Anda di halaman 1dari 46

Pengantar Sejarah Indonesia Baru: 1500-1900

Dari Emporium Hingga Imperium


Diajukan Pada Diskusi Kelas Mata Kuliah : Sejarah Sosial Intelektual Islam di Indonesia
(SSIII I)

Dosen Pengampu : Agus Permana, M.Ag

Disusun oleh:

Kelas SPI VI B

Insan Bagus Raharja 1175010063

JURUSAN SEJARAH PERADABAN ISLAM

FAKULTAS ADAB DAN HUMANIORA

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI

SUNAN GUNUNG DJATI

BANDUNG

2020
Kata Pengantar

2
Daftar Isi

Contents
Kata Pengantar............................................................................................................................................2
Daftar Isi......................................................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................................................4
A. Latar Belakang.................................................................................................................................4
B. Rumusan Masalah...........................................................................................................................5
C. Tujuan Masalah...............................................................................................................................5
D. Metode Penulisan............................................................................................................................5
BAB II KAJIAN ISI BUKU................................................................................................................................7
A. Ulasan Buku Secara Umum..............................................................................................................7
B. Gambaran Buku Secara Umum............................................................................................................7
BAB III PENUTUP........................................................................................................................................44
Daftar Pustaka...........................................................................................................................................45

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Sartono Kartodirdjo bisa dibilang salah satu tokoh besar dalam bidang penulisan sejarah
Indonesia. Berbagai macam karyanya telah diterbitkan baik itu yang berbentuk buku maupun
artikel yang kemudian dijadikan referensi mengenai penulisan sejarah Indonesia itu sendiri.
Diantara karya karyanya ialah sejarah pergerakan nasional, pendekatan ilmu sosial dalam
metodelogi sejarah maupun bukunya mengenai pemberontakan petani Banten. Sartono
sendiri dikenal sebagai sejarawan yang mempunyai pandangan luas dan juga dikenal sebagai
pembaharu dan peletak bagi kajian sejarah kritis1 dari berbagai karya Sartono ini pula dapat
kita ketahui bahwa sejarah itu bisa dilihat dari berbagai sisi bukan hanya dari sisi peristiwa
masa lalunya saja.

Dari sekian banyak buku yang telah diterbitkan, mungkin kita mesti melihat kembali
suatu buku karya Sartono Kartodirdjo yaitu , Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500 –
1900 Dari Emporium Sampai Imperium. Didalamnya dibahas mengenai sejarah Indonesia
yang sedemikian dinamis dan kritis. Kekritisannya pula ia tunjukan daripada pengambilan
sumber sumbernya, yang diambil sebagain besar dari sumber sumber dari Belanda. Hal ini
didasarkan pada ketebatasan sumber di Indonesia sendiri dan pengkajian pengkajian
mengenai sejarah Indonesia sendiri kebanyakan dilakukan oleh pihak Belanda, terlepas
daripada penjajahan yang dilakukan, Indonesia telah tertinggal beberapa langkah dari
Belanda dalam pengkajian Sejarah Indonesia sendiri oleh kerenannya melalui karya karyanya
Sartono Kartodirdjo acapkali bergumul dengan persoalan persoalan yang dihadapi bangsanya
. Hal ini dilakukan demi kecintaannya terhadap tanah air dan menggelorakan semangat
2

patriotism lewat kajian sejarah yang kritis, dan tak lupa guna menambah khazah historiografi
Indonesia

1
Sartono Kartodirdjo. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500 – 1900 Dari Emporium Sampai Imperium.
Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2014
2
Sartono Kartodirdjo. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500 – 1900 Dari Emporium Sampai Imperium.
Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2014

4
Bebicara mengenai Patriotisme , Sartono menghadirkan suatu karya guna
menggambarkan kembali Indonesia pada zaman dahulu kala. Lewat kejayaan di bidang
perdagangan dan juga kejayaan daripada kerajaan kerajaan yang pernah berdiri di Indonesia.
Dimulai dari jalur dagang yang dikuasai oleh Sriwijaya sampai dengan konflik dengan VOC.
Sartono mencoba merekam kembali perjuangan dan juga kemansyuran daripadan kerajaan
kerajaan serta jalur dagang yang dikuasainnya. Tak jarang dari perebutan pengaruh daripada
jalur dagang ini melahirkan suatu konflik yang acapkali melahirkan peperangan. Namun
Indonesia tetaplah Indonesia, terlepas dari usaha peristiwa peristiwa yang terjadi di masa lalu
dan segala proses rekontruksinya Indonesia dari dulu hingga kini adalah yang ramai jadi
perebutan dan juga rentan terjadinya konflik. Konflik konflik yang terjadi di masa lampau
mungkin bisa menjadi gambaran bagi kita untuk melangkah ke depan.

B. Rumusan Masalah

 Faktor apa saja yang melatarbelakangi majunya perdagangan di Indonesia?


 Kerajaan apa saja yang berkuasa terhadap jalur perdagangan?
 Bagaimana sebab dan akibat yang ditimbulkan daripada perdagangan yang terjadi di
Indonesia ?

C. Tujuan Masalah

 Mengetahui lalu lintas dagang dan masa terjadinya perdagangan internasional di


Indonesia
 Mengetahui kerajaan kerajaan yang berkuasa terhadap perdagangan di Indonesia
 Mengetahui sebab dan akibat daripada perdagangan yang terjadi di Indonesia

D. Metode Penulisan

Pada penulisannya Sartono, menggunakan metode sejarah total ataupun suatu metode
sejarah yang memandang perkembangan masyarakat sebagai suatu kesatuan 3 dengan artian
bahwa penulisan sejarah Indonesia itu memiliki keterkaitan masing masing tidak terbatas
dengan budaya maupun dari daerahnya masing masing. Dalam penulisannya juga , konsep
3
Sartono Kartodirdjo. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500 – 1900 Dari Emporium Sampai Imperium.
Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2014

5
mengenai sejarah total ini tidak meyakini bahwa kesatuan itu atau hubungan keterkaitan itu
aka nada sepanjang masa , justru karena anggapan itulah penulisan ini dapat dijadikan ukuran
dalam menetukan seberapa jauh telah tercapai perkembangan perkembangan dari fase fase
tertentu dalam sejarah . adapun konsep dasar daripada sejarah total itu ialah konsepn bahwa
interaksi antar satu unsur dengan unsur yang lain ataupun terjadinya proses timbale balik
antar segenap lapisan/dimensi masyarakat yang dapat mewujudkan kesatuan itu. Berangkat
dari konsep itulah kemudian Sartono menyajikan karyanya dalam bentuk total dengan artian
sejarah Indonesia sendiri disatukan oleh interaksi interaksi atas segala elemen masyarkat di
Indonesia baik itu dari golongan pribumi maupun dari golongan bangsa lain.

6
BAB II
KAJIAN ISI BUKU
A. Ulasan Buku Secara Umum

 Judul Buku

Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500 – 1900 Dari Emporium Sampai Imperium

 Biografi Penulis

Sartono Kartodirdjo lahir di Wonogiri 15 Februari 1921, ia adalah Guru Besar Ilmu Sejarah
di Universitas Gadjah Mada dan Anggota Dewan Riset Nasional. Tamat dari Jurusan Sejarah
Indonesia tahun 1956, ia melanjutkan gelar M.A. dari Yale University, AS di bawah bimbingan
Prof H.J Benda. Pada tahun 1966 ia meraih gelar doktor dari Universiteit Amsterdam dengan
promoter Prof.W.F. Wertheim dari Departemen of Sociology and Modern History of Southeast
Asia, Universiteit Amsterdam. Tesis yang berjudul The Peasant’s Revolt of Bantam in 188
berhasil dipertahankan dengan predikat cum laude. 4

 Cetakan, Tahun Terbit dan Jumlah Halaman

Pertama kali di terbitkan oleh Gramedia pada tahun 1987, lalu diterbitkan kembali oleh
Penerbit Ombak pada tahun 2020 cetakan ke IV, yang berjumlah 472 halaman

B. Gambaran Buku Secara Umum

A. PELAYARAN DAN PERDAGANGAN SEBELUM TAHUN 1500

a) Sistem lalu lintas

Sejak zaman kuno nusantara memang merupakan tempat persilangan jaringan lintas laut
yang menghubungkan benua timur dengan benua barat. Oleh sebab itu letak Indonesia bisa
dikatakan sangat strategis. Di kepulauan nusantara sendiri dalam hal pelayaran menggunakan
sistem angin.

b) Sriwijaya dan Desintregasinya

4
Sartono Kartodirdjo. Pengantar Sejarah Indonesia Baru : 1500 – 1900 Dari Emporium Sampai Imperium.
Yogyakarta : Penerbit Ombak, 2014. hlm 471

7
Selama beberapa abad Sriwijaya menjadi pusat segala kegiatandi nusantara bagian barat,
baik sebagai pelabuhan, sebagai pusat perdagangan, dan juga yang mengusai pelayaran. Jadi
tidak heran apabila di sriwijaya banyak para pendatang, misalnya yang dating dari Arab Parsi
dan Cina, baik yang hanya singgah saja maupun yang melakukan perdagangan.

c) Pusat Perdagangan Abad XV

Pada awalnya fungsi emporium telah d jalankan oleh sriwujaya sampai dengan abad XIII,
tetapi setelah kemerosotan sriwijaya, sriwijaya pun terpecah kepada beberapa wilayah seperto
Pidie dan Samudra-Pasai. Pada awal abad XVI yang menguasainya seperti kerajaan Aceh,
Lamuri, Arkat, Rupat, Siak, Kampar Tongkal, Indragiri serta Klang, Bernas dan Perak di pantai
barat Semenanjung Malaya.

d) Sistem Pelayaran

Sistem pelayaran yang di pakai masih menggunakan sistem angin, seperti angin, seperti
siklus musim panas dan dingin yang terjadi di daratan asia, misalnya di nusantara sendiri adanya
angin musim barat dan musim timur, musim barat di Indonesia sendiri yaitu musim hujan dan
musim timur adalah musim kemarau.

e) Pusat-Pusat Perdagangan Daerah


f) Malaka
g) Kedudukan Padang
h) Struktur Kekuasaan
i) Perdagangan di Malaka
j) Tuban
k) Masa transisi dan Proses Islamisasi

Pada masa ini penyelenggaraan perkpalan seperti pelayaran dan perdagangan sangat mudah
membuat kota-kota yang ada di pelabuhan untuk melakukan dengan pihak luar, sehingga lama
kelamaan proses percampuranpun terjadi, misalnya percampuran adat kebiasaan dan semakin
kesini semakin berkembang pula agama islam, agama islam muncul dan berkembang di bawa
oleh bangsa arab yang berdagang ke Indonesia, semakin lam-kelamaan agama islam berkembang
di kota-kota pelabuhan, kenyataan tersebut bisa di lihat dari adanya wali sanga di Jawa.

B. PERKEMBANGAN KERAJAAN-KERAJAAN ISLAM ABAD XVI

a) Kerajaan Demak

Pendiri kerajaan Demak ialah Raden Patah, seorang putra raja majapahit dan istri cina yang
di hadiahkan kepada Raja Palembang. Salah satu tokoh yang menyebutkan demak dalam sejarah
yaitu Tom Pires, dia menyebutkan Pate Rodin sebagai raja ke 3 Demak, sedangkan menurut
Serat Kandha raja ke 3 kerajaan demak ialah pangeran Sebrang Lord dan menurut tradisi jawa

8
barat Sumangsang lah raja ke 3 kerajaan Demak.Ekspansi Demak ke Jawa Barat di mulai dengan
ekspedisi Syeh Nurullah atau yang kemudian di kenal dengan Sunan Gunung Jati, yang berhasil
berturut-turut mendirikan kerajaan di Cirebon dan Banten. Bersamaan dengan ekspansi itu
terjadilah proses islamisasi daerah-daerah tersebut serta pengembangan kebudayaan jawa. Selain
melakukan ekspansi ke daerah jawa demak juga melakukan ekspansi ke beberapa wilayah
diantaranya Banyumas dan Bagelan, selain tempat tersebut demak juga melakukan ekspansi ke
kejaraan majapahit yaitu pada tahun 1527 dan pada tahun ini pula tuban berhasil di taklukan oleh
Demak.

b) Kerajaan Cirebon

Menurut tradisi seperti tertera dalam historiografi tradisional pendiri kerajaan Cirebon ialah
Sunan Gunung Jati sedangkan dalam sejarah Banten namanya ialah Faletehan atau Tagaril. Pada
awal abad XVI Cirebon telah mempunyai perdangan yang ramai dan hubungan yang erat dengan
Malaka, itu terbukti dariketerangan Piresyang menyebutkan nama syah bandar koloni Cirebon di
Upih Malaka, ialah Pate Kadir.

