Anda di halaman 1dari 7

1.

Partindo

Sejarah Partai Indonesia terikat kuat dengan sejarah PNI (Partai Nasional Indonesia)
yang lahir setelah terinspirasi sejarah PI (Perhimpunan Indonesia). Organisasi ini
tergolong organisasi politik yang menjadi salah satu organisasi pergerakan nasional
dengan cita-cita luhur mencapai Indonesia merdeka.

Partindo ini lahir setelah PNI mengalami kekosongan sosok sentral yang dijadikan
pemimpin utama pergerakannya. Mr. Sartono dianggap sebagai pendiri Partindo
karena ia menggerakkan PNI yang sedang kosong agar tetap memberikan manfaat
bagi rakyat.

Organisasi tersebut merupakan sebuah organisasi dalam bidang politik yang


merupakan salah satu suatu organisasi dalam gerakan nasional dengan cita-cita tinggi
untuk mencapai Indonesia merdeka. Sebuah organisasi mendapatkan lanjutan dari
PNI, yang didirikan dengan Sartono, yang pada waktu itu adalah ketua PNI dan telah
lama menggantikan Soekarno.

Pendirian dalam partai ini adalah sebuah hasil dari adanya suatu keputusan oleh
Sartono ketika ia merupakan seorang kepala PNI-Iama dan sebagai menggantikan
Sukarno, dan ditangkap pada tahun 1929 oleh pemerintah Belanda. Sartono telah
membubarkan PNI dan telah membentuk Partindo.

Kekosongan dalam figur sentral memang begitu berbahaya. Partindo memang nama
yang berbeda dari PNI yang pernah didirikan oleh Soekarno. Tujuan dan prinsip
menjaga keaslian PNI. Partindo didirikan untuk mendapatkan kemerdekaan Indonesia
dengan tangannya sendiri dan tanpa kerja sama dengan pihak lain.

Moh. Hatta dan kubunya yang didukung Sutan Sjahrir merasa tidak sependapat
dengan sikap ideologis Mr. Sartono. Karenanya mereka membentuk organisasi sendiri
yang sering dijuluki PNI-Baru dengan nama Pendidikan Nasional Indonesia. Jadi
kedua tokoh keluaran PNI ini menjadi berseberangan. Sementara dari jerujinya,
Soekarno memihak Mr. Sartono yang bersetia kepada PNI dan cita-citanya.

Keberpihakan Soekarno kepada Partindo sejak di dalam penjara Sukamiskin terlihat


saat di tahun 1932 beliau dibebaskan. Mulanya Soekarno mencoba menyatukan
pecahan PNI yang sudah berbeda jalan, namun mengalami kegagalan. Mau tidak mau,
Soekarno harus memilih salah satu. Keputusannya dikeluarkan dalam bentuk
pengumuman tanggal 1 Agustus 1932 yang menyerukan keberpihakan Soekarno
kepada Partindo.

Karena Soekarno lebih memilih Partindo ketimbang PNI-Baru, maka rakyat yang
sudah tunduk kepada Soekarno banyak yang bergabung ke dalam partai ini. Begitulah
Soekarno, wibawanya sangat besar meskipun ia belum diresmikan sebagai pemimpin
Indonesia merdeka. Sejak kepulangannya dari Sukamiskin tersebut, ia langsung
melejitkan Partindo sampai memperoleh 3762 orang pengikut hanya dalam setahun.
Padahal sebelumnya, Partindo hanya memiliki 226 anggota saja.

Awal mulanya Sukarno telah mencoba untuk menyatukan fraksi dalam PNI yang
sudah berbeda, tetapi gagal. Suka atau tidak suka, Soekarno harus memilih satu.
Keputusannya dibuat pada 1 Agustus 1932 dalam bentuk pemberitahuan di mana
tugas partisan Sukarno untuk Partindo dituntut.

