Anda di halaman 1dari 20

A.

RUANG LINGKUP SEJARAH

Para sejarawan memberikan pemahaman mengenai sejarah dalam beberapa


pengertian, yaitu :

1. Sejarah sebagai peristiwa,


Sejarah sebagai peristiwa berarti suatu kejadian dimasa lampau yang sudah
terjadi dan sekali jadi, serta tidak bisa diulang. Peristiwa adalah kenyataan yang
bersifat absolut dan objektif. Karena kejadian itu benar-benar ada dan terjadi,
maka peristiwa itu dianggap sebagai kenyataan sejarah.
Semua yang terjadi pada masa lalu merupakan peristiwa atau kenyataan
sejarah. Kenyataan sejarah itu pada dasarnya objektif, artinya suatu kenyataan
peristiwa yang memang benar-benar terjadi. Peristiwa itu dapat kita ketahui
melalui bukti-bukti yang dapat menjadi saksi terhadap peristiwa itu.
Peristiwa yang dipelajari dalam sejarah adalah peristiwa yang berkaitan
dengan kehidupan manusia baik sebagai individu maupun sebagai kelompok.
Manusia pada dasarnya merupakan makhluk yang multidimensi artinya gambaran
peristiwa manusia dapat dilihat dari berbagai aspek kehidupan.
Dalam sejarah, peristiwa itu terjadi diantaranya karena adanya hubungan
sebab akibat, baik yang bersifat internal maupun eksternal. Internal disebabkan
factor yang ada dalam peristiwa itu sendiri, misalnya lahirnya pergerakan nasional
di Indonesia pada awal abad ke-20 disebabkan oleh lahirnya kaum terpelajar
sebagai dampak dari politik pendidikan yang dilakukan pemerintah Hindia
Belanda melalui politik etis. Sedangkan secara eksternalnya pergerakan itu lahir
disebabkan oleh kemenangan Jepang terhadap Rusia 1904 1905.
Peristiwa sejarah merupakan suatu perubahan kehidupan. Sejarah pada
hakekatnya adalah sebuah perubahan. Sejarah mempelajari aktifitas manusia
dalam konteks waktu. Dengan melihat aspek waktu akan terlihat perubahan dalam
kehidupan manusia. Perubahan kehidupan tersebut berupa aspek politik, ekonomi,
sosial dan budaya.
Peristiwa sejarah terjadi dalam ruang yang beragam. Mulai dari yang lebih
kecil sampai yang lebih luas. Dalam ruang yang kecil peristiwa sejarah dapat
terjadi pada sebuah keluarga. Banyak hal yang bisa kita lihat tentang kehidupan
keluarga. Peristiwa-peristiwa penting dalam keluarga biasanya ditampilkan oleh
tokoh biografi seseorang. Tokoh yang ditulis akan menceritakan peristiwa apa saja
yang terjadi pada keluarga dan dirinya. Mulai dari peristiwa kelahiran, masa
kanak-kanak, remaja, dewasa, peristiwa pernikahan dan peristiwa lainnya.

2. Sejarah sebagai kisah,


Sejarah sebagai kisah adalah hasil rekonstruksi dari suatu peristiwa oleh para
sejarawan. Untuk mewujudkan sejarah sebagai kisah diperlukan fakta-fakta yang
diperoleh dari sumber sejarah. Wujud sejarah sebagai kisah berupa tulisan atau
buku-buku sejarah yang dapat kita baca. Sejarah sebagai kisah dapat diulang-
ulang, ditulis oleh siapa saja dan kapan saja. Dalam bentuk kisah sejarah inilah
peristiwa masa lalu dihadirkan sebagai data sejarah. Sejarah sebagai kisah
memiliki sifat subjektif.
Sejarah sebagai kisah berupa narasi yang disusun dari memori, kesan, atau
tafsiran manusia terhadap kejadian yang terjadi atau berlangsung pada masa
lampau. Artinya, sejarah bersifat serba subjek. Hal ini berbeda dengan sejarah
sebagai peristiwa yang bersifat objektif. Sejarah sebagai kisah dapat menjadi
subjektif karena sejarah sebagai kisah adalah sejarah sebagaimana dituturkan,
diceritakan oleh seseorang. Satu peristiwa yang sama jika dituturkan oleh dua
orang atau lebih akan menghasilkan suatu penuturan cerita yang berbeda. Karena
setiap orang akan memberikan tafsiran yang berbeda tentang peristiwa tersebut.
Sejarah sebagai kisah dapat berbentuk lisan maupun tulisan. Misalnya jika kita
menanyakan tentang bagaimana pengalaman atau tafsiran seseorang terhadap
suatu peristiwa. Maka jawaban atau penuturan secara lisan orang tersebut itulah
yang disebut sejarah sebagai kisah.
Sedangkan bentuk tulisan sejarah sebagai kisah dapat berupa catatan-catatan
atau buku-buku sejarah yang menceritakan tentang kejadian yang telah terjadi.
Sejarah sebagai kisah bersifat subjektif karena dipengaruhi oleh interpretasi
yang dilakukan oleh penulis. Subjektivitas tersebut terjadi lebih banyak
disebabkan oleh faktor-faktor kepribadian dari sipenulis atau penutur sejarah.
Faktor-faktor tersebut adalah :