c) Kerajaan Banten

Pada awal abad XVI di jawa barat terdapat pusat kekuasaan yang berkedudukan di pakuan
ato yang seperti d beritakan oleh potugis, Dayo sebagai ibu kota Pajajaran. Menurut historiografi
Banten, Hasanudin dianggap sebagai pendiri kerajaan Banten. Dia menikah dengan seorang putri
demak, ialah putri ultan Trenggana, menurut dugaan perkawinan itu terjadi pada tahun 1552.
Ekspansi Banten di bawah pimpinan Sultan Hasanudin juga di kenal dalam tradisi rakyat banten
sebagai pangeran saka kingking, kemudian mencapai Lampung yang juga penting peranannya
sebagai penghasil lada.

d) Peranan Para Sufi

Suatu faktor yang turut mendorong. Proses islamsisasi di Indonesia ialah aliran sufisme atau
mistik yang melembaga dalam tarekat-tarwekat erta kesastraan suluk di jawa. Beberapa wali,
antara lain Sunan Bonang, Sunan Panggung, dah Syeh Siti Jenar, mencampur ajaran islam
dengan mistik, sehingga timbul suatu sinkritisme. Kalau pada tahap awal proses Islamisasi
agama Islam adalah fenomenon kota, kemudian lewat sufisme dan tarekatnya penyebaran
meliputi daerah pedesaan juga. Contoh jenis tarekat-tarekat yang ada dan tersebar luas di
Sumatra dan Jawa misalnya tarekat Kadiriyah, Naksabandiyah, Syatariah. Salah satu ulama atau
tokoh yang paling berpengaruh pada awal abad XVII ialah Syamsudin dari pasai

e) Kedatangan Bangsa Portugis dan Perlawanan Terhadapnya

Kedatangan bangsa portugis sebai seorang Peranggi tidak dapat di pandang terlepas dari
konteks perkembangan sistem dunia yang semakin meluas sebagai akibat ekspansi Barat
berakhir abad XV. Hubungan antara raja-raja Nusantara dengan Portugis itu d tandai pada

9
umumnya oleh sikap bermusuhan. Peta politik abad XVI menampilkan kerajaan-kerajaan islam
muda dan hubungan hungan antara mereka yang sering kali merupakan aliansi dalam
menghadapi penetrasi portugis. Kehadiran portugis mengganggu hagemoni yang muncul d kota-
kota pelabuhan, terutama sumber ekonominya yang ada d daerah pelabuhan itu jatuh. Baru pada
abad XVII mulai muncul kerajaan-kerajaan yang berhasil memusatkan kekuasaan serta
mengintegrasikan wilayah yang cukup luas, antara lain Aceh dan mataram. Kontak portugis
dengan Pasai, Pedir, dan Baros terjadi karena perdagangan untuk memperoleh lada dan emas.
Sedangkan politik bersahabat Portugis dengan Pasai antara lain karena hasil ladanya .Di wilayah
sekitar Selat Malaka perkembangan politik dalam abad XVI dipengaruhi oleh kehadiran portugis
sebagai faktor dan ekonomis.

f) Perlawanan terhadap Bangsa Portugis di Maluku

Diantara kerajaan-kerajaan di maluku yang menonjol ialah Ternate, Tidore, Jilolo dan Bacan.
Mengenai hubungan antara kerajaan-kerajaan itu sejak kuno ada polarisasi yaitu kelompok
ulilima dan ulisiwa. Yang pertama ada d bawah Ternate, sedangkan yang kedua d bawah Tidore.
Faktor agama juga memperkeruh persetuan mereka, kita ketahui bahwa ternate sudah menjadi
kerajaan islam sejak abad XV. Sementara itu Tidore dengan ulisiwanya tida memeluk islam. Nah
faktor agama ini juga menentukan corak hubungan dengan Portugis. Campur tangan Portugis
dalam soal-soal intern membawa mereka terlibat dalam pertikaian politik anatar kerajaan, pada
umumnya lebih banyak merugikan daripada yang menguntungkan. Lagi pula kecurigaan dan
kebencian rakyat terhadap portugis semakin menjadi-jadi dan pada tanggal 27 Mei 1531 para
pemberontak melancarkan serangan dan membunuh panglima portugis.

g) Struktur Kekuasaan

Pada abad XV dan XIV banyak kerajaan-kerajaan yang bercorak islam kerajaan-kerajaan
yangbercorak islam rata-rata berada d daerah pantai atau pelabuhan sedangkan kerajaan-kerajaan
yang berada d daerah pedalaman biasanya masih bersifat hindu. Sedangkan kerajaan-kerajaan
islam yang ada di daerah Maluku dan Sulawesi Selatan muncul pada abad XVI. Sementara itu
juga masih terdapat kerajaan-kerajaan yang bereksistensi sistem tradisional-pra-islam.
Apabila kita melihat prinsip kekuasaan yang menjadi dasarkedudukan raja, maka kita menjumpai
kerajaan dengan sistem teribalisme dan patriomonalisme sampai dengan sistem despotisme.
Kekuasaan raja sering berssumber pada soal keturunan, maka sililah raja berfungsi sebagai dasar
legitimasi otoritasnya.

h) Hirarki dalam Kerajaan

Raja yang berkedudukan sebagai penguasa tertinggi (wisesa) di bantu oleh seorang (maha)
mantri atau patih. Bersama dengan panglima, bendahara, dan muhibir mereka berempat
merupakan empat tiang yang mendukung raja. Dengan perkembangan politik yang berkembang
sistem politik yang berjalan bersama-sama dengan perluasan wilayah, maka struktur wilayah dan
hirarkinya menjadi lebih kompleks seperti halnya dengan struktur kerajaan Aceh yang tercantum

10
dalam Adat Mahkota Alam. Pada umumnya. Struktur hirarki dalam kerajaan-kerajaan melayu
menunjukan pola yang sama, hanya ada perbedaan nama sebutan pejabat, atau ada kalanya
timbul penyimpangan-penyimpnagan karena perkembangan sejarahnya.

i) Masa Transisi dan Integrasi

Kalau pada masa ini di sekitar selat malaka kehadiran bangsa portugis merupakan faktor
yang turut menentukan percaturan politik, di daerah Maluku, kedudukan bangsa portugis dan
spanyol sangat rapuh, maka sebagai faktor politik hanya dapat mengganggu tetapi tidak
menentukan.

C. PERLUASAN KEKUASAAN ACEH – MATARAM – MAKASSAR (1600 – 1700)

a) Perkembangan pedagangan sekitar tahun 1600

Dengan bangsa portugis bercokol kokoh dimalaka dan berhasil menggagalkan semua
serangan dari johor, aceh, dan jawa. Peranan ,malaka selakupusat perdagangan pulih kembali
akan tetapi hanya sebagian, oleh karena pedagang muslimin berusaha menghindarinya. Oleh
karena itu, aceh disatu pihak dan banten di lain pihak muncul untuk menggantikan peranan
sebagai pusat perdagangan. Kecenderungan ini diperkuat oleh pasaran produk baru yang semakin
banyak permintaannya yaitu lada. Dalam abad ke XVII perdagangan lada akan memegang
peranan utama serta menjadi faktor penentu penggeseran pusat perdagangan serta perubahan
perbandingan kekuasaan di Indonesia bagian barat.Sejak jatuhnya malaka pada tahun 1511 ke
tangan portugis, aceh berusaha menarik perdagangan internasional dan antar kepulauan
nusantara. Salah satu jalan menghancurkan malaka dan johor adalah mencoba menguasai
pelabuhan-pelabuhan pengekspor lada dan pelabuhan transito. Jambi adalah pelabuhan
pengekspor lada yang banyak dihasilkan di daerah pedalaman seperti di minangkabau dll, salah
satu ketergantungan jambi ialah raja pagarruyung yang berkuasa di minangkabau sebagai
penghasil lada.

b) Kedatangan belanda dan kegiatan VOC

Pada bulan maret 1602 disahkan oleh staten-generaal republik kesatuan Tujuh Provinsi
berdasarkan suatu piagam yang member hak eksklusif kepada perseroan untuk berdagang,
berlayar dan memegang kekuasaan dikawasan antara tanjung harapan dan kepulauan salomon.
Pimpinan perseroan Vereenidge Oost Indische Compaqnie terdiri atas tujuh belas anggota yang
disebut heeren zeventien. Tujuan VOC untuk menguasai perdagangan di Indonesia dengan
sendirinya membangkitkan perlawanan pedagang pribumi yang merasa langsung terancam
kepentingannya. Meskipun banyak tantangan, belanda berhasil mendirikan faktorai di Aceh
(1601), Patani (1601), Gresik (1602), johor (1603).

c) Politik perdagangan VOC

11
Waktu VOC mulai kegiatannya di Indonesia dihadapinya suatu dunia perdagangan
internasional dengan sistem terbuka. Dalam menghadapi sistem itu maka VOC dalam usahanya
menguasai perdagangan rempah-rempah, menduduki kedua baris itu, Maluku dahulu malaka
kemudian dan juga ditemukan alternatif pengganti malaka yaitu Batavia. Dari semula VOC
kesusahan dalam usahanya menerobos sistem perdagangan yang berlaku, dengan kontrak-
kontrak hendak diperoleh monopoli namun selama tidak ada dukungan kekuatan politik, tidak
dapat berjalan pelaksanaannya. Dikalangan VOC sendiri banyak yang menentang penggunaan
kekerasan. Politik monopoli VOC ternyata tidak menjamin adanya keuntungan yang besar,
sebaliknya kondisi perdagangan di eropa pada periode awal VOC beroperasi terbukti
menunjukan pasaran rempah-rempah yang membanjir sehingga merosotkan harga penjualan
disana. Kemudian kira-kira pada pertengahan abad XVII plotik VOC di banda mengakibatkan
kemerosotan produksi rempah-rempah sehingga sangat menyusut volume perdagangannya.

d) Peranan pedagang cina

Dalam sistem perdagangan terbuka pada abad XVI peranan pedagang Indonesia dan
pedagang asia bersifat komplementer yaitu dimana saling bertalian erat dengan saling
ketergantungan antara perdagangan rempah-rempah, bahan makanan dan komoditi lainnya.
Meskipun perdagangan cina sebagian besar menuju ke Manila tetapi peranannya di Indonesia
pada masa itu cukup menonjol. Pengaruh cina di banten cukup besar oleh karena ada diantaranya
yang menduduki jabatan resmi dalam kerajaan dalam administrasi, pemegang pembukuan
perbendaharaan raja, tukang timbang, juru bahasa dan sebagainya. Selain itu perdagangan cina
belum dapat diberantas sama sekali oleh VOC karena VOC masih membutuhkan komoditi yang
didatangkan dengan kapal mereka. Dalam hal ini ternyata politik VOC terhadap perdagangan
cina berubah-ubah dan disesuaikan dengan situasi tertentu.

e) Kerajaan aceh pada abad ke XVII

Iskandar muda (1607 – 1636) yang dalam tradisi aceh juga disebut marhum mahkota alam,
melanjutkan politik ekspansi raja-raja sebelumnya. Kecuali untuk memegang hegemoni politik
dan bersamaan dengan itu dominasi ekonomi dari Sumatra utara dan wilayah sekitar selat
malaka, menurut bustanussalatin, dia yang mengembangkan kehidupan beragama islam di Aceh,
antara lain dengan membangun banyak masjid serta melakukan perang jihad terhadap kaum
kafir. Pada taun 1612 ditaklukanlah deli, pada tahu berikutnya johor diserang, dan pada tahun
1614 bintan mendapat giliran. Selanjutnya secara berurutan dengan selang waktu tertentu
ditaklukan pula Pahang (1618), kedah (1619), dan nias (1624/1625). Pada masa pemerintahan
iskandar muda ada pengaruh kuat dari aliran sufi yang dipimpin oleh samsudin as-samatrani
yang mendapat kesempatan leluasa memencarkan ajarannya. Politik ekspansi iskandar muda
tidak menyimpang dari garis yang diikuti para raja aceh sebelumnya.

f) Hubungan diplomasi dan perdagangan

12
Dalam hikayat aceh telah disebutkan adanya perutusan dari dan ke negeri-negeri asia, seperti
kamboja, campa, ciangmai, lamer, pashula dan cina. Karena ekspansi aceh ke semenanjung
melayu maka pihak siam sudah barang tentu langsung berkepentingan, mengingat bahwa di masa
sebelumnya telah ada pula gerakan ekspansi siam ke selatan. Disini kedua kekuasaan dapat
saling berhadapan dalam perebutan suasana pengaruh.Pada tahun 1582 telah dikirim perutusan
dari aceh ke Istanbul (turki) oleh sultan Alauddin Rakyat Shah. Tujuannya ialah mengadakan
pertukaran perwakilan dan kerjasama. Kecuali berkali-kali kontak dengan bangsa portugis, aceh
dalam abad XVII juga memperoleh kontak dengan bangsa petinggi lainnya yaitu prancis, inggris
dan belanda.Iskandar thani naik tahta pada tahun 1636 dan bernama lengkap alaudin mugayat
shah. Menurut bustanussalatin, iskandar thani sangat mendorong kehidupan beragama dan
membangun tempat beribadah, antara lain mesjid baitulmasjid. Suatu usaha meracun dia gagal
karena diketahuinya adanya rasa yang aneh. Dia terkenal sebagai orang yang suka memaafkan
kesalahan orang lain, seperti mengampuni bangsa portugis yang menipunya dan mengampuni
orang yang hendak melarikan kapalnya. Dalam politik agamanya iskandar thani melarang dan
memberantas semua penyimpangan agama islam, direstorasinya kedudukan nuruddin, maka
golongan mistik penganut samsuddin dari passai dan abdurrauf dari singkel ditekan. Dengan
demikian ditegakkanlah ajaran ortodoks

g) Makassar : perkembangan perdagangan dan politik ekspansi

Kalau pada satu pihak lokasi Makassar dengan pelabuhannya yang baik sangat menarik
sebagai stasiun dalam pelayaran antara Maluku dan malaka maka pada pihak lain kemunduran
pelabuhan jawa mendorong perkembangannya yang pesat pada bagian kedua abad XVII. Pada
dasawarsa kedua abad XVII pedagang prancis dan Denmark juga muncul di Makassar.