Tujuan utama dalam pergerakan Partindo adalah sama dengan PNI lama, yang
bertujuan untuk mencapai Indonesia yang merdeka dengan menjalankan kebijakan
non-kooperatif terhadap pemerintah Belanda. Terdapat beberapa tujuan dalam
pembentukan Partindo, diantaranya ialah dapat mendirika semangat dan mandiri,
dalam pembentukan adanya sebuah pemerintahan rakyat yang demokratis, realisasi
Indonesia yang merdeka melalui hak politik, meningkatkan hubungan dalam
masyarakat, serta kemandirian Indonesia yang independen tanpa gangguan dari
penjajah.

Tindakan Sartono mendapat sebuah reaksi keras dari anggota PNI Lama, termasuk
Sutan Sjahrir dan Hatta, serta dari kelompok-kelompok yang tidak setuju dengan
adanya sebuah resolusi atau pembubaran ini.

Mereka telah mendirikan beberapa Golongan Merdeka dan menjadi sebuah organisasi
baru yang bernama Pendidikan Nasional Indonesia (PNI-Baru). Partindo dan PNI-
Baru bersaing untuk belas kasihan terhadap rakyatnya.

Belanda, yang telah merasa bahwa dalam Partindo begitu membahayakan dalam
adanya sebuah posisi mereka di wilayah Indonesia, dan mengeluarkan pesan yang
membatasi ruang Partindo. Pada tanggal 27 Juni 1933, pegawai pemerintah yang
ditunjuk sebagai pegawai negeri sipil tidak diizinkan untuk datang ke Partindo atau
menyerahkan jabatannya.

Diikuti dengan arahan pada tanggal 1 Agustus 1933, yang tidak mengizinkan dalam
adanya sebuah kegiatan Partindo dalam bentuk pertemuan di mana pun mereka
berada. Sementara Partindo masih di bagian Indonesia, dalam kegiatan pertemuan
Partindo harus paksa diberhentikan.

Kebosanan dalam Partindo dengan sebuah aktivitas-aktivitas ini membuat situasi


yakni semakin rumit. Mr. Sartono, sebagai ketua, merasa ia harus membubarkan
Partindo. Niat ini diblokir oleh beberapa rekannya di Partindo. Sayangnya, upaya
rekan-rekannya tidak lebih besar dari Tuan Determinasi. Akhirnya, Mr. Sartono telah
membubarkan Partindo pada 18 November 1939.

Meskipun beberapa anggota Partindo menentang kemauan Sartono, nyatanya


pemimpin Partindo tersebut bersikukuh dengan alasan yang dimilikinya. Di mata
Sartono, peran Partindo dalam sejarah PPKI sudah tidak lagi penting. PPKI telah
melarang partainya mengadakan rapat dan pelarangan tersebut menyinggung Partindo
sebagai organisasi mandiri. Akhirnya Partindo keluar dari bagian PPKI. Selain itu,
Mr. Sartono benar-benar merasakan Partindo gagal bertumbuh ke arah yang
diharapkan. Gerakannya tidak mengalami perkembangan yang baik. Belum lagi
pemerketatan mata-mata polisi Belanda yang terus mengintai gerakan Partindo.

Setelah dipertahankan sekuat mungkin oleh anggota-anggota dari Yogyakarta,


Semarang dan beberapa daerah lainnya yang tidak setuju, Partindo tetap dibubarkan.
Partai yang membawa paham sosio-nasionalisme dan sosio-demokrasi ini pun sudah
mengakhiri sepak terjang politiknya yang membuat pemerintah Belanda lega.
Sebelum Partindo secara resmi dibubarkan, ia telah berhasil menemukan 71 cabang di
wilayah tersebut. Selain itu, Partindo telah mengendalikan massa hingga 20.000 orang
yang sebenarnya masih memiliki potensi untuk terus tumbuh jika Partindo tidak
dibubarkan. Tercatat bahwa pada saat pembubaran, Partindo sudah memiliki 24
kandidat regional yang siap untuk memperluas anak perusahaan Partindo di peringkat
yang lebih rendah.