- Kepentingan dan nilai-nilai;


penulis sejarah memiliki kepentingan dalam menulis atau menuturkan sejarah.
Kepentingan itu bisa bersifat pribadi atau kelompok. Kepentingan pribadi akan
banyak ditonjolkan dalam sebuah biografi. Seorang tokoh secara pribadi ingin
menunjukan bahwa pribadinya mempunyai peran dalam sebuah peristiwa penting.
Sedangkan kepentingan kelompok bergantung kepada jenis kelompoknya.
Nilai-nilai yang dimiliki seorang penulis pun akan mempengaruhi penulisan atau
penuturan sejarah. Nilai-nilai itu berupa keyakinan yang bersumber dari agama
atau moral etika, nasionalisme, dan lain-lain.

- Kelompok sosialnya;
Kelompok sosial maksudnya dilingkungan dimana ia bergaul dan berhubungan
dengan orang-orang yang pekerjaannya atau statusnya sama. Penulisan sejarah
biasanya dilakukan oleh ahli sejarah dan juga oleh penulis yang bukan sejarawan
seperti wartawan, kolumnis, guru, dan lain-lain. Perbedaan latar belakang
kelompok sosial akan memberikan perbedaan dalam penulisan sejarah.
- Perbendaharaan pengetahuan;
Seberapa jauh pengetahuan yang dimiliki penulis atau penutur sejarah akan
mempengaruhi kisah sejarah. Pengetahuan yang dimaksud baik pengetahuan fakta
maupun pengetahuan dari ilmu pengetahuan. Bagi penulis atau penutur yang
memiliki wawasan yang luas akan mengkisahkan suatu peristiwa dengan jelas
dan lengkap. Seorang saksi yang langsung menyaksikan atau terlibat dalam suatu
peristiwa akan memiliki pengetahuan fakta yang lebih banyak dibanding dengan
orang yang tidak terlibat secara langsung, walaupun orang tersebut
mengetahuinya.
Pengetahuan yang dimiliki oleh penulis sejarah akan mempengaruhi terhadap
hasil tulisannya. Seorang penulis yang memiliki sumber-sumber atau fakta
sejarah yang banyak, maka ia akan menampilkan suatu kisah sejarah yang lebih
mendalam.

- Kemampuan berbahasa;
Fakta yang ditemukan oleh penulis sejarah akan dikemukakan dalam bentuk
bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat komunikasi. Walaupun seseorang memiliki
sumber dan data yang lengkap, tetapi jika gaya bahasanya sulit dimengerti oleh
pembacanya, maka cerita sejarah itu akan terasa kering, tidak menarik.
Kemampuan berbahasa dalam menulis sejarah dapat berupa kemampuan
berimajinasi, yaitu bagaimana seorang penulis merekonstruksi fakta atau bukti-
bukti sejarah yang kemudian disusun dalam bentuk cerita sejarah yang dapat
dibaca orang lain. Penulis sejarah harus mampu menghidupkan masa lalu. Masa
lalu akan menjadi hidup jika seorang penulis mampu mengisahkan dengan gaya
bahasa yang baik.