h) Ekspansi kerajaan goa sejak tahun 1600

Antara kedudukan kerajaan kembar goa dan tallo selaku pusat kekuasaan politik dan peranan
Makassar sebagai pusat perdagangan ada saling ketergantungan, perdamaian dan keamanan yang
ada di Sulawesi selatan dibawah hegemoni goa dan tallo memungkinkan perkembangan
perdagangan di Makassar dan sebaliknya perdagangan internasional yang tertarik kesana
membawa banyak kekayaan. Kedudukannya sebagai pelabuhan transito sangat tergantung pada
aliran rempah-rempah dari Maluku, seram dan ambon dan pada produksi beras serta bahan
makanan lain yang dibutuhkan untuk bekal pelayaran, maka dari itu politik ekspansi Goa-Tallo
dan perkembangan sejarah kawasan Indonesia Timur sangat ditentukan oleh kedua faktor
tersebut.

i) Pertentangan antara goa dan bone

Waktu pertentangan mengenai monopoli perdagangan antara Goa dan VOC meruncing maka
sultan hasanudin mengambil dua langkah., Pertama Membuat ketat pengawasan terhadap bone.,
Kedua, Mengerahkan tenaga kerja untuk memperkuat pertahanan Makassar. Rupanya persiapan
perang dilakukan mengingat gelagatnya konfrontasi tidak akan dapat dihindari lagi. Sejak bone

13
untuk kesekian kalinya ditaklukan oleh goa pada tahun 1644 tobala diangkat sebagai kepala
sedang banyak bangsawan dipindahkan ke goa, antara lain la tenriaji, tosenrima, arung kung,
daeng pabila, dan seorang pemuda, arung palaka

j) Akhir perang hegemoni dan awal konfrontasi lawan VOC

Setelah bone untuk kesekian kalinya dapat ditundukan lagi dan Sulawesi selatan dibawah
hegemoni goa dapat dipasifkasikan, perhatian goa diarahkan kepada lawan utamanya ialah VOC.
Ada beberapa faktor politik yang kurang menguntungkan goa, yaitu : Faksionalisme di kalangan
bangsawan Goa-Tallo Faksionalisme di kalangan bangsawan Goa-Tallo dan Persaingan ternate
untuk menguasai Sulawesi utara, butung, dan beberapa kepulauan lain Kontingen pengungsi
bugis di BataviaDalam menghadapi tekanan-tekanan politik dari luar, didalam kalangan para
bangsawan sendiri timbul kelompok-kelompok yang bertentangan. Karaeng sumanna didukung
oleh empat anggota dari bate salapang ialah galarang mamangsa, tombong, gontamannang dan
sanmata, sangat berpengaruh di istana. Dalam pertentangan yang timbul antara karaeng tallo dan
karaeng karunrung, kelompok tsb diatas mendukung karaeng tallo. Salah satu sebabnya yaitu
karaeng sumanna membenci karaeng karunrung. Meskipun sultan hasanudin lebih menyukai
karaeng karunrung tetapi tetap saja memutuskan untuk membuangnya. Sementara faksionalisme
reda. Tetapi kemudian akan berkobar lagi waktu karaeng karunrung kembali ke goa.

k) Perang Makassar (1660 – 1669)

Hubungan Makassar dengan VOC mau tak mau berkembang menjadi rivalitas, karena tujuan
VOC untuk memegang monopoli perdagangan langsung bertentangan dengan prinsip sistem
terbuka, suatu hal yang menjadi kepentingan Makassar selama berkedudukan sebagai pusat
perdagangan dengan hegemoni politik sebagai dukungannya. Konflik semakin memuncak sejak
tahun 1660 dengan adanya faktor-faktor lain :

 Pendudukan benteng pa’nakkukang oleh VOC dirasakan sebagai ancaman terus-menerus


terhadap Makassar.
 Peristiwa de walvis pada tahun 1662, waktu meriam-meriam dan barang-barang
muatannya disita oleh pasukan karaeng Tallo, sedang tuntutan VOC untuk
mengembalikannya ditolak.
 Peristiwa kapal leeuwin (1664) yang terkandas di pulau don duango dimana anak kapal
dibunuh dan sejumlah uang disita.Untuk menghadapi kemungkinan pecahnya perang
dengan belanda, sultan hasanudin pada akhir oktober 1660 mengumpulkan semua
bangsawan yang diminta bersumpah setia kepadanya. Disamping itu para vassal, bima,
Sumbawa dan butung diperintahkan mengirim tenaga untuk pasukannya. Meskipun
sultan hasanudin dan kelompok besar bangsawan lebih suka berpolitik damai, ada partai
perang dibawah pimpinan karaeng popo.

l) Jalannya perang (desember 1666 – juni 1669)

14
Angkatan perang VOC yang berangkat pada tanggal 24 november 1666 dari Batavia tiba
dipelabuhan makassar pada 19 november. Berdasarkan instruksi dewan VOC di Batavia segera
dikirim ole speelman utusan untuk menyampaikan surat kepada karaeng Goa berisi tuntutan agar
diberikan penggantian dan dipenuhi tuntutan VOC secara memuaskan. Tuntutan itu disertai
ancaman bahwa sikap dendam akan dihadapi dengan kekerasan. Tuntutan itu ditolak oleh sultan
hasanudin, yang hanya bersedia memberi ganti rugi apa yang diderita oleh VOC. Karena
kegagalan itu, speelman kemudian memerintahkan untuk melakukan pemboman terhadap
Makassar, sekadar untuk melakukan intimidasi. Jalannya perang dipengaruhi juga oleh faktor
iklim, suatu faktor yang sejak awal diperhitungkan oleh pihak VOC. Sehubungan dengan itu
serangan terhadap Makassar ditunda sampai musim hujan reda. Dikuatirkan bahwa dalam musim
itu pelabuhan Makassar kurang aman bagi kapal-kapal. Antara tahun 1666-1669 selama tiga
musim hujan, ternyata tidak banyak dilakukan operasi perang.Konflik bersenjata yang berkobar
antara munculnya angkatan perang VOC dipelabuhan Makassar dan jatuhnya somboapu
ditangannya merupakan konflik besar kedua yang dialami VOC dalam menjalankan penetrasi di
nusantara. Berbeda saat konfrontasi dengan mataram (1627-1629) kali ini peranannya lebih
ofensif.VOC tidak hanya berhasil merebut monopoli perdagangan tetapi juga menempatkan
kekuasaan politiknya sebagai pemegang suzereinitas di kawasan nusantara. Struktur
kelembagaan politik dipertahankan tetapi pengawasan dan pembatasan hubungan ada ditangan
VOC. Tujuan pokok hegemoni tetap ekonomis, yaitu memegang monopoli perdagangan. Semua
perjanjian yang dipaksakan kepada kerajaan-kerajaan mencerminkan tujuan tersebut

m) Kesudahan konfrontasi : perjanjian dan pendudukan (1669)

Antara gencata senjata 6 November dan penandatanganan perjanjian diadakan pertemuan


antara kedua pihak, antara speelman dan sultan hasanudin tercapailah persetujuan bahwa dari
pihak Makassar karaeng karunrung bertindak sebagai wakilnya sedang dari pihak VOC,
speelman sendiri. Perundingan dilakukan dalam bahasa portugis. Adapun tuntutan yang diajukan
oleh speelman terdiri atas 26 butir. Ada sekitar 10 butir yang langsung menjadi kepentingan
VOC, baik dibidang politik, militer maupun ekonomi. Butir-butir tersebut mencerminkan tujuan
utama VOC untuk memegang monopoli di Makassar serta memperkuat kedudukan, politik, dan
militernya baik di Makassar maupun di Indonesia timur.

n) Kerajaan jambi

Di wilayah Indonesia bagian barat proliferasi perdagangan selama abad XVI akhirnya
menimbulkan kecenderungan ke arah konsentrasi dibeberapa pusat lagi, yaitu aceh, johor, jambi,
Palembang dan banten. Disamping itu malaka dengan strategi portugis masih cukup menarik
perdagangan dari wilayah Indonesia bagian timur, Kalimantan selatan dan jawa. Jambi muncul
sebagai pengekspor lain yang penting karena daerah pedalamannya sampai minangkabau adalah
penghasil lada besar. Secara politis pernah masuk suasana pengaruh demak dan kemudian
mataram, suatu status politik yang dapat berfungsi sebagai perisai terhadap ekspansi banten yang
telah sangat berpengaruh di Palembang. Disebelah utara, jambi menghadapi bahaya ekspansi dari
aceh. Setelah kedah, perak, Pahang dan johor ditaklukannya, kemudian tiku dan priaman di

15
pantai barat Sumatra sudah ditundukan pula, maka ada ancaman langsung terhadap jambi. Baik
pihak portugis maupun VOC sama sekali tidak menghendaki jambi jatuh ke tangan aceh. Pada
satu pihak jambi adalah pelabuhan ekspor lada pada pihak lain menjadi pengimpor beras dan
garam, maka masih ada ketergantungan ekonomis kepada jawa (demak – mataram) masih kuat
selama bagian pertama abad XVII

o) Perang hegemoni antara jambi dan johor

Meskipun berkali-kali menghadapi serbuan aceh dan portugis, johor tetap berdiri tegak
bahkan dalam abad XVII masih berusaha melakukan ekspansi. Dalam hal ini peranan orang kaya
dan orang laut sangat besar, yang pertama karena kekayaannya dan pengaruhnya dalam dunia
perdagangan sedangkan yang kedua karena memiliki seni perang dan navigasi. Dalam periode
bagian pertama abad XVII kedudukan ekonomis jambi yang kuat menempatkannya sebagai
saingan utama johor. Lagipula status jambi sebagai vassal mataram merupakan faktor
penghalang ekspansi johor. Johor mendekati VOC untuk memperoleh dukungannya apabila
diserang. Selama perang terjadi serangan-serangan dan pertempuran antara lain pada tahun 1669
jambi mengalahkan johor, setahun kemudian jambi menyerang tungkal dan Indragiri,
kesemuanya tidak menentukan. Kedua pihak cenderung sekali untuk mengadakan perdamaian
dengan perantara belanda. Perundingan pada tahun 1673 gagal oleh karena sultan abdul jalil
menuntut penyerahan jambi. Akhirnya pada bulan april 1673 angkatan perang jambi dibawah
pimpinan pangeran dipati anom, menyerang johor, johor lama dihancurkannnya, dan sultan
beserta keluarga istananya terpaksa melarikan diri ke Pahang.

p) Banten dalam abad XVII

Peranan banten sebagai pusat perdagangan yang menonjol dapat dilacak kembali ke jatuhnya
malaka (1511) ketika dalam mencari pusat baru pedagang mengalihkan kegiatannya ke aceh dan
banten. Kecuali itu ekspor ladanya cukup menjadi daya tarik kuat, sampai-sampai portugis
sendiri juga mengadakan hubungan dagang dengan banten. Pada akhir abad XVI banten menjadi
salah satu tempat pelarian pedagang dari pesisir jawa tengah dan jawa timur yang berusaha
menghindari cengkeraman mataram. Banten akhirnya juga menghadapi ancaman ekspansi
mataram dan dua kali diserang (1597-1599). Di front lain kedua kekuatan itu juga berkonfrontasi
ialah di Palembang yang menurut tradisi adalah vassal dari mataram. Ekspansi banten lewat
lampung akhirnya juga menyerang Palembang.Letak banten didekat selat sunda sebagai pintu
gerbang alternatif bagi pelayaran dari barat menguntungkan perdagangannya karena menarik
banyak pedagang barat sejak awal abad XVII. Pengangkutan rempah-rempah dari Maluku ke
banten terutama diselenggarakan oleh pedagang jawa yang telah mempunyai tradisi lama dalam
pelayarannya ke daerah rempah-rempah itu. Oleh karena banten menjadi pelabuhan terminal
pelayaran dari jurusan utara, khususnya cina maka tidak sedikit pedagang cinanya dan mereka
sangat besar pengaruhnya. Banten tidak luput dari ancaman agresi mataram, Palembang menjadi
titik pusat pertemuan dimana kedua kekuasaan itu berbentrokan. Dalam bulan November 1633,
pecahlah perang antara banten dan VOC. Orang-orang banten beroperasi dilaut sebagai

