Disusun Oleh :
Kelompok V
Penyusun
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN ................................................................................................ 1
A. Latar Belakang ................................................................................... 1
B. Rumusan masalah ............................................................................... 2
C. Tujuan Pembahasan............................................................................. 2
BAB II
PEMBAHASAN ................................................................................................... 3
A. Wawasan Lokal dan Wawasan Nasional ........................................... 3
B. Wawasan Nusantara .......................................................................... 8
BAB III
PENUTUP ............................................................................................................ 20
A. Kesimpulan ......................................................................................... 20
B. Saran ................................................................................................... 20
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Wawasan kebangsaan dan integrasi nasional merupakan dua hal yang tidak bisa
dipisahkan. Dia adalah ibarat ‘kepingan mata uang’ yang selalu menyatu dan saling
menentukan kadar atau nilainya dalam pasar. Oleh karena itu, terbentuknya integrasi
nasional yang kokoh akan banyak ditentukan oleh pengetahuan dan wawasan
kebangsaan. Dengan kata lain, semakin kuat wawasan kebangsaan yang dimiliki oleh
suatu bangsa akan semakin mantap pulalah integrasi nasionalnya. Dengan demikian,
wawasan kebangsaan dan integrasi nasional adalah ‘kata kunci’ untuk membina dan
mempertahankan persatuan dan kesatuan bangsa.
Dalam kaitan itu, ada beberapa factor yang perlu diperhatikan untuk membangun
wawasan kebangsaan Indonesia yang ‘solid’ dan integrasi nasional yang mantap serta
kokoh. Pertama, kemampuan dan kesadaran bangsa dalam mengelola perbedaan –
perbedaan suku, agama, ras dan antargolongan serta keanekaragaman budaya dan adat
– istiadat yang tumbuh dan berkembang di wilayah nusantara. Perbedaan – perbedaan
itu bukanlah sebagai suatu hal yang harus dipertentangkan, akan tetapi harus diartikan
sebagai kekayaan dan potensi bangsa. Kedua, kemampuan mereaksi penyebaran
ideology asing, dominasi ekonomi asing serta penyebaran globalisasi dalam berbagai
aspeknya. Dunia memang selalu berubah seirama dengan perubahan masyarakat dunia.
Bersamaan dengan itu, ideology dunia juga merambah ke kawasan global yang siap
menyebarkan ‘virus’perubahannya ke seluruh penjuru dunia yang meliputi seluruh
aspek kehidupan. Dalam kaitan ini, perwujudan wawasan kebangsaan dan integrasi
nasional, terkadang sering goyah akibat tuntutan dunia yang tidak kenal batas itu.
Persoalan yang perlu dicermati, bagaimana suatu bangsa mampu membangun wawasan
nasional dan integrasi nasional dengan mantap dan kokoh sebagai modal dalam
membangun sebuah ‘pendirian’ ketika isu – isu global itu mulai ditawarkan. Sebagai
warga dunia setiap warga Negara dan bangsa hendaknya mampu berpikir kritis terhadap
kemajuan dunia, agar mereka selalu memilikiworld view (pandangan dunia) secara
mantap dan tidak ketinggalan oleh kemajuan bangsa – bangsa lain. Namun demikian
perspektif global juga tidak lepas dengan sebuah paradoks, yang kadang bisa
membingungkan masyarakat dunia. Dalam rangka ini, kematangan pendirian sebuah
bangsa menjadi penting, karena dengan itu, suatu bangsa mampu melakukan pilihan –
pilihan secara rasional (rational choices) terhadap apa yang sedang muncul sebagai
‘gebyar zaman’ (dunia). Posisi lokal hendaknya juga perlu diperhatikan dalam
menentukan pendirian bangsa Indonesia atas semangat kebangsaannya. Abad ke-21,
millennium baru yan bercirikan liberalisasi dan perdangan serta mendewa – dewakan
budaya global itu, bisa melanda bangsa – bangsa yang melewah wawasan
kebangsaannya. Itulah sebabnya, mantra abad baru sebagaimana dikemukakan oleh
John Neisbiett (1994) yang berbunyi “berpikirlah lokal, bertindaklah global” (think
lokally, act globally), menjadi penting diterapkan dalam kehidupan berbangsa dan
bernegara Indonesia. Mantra itu, sebagai kebalikan dari prase lama, yaitu “berpikirlah
global, bertindaklah lokal” (thik globally, act lokally). Sebab, menurutnya, pola ‘berpikir
lokal, bertindak global’, hanya bisa dilakukan oleh bangsa yang kuat semangat
kebangsaannya. Sebagai ilustrasi, misalnya Jepang, dengan budaya yang paling
homogeny itu, telah bekerja luar biasa baiknya dalam berpikir secara lokal dan bertindak
secara global selama bertahun – tahun. Ketiga, membangun system politik dan
pemerintahan yang sesuai dengan ideology nasional (Pancasila) dan konstitusi UUD
1945. Keempat, menyelenggarakan ‘proyek budaya’ dengan cara melakukan
pemahaman dan sosialisasi terhadap symbol – symbol identitas nasional, misalnya:
Bahasa Indonesia, lagu Indonesia Raya, bendera Merah Putih dan Garuda Pancasila
sebagai lambang Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Persoalannya sekarang, integrasi nasional yang seperti apa yang hendak kita
kembangkan di Indonesia, yang masyarakatnya bersifat majemuk (pluralistis) itu?
