Anda di halaman 1dari 3

KEHIDUPAN SOSIAL MASYARAKAT BERCOCOK TANAM

Kehidupan sosial yang d ilakukan oleh masyarakat pada masa bercocok tanam
terlihat dengan jelas melalui cara bekerja dengan bergotong royong.

Setiap pekerjaan yang dilakukan oleh masyarakat selalu dilakukan dengan cara bergotong
royong, di antaranya pekerjaan bertani, merambah hutan, berburu, membangun rumah, dan
lain-lain. Cara hidup bergotong royong itu merupakan salah satu ciri kehidupan masyarakat
yang bersifat agraris.

Kelompok-kelompok kecil pada masa bercocok tanam makin bertambah besar, karena
masyarakat telah mulai menetap dan hidup lebih teratur. Kelompok-kelompok perkampungan
tumbuh menjadi kesatuan-kesatuan yang lebih besar misalnya klan, marga dan sebagainya
yang menjadi dasar masyarakat Indonesia sekarang.

Kehidupan masyarakat menjadi semakin kompleks setelah mereka tidak saja tinggal di goa-
goa, tetapi juga memanfaatkan lahan-lahan terbuka sebagai tempat tinggal.

Dengan bertempat tinggal menetap mereka mempunyai kesempatan yang lebih


banyak untuk mengembangkan teknologi pembuatan alat dari batu. Perubahan cara hidup dari
mengembara ke menetap akhirnya berpengaruh terhadap aspek-aspek kehidupan lainnya.

Cara hidup berburu dan meramu secara berangsur-angsur mulai ditinggalkan. Mereka
memasuki tahapan baru yaitu bercocok tanam ini merupakan peristiwa penting dalam sejarah
perkembangnan dan peradaban manusia. Dengan penemuan-penemuan baru, mereka dapat
menguasai alam, terutama yang berhubungan langsung dengan kebutuhan hidup mereka. Ada
jenis-jenis tumbuhan mulai dibudidayakan dan bermacammacam binatang mulai dijinakkan.

Dengan perkembangannya cara bercocok tanam dan bertani, berarti banyak hal yang
diperlukan untuk melaksanakan kegiatan tersebut yang tidak mungkin dapat dipenuhi sendiri.
Kondisi inilah yang kemudian mendorong munculnya kelompok-kelompok spesialis atau
undagi, misalnya kelompok ahli pembuatan rumah, pembuatan gerabah, dan pembuatan alat-
alat logam.
Kehidupan sosial masa bercocok tanam bersamaan dengan masa Neolitikum. Kehidupan
sosial masyarakat masa bercocok tanam ditandai dengan corak berikut ini :

1. Masyarakat masa bercocok tanam mulai hidup menetap (sedenter)

2. Masyarakat masa bercocok tanam mulai melakukan penyimpanan dalam waktu yang
cukup lama

3. Masyarakat masa bercocok tanam telah membentuk perkampungan

4. Masyarakat masa bercocok tanam mengalami perubahan di bidang sosial dan


ekonomi yang diketahui dari pola hidup mereka, yaitu dari nomaden ke pola hidup
menetap di suatu daerah yang ditunjang dengan aktivitas bercocok tanam dan
beternak

5. Masyarakat masa bercocok tanam telah mengenal pembagian kerja yang jelas.

6. Masyarkat masa bercocok tanam telah memiliki kesadaran penataan hidup


bermasyarakat

7. Masyarakat masa bercocok tanam telah mengembangkan pola hidup gotong-royong


karena kehidupan pertanian membutuhkan solidaritas dan penguasaan teknologi
sederhana

8. Masyarakat masa bercocok tanam telah mengenal pemilihan pemimpin yang


diterapkan dengan prinsip primus interpares.

Pada tahapan berikutnya, kegiatan pertanian membutuhkan satu organisasi yang lebih
luas yang berfungsi untuk mengelola dan mengatur kegiatan pertanian tersebut. Dari
organisasi itu kemudian menumbuhkan organisasi masyarakat yang bersifat chiefdoms atau
masyarakat yang sudah berkepemimpinan. Dalam masyarakat yang demikian itu sudah dapat
dibedakan antara pemimpin dan yang dipimpin.

Pengakuan terhadap pemimpin tidak sekadar karena factor keturunan, tetapi juga dianggap
mempunyai kekuatan yang lebih dan berkedudukan tinggi. Para pemimpin tersebut sesudah
meninggal arwahnya tetap dihormati karena kelebihan yang dimilikinya itu. Untuk
menghormati sang arwah, dibangunlah tempat-tempat pemujaan seperti tampak pada
peninggalan-peninggalan punden berundak. Selain dapat menunjukan tempat pemujaan
arwah, keberadaan punden berundak juga dapat menjadi bukti adanya masyarakat yang sudah
berkepemimpinan. Punden berundak merupakan bangunan tempat melakukan upacara
bersama. Dalam melaksanakan upacara itu, juga dipimpin oleh seorang pemimpin yang
disegani oleh masyarakatnya.

Pada masa itu ada kemungkinan sudah terbentuk desa-desa kecil. Pada mulanya hanya
bentuk rumah agak kecil dan berdenah melingkar dengan atap daun-daunan. Kemudian
rumah seperti itu berkembang dengan bentuk yang lebih besar yang dibangun di atas tiang
penyangga. Rumah besar ini bentuknya persegi panjang, dihuni oleh beberapa keluarga inti.
Di bawah tiang penyangga rumah digunakan untuk memelihara ternak. Apabila musim panen
tiba mereka berpindah sementara di dekat ladang-ladang dengan membangun rumah atau
gubukgubuk darurat. Binatang-binatang piaraan mereka juga dibawa.

Tidak mustahil pada masa itu, mereka sudah menggunakan bahasa untuk komunikasi. Para
ahli menduga bahwa pada masa bercocok tanam menetap ini, mereka sudah menggunakan
bahasa Melayu-Polenesia atau rumpun bahasa Austronesia.

Pada masa bercocok tanam mulai muncul kelompok-kelompok profesi, hubungan


perdagangan, dan adanya kontak-kontak budaya menyebabkan kegiatan masyarakat semakin
kompleks. Situasi semacam itu tidak saja menunjukkan adanya pelapisan masyarakat
menurut kehlian dan pekerjaannya tetapi juga mendorong perkembangan teknologi yang
mereka kuasai.

Anda mungkin juga menyukai