16
perompak dan didaratan sebagai perampok sehingga memprovokasi VOC untuk melakukan
ekspedisi ke tanam, anyer dan lampung.

q) Pantai barat Sumatra dan minangkabau

Selama bagian pertama abad XVII sepanjang pantai barat Sumatra sebagai penghasil lada
ada dibawah hegemoni aceh. Meskipun ada tradisi lama di Sumatra barat bahwa para raja dan
penguasa daerah mengakui suzereinitas kerajaan minangkabau. Selama masa kerajaannya aceh
dapat mendesak pengaruh johor, jambi, Palembang, banten dan portugis. Jaatuhnya malaka
ditangan belanda (1641) menghadapkan aceh langsung bertatap muka dengan johor dan belanda,
keduanya beraliansi untuk menjatuhkan aceh. Tidak mengherankan kalau beberapa tahun
kemudian belanda berhubungan dengan aceh yaitu, waktu sultan tadjul alam memerintah. Para
orang kaya di aceh sangat berkuasa itu mempertahankan monopoli aceh dipantai barat maka
menentang setiap tuntutan VOC. Dasar hubungan-hubungan ekonomis dan politik antara
kerajaan-kerajaan dengan VOC diletakkan dalam perundingan-perundingan yang dilakukan oleh
VOC dalam ekspedisinya pada tahun 1664. Ekspedisi van gruys (1666) menghadapi perlawanan
indrapura dari raja adil yang menentang raja mulafarsyah dan raja sulaiman. Ekspedisi verspreet
bertujuan untuk mematahkan perlawanan barisan aceh dan pendukungnya. Khususnya yang
bertahan di pauh dan ulakan.

r) Banjarmasin dalam abad XVII

Ekspansi jawa dalam abad XVI meliputi juga kelimantan selatan dan barat daya.
Suzereinitasnya diakui di Banjarmasin beserta vasal-vasalnya, ialah kotawaringin, sukadana dan
lawe. Pada tahun 1636 kerajaan Banjarmasin mempunyai suzereinitas atas landak, sambas,
sukadana, kotawaringin, mendawai, pulau laut, dan seluruh pantai timur termasuk kutai pasir dan
berau. Pada awal abad XVII Banjarmasin mengalami banyak perpecahan intern yang disebabkan
oleh konflik dinasti. Golongan pro-inggris, yang terdiri atas pangeran adipati anom, raja itam dan
raja mempawa, bertentangan dengan raja Banjarmasin yang bersikap pro-belanda. Karena
kekuasaan pusat lemah maka gerakan memusuhi belanda tidak dapat dikendalikan, praktis timbul
situasi perang melawan VOC.Setelah utusan VOC terbunuh pada tahun 1606, empat tahun
kemudian (1610) terjadi lagi pembunuhan di sambas. Sebagai tindakan balasan Banjarmasin
dihancurkan oleh ekspedisiVOC, sehingga pusat kekuasaan pindah ke martapura.Oleh Karena
perdagangan lada menjadi lebih ramai. Lagi pula pedagang inggris memindahkan kegiatannya
dari banten ke Banjarmasin antara lain dengan mendirikan factory disana pada tahun 1615, lagi
pula kemunduran banten Karena berperang terus-menerus dengan Batavia, mendorong kemajuan
perdagangan di Banjarmasin. Lebih-lebih setelah ada perdamaian dengan mataram pada tahun
1637.

s) Mataram dalam bagian pertama abad XVII

Politik ekspansi mataram menggunakan strategi menghancurkan kota-kota pesisir sebagai


lawan utama, suatu strategi yang menjadi boomerang karena kelumpuhan perdagangan

17
meniadakan sumber daya ekonomi yang menjadi dasar suatu struktur kekuasaan kerajaan
sebelumnya dan yang sejaman seperti majapahit, sriwijaya, aceh, malaka, Makassar dan
sebagainya. Akibat lain ialah bahwa banyak pedagang dari jawa mengungsi ke pusat-pusat
perdagangan baru, seperti Makassar, Banjarmasin, banten sehingga timbul kompetisi dan oposisi
politik terhadap mataram.

t) Perebutan hegemoni antara pajang dan mataram

Selama zaman demak dan pajang peranan pesisir dengan perdagangannya merupakan
faktor yang tidak dapat diabaikan. Terutama gresik dan Surabaya dengan perdagangannya yang
ramai, mempunyai kewibawaan besar, baik dijawa maupun luar jawa. Lebih-lebih pengaruh
religious sunan giri menambah pengaruh politik yang terasa dari Maluku sampai malaka.
Meskipun pajang terletak dipedalaman, dijalankannya “ostpolitik” seperti politik demak. Dalam
menghadapi mataram, pajang mempererat aliansinya dengan vasal-vasal dari pesisir antara lain
tumenggung Demak dan Tuban. Setelah senopati tiga tahun berturut-turut menolak untuk pergi
kekeraton pajang akhirnya sultan pajang memutuskan untuk menundukan senopati. Pertempuran
terjadi di prambanan, sultan pajang terpaksa melarikan diri ketembayat dan pasukannya cerai-
berai dikejar oleh tentara mataram. kemudian meskipun mataram memperoleh kemenangan,
pergolakan untuk merebut hegemoni berjalan terus. Muncullah lagi demak, tuban, kudus, jipang
sebagai tandingan yang hendak menarik pusat kekuasaan dari pajang. Senopati mulai bergelar
panembahan senopati ingalaga karena telah memperoleh kemenangan tersebut. Program
politiknya serta strateginya memang terarah kepada ekspansi ke jawa timur tidak hanya karena
kekayaan pesisirnya, tetapi juga karena tradisi majapahit, juga dalam politik, masih kuat, bahkan
boleh dikata keagungannya akan menambah kewibawaan kekuasannya.

u) Politik ekspansi mataram

Polarisasi antara kekuasaan di pesisir dan di pedalaman yang sejak desintegrasi majapahit
berkembang, sangat mempengaruhi gerakan ekspansi mataram dengan ostpolitiknya. Pada akhir
abad XVI gresik dan Surabaya mempunyai perdagangan yang maju, sehingga setiap pusat
kekuasaan di jawa tengah, demak, pajang dan mataram hendak menaklukannya agar dapat
dihilangkan setiap usaha perlawanan politik dan dikuasai segala kekayaan yang diperoleh dari
perdagangannya. Ofensif pertama senopati ditujukan kepada Surabaya pada tahun 1589. Waktu
itu dimajakerta kedua pasukan yang bermusuhan berhadapan, suatu utusan dari giri berhasil
menengahi kedua pihak sehingga pertempuran dapat dielakkan dan meraka damai

v) Puncak konfrontasi mataram – Surabaya (1620 – 1625)

Kekuatan posisi Surabaya berdasarkan atas beberapa faktor. Faktor utama ialah kedudukannya
sebagai pusat perdagangan serta segala kekayaan dan hubungan yang dihasilkannya, faktor
kedua adalah kepentingan ekonomis bersama di antara kota-kota pelabuhann jawa timur
membentuk solidaritas yang terwujud sebagai aliansi pesisir. Faktor kedua itu diperkuat oleh
ideologi religious yang mempertajam pebedaan dengan mataram. Faktor ketiga ialah daerah

18
pedalaman yang subur dan maju pertaniannya sehingga hasil berasnya dapat menopang fungsi
Surabaya sebagai entrepot. Untuk mematahkan kekuatan Surabaya maka strategi mataram
tampak jelas bahwa faktor-faktor di atas diperhitungkan dan satu per satu ditanganinya.
Ekspedisi-ekspedisi sebelum tahun 1620 kesemuannya bertujuan menguasai daerah pedalaman
Surabaya dan menghancurkan sekutu-sekutunya. Invasi mataram di Madura tertuju lebih ke
bagian barat dan petempuran terjadi dalam bulan juli 1624.

w) Konfrontasi mataram lawan VOC

Sistem perdagangan serta jaringan-jaringannya dalam kaitannya dengan proses politik dan
pengaruh timbal-baliknya merupakan kompleks historis tersendiri yang terdiri atas unsur-unsur
mataram, Surabaya, dan pesisir, Banten dan VOC. Antara mataram dan VOC timbul pendekatan
antara lain terbukti dari utusan-utusan VOC yang sejak tahun 1610 hampir setiap tahun pergi
menghadap raja mataram. Seperti dimana-mana, VOC hendak mendirikan factorij sebagai basis
untuk beroperasi, khususnya di jepara. Satu faktor yang pada suatu waktu pasti menimbulkan
bentrokan yaitu tujuan VOC memegang monopoli pada satu pihak dan politik ekspansi mataram
pada pihak lain.Tahun 1628 merupakan tahun ofensif mataram terhadap Batavia. Sebelum
meningkat ke tindakan itu mataram bersikap menunda, antara lain karena masih menghadapi
operasi besar terhadap Surabaya. Gerakan banten untuk membantu Surabaya cukup
menggelisahkan mataram sehingga pada tahun 1622 mengirim utusan ke VOC dengan ajakan
bersekutu menyerang banten. Pada tahun 1628 sudah dapat disiapkan suatu angkatan laut ke
Batavia. Dalam serangan pertama pasukan berhasil masuk pasar dan benteng tetapi sebelum
mencapai karsteel terpukul mundur. Utusan mataram, warga menawarkan perdamaian dengan
VOC, tetapi setelah diketahui maksud mataram yang sebenarnya, dia dihukum mati. Angkatan
perang mataram berangkat dalam dua gelombang, yang pertama terdiri atas artileri dan amunisi
pada pertengahan mei 1629, gelombang kedua ialah pasukan infanteri, pada tanggal 20 juni
1629. Pasukan itu dipimpin oleh kyai adipati juminah, K.A Purbaya dan K.A Puger.

x) Politik dalam dan luar kerajaan mataram

Perang ekspansi yang terus menerus berkobar tidak hanya menguras sumber daya
alamiah dan manusiawi akan tetapi juga menimbulkan ketegangan politik dalam kerajaan,
disertai kekuatan-kekuatan desintegratif. Lapisan masyarakat, golongan atau unsur etnis serta
kontra-elite yang tertekan dan menderita dibawah dominasi dinasti mataram menggunakan
kesempatan yang terluang untuk melancarkan gerakan memprotes, menentang, ataupun
memberontak terhadap mataram. Pemberontakan pati pada tahun 1627 perlu dilacak pada
golongan pesisir dan pedalaman (mataram) dan antara wangsa demak dan wangsa mataram.
Sebagai akibat perang ekspansi, daerah pedesaan mengalami depopulasi dan penduduk
pedalaman mengalami suatu dislokasi, sehingga dengan timbulnya kemiskinan, kelaparan, dan
kematian, ada semacam kegelisahan sosial. Kecuali meningkatnya kriminalitas dan perbanditan,
juga sangat mencolok adanya banyak pengemis dan gelandangan, pendeknya orang-orang
kehilangan akar, dilenyahkan dari kampung halamannya atau melarikan diri untuk menghindari
cengkeraman alat-alat kerajaan yang memaksa penduduk untuk masuk pasukan atau

19
dipekerjakan sebagai setengah budak. Pada tahun 1636 pasukan mataram menyerbu gresik di
bawah pimpinan P.pekik dan ratu pandan sari. Pertahanan yang gigih memukul mundur pasukan
mataram itu tetapi akhirnya gresik menyerah.

y) Pemberontakan di sumedang dan ukur (1628 – 1635)

Kalau selama bagian pertama dari periode pemerintahannya sultan agung mengarahkan
ekspansi mataram ke timur, maka dalam bagian kedua lebih mengarah ke barat. Banten dan VOC
merupakan dua kekuatan yang melawan ekspansi tersebut. Kekuatan angkatan laut mataram
tidak lagi memadai untuk menyerang kedua lawan itu, maka angkatan daratlah yang
dipergunakan untuk mengadakan ofensif ke Batavia. Dalam operasi itu juga dikerahkan pasuka
priangan, namun waktu penyerbuan gagal, pasukan itu mundur dan tercerai-berai, banyak
diantara anggotanya melarikan diri ke banten. Kegagalan mataram itu mempunyai akibat buruk
bagi kedudukan hegemoni mataram. Kewibawaannya di mata rakyat daerah-daerah yang
didudukinya sangat merosot. Pada akhir tahun 1628 di sumedang dan ukur, rakyat mulai
bergerak menjauhkan diri dari mataram, antara lain dengan langkah-langkah mendekati VOC
untuk minta semacam proteksi. Baru dua tahun kemudian sultan agung mengirim ekspedisi
untuk memadamkan pemberontakan itu. Untuk menghadapi ekspedisi itu banyak penduduk
meninggalkan kampung halaman untuk mengungsi ke pegunungan. Rupanya rencana membuat
pemukiman dibawah naungan VOC tidak menarik bagi kedua pihak maka tidak terlaksana.
Ekspedisi mulai bergerak pada tanggal 27 agustus 1631, yaitu suatu pasukan berjumlah 40 ribu
orang dibawah pimpinan raja Cirebon terhadap Sumedang dilakukan pengepungan: pasukan
pesisir menyerang dari utara, pasukan banyumas dari barat kemudian pasukan bagelen dan
bumija dari selatan. T. Singaranu diserahi pucuk pimpinan dan dibantu oleh raja Cirebon.
Adipati sumedang beserta seribu pengikutnya tertawan dan dihukum mati. Kira-kira pertengahan
1632 operasi selesai, penduduk terpaksa mengungsi dan banyak pemimpin gugur. Perlawanan
dibawah pimpinan kyai demang dari ukur berjalan terus sampai tokoh itu ditawan dan dihukum
mati pada tahun 1635. Banyak pejuang kemudian menyelamatkan diri dari pengejaran pasukan
mataram mengungsi ke banten. Akhirnya mereka diserahkan kepada mataram atas tuntutan raja
Cirebon.