3. Sejarah sebagai ilmu


Sejarah sebagai ilmu merupakan suatu proses rekonstruksi dengan
menggunakan metode sejarah. Sejarah sebagai ilmu sudah tentu memiliki objek,
tujuan, dan metode
Sejarah dikatakan sebagai ilmu apabila sejarah memiliki syarat-syarat dari
suatu ilmu. Adapun syarat-syarat ilmu adalah :
a. ada masalah yang menjadi objek
b. ada metode
c. tersusun secara sistematis
d. menggunakan pemikiran yang rasional
e. kebenarannya bersifat objektif

Syarat-syarat tersebut dapat dipenuhi dalam sejarah. Hal ini dapat kita lihat
sebagai berikut :
1) Masalah yang menjadi objek kajian sejarah adalah kejadian-kejadian dimasa lalu
yang menimbulkan perubahan dalam kehidupan manusia, kejadian-kejadian itu
merupakan sebab akibat
2) Metode sejarah adalah cara menangani bukti-bukti sejarah dan
menghubungkannya serta memastikannya dengan bukti tentang asal-usul.
Kemudian menarik penafsiran dengan bukti peristiwa masa lalu sehingga terlihat
probabilitasnya.
3) Kisah sejarah disusun dengan sistematis, berdasarkan tahun kejadian dan
peristiwa yang mengawalinya.
4) Kebenaran fakta sejarah diperoleh dari penelitian sumber sejarah yang
dikumpulkan dengan menggunakan rasio.
5) Kebenaran fakta sejarah adalah objektif, karena dalam menyusun kisah sejarah
harus berdasarkan fakta yang ada.

Sebuah pengetahuan dapat disusun secara sistematis dengan cara menggunakan


metode yang dimilikinya. Secara sederhana, metode dapat diartikan sebagai
langkah-langkah yang harus ditempuh untuk menjelaskan objek yang dikajinya.
Setiap ilmu pengetahuan memiliki objeknya. Objek sejarah adalah manusia,
sehingga sejarah dimasukkan kedalam kelompok ilmu humaniora. Hasil dari
penjelasan terhadap objek yang ditelitinya akan melahirkan rumusan-rumusan
kebenaran yang disebut teori. Rumusan kebenaran dalam sejarah bersifat unik,
tidak umum atau universal. Unik dalam pengertian bahwa kebenaran sejarah
hanya berlaku pada situasi atau tempat tertentu saja, belum tentu berlaku pada
situasi atau tempat yang lainnya. Revolusi dan pemberontakan sering kali terjadi
dalam sejarah Indonesia. Akan tetapi, penyebabnya merupakan hal yang unik,
selalu berbeda.
Ciri umum kebenaran ilmu pengetahuan, yaitu bersifat rasional, empiris, dan
sementara. Rasional artinya kebenaran itu ukurannya akal. Sesuatu dianggap
benar menurut ilmu apabila masuk akal. Sebagai contoh, kita mengenal adanya
candi Borobudur yang megah. Secara akal dapat dijelaskan bahwa
pembangunannya dilakukan oleh manusia biasa dengan menggunakan teknik
teknik tertentu sehingga terciptalah sebuah bangunan. Janganlah kita menjelaskan
bahwa Borobudur itu dibangun dengan menggunakan kekuatan-kekuatan diluar
kemampuan manusia, misalnya jin, sihir dan jenis-jenis makhluk lainnya.
Bersifat empiris maksudnya bahwa sejarah melakukan kajian atas peristiwa
yang benar-benar terjadi dimasa silam peristiwa itu akan didokumentasikan dan
menjadi bahan penelitian para sejarawan untuk menemukan fakta. Fakta-fakta ini
kemudian diinterpretasikan sehingga timbul tulisan sejarah. Jika kita bercerita
tentang terjadinya perang, maka perang itu benar-benar pernah terjadi berdasarkan
bukti-bukti peninggalan yang ditemukan. Atau kemungkinan masih adanya saksi
hidup yang masih ada.
Sedangkan bersifat sementara maksudnya adalah bahwa dalam ilmu
pengetahuan, kebenaran yang dihasilkan sifatnya tidak mutlak. Tidak seperti
halnya kebenaran dalam agama yang bersifat mutlak. Kebenaran ilmu
pengetahuan bersifat sementara, artinya dapat dibantah apabila ditemukan teori-
teori baru. Dalam sejarah, kebenaran sementara ini dapat dalam bentuk perbedaan
penafsiran terhadap suatu peristiwa. Perbedaan ini dapat diterima selama
didukung oleh bukti yang kuat. Sifatnya yang sementara inilah yang membuat
ilmu itu berkembang terus.

