Anda di halaman 1dari 3

Nama : Henrikus Wawan Kurniawan Nim : 13401241032

SUBJEKTIFITAS DALAM PENULISAN SEJARAH

Subjektivitas Sejarah
Subjektivitas adalah gambaran dari suatu peristiwa yang sudah terjadi berdasarkan pandangan seseorang yang diperngaruhi oleh nilai-nilai yang melingkupinya. Dengan demikian subjektivitas itu dipengaruhi oleh individu masing- masing, sehingga apa yang dituliskan tidak sesuai dengan kenyataan yang ada. Dalam penulisan sejarah subjektivitas memang sering muncul, apalagi pada saat sejarawan tersebut dihadapkan pada hal yang tidak jelas kronologisnya. Sehingga mereka lebih mengedepankan hasil dari penalaran dari perasaan mereka. Suatu contoh penjajahan di Indonesia, bagi rakyat Indonesia Negara Belanda itu menjajah Indonesia, tetapi menurut pandangan Bangsa Belanda mereka tidak menjajah Indonesia, melainkan membantu untuk memajukan Indonesia. Subjektivitas dalam penulisan sejarah selalu hadir karena penulis sejarah (sejarawan) tidak akan mampu mengungkapkan peristiwa sejarah yang begitu kompleks yang pernah terjadi pada masa lampau, hanyalah sebagian kecil dari peristiwa yang dilakukan oleh manusia tersebut dapat teridentifikasi oleh penulisan sejarah. Karena merupakan hasil rekontruksi dan bukan aslinya maka sejarah dikatakan subjektif Subjektivitas merupakan hal yang wajar dalam penulisan sejarah, sebagai contoh kita dapat melihat dari peristiwa G30S/PKI dalam peristiwa ini para ahli sejarah mempunyai pendapat yang berbeda-beda, dari peristiwa ini saja kita dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam sejarah subjektivitas merupakan suatu yang biasa terjadi di kalangan para ahli sejarah terutama dalam mengintepretasi sejarah.

Tanggal 30 September 1948, kota Madiun dapat dikuasai seluruhnya. Pasukan Republik yang datang dari arah timur dan pasukan yang datang dari arah barat, bertemu di Hotel Merdeka di Madiun. Namun pimpinan kelompok kiri beserta beberapa pasukan pendukung mereka, lolos dan melarikan diri ke beberapa arah, sehingga tidak dapat segera ditangkap.

Baru pada akhir bulan November 1948 seluruh pimpinan dan pasukan pendukung Musso tewas atau dapat ditangkap. Sebelas pimpinan kelompok kiri, termasuk Mr. Amir Syarifuddin Harahap, mantan Perdana Menteri RI, dieksekusi pada 20 Desember 1948, atas perintah Kol. Gatot Subroto. Dalam pandangan saya bahwa peristiwa G30S PKI itu adalah peristiwa yang sangat perlu teliti karna dalam perkembangan sejarah tidak ada kepastian dan fakta yang secara utuh hanya dengan bukti bukti yang se adanya. Sebenarnya Partai Komunis Indonesia (PKI) sudah lama meniupkan hawa perlawanan dan pemberontakan terhadap Indonesia. Kelompok ini bersikeras untuk mengganti dasar negara Republik Indonesia, yakni Pancasila menjadi negara yang berdasar asas komunis. Perlawanan PKI yang tidak diterima oleh setiap kalangan ini, menjadikan kelompok ini merencanakan sebuah rencana yang besar. Pada peristiwa G30S PKI yang di kenal dengan pemberontakan yang di lakukan oleh PKI dengan melakukan kudeta yang di tandai dengan adanya penculikan dan pembantaian terhadap para jendral angkatan darat yang di anggap sebagai penghalang untuk menyebarkan pengaruh paham komunis. Pada gerakan G30S PKI ini merupakan malapetaka yang sangat besar bagi pemerintahan Republik indonesia pada masa pimpinan Soekarno. Peristiwa tersebut di kenal sebagai peristiwa berdarah nasional, karna gerakan ini memakan korban jiwa yang sangat besar, di antaranya para jendral besar yang menjabat pada pemerintahan itu. Gerakan ini menjadi isu untuk menolak laporan pertanggung jawaban presiden soekarno. Proses terjadinya tersebut mereka di culik disiksa bahkan di bunuh terhadap perwira tinggi dan seorang perwira pertama dari angkatan darat. Para perwira tersebut disiksa secara kejam dan selanjutnya mereka di bunuh, mereka pun di bawa ke lubang buaya yang merupakan markas PKI yang terletak di sebelah Pangkalan Udara Halim Perdana Kusuma. Pada proses penculikan tersebut jendral A.H Nasution berhasil menyelamatkan diri setelah kakinya tertembak, dan putrinya menjadi sasaran tembak, diculik, kemudian di bunuh dengan kejam. Pada waktu yang bersamaan, PKI menyebarkan pengaruh ke beberapa daerah

seperti Yogyakarta, Solo,dll. Dengan hal itu masyarakat mengetahui bahwa pengaruh tersebut adalah pengaruh yang jahat dan sangat kejam atas pembantaian jendral jendral serta perwira. Di desa Lubang Buaya itulah jenazah para perwira tinggi angkatan darat itu dikubur dalam sebuah sumur tua yang bergaris tengah kurang dari satu meter dengan kedalaman 12 meter. Luka luka yang terdapat pada jenazah itu menunjukan bahwa mereka disiksa dengan kejam sebelum dibunuh. Pengangkatan jenazah dilakukan pada tanggal 4 Oktober. Keesokan harinya, bertepatan di Hari Ulang Tahun ABRI tanggal 5 Oktober 1965, para perwira Angkatan Darat itu dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Para korban di anugerahi Pahlawan Revolusi dan diberikan kenaikkan pangkat satu tingkat lebih tinggi secara anumerta. Untuk penumpasan pemberontakan G 30 S/PKI dan pemulihan keamanan akibat pemberontakan itu, pemerintah membentuk Komando Operasi Pemulihan Keamanan dan Ketertiban (Kopkamtib). Mayor Jendral Soeharto ditunjuk sebagai Panglima Kopkamtib. Sesudah kejadian tersebut, 30 September diperingati sebagai Hari Peringatan Gerakan 30 September. Hari berikutnya, 1 Oktober, ditetapkan sebagai Hari Kesaktian Pancasila.

Sumber : http://aldenabil.blogspot.com/2013/09/subjektivitas-objektivitas-dan.html http://id-id.facebook.com/note.php?note_id=151945124904105

Anda mungkin juga menyukai