Anda di halaman 1dari 5

Nasionalisme dianggap sebagai roh yang menentukan kemajuan bangsa.

Perjuangan
dari para tokoh-tokoh nasional ada satu tujuan yakni mereka ingin melihat Bangsa
Indonesia kemerdekaan, Bersatu Adil dan makmur. Nasionalisme yang mengantarkan
Indonesia pada kemerdekaan tidaklah sama dengan nasionalisme yang muncul di
Eropa. Nasionalisme Indonesia merupakan perwujudan keinginan bangsa Indonesia
untuk menjadi negara yang merdeka, dibungkus perasaan senasib sepenanggungan
sebagai bangsa tertindas. Bung Karno menyebut nasionalisme Indonesia sebagai
nasionalisme Timur yang berbeda dengan nasionalisme Barat.

Nasionalisme Barat merupakan Hasil (Pdoduk} dari masyarakat peralihan, dari


agraris ke industri. Sebagai negara industri baru, mereka membutuhkan keberdaan dan
penyedian serta pengadaan untuk mendukung kepentingan nasional. Oleh sebab itu,
penjajahan menjadi metode yang dipilih oleh bangsa Eropa. Ratusan tahun Indonesia
dibelenggu penjajahan.

Ada berbagai macam organisasi di zaman penjajahan dahulu yang disebut


dengan organisasi pergerakan nasional. Organisasi tersebut dibentuk sebagai sarana
perjuangan bangsa Indonesia untuk terlepas dari belenggu penjajahan.
Terdapat beberapa organisasi pergerakan yang berkembang di Indonesia. Organisasi
tersebut bergerak tidak hanya di bidang politik saja, tetapi juga di bidang pendidikan
dan bidang-bidang lainnya.

1. Budi Utomo
Organisasi ini berawal dari gerakan dr. Wahidin Soedirohoesodo yang berkeliling
Jawa untuk melakukan sosialisasi terkait pentingnya pendidikan. Selain melakukan
sosialisasi terkait pendidikan, terdapat pula dana pendidikan untuk mereka yang
kurang mampu. Di mana dana pendidikan tersebut disebut dengan Studie Fond. ada
tahun 1907, terjadi pertemuan antara dr. Wahidin Soedirohoesodo dengan Soetomo,
yaitu seorang mahasiswa STOVIA.

Soetomo tertarik dengan gagasan dr. Wahidin Soedirohoesodo, kemudian mendirikan


organisasi Budi Utomo pada tanggal 20 Mei 1908. Organisasi inilah yang merupakan
organisasi pertama yang didirikan oleh bangsa Indonesia dan beranggotakan
mahasiswa STOVIA. Berdirinya organisasi Budi Utomo ini merupakan sebuah
tonggak awal kebangkitan nasional, sehingga hari lahirnya Budi Utomo ditetapkan
sebagai Hari Kebangkitan Nasional.

Organisasi Budi Utomo artinya usaha mulia. Pada mulanya Budi Utomo bukanlah
sebuah partai politik. Tujuan utamanya adalah kemajuan bagi Hindia Belanda. Hal ini
terlihat dari tujuan yang hendak dicapai yaitu perbaikan pelajaran di sekolah-sekolah,
mendirikan badan wakaf yang mengumpulkan tunjangan untuk kepentingan belanja
anak-anak bersekolah, membuka sekolah pertanian, memajukan teknik dan industri,
menghidupkan kembali seni dan kebudayaan bumi putera, dan menjunjung tinggi
cita-cita kemanusiaan dalam rangka mencapai kehidupan rakyat yang layak.