4. Sejarah sebagai Seni

Sejarah dikatakan sebagai seni sebab dalam rangka penulisan sejarah, seorang
penulis memerlukan intuisi, imajinasi, emosi, dan gaya bahasa.
Sejarawan memerlukan intuisi atau ilham, yaitu pemahaman langsung dan
insting selama masa penelitian berlangsung. Seringkali dalam rangka memilih
suatu penjelasan sejarawan juga memerlukan intuisi. Dalam hal ini cara kerja
sejarawan sama dengan cara kerja seorang seniman. Walaupun demikian dalam
menuliskan hasil karyanya sejarawan harus tetap berpijak kepada bukti dan data
yang ada.
Seorang sejarawan harus dapat berimajinasi membayangkan apa yang
sebenarnya terjadi pada masa lampau. Misalnya dalam menuliskan cerita tentang
perang Padri, ia harus dapat membayangkan bagaimana keadaan alam daerah
Minangkabau, kehidupan masyarakatnya, adat istiadatnya sehingga dapat
memahami mengapa didaerah tersebut kemudian timbul perang saudara.
Dalam menulis sejarah, sejarawan dituntut untuk membawa si pembaca
seolah-olah hadir dan menyaksikan sendiri peristiwa sejarah. Dalam hal ini
sejarawan haruslah mempunyai emosi yang tinggi untuk menyatukan perasaan
dengan objeknya. Sifat ini sangat penting untuk mewariskan nilai-nilai
perjuangan.
Penggunaan gaya bahasa juga diperlukan dalam penulisan sejarah. Gaya
bahasa yang baik, bukan berarti yang berbunga-bunga. Terkadang bahasa yang
lugas lebih menarik. Dalam tulisan sejarah, deskripsi itu seperti melukis
naturalistis. Hal yang diperlukan adalah kemampuan untuk menuliskan detil.
Seni satra dapat menyumbangkan karakteristik pada tulisan sejarah. Sejarawan
harus bisa menggambarkan watak manusia dalam descripsinya. Plot atau alur
cerita diperlukan juga dalam sejarah. Kisah yang berangkai, dari pendahuluan,
inti cerita dan penutup akan memberi nyawa pada kisah sejarah.
Tokoh penganjur sejarah sebagai seni adalah George Macauly Travelyan.
Dikatakannyta bahwa menulis sebuah kisah peristiwa sejarah tidak mudah karena
memerlukan imajinasi dan seni. Menulis sejarah merupakan seni, filsafat,
polemik, dan dapat sebagai propaganda. Dalam penulisan kisah sejarah, perlu
menggunakan bahasa yang indah, komunikatif, menarik, dan isinya mudah
dimengerti. Oleh karena itu, diperlukan seni dalam penulisannya. Seorang penulis
sejarah harus bersedia menjadi ahli seni yang menghidupkan kembali kisah
kehidupan masa lampau untuk masa sekarang dan masa yang akan datang.
Dengan demikian, selain unsur ilmiah yang terdapat dalam sejarah, juga terdapat
unsur seni.
Hakikat dan Ruang lingkup ilmu sejarah
A.

Pengertian SejarahSecara etimologi, sejarah berasal dari bahasa arab syajarah


(syajarotun) yangberarti pohon. Di indonesia dapat berarti silsilah, asal usul,
riwayat manusia sebagaiobjeknya di sebut biografi (bios = hidup , graven =
menulis) . kehidupan yang ditulisdirinya sendiri atau pelakunya sendiri disebut
auto biografi.Dalam bahasa arab kata kisah yang umumnya menunjuk ke masa
lampau.Beberapa devinisi yang di kemukakan oleh para ahli :1.

Roeslan Abdul Gani, sejarah ialah ilmu yang meneliti dan menyelidiki
secarasistematis keseluruhan perkembangan masyarakat.Ilmu sejarah ibarat
pengelihatan 3 dimensiPengelihatan masa silamKe masa sekarangMasa yang
akan datang2.

Moh. Yamin .SH memberikan definisi sejarah adalah ilmu pegetahuan yang
disusun atas hasil penyelidikan beberapa peristiwa.3.

Thomas Cariyle, memberikan definisi sejarah adalah peristiwa masa lampau


yangmempelajari biografi orang-orang terkenal.4.

Herodotus. Ahli sejarah pertama di dunia berkebangsaan yunani yang


mendapatkan julukan the father history, atau bapak sejarah.5.

Ibnu Khaidun, sejarah sebagai catatan tentang masyarakat umat lmanusia


atauperadaban manusiaAli menyimpulkan definisi sejarah.1.

Sejarah yaitu ilmu yang menyelidiki perkembangan peristiwa dan kejadianmasa


lampau2.