2. Partai Nasional Indonesia


Sejarah mengenai PNI tidak dapat dipisahkan dari sejarah Indische Partij karena dari
sanalah Ir. Soekarno mendapatkan ide mendirikan PNI. Memang, PNI bukan satu-
satunya organisasi pergerakan yang tujuannya meraih kemerdekaan Indonesia.
Namun PNI merupakan organisasi alias partai politik pertama di Hindia-Belanda yang
mengurusi politik dalam rupa partai.

PNI lahir dari hasil rapat antara Ir. Soekarno bersama beberapa rekan
seperjuangannya seperti Mr. Iskaq Tjokrodisuryo, Soedjadi, Mr. Budiarto, Mr.
Soenarjo, dan Dr. Cipto Mangunkusumo. Merekalah yang nantinya menjadi
pemimpin-pemimpin Perserikatan Nasional Indonesia atau selanjutnya berubah
menjadi Partai Nasional Indonesia (PNI) di tahun 1928. Para pendiri PNI yang
memang sebelumnya telah berpengalaman di bidang pergerakan nasional pun
otomatis tidak mendapatkan kesulitan yang berarti untuk melebarkan sayap PNI.

Dengan cepat PNI mendapatkan massa dalam jumlah luar biasa. Ir. Soekarno yang
tersohor akan kemampuan orasinya menjadi daya tarik utama partai ini. Propaganda
politik yang terus disebar oleh PNI menuai kecaman keras dari Belanda. Namun
tokoh-tokoh PNI tidak menghiraukannya

PNI lahir sebagai partai pembaharu yang membawa semangat dan harapan baru
rakyat Indonesia setelah ISDV alias PKI melakukan aksi sepihak yang menimbulkan
korban. Terlebih, ISDV ini sudah dilarang beroperasi oleh pemerintah Belanda.
Sementara itu, organisasi pergerakan nasional yang lain kurang menggigit karena
minim aksi nyata menuju Indonesia merdeka. Kiranya faktor-faktor inilah yang
membantu PNI meraih simpati khalayak hingga menetapkan markas besarnya di
Regentsweg nomor 8 kota Bandung.

PNI merupakan salah satu partai paling berpengaruh di Indonesia sejak pertama kali
berdiri tanggal 4 Juli 1927. Pada waktu itu, banyak organisasi pergerakan nasional
yang didirikan untuk menyadarkan bangsa Indonesia akan pentingnya sebuah
kemerdekaan. Salah satu organisasi tersebut adalah Perhimpunan Indonesia yang
sebelumnya bernama Indische Partij.

Perhimpunan Indonesia menjalankan kegiatannya dari negeri Belanda yang jauh


karena memang para pendirinya adalah kumpulan mahasiswa Indonesia yang
merantau untuk belajar di Belanda. Namun kerasnya niat Perhimpunan Indonesia
dalam menyebarkan semangat nasionalisme akhirnya sampai juga ke tanah air.

Majalah Indonesia Merdeka yang dimiliki oleh Perhimpunan Indonesia menginspirasi


para tokoh nasionalis di tanah air. Salah satunya yaitu Ir. Soekarno yang saat itu aktif
berdomisili di Bandung, Jawa Barat. Bapak proklamator ini memiliki ide untuk
memperpanjang pemikiran para mahasiswa Belanda agar tersampaikan kepada rakyat
Indonesia. Akhirnya Ir. Soekarno membentuk sebuah klub belajar yang kegiatannya
membahas isi Indonesia Merdeka. Klub ini dinamainya Algemeene Studie
Club(ASC).

Selain karena semangat Perhimpunan Indonesia yang inspiratif, ternyata PNI tidak
hanya berdiri atas dasar semangat kemerdekaan dari PI. Keadaan politik dan sosial
yang semrawut akibat penodaan sejarah PKI yang memberontak di tahun 1926
membuat Ir. Soekarno geregetan dan ingin segera turun tangan. Beliau merasa bahwa
Indonesia memerlukan cara baru lagi untuk memperoleh kemerdekaan sejati.