Kongres Budi Utomo yang pertama berlangsung di Yogyakarta pada tanggal 3


Oktober samapai dengan tanggal 5 Oktober 1908. Kongres ini dihadiri beberapa
cabang yaitu Bogor, Bandung, Yogya I, Yogya II, Magelang, Surabaya, dan Batavia.
Dalam kongres yang pertama berhasil diputuskan beberapa hal berikut.
1. Membatasi jangkauan geraknya kepada penduduk Jawa dan Madura.
2. Tidak melibatkan diri dalam politik.
3. Bidang kegiatan adalah bidang pendidikan dan budaya.
4. Menyusun pengurus besar organisasi yang diketuai oleh R.T. Tirtokusumo.
5. Merumuskan tujuan utama Budi Utomo yaitu kemajuan yang selaras untuk negara
dan bangsa.

Terpilihnya R.T. Tirtokusumo yang seorang bupati sebagai ketua rupanya


dimaksudkan agar lebih memberikan kekuatan pada Budi Utomo. Kedudukan bupati
memberi dampak positif dalam rangka menggalang dana dan keanggotaan dari Budi
Utomo. 

Dalam perkembangannya, di tubuh Budi Utomo muncul dua aliran berikut:


1. Pihak kanan, berkehendak supaya keanggotaan dibatasi pada golongan terpelajar
saja, tidak bergerak dalam lapangan politik dan hanya membatasi pada pelajaran
sekolah saja.

2. Pihak kiri, yang jumlahnya lebih kecil terdiri dari kaum muda berkeinginan ke arah
gerakan kebangsaan yang demokratis, lebih memerhatikan nasib rakyat yang
menderita.

Adanya dua aliran dalam tubuh Budi Utomo menyebabkan terjadinya perpecahan. Dr.
Cipto Mangunkusumo yang mewakili kaum muda keluar dari keanggotaan. Akibatnya
gerak Budi Utomo semakin lamban. Berikut ini ada beberapa faktor yang
menyebabkan semakin lambannya Budi Utomo.

Berikut ini ada beberapa faktor yang menyebabkan semakin lambannya Budi
Utomo:
1. Budi Utomo cenderung memajukan pendidikan untuk kalangan priyayi daripada
penduduk umumnya.
2. Lebih mementingkan pemerintah kolonial Belanda dari pada kepentingan rakyat
Indonesia.
3. Menonjolnya kaum priyayi yang lebih mengutamakan jabatan menyebabkan kaum
terpelajar tersisih.

Ketika meletus Perang Dunia I tahun 1914, Budi Utomo mulai terjun dalam bidang
politik. Berikut ini beberapa bentuk peran politik Budi Utomo.

Melancarkan isu pentingnya pertahanan sendiri dari serangan bangsa lain.


Menyokong gagasan wajib militer pribumi.
Mengirimkan komite Indie Weerbaar ke Belanda untuk pertahanan Hindia.
Ikut duduk dalam Volksraad (Dewan Rakyat).
Membentuk Komite Nasional untuk menghadapi pemilihan anggota volksraad.

Budi Utomo mampu menerbitkan majalah bulanan Goeroe Desa yang memiliki kiprah
masih terbatas di kalangan penduduk pribumi. Sejalan dengan kemerosotan aktivitas
dan dukungan pribumi pada Budi Utomo, maka pada tahun 1935 Budi Utomo
mengadakan fusi ke dalam Partai Indonesia Raya (Parindra). Sejak itu BU terus
mengalami kemerosotan dan mundur dari arena politik
Organisasi Sarekat Islam
Pada mulanya Sarekat Islam adalah sebuah perkumpulan para pedagang yang
bernama Sarekat Dagang Islam (SDI). Pada tahun 1911, SDI didirikan di kota Solo
oleh H. Samanhudi sebagai suatu koperasi pedagang batik Jawa. Garis yang diambil
oleh SDI adalah kooperasi, dengan tujuan memajukan perdagangan Indonesia di
bawah panji-panji Islam. Keanggotaan SDI masih terbatas pada ruang lingkup
pedagang, maka tidak memiliki anggota yang cukup banyak. Oleh karena itu agar
memiliki anggota yang banyak dan luas ruang lingkupnya, maka pada tanggal 18
September 1912, SDI diubah menjadi SI (Sarekat Islam). Organisasi ini awalnya
dibentuk untuk melindungi para pengusaha lokal agar dapat bersaing dengan
pengusaha non lokal yang memonopoli perdagangan batik.