z) Konsolidasi dalam kerajaan mataram

Sebagai hasil ekspansi sejak panembahan senopati sampai jatuhnya Surabaya, wilayah
mataram sudah berlipat ganda luasnya maka kebesaran kedudukan raja mataram sudah tidak lagi
dicerminkan oleh gelar panembahan. Suatu gelar yang pantas bagi seorang penguasa lokal diatas
seorang kyai ageng. Gelar yang melambangkan kebesaran tersebut ialah susuhunan atau sunan,
suatu gelar yang pada waktu itu lazim disandang oleh para wali. Pada tahun 1624 dapat
ditafsirkan disini bahwa tindakan penyamaan gelar raja mataram dengan gelar wali mempunyai
tujuan member charisma (kewibawaan kesaktian) sejajar dengan para wali, yang dimata rakyat
kedudukannya lebih tinggi daripada raja mataram sebagai homo novus (orang baru). Kebesaran
kerajaan dan kewibawaan raja lazim dicerminkan juga oleh keratin sebagai kompleks bangunan
kediaman raja. Dengan perluasan daerah pemerintahan dan hubungan-hubungan politik keluar,

20
sistem pratrimonialistis seperti yang terdapat pada zaman kyai ageng mataram tidak dapat
berfungsi lagi apabila tidak disertai perkembangan alat-alat pemerintahannya, ialah birokrasi,
militer dan diplomasi. Orang pertama yang dalam kedudukan hirarkis langsung ada dibawah raja
ialah tumenggung mataram, suatu kedudukan yang kemudian lebih dikenal sebagai patih.
Pelaksanaan pemerintah raja dan pimpinan pemerintahan kerajaan ditugaskan kepadanya.

aa) Priangan sebelum dan selama dominasi mataram

Pakuawan sebagai tempat kedudukan raja pajajaran didirikan pada tahun 1433. Kemudian
ditaklukan oleh sultan hasanudin dari banten sebelum tahun 1570. Pengaruh mataram masuk
priangan melalui sungai-sungai besar cimanuk dan citandui, kemudian penetrasi efektif politik
terjadi dalam pemerintahan sultan agung, pada bagian kedua tahun 1620an dan berakhirlah
hegemoni mataram pada tahun 1677 waktu daerah priangan sampai sungai pamanukan
diserahkan kepada VOC (19-20 oktober 1677). Kemudian pada tahun 1705 oleh pakubuwana I
diserahkan tambahan sebelah timur sampai cilosari. Salah satu tindakan utama yang dilakukan
mataram adalah mendirikan koloni-koloni atau pemukiman baru. Diadakan pula organisasi
pemerintahan serta mendistribusi penduduk di antara daerah tersebut. Empat kabupaten didirikan
ialah sumedang, bandung, parakanmuncang dan sukapura.

D. Perpecahan dan Campur Tangan Kompeni (1600-1700)

a) Batavia sebagai Pusat VOC Sejak Tahun 1619

Pada tahun 1522 Henrique Leme singgah di Kalapa untuk mengadakan hubungan dengan
raja Sunda. Pada tahun 1528 ketika Hendrique kembali untuk mengadakan perjanjian dengan
raja Sunda, Kalapa telah dikuasai Banten pada tahun 1527 dan berganti nama menjadi Jayakarta.
Meskipun Jayakarta merupakan vasal dari Banten, tetapi Jayakarta cukup mempunyai otonomi
untuk melakukan kontrak dengan kompeni dan badan perdagangan asing lain. Pangeran Jakarta
memperbolehkan VOC mendirikan loji, begitu juga dengan pedagang Inggris yang juga
diberikan izin mendirikan faktorai dengan harapan kehadiran pedagang-pedagang asing yang
datang akan meningkatkan perkembangan perdagangan di pelabuhannya serta membawa
keuntungan baginya. Pada tahun 1617 dua kapal Inggris disita oleh VOC di Maluku dimana
perdagangan rempah-rempah ditutup bagi bangsa Inggris. Penyerangan loji Jepara pada tahun
1618 mendorong Coen untuk memperkuat lojinya di Jayakarta dengan membuat benteng
pertahanan. Pangeran Jakarta menganggap hal itu sebagai pelanggaran dan ancaman baginya.
Pada akhir tahun 1618 pertentangan memuncak dengan adanya konsentrasi angkatan laut Inggris.
Pada tahun yang sama angkatan laut Inggris menyita kapal Belanda. Hal tersebut membuat Coen
memperkuat pertahanannya dan juga mengerahkan angkatan lautnya disekitar pulau Onrus untuk
menyerang loji-loji Inggris. pertempuran pada tahun 1619 ini berakhir imbang.
Akibat pertempuran tersebut para pedagang mengungsi ke Ambon. Dan karena menghadapi
kekuatan yang lebih besar, kompeni pergi mengungsi ke Maluku. Pangeran Arya Ranamenggala
mengirim angkatan laut Banten untuk menengahi pertikaian itu, serta mencegah pengusiran
Belanda dari Jayakarta. Atas perintah Pangeran Arya Ranamenggala Inggris diminta

21
meninggalkan faktorainya dan Pangeran Jakarta dihentikan sebagai penguasa Jayakarta. Dengan
demikian kemenangan ada di pihak VOC yang berhasil mempertahankan kedudukannya di
Jayakarta. Pada tahun 1619 benteng secara resmi diberi nama Batavia.

b) Konflik dalam Kerajaan Mataram dan Kemundurannya

Setelah Sultan Agung meninggal pada tahun 1645, Pangeran Adipati Anom naik tahta pada
tahun berikutnya dengan gelar Amangkurat. Sebelumnya telah ada pergolakan dalam siapa yang
berhak atas kedudukan tahta kekuasaan, yang pada akhirnya Pangeran Adipati Anomlah yang
naik tahta. Dalam pemerintahan Amangkurat I, hubungan dengan daerah pesisir lebih lancar.
Namun kepribadianyang tidak kuat seperti Sultan Agung tidak mampu mempertahankan
kewibawaan terhadap berbagai kelompok dan partai, sehingga menimbulkan peluang untuk
berbagai kelompok bertindak menentang. Kelemahan struktural dalam sistem politik kerajaan
Mataram seperti ini lama kelamaan akan mengakibatkan krisis politik yang berkepanjangan.
Selain faktor-faktor tersebut, dengan kehilangan basis ekonomi yang kuat, membuat vasal-vasal
Mataram satu per satu memisahkan diri. Hal-hal seperti inilah yang memicu kemunduran
kerajaan.

c) Pertentangan Raja Lawan Para Penguasa Pesisir

Pada perkembangannya, meskipun secara militer dan politik daerah pesisir sudah sepenuhnya
dikuasai Mataram, tapi tetap terjadi pertentangan dari penguasa pesisir. Pada akhir 1662
walaupun daerah pesisir dikuasai oleh gubernur Tumenggung Martanata, tetap saja raja yang
memegang kekuasaan.Penguasa dan gubernur yang ditempatkan di daerah pesisir adalah orang-
orang yang menunjukan loyalitas kepada raja. Pengawasan ketat dari pusat dan kewajiban
menyerahkan upeti tahunan yang diberikan kepada para penguasa dan gubernur dirasa sangat
berat. Untuk membayar pungutan wajib itu, para gubernur membebani rakyat dengan pajak dan
pungutan. Selain itu perdagangan sedang mengalami kemunduran. Dengan pungutan dan pajak,
diadakan bea cukai di pelabuhan-pelabuhan bagi setiap kapal yang berlabuh. Tekanan-tekanan
tersebut sering mendorong mereka untuk mencari bantuan dengan beraliansi dengan pihak luar,
seperti VOC. Dimana VOC berperan tidak hanya sebagai pedagang tetapi juga sebagai kreditor

d) Perkembnagan Administrasi Pemerintahan Kerajaan

Dalam struktur administrasi pemerintahan kerajaan, Wedana Gedung merupakan badan yang
mengurus perpajakan dan berbagai pungutan lain. Selain itu, badan yang mengepalai pasukan
pengawal raja dan penjaga keraton adalah Wedana Keparak. Sedangkan Tumenggung Mataram
adalah pembatu utama raja. Ada dua Wedana Pesisir yang bertugas mengawasi seluruh daerah
pesisir yaitu Tumenggung Pati dan Tumenggung Jepara, serta Tumenggung Demak dan
Tumenggung Semarang. Wedana Pesisir tersebut berfungsi sebagai perantara Mataram dengan
pihak luar. Ada pula campur tangan pusat dalam urusan administrasi umum yaitu dengan
pembentukan Syahbandar yang diawasi ketat oleh pusat.

22
e) Hubungan Mataram dengan VOC

Pada akhir tahun 1640 mulai ada pendekatan antara Mataram dengan VOC. Pulihnya
hubungan perdagangan dengan VOC diharapkan adanya keuntungan banyak bagi Mataram.
Untuk memperlancar perdagangan itu, sistem monopoli dihapuskan khususnya beras.
Banyaknya penyelundupan, maka pelabuhan terpaksa ditutup pada tahun 1655 dan dibuka lagi
pada tahun 1657. Sistem bea masuk pun tidak dapat dilaksanakan secara lancar, karena VOC
tidak setuju membayar biaya bea yang tinggi. Pada perempat abad ke 17, raung gerak
pedagangan pesisir mulai menyempit. Agar tidak sepenuhnya bergantung pada VOC maka
kebijakan yang diambil ialah dengan lebih diutamakan memperketat hubungan dengan kerajaan-
kerajaan lain. Namun satu demi satu kerajaan jatuh ke dalam monopoli politik VOC. Kerajaan-
kerajaan itu berturut-turut antara lain Makasar, Banten, dan Mataram.

f) Hubungan Mataram dengan Kerajaan-kerajaan Lain

Melalui perdagangan beras dari Mataram ke luar kerajaan khususnya ke Palembang dan
Jambi, membuat hubungan antara kerajaan-kerajaan itu baik. Hubungan diplomatik antara tahun
1650 dan 1658 berjalan lancar. Permusuhan antara Makasar dengan VOC merupakan rintangan
bagi hubungan Mataram dengan Makasar. Utusan-utusan Makasar ke Mataram bertujuan untuk
membantu Mataram melawan VOC. Perjanjian pada tahun 1659 antara Mataram dengan
Makasar menetapkan adanya kesepakatan akan saling membantu dalam melakukan perlawanan
terhadap VOC.

g) Rivalitas dalam Wangsa Mataram

Salah satu pentebab terjadinya kerenggangan yang memuncak sebagai permusuhan antara
Sultan dan putra mahkota ialah pembunuhan Pangeran Pekik beserta keluarganya. Penyebab
lainnya yaitu kebijakan Sultan untuk mengangkat calon penggantinya yaitu Pangeran Singasari.
Terlepas dari kenyataan bahwa senantiasa ada ancaman terhadap kedudukannya, tanpa
kepribadian dan kepemimpinan yang kuat, ia mencoba mengamankan ruang politik dengan
menyingkirkan musuhnya.

h) Persekutuan Putra Mahkota dengan Kelompok Trunajaya

Terhadap wangsa Mataram kelompok Kajoran berperan sebagai kontra elite. Sejak leluhur
Kyai Ageng Pandanarang atau Sunan Tembayat secara turun temuru mereka melakukan oposisi
atau perlawanan terhadap Mataram. Dan sikap oposisi tersebut tidak berkurang walaupun adanya
hubungan perkawinan.

i) Persekutuan Antara Pangeran Adipati Anom dengan Kelompok Trunajaya

Pendekatan antara putra mahkota dengan raja Trunajaya berlangsung melalui koneksi
Kajoran. Baik pihak kompeni maupun pihak raja Mataram telah mendengar bahwa antara

23
Pangeran Adipati Anom dan Trunajaya terlibat satu perjanjian pada tahun 1670, dimana
Trunajaya mengakui Pangeran Adipati Anom sebagai calon pengganti raja yang sah. Sedangkan
dia dijanjikan kedudukan sebagai penguasa di Madura.

