh alternatif pilihan
7  Prosedur pengobatan 10. Gambarkan komplikasi yang mungkin terjadi
8  Regimen/aturan pngobatan 11. Anjurkan klien untuk mencegah efek samping dari penyakit
9  Sumber-sumber kesehatan 12. Gali sumber-sumber atau dukungan yang ada
10  Manajemen penyakit 13. Anjurkan klien utk melaporkan tanda & gejala yg muncul pd petugas kesehatan
14. kolaborasi dg  tim yang lain.
6. Defisit self care Setelah dilakukan asuhan Bantuan perawatan diri
keperawatan, klien mampu 1. Monitor kemampuan pasien terhadap perawatan diri
Perawatan diri 2. Monitor kebutuhan akan personal hygiene, berpakaian, toileting dan makan
Self care :Activity Daly Living 3. Beri bantuan sampai klien mempunyai kemapuan untuk merawat diri
(ADL) dengan indicator : 4. Bantu klien dalam memenuhi kebutuhannya.
 Pasien dapat melakukan 5. Anjurkan klien untuk melakukan aktivitas sehari-hari sesuai kemampuannya
aktivitas sehari-hari (makan, 6. Pertahankan aktivitas perawatan diri secara rutin
berpakaian, kebersihan, 7. Evaluasi kemampuan klien dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari.
toileting, ambulasi) 8. Berikan reinforcement atas usaha yg dilakukan dlm melakukan perawatan diri sehari hari.
 Kebersihan diri pasien
terpenuhi
7. PK: Hipo / Setelah dilakukan asuhan Managemen Hipoglikemia:
Hiperglikemi keperawatan, diharapkan 1. Monitor tingkat gula darah sesuai indikasi
perawat akan menangani dan 2. Monitor tanda dan gejala hipoglikemi ; kadar gula darah < 70 mg/dl, kulit dingin, lembab
meminimalkan episode hipo / pucat, tachikardi, peka rangsang, gelisah, tdk sadar , bingung, ngantuk.
hiperglikemia 3. Jika klien dapat menelan berikan jus jeruk / sejenis jahe setiap 15 menit sampai kadar gula

20
darah > 69 mg/dl
4. Berikan glukosa 50 % dalam IV sesuai protokol
5. K/P kolaborasi dengan ahli gizi untuk dietnya.
Managemen Hiperglikemia
1. Monitor GDR sesuai indikasi
2. Monitor tanda dan gejala diabetik ketoasidosis ; gula darah > 300 mg/dl, pernafasan bau
aseton, sakit kepala, pernafasan kusmaul, anoreksia, mual dan muntah, tachikardi, TD
rendah, polyuria, polidypsia,poliphagia, keletihan, pandangan kabur atau kadar Na,K,Po4
menurun.
3. Monitor v/s :TD dan nadi sesuai indikasi
4. Berikan insulin sesuai order
5. Pertahankan akses IV
6. Berikan IV fluids sesuai kebutuhan
7. Konsultasi dgn dokter jika tanda & gejala Hiperglikemia menetap atau memburuk
8. Dampingi/ Bantu ambulasi jika terjadi hipotensi
9. Batasi latihan ketika gula darah >250 mg/dl khususnya adanya keton pada urine
10. Pantau jantung dan sirkulasi ( frekuensi & irama, warna kulit, waktu pengisian kapiler, nadi
perifer dan kalium
11. Anjurkan banyak minum
12. Monitor status cairan I/O sesuai kebutuhan
8. PK : Infeksi Setelah dilakukan asuhan 1.   Pantau tanda dan gejala infeksi primer & sekunder
keperawatan, perawat akan 2.   Bersihkan lingkungan setelah dipakai pasien lain.
menangani / mengurangi 3.   Batasi pengunjung bila perlu.
komplikasi defesiensi imun   4.   Intruksikan kepada keluarga untuk mencuci tangan saat kontak dan sesudahnya.
5.   Gunakan sabun anti miroba untuk mencuci tangan.
6.   Lakukan cuci tangan sebelum dan sesudah tindakan keperawatan.
7.   Gunakan baju dan sarung tangan sebagai alat pelindung.
8.   Pertahankan teknik aseptik untuk setiap tindakan.
9.   Lakukan perawatan luka dan dresing infus setiap hari.
10.  Amati keadaan luka dan sekitarnya dari tanda – tanda meluasnya infeksi
11.  Tingkatkan intake nutrisi.dan cairan
12.  Berikan antibiotik sesuai program.
13.  Monitor hitung granulosit dan WBC.
14.  Ambil kultur jika perlu dan laporkan bila hasilnya positip.
15.  Dorong istirahat yang cukup.
16.  Dorong peningkatan mobilitas dan latihan.

21
17.  Ajarkan keluarga/klien tentang tanda dan gejala infeksi.

22
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddart, 2002, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Vol 3, Edisi 8, Penerbit RGC,
Jakarta.
Johnson, M.,et all, 2002, Nursing Outcomes Classification (NOC) Second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
Mc Closkey, C.J., Iet all, 2002, Nursing Interventions Classification (NIC) second Edition, IOWA
Intervention Project, Mosby.
NANDA, 2012, Diagnosis Keperawatan NANDA : Definisi dan Klasifikasi.
Noer, Prof.dr.H.M. Sjaifoellah. 2004. Ilmu Penyakit Endokrin dan Metabolik, Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam, Jilid I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Teguh, Subianto. (2009). Asuhan Keperawatan Diabetes Mellitus. [ serial Online] cited 12
Februari 2012], avaible from
URL: http://teguhsubianto.blogspot.com/2009/06/asuhan-keperawatan-diabetes-
mellitus.htmlhttp://www.hyves.web.id/askep-diabetes-melitus/
Umami, Vidhia, Dr. 2007. At a Glance Ilmu Bedah , Edisi Ketiga. Jakarta : Penerbit Erlangga

23

Anda mungkin juga menyukai