SDI kemudian diubah nama menjadi Sarekat Islam (SI) pada tahun 1912 yang
diketuai oleh H.O.S. Tjokroaminoto. Setelah menjadi SI, keanggotaan SI menjadi
semakin besar karena semua orang diperbolehkan untuk ikut dalam organisasi ini jika
beragama Islam.

Organisasi Sarekat Islam (SI) didirikan oleh beberapa tokoh SDI seperti H.O.S
Cokroaminoto, Abdul Muis, dan H. Agus Salim. Sarekat Islam berkembang pesat
karena bermotivasi agama Islam. Latar belakang ekonomi berdirinya Sarekat Islam
adalah:

perlawanan terhadap para pedagang perantara (penyalur) oleh orang Cina,


isyarat pada umat Islam bahwa telah tiba waktunya untuk menunjukkan kekuatannya,
dan
membuat front melawan semua penghinaan terhadap rakyat bumi putera.

Tujuan yang ingin dicapai sesuai dengan anggaran dasarnya adalah:


 mengembangkan jiwa berdagang,
memberi bantuan kepada anggotanya yang mengalami kesukaran,
memajukan pengajaran dan semua yang mempercepat naiknya derajat bumi putera,
menentang pendapat-pendapat yang keliru tentang agama Islam,
tidak bergerak dalam bidang politik, dan
menggalang persatuan umat Islam hingga saling tolong menolong.

Kecepatan tumbuhnya SI bagaikan meteor dan meluas secara horizontal. SI


merupakan organisasi massa pertama di Indonesia. Antara tahun 1917 sampai dengan
1920 sangat terasa pengaruhnya di dalam politik Indonesia. Untuk menyebarkan
propaganda perjuangannya, Sarekat Islam menerbitkan surat kabar yang bernama
Utusan Hindia.

Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan


Gubernur Jenderal Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadan hukum. Jawaban
dari Idenburg pada tanggal 29 Maret 1913, yaitu SI di bawah pimpinan H.O.S
Cokroaminoto tidak diberi badan hukum. Ironisnya yang mendapat pengakuan
pemerintah kolonial Belanda (Gubernur Jenderal Idenburg) justru cabang-cabang SI
yang ada di daerah.
Ini suatu taktik pemerintah kolonial Belanda dalam memecah belah persatuan SI.
Bayangan perpecahan muncul dari pandangan yang berbeda antara H.O.S
Cokroaminoto dengan Semaun mengenai kapitalisme. Menurut Semaun yang
memiliki pandangan sosialis, bergandeng dengan kapitalis adalah haram. Dalam
kongres SI yang dilaksanakan tahun 1921, ditetapkan adanya disiplin partai rangkap
anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota organisasi lain
terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua yaitu SI Putih dan
SI Merah.

1. SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S.
Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
2. SI Merah, yang berhaluan sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang
berpusat di Semarang.

Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam
(PSI). Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama menjadi Sarekat
Rakyat (SR) yang merupakan pendukung kuat Partai Komunis Indonesia (PKI).

Indische Partij (IP)


IP didirikan pada tanggal 25 Desember 1912 di Bandung oleh tokoh Tiga Serangkai,
yaitu E.F.E Douwes Dekker, Dr. Cipto Mangunkusumo, dan Suwardi Suryaningrat.
Pendirian IP ini dimaksudkan untuk mengganti Indische Bond yang merupakan
organisasi orang-orang Indo dan Eropa di Indonesia. Hal ini disebabkan adanya
keganjilan-keganjilan yang terjadi (diskriminasi) khususnya antara keturunan Belanda
totok dengan orang Belanda campuran (Indo). IP sebagai organisasi campuran
menginginkan adanya kerja sama orang Indo dan bumi putera. Hal ini disadari benar
karena jumlah orang Indo sangat sedikit, maka diperlukan kerja sama dengan orang
bumi putera agar kedudukan organisasinya makin bertambah kuat.