j) Kontingen Makassar/Bugis di Jawa

Kehadiran kontingen Makassar dan Bugis yang tersebar diberbagai tempat di Jawa berperan
sebagai kelompok anti kompeni. Bagi mereka, Jawa merupakan benteng pertahanan terakhir
terhadap agresi Belanda yang perlu dipertahankan, untuk itu kontingen Makasar dan Bugis
mengadakan persekutuan dengan Banten dan Madura. Kehadiran kontingen Makasar dan Bugis
di Banten lama kelamaan menimbulkan ketegangan dalam hubungan mereka dengan pihak tuan
rumah. Konflik itu antara lain orang-orang Makasar yang mencuri perhiasan dan pusaka dari
keraton, pembunuhan tokoh-tokoh Makasar setelah istri mereka diambil oleh raja. Semua konflik
itu merusak hubungan diantara mereka

k) Penetrasi VOC di Maluku, Banda, dan Ambon

Sebagai daerah yang menjadi pangkal rute perdagangan rempah-rempah, VOC segera
mengadakan kontrak dengan penguasa setempat, mendirikan faktori dan loji atau benteng.
Pada tahun 1603 VOC mengadakan perjanjian dengan Hitu, antara lain untuk saling membantu
dalam menghadapi musuh bersama yaitu Portugis. Hubungan antara rakyat Hitu, memberi
kedudukan bangsa Hitu sebagai sekutu dan bukan sebagai bawahan. Pada tahun 1607 VOC juga
telah membuat perjanjian dengan Ternate. Dalam kontrak itu VOC berhasil memperoleh
monopoli dalam perdagangan cengkeh. Sistem monopoli yang dipaksa oleh VOC menimbulkan
tentangan dan pergolakan ditangan rakyat. Pada tahun 1621 Coen memimpin ekspedisi ke
Lontar. Orang Inggris dan Portugis membantu pihak Lontar dengan memberikan bantuan meriam
serta meneruskan perdagangan. Serangan pertama Coen gagal. Serangan kedua berhasil
membuat rakyat meninggalkan pertahanan mereka, namun VOC yang membutuhkan tenaga
mereka untuk menggarap kebun-kebun pala menghalangi rakyat dan tidak segan-segan
membunuh rakyat yang tidak patuh. Sedangkan di Seram selatan, hak monopoli yang telah
diberikan oleh raja Hamzah kepada VOC membuat rakyat termotivasi untuk melakukan
perlawanan terhadap kompeni.

l) Masa Pergolakan, Perpecahan, Pemberontakan dan Perang (1670-1800)

Terjadinya periode penuh konflik, dimana konflik intern seputar pergantian tahta kekuasaan,
para vasal pun mulai bergerak membebaskan diri. Selain itu, faktor luar juga membuat ruang
politik menjadi sempit karena kurangnya komunikasi. Yang berarti dalam menghadapi VOC,
baik Banten maupun Mataram tidak dapat lagi memperkuat kedudukannya. Kekuatan politik dan
ekonomi yang melakukan perlawanan terhadap VOC ingin mempertahankan kepentingannya.
Pihak inilah yang terdesak oleh ekspansi VOC, pihak tersebut antara lain golongan Melayu,
Makassar dan Jawa pesisir. Mereka kemudian membuat front bersama untuk melawan VOC.

24
m) Konfrontasi dalam Medan Perjuangan Banyak Segi

Jawa merupakan wadah yang menguntungkan bagi VOC, dimana kekuasaan-kekuasaan


pribumi satu per satu sudah dipatahkannya. Kekuatan dan pengaruh perdagangan asing lain
sudah tersisih, selain itu konflik intern kerajaan-kerajaan Jawa sangat melemahkan daya
perlawanannya terhadap VOC. Para penguasa pesisir menghendaki segera dilakukan tindakan,
antara lain mengatur tindakan yang kuat. Namun situasai politik pada akhir 1675 sangat krisis.
Para penguasa di pesisir tidak berdaya dalam menghadapi krisis itu karena kebanyakan penguasa
berada di lingkungan keraton. Dari pihak Mataram sendiri ada dua partai yang pro dan anti
Belanda. Golongan anti Belanda ini mendapatkan dukungan dari Panembahan Giri untuk
melawan Belanda.Dalam bulan-bulan terakhir tahun 1676, krisis itu memuncak karena dua
peristiwa: (1) invansi pasukan Madura di sepanjang pesisir; (2) adanya pemberontakan. Dengan
pecahnya pimpinan barisan kehilangan ikatan serta komunikasi sehingga timbul kekacauan dan
keamanan pun tidak stabil. Pada tahun 1677 di bawah pimpinan Raden Martasana melakukan
ekspedisi Mataram sehingga daerah pesisir dapat direbut kembali.

E. Kemunduran di Jawa dan Penetrasi Kompeni

a) Diplomasi VOC terhadap Mataram, Trunajaya, dan Kontingen Makassar/Bugis

Situasi politik pada tahun 1667 dengan didudukinya pesisir Jawa Timur oleh Trunajaya,
kekuasaan Mataram hanya meliputi Jawa Tengah, selain itu banyak daerah vasal yang
melepaskan diri dari Mataram. VOC merasa terancam dengan hal itu, sehingga VOC membuat
perundingan dengan Mataram dan mengajukan tuntutan yang mendukung kepentingannya. Pada
tahun 1677 terjadi persetujuan antara VOC dengan Mataram, dimana pokok-pokok dari
persetujuan tersebut merupakan intrik VOC dalam meraih keuntungan lebih besar dan untuk
mempertahankan kedudukan politiknya.

b) Serangan Trunajaya dan Jatuhnya Amangkurat I (1677)

Akibat serangan kompeni di bawah Speelman, basis-basis pesisir Jawa Timur dan Madura
jatuh ketangan mereka, dan Trunajaya terpaksa mundur ke Kediri. Di Kediri Trunajaya
merancang perlawanan terhadap Mataram yang telah bersekutu dengan kompeni, melalui
gerakan anti-kafir. Gerakan religius ini cukup efektif terutama untuk menggaet dukungan dari
kekuatan politik yang anti Belanda. Selain itu muncul barisan-barisan yang bersatu untuk
melakukan penyerangan terhadap Mataram. Tentara Mataram di bawah pimpinan Martasana
dipukul mundur, dan akhirnya Mataram pun jatuh. Pada tahun 1677 Sunan Amangkurat I beserta
rombongannya meninggalkan keraton.

c) Kekacauan, Kekosongan Tahta Mataram, Intervensi Kompeni

Sepeninggal Amangkurat Tegalwangi, Pangeran Adipati Anom mencari perlindungan


kompeni karena sudah terputus dri pendukungnya yaitu Pangeran Tegal. Ekspedisi Speelman

25
sementara itu berhasil merebut kembali Semarang, Kudus, dan Pati. Sebelum ia bertindak lebih
lanjut, sementara Amangkurat II ada dalam posisi lemah, Speelman menuntut tidak hanya
pengauatan perjanjian 19 Oktober tetapi juga luasannya. Beberapa pasal penting :
1) Semua pelabuhan dari Karawang ssampai ujung Timur Jawa diserahkan dalam kekuasaan
VOC yang berhak atas segala pendapatan dan hasilnyasampai semua utang Mataram dilunasi,
Mataram hanya berkuasa atas daerah-daerah tersebut sebagai daerah pegangan.
2) Batas daerah VOC di Jwa Barat sampai Sungai Pamanukan, dan VOC lah yang memonopoli
impor tenunan serta permadani di pelabuhan Mataram. 3) Penyerahan daerah Semarang kepada
VOC. 4) Pembagian daerah pesisir Jawa Tengah dan Timur atas dua daerah pemerintahan, yang
bagian Barat di bawah Tumenggung Martalaya, dari Tegal dan yang bagian Timur di bawah
Tumenggung Martapura dari Jepara. Pergolakan kembali terjadi ketika serangan dilakukan oleh
Trunajaya terhadap daerah pesisir. Selain itu dalam barisan Mataram timbul perpecahan karena
Martalaya mengadakan persekongkolan dengan pihak Banten, Trunajaya, dan Pangeran Puger.
Dengan alasan bahwa usahanya untuk mengajak Sunan agar berpihak melawan kompeni gagal.
Dalam keributan yang terjadi waktu diadakan penagkapan Martalaya dan Martapura terbunuh

d) Serangan Balasan, Jatuhnya Kediri, dan Akhir Gerakan Trunajaya

Dengan membangun pusat pertahanan di Kediri barisan Trunajaya masih mempunyai pos-
pos depan yang melakukan serbuan-sebuan ke daerah lawan. Ekspedisi untuk menggempur
Kediri dipimpin oleh Antonie Hurdt. Pasukan induknya bergerak dari Jepara pada 5 September
1678 lewat Grobang, Grompol, serta Kajang dan Madiun, dimana pasukan Tack bergabung. Bala
bantuan datang dari pasukan di bawah Renesse yang menempuh rute Utara.
Selama sebulan dilakukan persiapan untuk serangan ke Kediri. Dengan jatuhnya Kediri ke
tangan VOC maka strategi pertahanan Trunajaya dipusatkan ke daerah pegunungan di Kelud dan
Penanggungan. Karena perundingan antara K. Galesong dengan VOC gagal ia berserta
pasukannya mengadakan pertahanan di Bangil dan di Kapar. Pada tahun 1679 tempat itu
diserang oleh pasukan kompeni di bawah Arung Palaka dan kubu pertahanan itu dapat dikuasai.
Pasukan Makassar di bawah K. Galesong mengundurkan diri ke daerah Malang. Dengan jlan
perundingan, Van Vlier, komandan pasukan VOC mencoba mengadakan perdamaian dan yang
pada saat itu paling penting ialah memisahkan kontingen Makassar dari pasukan Madura.
Persetujuan akhirnya tercapai dengan ketentuan bahwa pasukan Makassar tidak akan
menghalang-halangi pasukan kompeni dalam melakukan serangan terhadap Trunajaya. Setelah
mendengar hal itu, Trunajaya segera memindahkan K. Galesong ke Ngantang. Namun
pertahanan di Ngantang akhirnya jatuh ke tangan pasukan Couper. Terhadap Trunajaya sendiri
Sunanmenjelang taktik baru yaitu bersikap bersahabat dan menggangap Trunajaya sebagai
kawula. Sebaliknya Trunajaya masih berusaha membujuk Sunan agar memisahka diri dari
persekutuannya dengan kompeni, karena rakyat Jawa akan dinasranikan oleh kompeni. Pasukan
Makassar menyerahkan diri (26 Desember 1679) setelah terkepung dari segala penjuru dan
bahaya kelaparan sangat melemahkan moral barisan. Diberitahukan bahwa di dalam tawanan
Trunajaya masih mempunyai rencana perlawanan, karena itu Sunan menuntut agar dia
diserahkan kepadanya. Kekosongan kekuasaan politik di Mataram memberi keleluasaan kontra-
elite menjalankan peranannya dan membentuk kekuasaan sendiri. Sistem birokrasi Mataram juga

26
belum cukup melembaga sehingga daerah-daerah di bawah pimpinannya mengambil kesempatan
melepasan diri.

e) Pergolakan di Banten (1676-1684)

Pergolakan di Mataram dan pemberontakan Trunajaya memberi peluang kepada Banten


untuk meningkatkan pengaruhnya. Banten sebagai tempat pengungsian yang datang dari daerah-
daerah pesisir Mataram dan Makassar, merupakan pusat kekuatan anti Mataram dan anti
Kompeni.gerakan melawan VOC didasari oleh semangat anti kafir yang digerakkan oleh para
pemimpin agama. Namun fakta yang menghambat gerakan itu ialah bahwa di Banten timbul
perpecahan antara Sultan Ageng yang anti Kompeni dengan Sultan Haji yang pro-Belanda,
meskipun dalam banyak hal tetap bertentangan dengan VOC. Gangguan Banten terhadap VOC
menimbulkan banyak kerugian dalam bidang perdagangan. Lebih lagi Banten berhasil menarik
perdagangan bangsa Eropa lainnya, seperti Inggris, Prancis, Denmark, Portugis dengan
dijalankannya sistem perdagangan bebas, bukan sistem monopoli seperti yang dijalnkan oleh
VOC. Terjadinya pergolakan serta konflik intern kerajaan dengan adanya campur tangan pihak
VOC, berakhir dengan bujukan Sultan Haji kepada Sultan Ageng agar menghentikan
perlawanan. Penyerahan Sultan Ageng memantapkan kedudukan Sultan Haji. Namun
berdasarkan perjanjian dengan VOC, kerajaan Banten, seperti halnya Mataram, ada dalam
ketergantungan pada VOC. Baik Banten mapupun Mataram, kehilangan kebebasan perdagangan
tetapi juga ada di bawah pengawasan politik VOC. Sejak itulah Banten mengalami kemerosotan.

f) Gerakan Syeh Yusuf (1683)