Beranalog dengan konsep wawasan kebangsaan tadi, integrasi nasional hendaknya juga
diartikan bukan sebagai benda akan tetapi harus diartikan sebagai ‘semangat’ untuk
melakukan penyatuan terhadap unsur – unsur dan potensi masyarakat Indonesia yang
beranekaragam. Dengan demikian, integrasi nasional di Indonesia, bukanlah sebuah
‘peleburan’ yang sifatnya ‘unifikatif’, akan tetapi lebih tepat disebut dengan integrasi
nasional yang bersifat ‘diversifikatif’ (pembedaan). Dengan cara itu, perbedaan tetap
diakui karena masyarakat akan bebas berekspresi selaras dengan aspirasi dan way of
lifeyang diangkat dari nilai – nilai moral yang bersumber dari budaya daerah setempat
(lokal). Disamping itu, integrasi nasional yang diversifikatif lebih tampak demokratis, dari
pada integrasi nasional yang unifikatif yang justru mengarah pada perkosaan HAM dan
memungkiri realitas perbedaan. Integrasi nasional yang diversifikatif lebih sesuai dengan
semboyan bangsa kita dalam lambang Negara Garuda Pancasila, yaitu “Bhinneka
Tunggal Ika”,yang artinya yang berbeda – beda itu pada hakikatnya adalah satu
B. RUMUSAN MASALAH
C. TUJUAN PEMBAHASAN
BAB II
PEMBAHASAN
Wawasan lokal pada dasarnya menjadi cara pandang suatu bangsa yang di dalamnya
menampakkan bagaimana suatu bangsa itu melakukan dialogis dengan kondisi geografis
dan social budayanya. Wawasan nasional, juga diartikan sebagai cara pandang nasional
yang merupakan salah satu gagasan falsafah hidup bangsa yang berisikan dorongan –
dorongan (motives) dan rangsangan (drives) di dalam merealisasikan dan mencapai
aspirasi serta tujuan nasionalnya.
Namun demikian, dalam tatanan lokal (daerah) bangsa Indonesia memiliki apa yang
disebut dengan ‘wawasan lokal’. Hal itu disebabkan bangsa Indonesia yang terdiri atas
berbagai suku bangsa, yang memeluk agama dan kepercayaan terhadap Tuhan Yang
Maha Esa yang berbeda – beda, berbicara dalam bahasa daerah yang berbeda – beda,
memiliki adat – kebiasaan (budaya daerah) yang berbeda – beda pula.
Wawasan lokal dirasakan sangat perlu bagi kehidupan masyarakat di daerah karena
dapat digunakan dalam sebuah masyarakat dan geografis yang berbeda – beda. Ini
adalah sebuah realitas yang tidak dapat dipungkiri serta sebuah kenyataan yang
memungkinkan tumbuh dan berkembangnya wawasan lokal dan menuju ke wawasan
nasional.
B. WAWASAN NUSANTARA
1. Pengertian wawasan nusantara
3. Implementasi
J
4. Unsure-unsur
H
Sebagai cara pandang bangsa Indonesia, wawasan nusantara
mempunyai beberapa unsur dasar yaitu wadah, isi, dan perlakuan.
1. WADAH
Wawasan nusantara menjadi wadah kehidupan masyarakat dalam
berbangsa dan bernegara yang meliputi semua wilayah Indonesia
yang mempunyai kekayaan alam serta penduduk yang beragam.
Indonesia sebagai negara mempunyai lembaga dan organisasi
kenegaraan yang menjadi wadah warga untuk bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
2. ISI
Wawasan nusantara merupakan menjadi aspirasi bagi bangsa
Indonesia serta merupakan cita-cita juga tujuan nasional suatu
bangsa dan negara sesuai dengan Undang-Undang Dasar 1945.
Untuk mencapai cita-cita dan tujuan tersebut bangsa Indonesia
harus mampu menjaga persatuan dan kesatuan Indonesia di
tengah keragaman budaya, sosial, politik, dan ekonomi hingga
hankam.
Demikian unsur wawasan nuasantara yang itu berupa isi aspirasi
bangsa untuk mencapai tujuan nasional.
3. TINGKAH LAKU
Kedua unsur wawasan nusantara di atas kemudian digabungkan
menjadi suatu tingkah laku untuk mewujudkan cita-cita serta
tujuan nasional. Secara umum tingkah laku dalam wawasan
nusantara terdiri dari dua hal yaitu laku batiniyah dan laku
lahiriyah.
Laku batiniyah merupakan cerminan jiwa, semangat, serta
mentalitas yang baik dari suatu bangsa untuk mencapai
tujuan dan cita-cita. Sementara itu, laku lahiriyah
merupakan cerminan tindakan, perilaku, serta perbuatan
suatu bangsa untuk mencapai cita-cita dan tujuan tertentu.
Demikian, kedua laku tersebut harus bisa berjalan dengan
baik secara bersama-sama agar tercipta keseimbangan
dalam pengamalan wawasan nusantara.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
DAFTAR PUSTAKA