Dalam bergerak, PNI memiliki trilogi yang lahir dari pendapat Bung Karno sebagai
tumpuannya. Trilogi ini yaitu kesadaran nasional, kemauan nasional serta perbuatan
nasional. Kegunaan trilogi ini dijadikan pedoman perjuangan pergerakan PNI dalam
meraih tujuannya. Sementara itu, tujuan PNI untuk meraih kemerdekaan Indonesia
bukanlah suatu keinginan remeh.

Kemerdekaan Indonesia harus diperjuangkan serius. Karenanya, Ir. Soekarno kembali


menciptakan asas yang dijadikan landasan pergerakan PNI. Asas tersebut meliputi
tekad PNI untuk berjuang secara mandiri tanpa bantuan siapapun, menolak
bekerjasama dengan pemerintah Belanda dalam bentuk apapun dan bersikap antipati
terhadap mereka.

Berbicara mengenai partai politik, tentunya setiap partai memiliki ideologi sendiri
yang digotong. PNI membawa marhaenisme sebagai ideologi politiknya. Ideologi ini
memang belum pernah ada sebelumnya. Ir. Soekarnolah yang menciptakan
marhaenisme setelah terinspirasi dengan penderitaan seorang buruh tani di Bandung
Selatan yang hidup bahagia, tidak pernah pernah mengeluh bahkan dapat menjadi
penerang bagi orang lain meskipun dirinya sendiri sebenarnya butuh pertolongan
karena terus dijajah. Petani malang tersebut bernama Marhaen. Karenanya, aliran
politik Soekarno dinamakan Marhaenisme.

Tidak gentarnya Soekarno beserta kawan-kawannya di PNI mengundang emosi


pemerintah Belanda. Para tokoh PNI terus mempropagandakan kemerdekaan
Indonesia yang harus diraih dari hasil usaha sendiri. Pemerintah Belanda pun terpaksa
mengeluarkan surat penangkapan atas Ir. Soekarno dan beberapa petinggi PNI di
Yogyakarta di tanggal 24 Desember 1929. Namun polisi Belanda baru berhasil
menangkapnya 5 hari setelah terbitnya surat perintah tersebut.

Ir. Soekarno ditangkap bersama Soepriadinata, Maskun Sumadiredja, dan Gatot


Mangkupradja yang nantinya menjadi pembuat sejarah PETA. Mulai akhir tahun
1929 ini hingga pertengahan tahun 1930, keempat tokoh PNI ini menunggu
dihadapkannya mereka ke depan pengadilan. Yang paling menginspirasi dari tokoh
politik tersebut adalah sikap mereka di dalam penjara.

Bung Karno menunjukkan kepada orang-orang bahwa penjara bukanlah batas yang
mengurung diri dan pikiran seseorang. Ia terus bergerak aktif menelurkan ide-ide baru
mengenai kemerdekaan Indonesia. Justru pemikiran brilliannya yang mendapat
sambutan dunia karena gempar melihat karya Soekarno dihasilkan di balik jeruji besi
selama masa menunggu pengadilan.
Di dalam penjara Soekarno terus menulis dan menuangkan pikiran-pikirannya.
Penjara yang sangat sempit, pengap dan bahkan harus bersatu dengan kotorannya
sendiri yang tidak sempat disiram ternyata gagal menghentikan perjuangan Soekarno
dari balik jeruji. Di sinilah Soekarno menghasilkan naskah pidato ‘Indonesia
Menggugat’ yang terkenal itu.

Pembelaannya yang disusun dalam penjara dibacakan pula di muka pengadilan pada
bulan Agustus 1930. Betapapun banyak pihak yang bersimpati dengan Indonesia
Menggugat, Soekarno dan rekan-rekannya tetap dinyatakan bersalah dan dijebloskan
ke penjara Sukamiskin di Bandung.