Waktu Syeh Yusuf meninggalkan Banten, dia diikuti oleh barisan Makassar, Bugis, Jawa,
dan Melayu. Pasukan kompeni yang mengejarnya ada di bawah pimpinan Van Happel dan terdiri
atas pasukan Bali, Ambon, Bugis, dan Eropa. Menurut rencana, Syeh Yusuf beserta pasukannya
akan hijrah menuju Blambangan dengan melewati Jawa Tengah. Dalam serangan terhadap
pertahanan rombongan itu, tempat memang dapat diduduki tetapi mereka dapat melarikan diri ke
hulu sungai dan membangun pertahanan baru di Padaharang. Bala bantuan datang kepada Syeh
Yusuf beserta pasukannya yaitu pasukan di bawah pimpinan Pangeran Kidul. Pihak kompeni
melancarkan sebuan ke Tongilis yang merupakan pusat pertahanan Syeh Yusuf. Pertempuran
sengit terjadi, Pangeran Kidul terbunuh. Dan pada tahun 1683 Syeh Yusuf menyerahkan diri
kepada kompeni

g) Gerakan Surapati dan Pergolakan Sekitarnya

Surapati bersama Bupati Sukapura dan Demang Timbanganten ditugaskan oleh Kapten Ruys
untuk menemui Pangeran Purbaya di Cikalong. Pemerintah kompeni Batavia menugaskan
Kuffeler untuk melakukan perundingan itu, sedangkan Surapati dipanggil ke Batavia. Surapati
merasa terhina saat diperintahkan oleh Ruys untuk mengikuti letnan van Happel dalam
perjalanannya ke Cikalong. Baik Surapati maupun Purbaya pada malam hari meninggalkan
Cikalong. Namun Purbaya tidak lama kemudian menyerah kepada kompeni, sedangkan Surapati

27
bersama kelompoknya meneruskan perjuangan untuk melawan kompeni dan berhijrah ke
Mataram. Pada tahun 1678 dikabarkan bahwa Surapati bersama beberapa pemuka Bali lain telah
masuk Islam. Sepeninggal Surapati dalam pemerintah kompeni, menimbulkan usaha-usaha yang
dilakukan oleh pihak kompeni untuk mendekatinya dan bermaksud merangkulnya, antara lain
oleh Ruys dan van Happel yang menghimbau agar Surapati kembali bergabung dengan kompeni,
namun Surapati menolak. Hal itu menyebabkan kompeni memutuskan untuk menangkap
Surapati. Tetapi kedatangan angkatan laut Inggris menghambat hal itu, dan itu merupakan satu
ancaman terhadap Batavia. Pada tahun 1684 pengejaran kembali terhambat oleh banjir dan
penyergapan di Madura tidak berhasil menagkap Surapati. Dengan pasukannya dia telah
meneruskan hijrahnya ke Mataram lewat banyumas. Bentrokan terjadi, namun akhirnya
diketengahi. Surapati segera menyatakan loyalitasnya terhadap Sunan Mataram. Kemudian
pemimpin pasukan Bali yang telah mengabdi di Mataram turut serta dalam perundingan tersebut

h) Suasana Politik di Kartasura (1684-1686)

Kedatangan Surapati beserta rombongannya mempunyai arti penting bagi perkembangan


politik Mataram terutama yang berhubunagn dengan perbandingan politik antara Mataram dan
VOC. Pemerintahan Amangkurat II dimulai pada masa pergolakan dan akan berakhir dalam
suasana kekacauan dan pergolakan politik. Pada waktu itu semangat anti kompeni kembali
meluap. Partai anti Belanda dipimpin oleh Patih Nerangkusuma. Di lingkungan istana permaisuri
Sunan sendiri sangat benci terhadap Belanda. Di kalangan para penguasa pesisir juga terdapat
tokoh-tokoh yang juga anti kompeni antara lain Suranata dari Demak dan Kyai Demang
Laksamana, syahbandar Jepara. Sunan sendiri makin lama makin anti kompeni karena pengaruh
kelompok Nerangkusuma. Selain itu sebagai akibat dari kontrak yang ditandatanganipada tahun
1677 dan tahun 1678 membuat Mataram kehilangan banyak daerah, utang besar kepada VOC
yang musatahil dapat dilunasi oleh Mataram, sikap kompeni kesemuanya meningkatkan rasa
tidak puas. Untuk itu para petinggi istana ke Batavia untuk merundingkan pengurangan pasukan
kompeni di Kartasura dan Jepara. Selain itu menyusullah pergolakan Surapati yang membuat
situasai sangat kritis bagi VOC.

i) Surapati di Kartasura (1685)

Sebelum masuk Kartasura, Surapati telah berjasa dalam penumpasan pemberontakan di


Kembang Kuning. Di Kartasura rombongan Surapati diterima dengan baik dan diberi tempat
tinggal tidak jauh dari kepatihan. Selain itu Sunan berkenan untuk mengangkat pasukan Surapati
sebagai pengawalnya. Surapati juga diakui sebagai pemimpin seluruh pasukan Bali di Kartasura.
Hal itu membuat kompeni geram dan menegur Kartasura agar memindahkan Surapati. Teguran
kompeni itu didasarkan atas kontrak tahun 1677 yang mencantumkan larangan memberi tempat
tinggal di Mataram bagi kaum Makassar, Bali, dan unsur asing lainya. Misi kapten Tack yang
diberi tugas menyelesaikan masalah Surapati, diketahui juga di Kartasura, maka ekspedisi Tack
menjadi ancaman besar.pada tahun 1686 kompeni akan melakukan tindakan kepada Surapati,
akan ttetapi Cakraningrat mengimbau VOC agar penangkapan Surapati diserahkan kepada
pasukan Jawa. Setibanya di Kartasura, kapten Tack menyiapakan pasukannya untuk mengadakan

28
serbuan terhadap keraton. Waktu bergerak ke arah Pajang dan sampai ke rumah-rumah yang
terbakar, pasukan kompeni telah diserang oleh barisan Surapati, dan dalam pertempuran antara
Tack dan pasukan pemberontak, Tack mati terbunuh. Dari jalannya pertempuran-pertempuran itu
terbukti bahwa ada persekongkolan dan pengertian antara Surapati dan Sunan. Serangan Surapati
terhadap keraton dilakukan agar tidak mencurigakan di mata Belanda. Begitu pula serangan
Cakraningrat terhadap Surapati lebih merupakan perang semu saja.

j) Surapati di Jawa Timur

Waktu Surapati meninggalkan Kartasaura dan berhijrah ke Jawa Timur, tentara gabungan
VOC dan Mataram di bawah pimpinan Pangeran Puger dikirim untuk mengejarnya. Para bupati
pesisir diperintahkan untuk menggabungkan diri dengan ekspedisi itu. Surapati mengadakan
pertahanan di Singkel dan dia berhasil menyelamatkan diri dari kepungan. Setelah melewati
jalan air hilir Sungai Brantas, barisannya diperkuat oleh Jayenglelana dari Probolinggo dan
Jayengpurusan dari Bangil yang memihak Surapati. Waktu keraton Surakarta diduduki kompeni,
Sunan Mas menggabungkan diri kepada Surapati. Patih Mataram Nerangkusuma juga ikut
bergabung dengan Surapati. Lalu terjadilah perang antara pasukan Surapati dengan kompeni.
Dalam pertikaian itu peranan bupati pesisir sangat menentukan. Konfrontasi besar-besaran antara
pasukan VOC dengan barisan Surapati terjadi tiga kali secara berturut-turut di Sungai
Penanggungan, Demak, dan Bangil. Kekalahan diderita terus oleh barisan Surapati. Akhirnya
Bangil jatuh ke tangan kompeni, Surapati terluka dan dapat menyelamatkan diri ke Pasuruan.
Dan akhirnya karena luka-luka ia meninggal pada tanggal 15 November 1706. Dengan jatuhnya
pasukan ke tangan VOC para putranya mengundurkan diri ke pedalaman di daerah Malang.
Ekspedisi Knol tidak berhasil menangkap mereka sehingga perjuangan mereka dapat diteruskan
terutama di negeri Balmbangan, dimana mereka aktif berperang dalam pergolakan tahun 1712.

k) Kerajaan-kerajaan Makin Mundur dan Penetrasi belanda lebih lanjut : kerajaan Mataram

Menurut babad tanah jawi, P.puger lah yang telah menerima wahyu pada waktu menunggu
jenajah amangkurat I, jadi yang berhak menduduki tahta. Pada tanggal 12 maret 1704 P.puger
pergi ke semarang untuk mencari perlindungan erta dukungan VOC. Pada tanggal 6 juli 1704
P.Puger di nobatkan sebagai susuhunan dan bergelar pakubuana. Dalam perang perebuat tahta
yang berikut (1704-1709) para bupati pesisir dari tegal sampai surabaya yang lebih cenderung
meduduki P.Pugelar membalik mengikuti sunan mas setelah pasukannya sampai demak,
semarang, dan tegal. Dengan bantuan VOC dan para penguasa madura, para bupati pesisir dapat
di tundukan dan di paksa mengakui pakubuana. Tidak lama kemudian De Wilde dan anggota
dewan india membuka perundingan dengan pakubuana, untuk menentukan perjanjian:
1) Perjanjian tahun 1646 dan 1677 di perkuat 2)Batas-batas antara mataram dan priangan di
tetapkan, dalam garis besar mengikuti S.citanduy, batas-batas ci rebon dan cilosari 3)Pamekasan
dan sumenep masauk daerah VOC; 4) Daerah kekuasaan VOC di semarang di tetapkan batas-
batasnya; 5) Monopoli dan hak-hak istimewa VOC di pelabuhan-pelabuhan daerah Mataram di
perluas; 6) Mataram diwajibkan menyerahkan 800 koyal beras setiap tahun kepada VOC selama
25 tahun. Sunan Mas meneruskan perlawanannya terhadap Kumpeni dengan mengadakan aliansi

29
dengan Surapati. Sepeninggal Surapati, Sunan Mas melanjutkan aliansinya dengan putra-
putranya. Ekspedisi Kumpeni pada tahun 1707 dipimpin oleh De Wilde dan Knol. Pertempuran
dilemi sbah Sangiri mematahkan pasukan Surapati. Pasuruan segera dapat diduduki. Sunan Mas
berhasil menyelamatkan diri kepedalaman di daerah Malang.

l) Perang perebutan tahta

Putra mahkota menghadapi permusuhan dari saudara-saudaranya dan patih. Pada tanggal 22
februari 1719 mangkatlah P.B. I dan digantinya oleh putra mahkota, yang kemudian mbergelar
menjadi Mangkurat IV. Akan tetapi lazim dikenal sebagai Sunan Prabu. Segera muncul
perpecahan. Dipanegara dibuang ke Tanjung Harapan, sedang para putra Surapati ke Sailan.
Kalau dengan pembuangan itu Perang Perebutan Tahta dapat diamankan dan kedudukan
Amangkurat IV dipertahankan

m) Pemberontakan Cina

Setelah VOC mempunyai tempat rendez-vous sendiri, ialah Batavia, politiknya adalah untuk
menarik Cina sebanyak mungkinke Batavia dengan tujun agar perdagangan beserta segala
keuntungannya masuk ke kantong Kumpeni. Orang Jawa tidak percaya, maka kaum Cina dapat
memenuhi kebutuhan itu. Seperti diberitakan dakam DaghRegister setiap kapal dari Cina
membawa ratusan orang penumpang ina.Sebagai akibat blokade Banten banyak Cina indah ke
Batavia. J.P. Coen sangat menghargai mereka dan memberikan perlindungan terhadap
kesewenang-wenangan bangsa-bangsa Barat.Dalam menghadapi kompetisi bangsa Cina,vrij
Burgers Belanda tidak dapat menandingi sehingga mudah timbul perasaan tak senang atau sikap
rasialistis, akan tetapi tidak dikenal diskriminasi.

n) Ketegangan memuncak dan pergolakan berkobar

Akhir-akhirr tahun tiga puluhan (XVIII) VOC mengalami kemunduran, beban keuangan
pemerintahan di batavia jauh melampaui peneriman, ada defisit terus-menerus. Kesejahteraaan
sangat merosot, maka sejak tahun 1738 diadakan peraturan bahwa bangsa cina perlu memiliki
sirat lisensi dengan membayr 2 ringgit. Tidak jarang terjadi penangkapan cina-cina yang tak
memiliki surat ijin, barang-barangnya di sita, dianiyaya, dan baru di lepas setelah membayar.

o) pecahnya pemberontakan

Pada akhir bulan september 1740 telah tersiar kabar bahwa di daerah pedesaan sekitar
batavia telah tapak gerombolan-gerombolan cina yang mendekati pintu gerbang batavia, Mr.
Cornelius, tanggerang, De Qual, dan Bekasi. Pada hari-hari berikutnya gerombolan menjadi
semakin besar, sehubungan dengan itu pos-pos di bekasi, tanah abang, angke, Noordtwijk mulia
di perkuat. Pada tanggal 8 oktober di ketahui pula bahwa ada gerakan masuk kota dan
pengankutan wanita dan anak-anak keluar kota. Segera di keluarkan maklumat, bahwa
penagngkutan ke luar kota di larang ; jam malam di adakan. Di luar kota pemberontakan