Sejarah yaitu kejadianperistiwa, yang berhubungan dengan manusia


3.

Sejarah yaitu cerita yang tersusun secara sistematik (teratur dan rapi

PENGERTIAN DAN RUANG LINGKUP FILSAFAT ILMU


Oleh: Afid Burhanuddin
S
T
K
I
P
PGRI
P
acitan
Seorang yang berfilsafat dapat diumpamakan seseorang yang
berpijak di bumi sedang
tengadah ke bintang
-
bintang, dia ingin mengetahui hakikat dirinya dalam kemestaan
galaksi
(Jujun,
2003:20).
Sama juga dengan orang yang sedang menikmati keindahan
pantai. Seorang yang
berfilsafat akan mampu berfikir bahwa dirinya tidak akan ada
artinya dibandingkan dengan luasnya
lautan. Lalu apa itu filsafat?
Istilah filsafat dalam Bahasa Indonesia memiliki padanan kata
falsafah
(Arab),
philosophy
(Inggris),
philosophia
(Latin),
philosophie
(Jerman, Belanda, Prancis). Semua istilah tersebut
bersumber pada istilah Yunani
philosophia
. Istilah Yunani
philein
berar
ti
mencintai
, sedangkan
philos
berarti teman
. Selanjutnya istilah
Sophos
berarti bijaksana, sedangkan
Sophia
berarti kebijaksanaan
(Ali Mudhofir, 2001:18
)
Ada dua arti secara etimologik dari filsafat yang sedikit berbeda.
Pertama, apabila istilah
filsafat
mengacu pada asal kata
philein
dan
Sophos
, maka artinya mencintai hal
-
hal yang bersifat
bijaksana (bijaksana dimaksudkan sebagai kata sifat. Kedua,
apabila filsafat mengacu pada asal kata
philos dan Sophia, maka artinya adalah teman kebijaksanaan
(kebijaks
anaan dimaksudkan sebagai
kata benda)
Imanuel Kant mendefinisikan filsafat sebagi pengetahuan yang
menjadi pokok pangkal segala
pengetahuan yang di
dalamnya tercakup empat persoalan yakni apa yang dapat
diketahui?
(jawabnya metafisika), apa yang seharusnya
diketahui? (jawabnya etika), sampai dimana harapan
kita (jawabnya agama), apa itu manusia (jawabnya antropologi)
(Ahmad Tafsir, 2001: 11). Plato
menyatakan bahwa filsafat adalah pengetahuan yang berminat
mencapai kebenaran asli. Aristoteles
beranggapan ba
hwa fils
a
fat adalah pengetahuan yang meliputi kebenaran yang
tergabung di
dalamnya metafisika, logika, retorika, ekonomi, politik, dan
estetika.
Bagi Al Faraby, filsafat adalah
pengetahuan tentang alam ujud bagaimana hakikat yang
sebenarnya. Sementara itu,
Pythagoras
member
i
kan definisi filsafat sebagai
the love for wisdom
. Menurutnya, manusia
yang paling tinggi
nilainya ad
alah manusia pecinta kebijakan
(lover of wisdom)
, sedangkan yang dimaksud dengan
wisdom
adalah kegiatan melakukan perenungan tentang Tuh
an. Pythagoras membagi kualitas
manusia menjadi tiga tingkatan, yakni
lovers of wisdom, lovers of success
, dan
lovers of pleasure
(Ahmad Tafsir, 2001:10).
Agama dan Filsafat
Ada dua hal
kekuatan yang mewarnai dunia. Kekuatan itu adalah agama
dan filsafat.
Sementara itu, orang yang mewarnai dunia juga ada dua, yakni
nabi dan ulama, dan filosof. Lalu
dimana peran sains dan teknologi?
Dalam hal ini, sains dan teknologi dalam garis besarnya a
dalah
netral (Ahmad Tafsir, 2001:7). Pakar sains dan teknologi
menggunakan sains dan teknologi untuk
mewarnai dunia berdasarkan pandangan hidupnya. Sementara
itu, pandangan hidup hanya ada dua,
agama dan filsafat.
Sejarah telah mencatat, orang berani mati
karena mempertahankan keimanannya. Orang
menyerahkan dirinya untuk dijemur di
tengah padang pasir dan dilempari batu juga karena
keiman
an
nya. Orang dengan tekun menabur bunga dikuburan,
membakar kemenyan, membacakan
doa di tengah pekuburan, juga karena key