Karena kehilangan sosok Soekarno sementara perjuangan harus tetap berjalan, PNI
memutuskan mengangkat pemimpin baru. Mr. Sartono didaulat menggantikan
Soekarno pada tanggal 25 April 1931 dan mengubah PNI menjadi gerakan baru
bernama Partindo. Di sisi lain, Moh. Hatta yang juga berpengaruh di PNI mendirikan
Pendidikan Nasional Indonesia atau PNI Baru di tahun yang sama.

Soekarno yang terus mengamati perkembangan luar dari penjara, beliau memilih
menorehkan sejarah Partindo bersama Mr. Sartono. Namun di tahun 1933, beliau
malah diasingkan Belanda ke Ende, pulau Flores hingga tahun 1942. Sementara itu,
Moh. Hatta dengan Syahrir juga dianggap sebagai tokoh yang berbahaya jika
dibiarkan hidup bebas di Jawa. Mereka pun diasingkan ke Bandaneira hingga tahun
yang sama seperti Ir. Soekarno.

PNI terus berkembang dan berjalan apapun yang terjadi. Hebatnya, rakyat terus
percaya dengan partai ini meskipun para pemimpinnya banyak yang dijebloskan ke
penjara atau justru dibuang jauh. Hingga pada akhirnya PNI menjadi pemenang dalam
Pemilihan Umum tahun 1955 yang membuktikan nyatanya sejarah demokrasi di
Indonesia.

Di tahun 1973, PNI menjadi payung dari 4 partai politik lainnya yang ikut Pemilu
tahun 1971. Kelima partai politik ini bernafaskan nasionalisme. Mereka pun disatukan
dengan nama Partai Demokrasi Indonesia. Seorang Soekarnois bernama Supeni yang
pernah menjabat sebagai duta besar keliling Indonesia membangkitkan kembali PNI
di tahun 1998 dan membuat PNI ikut dalam Pemilu tahun 1999.

Selanjutnya, tampuk kepemimpinan PNI kembali ke tangan keturunan Soekarno.


Rachmawati Soekarnoputri menjadi penguasa PNI yang kemudian merubah namanya
menjadi PNI-Marhaenisme. Sekarang ini, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan
(PDIP) yang dipimpin oleh Megawati Soekarnoputri dianggap sebagai jelmaan PNI
yang dulu didirikan oleh ayahnya.

3. Manifest0 1928.
Pada tahun 1908 di negeri belanda berdirilah organisasi Indische Vereenlging.
Organisasi ini didirikan oleh Sutan Kasayangan Sorlpada, R.N. Noto Suroto, R.P.
Sosrokartono, R. Husin Djayadiningrat, Notodiningrat, Sumitro Kolopaking dan dr.
Apituley.

Tujuan organisasi ini adalah memajukan kepentingan-kepentingan orang-orang yang


berasal dari Indonesia, yaitu orang-orang pribumi dan non pribumi. Pada mulanya
oraganisasi ini bersifat social budaya, namundengan berakhirnya perang dunia dan
imperialismu mereka merubah suasana semangat ke dalam bidang politik.

Nasionalisme berkembang di Eropa. Nasionalisme merupakan kesetiaan manusia


sebagai warga negara pada kepentingan bangsanya. Nasionalisme dapat diartikan
sebagai perasaan cinta terhadap tanah airnya yang di timbulkan perasaan tradisi
(sejarah, agama, bahasa, kebudayaan, pemerintahan dan tempat tinggal) dan
mempertahankan serta mengembangkan tradisi milik bersama.

Manifesto politik adalah suatu pernyataan terbuka tentang tujuan dan pandangan


seseorang atau suatu kelompok terhadap masalah negara. Pada pergerakan nasional,
Indonesia mengeluarkan pernyataan politik yang berkaitan dengan nasib dan masa
depan bangsanya.