Di samping itu juga disadari betapa pun baiknya usaha yang dibangun oleh orang
Indo, tidak akan mendapat tanggapan rakyat tanpa adanya bantuan orang-orang bumi
putera. Perlu diketahui bahwa E.F.E Douwes Dekker dilahirkan dari keturunan
campuran, ayah Belanda, ibu seorang Indo. Indische Partij merupakan satu-satunya
organisasi pergerakan yang secara terang-terangan bergerak di bidang politik dan
ingin mencapai Indonesia merdeka.

Tujuan Indische Partij adalah untuk membangunkan patriotisme semua indiers


terhadap tanah air. IP menggunakan media majalah Het Tijdschrifc dan surat kabar
‘De Expres’ pimpinan E.F.E Douwes Dekker sebagai sarana untuk membangkitkan
rasa kebangsaan dan cinta tanah air Indonesia. Tujuan dari partai ini benar-benar
revolusioner karena mau mendobrak kenyataan politik rasial yang dilakukan
pemerintah kolonial. Tindakan ini terlihat nyata pada tahun 1913. Saat itu pemerintah
Belanda akan mengadakan peringatan 100 tahun bebasnya Belanda dari tangan
Napoleon Bonaparte (Prancis). Perayaan ini direncanakan diperingati juga oleh
pemerintah Hindia Belanda.

Adalah suatu yang kurang pas di mana suatu negara penjajah melakukan upacara
peringatan pembebasan dari penjajah pada suatu bangsa yang dia sebagai
penjajahnya. Hal yang ironis ini mendatangkan cemoohan termasuk dari para
pemimpin Indische Partij. R.M. Suwardi Suryaningrat menulis artikel bernada
sarkastis yang berjudul ‘Als ik een Nederlander was’, Andaikan aku seorang Belanda.
Akibat dari tulisan itu R.M. Suwardi Suryaningrat ditangkap.

Menyusul sarkasme dari Dr. Cipto Mangunkusumo yang dimuat dalam De Express
tanggal 26 Juli 1913 yang diberi judul Kracht of Vrees?, berisi tentang kekhawatiran,
kekuatan, dan ketakutan. Dr. Tjipto pun ditangkap, yang membuat rekan dalam Tiga
Serangkai, E.F.E. Douwes Dekker turut mengkritik dalam tulisannya di De Express
tanggal 5 Agustus 1913 yang berjudul Onze Helden: Tjipto Mangoenkoesoemo en
Soewardi Soerjaningrat, Pahlawan kita: Tjipto Mangoenkoesoemo dan Soewardi
Soerjaningrat. Kecaman-kecaman yang menentang pemerintah Belanda menyebabkan
ketiga tokoh dari Indische Partij ditangkap. Pada tahun 1913 mereka diasingkan ke
Belanda.

Namun pada tahun 1914 Cipto Mangunkusumo dikembalikan ke Indonesia karena


sakit. Sedangkan Suwardi Suryaningrat dan E.F.E. Douwes Dekker baru kembali ke
Indonesia pada tahun 1919. Suwardi Suryaningrat terjun dalam dunia pendidikan,
dikenal sebagai Ki Hajar Dewantara, mendirikan perguruan Taman Siswa. E.F.E
Douwes Dekker juga mengabdikan diri dalam dunia pendidikan dan mendirikan
yayasan pendidikan Ksatrian Institute di Sukabumi pada tahun 1940. Dalam
perkembangannya, E.F.E Douwes Dekker ditangkap lagi dan dibuang ke Suriname,
Amerika Latin.

Anda mungkin juga menyukai