akinan agamanya. Bahkan ada orang yang mau menyakiti,
menyerang, hingga membantai orang lain
, juga karena keyakinan agama yang dianutnya
.
Itulah
kenyataan.
Orang yang telah meyakini agamanya, di dalam dirinya ada se
s
uatu keinginan ingin
menyebarluaskan ag
amanya kepada orang lain. Beragam misi ia lakukan.
Lalu, agama yang
menurutnya paling baik itu didakwahkan, dipropagandakan. Itu
dilakukannya dengan sadar.
Berharap mendapatkan suatu imbalan di kehidupan setelah
matinya. Begitulah yang sedang, akan
dan ter
us terjadi di muka bumi ini. Tak bisa di tolak. Dan tak jarang,
pertumpahan darah terjadi
Filsafat Ilmu
|
Page
2
of
4
karena hal ini. Entah antar agama maupun intern umat
beragama. Alasannya satu, mempertahankan
keyakinan. Meski terkadang dibumbui dengan drama politik,
ekonomi, ataup
un persoalan lain.
Agama telah mengatur dunia, ini suatu kenyataan yang tidak
bisa dihindari, demikian Ahmad Tafsir
menyebutnya (2001:8).
Di lain sisi, sejarah telah mencatat pula adanya orang kuat,
yang kadang
-
kadang juga berani
mati, karena meyakini sesu
atu yang diperolehnya karena memikirkannya.
Sesuatu dipikirkan
sedalam
-
dalamnya, hingga diperoleh suatu kesimpulan yang
dianggapnya sebuah kebenaran.
Kebenaran ini mempengaruhi tindakannya. Keyakinan pada
kesimpulan itu membentuk sikapnya.
Socrates sanggup
mati dengan cara meminum racun, sebagai hukuman baginya,
karena
mempertahankan kebenaran filsafat yang dianggapnya benar
(Ahmad Tafsir, 2001:8).
Keyakinan
filsafat itu kemudian diikuti oleh orang lain. Pada orang yang
mengikuti itu kemudian timbul suatu
s
ikap mereka. Tindakan mereka dibentuk oleh pandangan
filsafat itu hingga menjadi pandangan
hidup mereka.
Begitulah agama dan filsafat. Dua kekuatan besar yang
membuat dunia ini menjadi berwarna.
Menjadikan dunia ini ada baik dan buruk. Ada indah dan jelek.
Dan apabila orang ingin melihat
warna dunia dengan terang benderang, maka agama dan
filsafat menjadi jendelanya.
Karakter
Berfikir Filsafat
Terdapat tiga
k
arakteristik berfikir filsafat, 1)
menyeluruh
, 2)
mendasar
, 3)
spekulatif
(Jujun,
2003:20).
Menyeluruh
diartikan sebagai melihat dari multi perspektif. Batang pohon
kelapa belum
tentu lurus meskipun dari sisi barat terlihat lurus. Untuk
membuktikan apakah pohon kelapa itu
lurus atau tidak, maka harus dilihat pula dari sisi timur, selatan
maupun u
tara. Seorang
ilmuwan
tidak puas lagi mengenal ilmu hanya dari segi pandangan
ilmunya sendiri. Perlu dilihat hakikat ilmu
dalam perspektif keilmuan yang lain
. Bagaimana produk keilmuannya itu jika dibenturkan dengan
moral
? Bagaimana jadinya jika disandingk
an dengan
agama
? Adakah sisi manfaat dari hasil
pemikirannya itu bagi dirinya atau orang lain? Pertanyaan
-
pertanyaan inilah yang menjadikan bahwa
filsafat menjadi demikian penting bagi perkembangan keilmuan.
Seorang
ilmuwan
harus mampu
melihat secara menye
luruh, multi perspektif, terhadap ilmu yang digelutinya.
Lalu siapa yang disebut
ilmuwan
itu? Menurut Kamus besar bahasa Indonesia,
ilmuwan
adalah
se
orang yang ahli atau banyak pengetahuannya mengenai suatu
ilmu; orang yang berkecimpung
dalam ilmu pengetah
uan
(KBBI
offline
versi 1.3).
Apakah kita termasuk ke dalamnya? Sebuah
pertanyaan yang terkadang membuat kita ragu. Keraguan itu
muncul ketika definisi tersebut
memuat se
orang yang ahli atau banyak pengetahuannya.
Kecuali orang yang sombong, tidak ada
sa