Pada bulan Maret 1923 Majalah Hindia Poetra menyebutkan bahwa asas dari
organisasi Indonesische Vereeniging itu adalah: Mengusahakan suatu pemerintahan
untuk Indonesia, yang bertanggung jawab hanya kepada rakyat Indonesia semata-
mata, bahwa hal yang demikian itu hanya akan dapat dicapai oleh orang Indonesia
sendiri bukan pertolongan siapapun juga; bahwa segala jenis perpecahan tenaga
masalah dihindarkan, supaya tujuan itu lekas tercapai.

Sejak tahun 1923 Indonesische Vereeniging aktif berjuang bahkan mempelopori dari
jauh perjuangan kemerdekaan untuk seluruh rakyat Indonesia.
Cita-cita perhimpunan Indonesia tertuang pada empat ideologi dengan memperhatikan
masalah sosial, ekonomi dengan menempatkan kemerdekaan sebagai tujuan politik
yang dikembangkan sejak tahun 1925 berikut:
– Kesatuan Nasional: Mengesampingkan perbedaan sempit seperti yang berkaitan
dengan kedaerahan, perlu dibentuk suatu keatuan untuk melawan Belanda
– Solodaritas: Terdapat perbedaan kepentingan yang sangat mendasar antara penjajan
dengan ang dijajah.
– Non Kooperasi: Kemerdekaan bukanlah hadiah, maka hendaknya dilakukan
perjuangan sendiri tanpa mengandalkan lembaga yang ada
–  Swadaya: Perjuangan yang dilakukan harus mengandalkan kekuatan sendiri.
Dalam deklarasi ditekankim pula pokok-pokok seperti ide unity (kesatuan), equality
(kestaraan) dan liberty (kemerdekaan). Perhimpunan Indonesia percaya bahwa semua
orang di Indonesia dapat menerima dan menciptakan gerakan yang kuat dan terpadu
untuk memaksakan kemerdekaan kepada pihak Belanda. Cita-cita Perhimpunan
Indonesia yang mengandung empat pokok ideologi yang dikembangkan sejak tahun
1925 yaitu, kesatuan nasional, solidaritas, non kooperasi dan swadaya.

Munculnya berbagai kaum intelektual di Indonesia memicu bangkitnya rasa


nasionalisme yang begitu kuat. Keinginan rakyat Indonesia untuk melepaskan diri
dari belenggu dari penjajahan Belanda juga semakin kuat. Keinginan tersebut bisa
terlihat dari berbagai peristiwa yang terjadi pada masa pergerakan nasional. Peristiwa
ini memiliki peran cukup besar dalam membangkitkan semangat memerdekakan
bangsa Indonesia.

Dilansir dari buku Kamus Sejarah Indonesia (2018) karya Eko Sujatmiko, manifesto
politik 1925 merupakan pernyataan politik yang dikeluarkan oleh Perhimpunan
Indonesia di Belanda mengenai nasib dan masa depan bangsa Indonesia. Pernyataan
politik ini memiliki arti yang sangat penting bagi terwujudnya kemerdekaan
Indonesia. Manifesto Politik 1925 setidaknya mengandung empat pokok pikiran
penting, yaitu: Kesatuan nasional dengan mengesampingkan perbedaan serta
membentuk aksi melawan Belanda demi menciptakan negara kebangsaan Indonesia
yang merdeka dan bersatu.

Solidaritas yang disebebakan oleh adanya pertentangan kepentingan di antara


penjajah dan terjajah. Serta meruncingnya konflik di antara kulit putih dan sawo
matang. Non kooperasi, artinya kemerdekaan Indonesia bukanlah hadiah dari
Belanda. Tetapi harus direbut dengan menggunakan kekuatan sendiri. Swadaya
mengandalkan kekuatan sendiri dengan menciptakan struktur alternatif dalam
kehidupan nasional, politik, sosial, ekonomi, dan hukum yang sejajar dengan
administrasi kolonial.

Anda mungkin juga menyukai