tu orang pun yang merasa banyak pengetahuannya. Bahkan s
eorang
profe
sor pun, tidak akan
merasa dia adalah orang yang banyak pengetahuannya.
Apakah guru itu ilmu
w
an? Jika melirik
definisi orang yang berkecimpung dalam ilmu pengetahuan,
maka guru dapat dik
atakan
Ilmuan
.
Guru adalah orang y
ang berkecimpung secara profes
i
onal dalam ilmu pengetahuan. Tak hanya
sekedar ilmu pengetahuan yang diajarkan, guru juga
membekali siswanya dengan pendidikan
karakter, moral dan budi pekerti. Maklum lah jika kaisah Je
pang menanyakan berapa guru yang
tersisa sesaat Herosima dan Nagasaki di guncang bom atom
oleh sekutu. Bukan tentara, bukan
dokter, bukan pul menterinya.
Memahami filsafat membuat seseorang semakin dewasa dalam
berfikir dan bersikap. Sering
kita melihat s
eorang ilmu
w
an yang picik. Ahli fisika me
m
andang remeh ahli antropologi.
Siswa SMA
jurusan IPA menyepelekan yang memilih IPS.
Meminjam ist
ilah Jujun, mereka adalah orang
-
orang
yang meremehkan moral, agama, dan nilai estetika (Jujun,
2003: 20). Di atas lang
it tentunya masih
ada langit yang lain. Selayaknya, para ilmuwan perlu keluar dari
perspektif pengetahuan mereka
untuk melihat dan mengetahui perspektif pengetahuan lain.
Biarlah si katak saja yang mengabadikan
namanya dalam peribahasa katak dalam tempuru
ng, jangan sampai ilmuwan dalam tempurung,
atau guru dalam tempurung.
Seorang yang berfikir filsafat selayaknya perlu menengadahkan
mukanya ke langit malam.
Ribuan bahkan jutaan bintang
-
bintang berkilauan menghiasi malam. Ini membuktikan bahwa
Filsafat Ilmu
|
Page
3
of
4
manusia
tidak ada artinya dibandingkan dengan alam raya. Manusia
ibarat satu butir pasir di
tengah
lautan.
Selain itu, seorang yang berfikir filsafat perlu membongkar
tempat berpijak. Menggali
sedalam
-
dalamnya
hingga pondasi cakar ayam mampu menapak dengan kuat.
Inilah yang
dimaksud dengan sifat
mendasar
diantara ketiga karakteristik berfikir filsafat
.
Sepanjang apapun sebuah garis, awal mulanya adalah sebuah
titik.
Berfikir secara mendasar
menjadi hal yang mendasar agar mampu memahami persoalan
yang sesungguhny
a.
Membersihkan
lantai yang basah berkali
-
kali akibat genting yang bocor di musim penghujan adalah
pekerjaan yang
sia
-
sia. Maka ketika sifat mendasar digunakan, hal yang pertama
dilakukan adalah mengganti
genting yang bocor tersebut. Gurupun demikian. Kema
mpuan berfikir secara mendasar ini membuat
guru tidak mudah mengatakan anak didiknya adalah bodoh.
Nilai
jelek bukan berarti siswa yang
ogah untuk belajar, tapi mungk
in juga kesalahan guru. Ketidak
-
mampuan guru dalam menjelask
an,
m
onotonnya metode pembelajaran yang digunakan oleh guru,
dan sebagainya.
Mengapa
spekulatif
menjadi salah satu dari tiga karakter berfikir filsafat? Bukankah
spekulatif
itu sekedar coba
-
coba. Dan coba
-
coba tidak bias dijadikan rujukan berfikir?
Mengapa tid
ak
digunakan cara berfikir yang tersurat saja, sepertihalnya ahli
sains mempelajari aspek khusus dari
sebuah realita. Jawabnya adalah jiwa manusia ingin melihat
segala sesuatu sebagai suatu
keseluruhan. Manusia ingin memahami bagaimana
menemukan totalitas
yang bermakna dari sekian
banyak realita yang ada. Gambar yang indah, awal mulanya
selalu dimulai dari sebuah titik. Dimana
titik itu ditempatkan, adalah spekulasi dari pelukisnya.
Terciptanya sebuah metode pembelajaran
yang beragam dan inovatif, yang mamp
u membangkitkan motivasi dan gairah siswa untuk belajar,
awal mulanya juga dimulai dari spekulasi seorang guru. Yang
penting
a
dalah bahwa dalam
prosesnya, baik dalam analisisnya maupun pembuktiannya, kita
dapat memisahkan antara spekulasi
yang dapat dianda
lkan dan spekulasi yang tidak dapat diandalkan.
Dan tugas filsafat adalah
menetapkan dasar
-
dasar yang dapat diandalkan
(Jujun, 2003: 22)
.
Pertanyaan selanjutnya, adakah sebuah pengetahuan tidak
dimulai dari spekulasi? Sepertinya
tidak ada, karena semua pen
getahuan yang sekarang ada, dimulai dari spekulasi.
Spekulasi yang
saling berangkai itu kemudian menjadi titik awal penjelajahan
ilmu pengetahuan. Tanpa menetapkan
kriteria apa yang disebut benar, maka tidak mungkin ditemukan
pengetahuan berkembang di atas
garis
-
garis kebenaran. Demikian pula tanpa kita menetapkan baik
dan buruk, kita tidak akan
menemukan hukum hukum moral. Spekulasi yang disertai
dengan kriteria, maka akan menjadikan
spekulasi kita bermakna.
Apa itu Filsafat ilmu?
Oleh karena permasalahan teknis yang bersifat teknis, maka
filsafat ilmu terbagi menjadi dua,
yakni filsafat ilmu alam dan filsafat ilmu
so
s
ial. Pembagian ini tidak mencerminkan pembagian yang
dapat berdiri sendiri secara otonom, karena keduanya memiliki
c
iri
-
ciri keilmuan yang sama.
Pembagian ini lebih menekankan pada pembatasan masing
-
masing ilmu yang ditelaah.
Beberapa pertanyaan yang hendak di jawab oleh filsafat ilmu
diantaranya (Jujun, 2003: 33):
1.
Objek apa yang ditelaah ilmu? Bagaimana wujud hakiki
dari objek tersebut? Bagaimana
hubungan antara objek tadi dengan daya tangkap manusia
(seperti berfikir, merasa dan
mengindera) yang membuahkan pengetahuan?
[Ontologi]
2.
Bagaimana proses yang memungkinkan ditimbanya
pengetahuan yang berupa ilmu? Bagaiman
a
prosedurnya? Hal
-
hal apa yang harus diperhatikan agar kita mendapatkan
pengetahuan yang
benar? Apa yang disebut kebenaran itu sendiri? Apakah
kriterianya? Cara/teknik/sasaran apa
yang membantu kita dalam mendapatkan pengetahuan berupa
ilmu?
[Epistimologi
]
3.
Untuk apa pengetahuan yang berupa ilmu itu dipergunakan?
Bagaimana
kaitan
antara cara
penggunaan tersebut dengan kaidah
-
kaidah moral? B
agai
mana penentuan objek yang ditelaah
berdasarkan pilihan
-
pilihan moral? Bagaimana kaitan antara teknik
pro
s
edural yang merupakan
operasionalisasi metode ilmiah dengan norma
-
norma moral/
profe
sional?
[Aksiologi]
Filsafat Ilmu
|
Page
4
of
4
Cabang
-
cabang
Filsafat
Pokok kajian filsafat meliputi tiga aspek, yakni:
1.
Logika; a
pa yang disebut sebagai benar dan salah
2.
Etika; m
ana yang dian
ggap baik dan mana yang dianggap buruk
3.
Estetika; apa yang termasuk indah dan jelek
Ketiga aspek filsafat tersebut kemudian bertambah lagi
menjadi:
4.
Metafisika; teori tenta
ng ada; teori tentang hakikat k
eberadaan zat, tentang hakikat pikiran
serta kai
tan antara zat dan pikiran.
5.
Politik; kajian ini mengenai organisasi
so
s
ial/pemerintah yang ideal
Kelima cabang utama ini kemudian berkembang lagi menjadi
cabang
-
cabang filsafat yang
mempunyai bidang kajian yang lebih spesifik. Cabang
-
cabang tersebut ada
lah:
1.
Epistimologi (filsafat pengetahuan)
2.
Etika (filsafat moral)
3.
Estetika (filsafat seni)
4.
Metafisika
5.
Politik (filsafat pemerintahan)
6.
Filsafat agama
7.
Filsafat ilmu
8.
Filsafat pendidikan
9.
Filsafat
h
u
kum
10.
Filsafat sejarah
11.
Filsafat matematika
(Jujun, 2003:3

Anda mungkin juga menyukai