30
berkobar juga dengan dahsyatnya. Pada tanggal 1 oktober 1740 pertahanan tangggerang di
serang oleh gerombolan besar sebesar 3000 orang. Pada tanggal 12 oktober gerombolan menuju
kota, namun segera dapat dienyahkan oleh pasukan kumpeni. Sejak tanggal 14 oktober pasukan
kumpeni dengan bantuan pasukan bali dan bugis mulai melakukan oppensif. Dan pada tanggal
27 juli rembang jatuh ke tangan gerombolan cina, cirebon, priangan, dan di mana-mana rakyat
bergerak untuk melakukan perang sabil terhadap belanda. Dalam kedudukan yang sngat kuat
kumpeni mulai menagdakan perundinagan denagan pakubuana II intuk mengakui dia sebagai
susuhunan, VOC mengadakan dua kondisi, ialah: 1) Seluruh daerah pesisir ada di bawah
kwkuasaan kupeni; 2) Pengangkatan patih memerlukan persetujuan VOC. Sementara itu sampai
akhir tahun 1741 keadan belum pulih kembali. Pada tanggal 30 juni 1742 pakubuana II
meninggalkan keraton dan mengungsi ke magetan dan ponorogo. Pada tanggal 20 desember
pasukan kumpeni memasuki kartasura dan segera mendudukan sunn pakubuan II di tahtanya.

p) 7 agustus pergolakan perebutan tahta dan pembagian kerajaan (1746-1757)

Di daerah pesisir yang telah diserahkan kepada kumpeni pada akhir perang cina kondisi
ekonomi rakyat memburuk. Kumpeni mengadakan peraturan baru yang sangat memberatkan
beban rakyat: pajak tanah yang dapat di lunasi denagn menyerahkan seperlima dari hasil panen; ,
6 hari melakukan kerja wajib (herendiensten); penyerahan wajib hasil (verlitchte leveranties);
pungutan jalan (tol); pajak ekspor beras dan arak dari daerah tertentu ; pajak pembantian, dan
sebagainya. Jumlh jenis pungutan yang di borongkan ada 19 jenis pada umumnay
pemboronganya seorah syahbandar dari golongan cina. Sudah barang tentu pemborong ingin
mengambil keuntungan sebesar-besarnya dengan akibat bahwa beban rakyat semakin berat.
Untuk menghindari beban-beban itu banyak dari rakyat menggabunkan diri pada gerombolan-
gerombolan pemberontak meskipun kondisi rakyat di bawah pemerintahan sunan tidak banyak
berbeda, namun menurut pendapat hartingh “rakyat lebih suka di kuliti oleh penguasanya sendiri
dari pada di ganggu oleh bangsa-bangsa lain”. Tindakan keras VOC terhadap para penguasa
pribumi dalam penertiban alat-alat pemerintahan daerah pesisir hanya membangkitkan rasa tidak
puas dan kebencian terhadap belanda. Kewibawaan kompeni telah merosot karena tidak mampu
mengatasi pergolakan-pergolakan yang lalu. Lagi pula ada kecurigaan terhadap mereka mngenai
maksud-maksud sebenarnya. Suatu faktor politik yang secara latent mengganggu stabilitas
kerjaan ialah masalah sekitar penggantian tahta. Hampir setia kematian raja di susul oleh krisis
politik yang disebabkan oleh suatu perebutan tahta. Tidak ada tradisi mantap yang mengatur
pergantiannya, bahkan yang ada ialah semacam “tradisi perebutan tahta”. Peristiwa sekitar
pergantian yang lebih dahulu memperkuat kecenderungan bagi para pangeran kemudian untuk
memakai kesempatan menuntut dan memperjuangkan haknya. Maka dari itu sejarah kerajaan
matarm merupakan siklus revolusi istana dan yang kita hadapi pada pertengahn abad XVIII ini
boleh di kata merupakan pergolakan besar yang terakhir.

q) perpecahan dan kemunduran kerajaan Cirebon

Sepeninggal penembahan girilaya berdasarkan kehendak terakhir, cirebon di perintah oleh


dua orang kakak beradik, wartawijaya atau panembahan sepuh dan kartawijaya atau panembahan

31
anom. Saudarannya yang ke tiga, wangsakerta, mendapat 1000 cacah sebagai apanase.
Waktu pada tahun 1697 panembahan sepuh meninggal, timbullah perebutan kedudukan diantara
ke dua putranya. Baru dua tahun kemudian ada penyelesaian ringan yang di adakan pergeseran
kedudukan oleh VOC. Yang kedua menjdi yang pertama, yang ke tiga menjadi yang ke dua,
sedang kedua putra tersebut diatas mendpat 600 cacah, masuk ke wilayahnya sendiri. Pergolakan
meledak lagi pada tahun 1715 dan 1733. Untuk mengurangi sumber percekcokan, maka pada
tahun 1752 sistem penggeseran di hapus dan peraturan pergantian oleh putra laki-laki di
tetapkan. Untuk meredakan ketegangan, VOC juga mengijinkan pemakian sultan lagi, yaitu sejak
1729: ada sultan sepuh, sultan cirebon, sultan anom dan penembahan cirebon.
Kemudian pada tahun 1773 menjadi 2, sultan sepuh dan sultan anom. Keadaan menjadi lebih
stabil, karena selama kurang lebih setelah abad sultan anom memerintah dengan penuh
kebijaksanaan.

r) Madura

Setelah pemberontakan di abwah orang melayu, Ince Kandur, dapat di padamkan oleh
couper, pada akhi r perang trunajaya, Madura kembali masuk lingkunga kekuasaan mataram
untuk kemudian di serahkan kepada VOC. Untuk pemerintahan bagian barat pada tahun 1680
diangkatlah cakraningrat sebagai penguasa umum atas arosbaya, balega, dan sampang. Dia
memerintah dengan kebijaksanaan dan keadilan sehingga menjadi populer serta memperoleh
kepercyaan VOC. Sepeninggal macanwulu timbullah perjungan kekuasaan di antara ke empat
putra menantu pada satu pihak dan pringgawangsa, seorang saudara macan wulu, pada pihak
lain.

s) pergolakan di Banten Pada pertengahan abad XVIII

Ranamanggala baru di angkat menjadi putra mahkota setelah kakaknya muhammad soleh
mati terbunuh. Pada tahun 1733 dia menggantikan ayahnya dan bergelar sultan abdul patah
mohammad syafe’i zainal arifin. Segera ratu syarifa fatimah memakai sebutan ratu sultan serta
memulai memperluas kekuasaannya. Denagn intriknya sultan dan ptra mahkota di adu domba
sehingga yang terakhir bersama pengikutnya mengungsi ke Batavia. Kemudia sebagai
penggantinya di usulkan seorang kemenakannya yang telah kawin dengan putra sultan yang lahir
dari istri lain, ialah syarif abdullah Muhammad syafe’i. Usur pasi ratu syarifah fatimah tidak
hanya berhasil menyingkirkan dinasti lama serta menggantikannya dengan keluarganya sendiri,
akan tetapi kekuasaannya meraja lela dalam arti sebenarnya dan menjadi suatu despotisme.
Kesemuannya itu di jalankan di dalam pengawasannya kumpeni yang bersikap masa bodo
terhadap hal ini dan membiarkan ratu syarifah bertindak demikian selama dia menjamin
kelancaran penyerahan lada pada kumpeni. Memang sejak semula hubunga antar banten dan
VOC berkisar sekitar perdagangan lada. Tujuan utama VOC adalah menjamin monopoli lada dan
mengusir semua penyaing dari sana. Akhirnya kumpeni dapat menyelesaikan tahta banten pada
saat perinsip bahwa banten telah di taklukannya lewat perang sehingga berada di bawah
suzereinitas VOC dan di perintahnya untuk menjamin ketentraman dan ketertiban. Karena ada
rasa hormat kepada sultan haji abu natsir abdul kahar, maka pemerintah banten sebagai leengoed

32
(feodum) di serahkan kepada pangeran wali yang di angkat sebagai sultan dengan gelar paduka
sri sultan abdulmaali mohammad wakiul halimin. Sekaligus pangeran gusti di angkat resmi
sebagai putra mahkota

t) priangan dalam abad XVIII

Daerah priangan yang di peroleh VOC dari mataram pada tahun 1677 dan 1705 menjadi
daerah langsung di bawah kekuasaannya. Dengan demikian tercapailah tujuan politiknya, ialah
membentuk daerh pemisah antara dua kerajaan, ke duanya merupakan lawan yang sangat
berkuasa; banten dan mataram. Di samping itu tujuan pokoknya ialah bukanlah melakukan
pemerintahan langsung tetapi lebih banyak memungut hasil daerah untuk perdagangannya.
Di luar sistem wajib tanam kopi, campur tangan VOC minimal antara lain hanya dalam bidang
pengadilan dan pengangkatan pejabat. Sejak tahun 1706 pengangkat patih dilakukan oleh
gubernur jendral dan sejak tahun 1790 pengangkatan kepala distrik perlu mendapat persetujuan
komisaris VOC. Sedikit demi sedikit kekuasaan bupati mulai di batasi.
Pada waktu VOC menerima daerah priangan berdasarkan traktat 1705, tidak langsung
memasukannya sebagai daerah di bawah pemerintah yang di awasi oleh eropa maka sebagai
pengawas diangkatnya pangeran aria gede adiwijaya alias abdurahman muhammad kaharudin ;
seorang saudara bungsu para raja cirebon (1706). Daerh kekuasaannya meliputi : limbangan,
sukapura, galuh, bandung, parakan muncang, sumedang, ciasam, pamanukan, dan panaden
tugasnya ialah : 1) Menjaga perdamaian antara para bupati dn mencegah adanya perebutan
penduduk; 2) Mendorong penanaman padi; 3) Mewajibkan penyerahan kapas, indigo dan lada
dengan suatu pembayaran ; 4) Tidak memperbolehkan pengangkatan patih tanpa persetujuan dari
residen di cirebon. Pada tahun 1723 pangeran aria meninggal dan VOC tidak mengangkat
penggantinya.

F. Kemunduran di luar jawa dan penetrasi kuumpeni (1700-1800)

a) Kerajaan Aceh dalam abad XVIII

Kemerosotan politik dan ekonomi aceh tidak hanya mengakibatkan penyusutan arae politk
dalam hubungan antar kerajaan tetapi juga krisis di jantung jerajaan, ialah timbulnya suatu tradisi
revolusi istana. Sudah barang tentu hal itu mempunyai umpan baliknya kekuasaan kerajaan.
Nenerapa faktoor dapat di uraikan sebagai faktor penyebabnya, antara lain: 1) Kedudukan sultan
jatuh dalam pengawasan para kepala Mukim, khususnya dari ke tiga segi, ialah mukim IV,XXII,
dan XXVI. 2) Pertentangan dan perebutan kekuasan di kalangan orang kaya menjadikan
kedudukan sultan sebagai bulan-bulanan. 3) Tidak ada tokoh kuat yang dapat mempersatukan
golongan-golongan. Kondisi-kondisi sosial politik seperti itu tidak dapat memantapkan
pelembagaan kerajaan sebagai lembaga politik. Suatu bukti ialh bawa setiap pergantian
menimbulkan krisis dan pergolakan.

b) Raja kecil dan Penaklukan Johor

33
Dalam historiografi melayu tradisional melayu tradisional Raja kecil disebut sebagai putra
raja mahmud syah dari dimasti malaka yang berkuasa di johor, intergrasi politik yang di ciptakn
dengan perng ekspansinya dapat dipandang sebagai pkembangan politik yang dipermudah oleh
kondosi-sosio kultura, ialah perantauan suku minangkabau tersebut. Sultan mahmud syah (1685-
1699) menjadi korban persengkongkolan istana yang melibatkan bendahara dan orang kaya,
antara lin megat sri rama. Sepeninggal dultan mahmud syah dalam revolusi istana itu, kekuasaan
turun ke tangan sultan abdul jalil, di nbantu oleh raja muda Tun mahmud, brndahara Tun
Abdullah, syahbandar abdul rahman, laksamana sri naradiraja, dan para orang kaya

c) Kerajaan banjarmasin dalam abad XVII

Banjarmasin adalah salah satu kerajaan yang maju dikarenakan oleh penetrasi VOC di mana-
mana dengan memonopolinya, banjarmasin mengalami kemajuan antara lain dengan datangnya
pedagang-pedagang mengungsi kesana. Karena kehadiran pedagang-pedagang asing dapt di
tempuh politik keseimbangan. Alternatif-alternatif politik mencegah dominasi pihak Belanda.
Sebaliknya kehadiran unsur asing di daerah itu juga dapat mengakibatkan akselerasi
faksionalisme atau perpecahan di kalangan istan akhususnya dan di antara para pedagang
umumnya. Permusuhan antara banjarmasin dengan VOC mengalami padang durutnya oleh
karena pihak Banjarmasin asa kalanya memerlukan bantuan VOC dalam menghadapi para
lawannnya, antra lain mataram, makddar san lain-lain. Dari pihak VOC selalu ada kepentinagn
komersial untuk mengontrol dan menguasai rempah-rempah

d) Minahasa menghadapi ekspansi VOC (Abad XVII dan XVIII)

Menurut perjanjian Bongaya (1667) daerah manado (minahasa) siakui oleh VOC sebagai
daerah masuk lingkungan kekuasaan raja Ternate, ayitu sultan kaitsili mandarsyah. Situasi
politik menjelang kedatangan VOC pnuh pergolakan. Salad satu sebabnya ialah politik ekspansi
yang di jalankan oleh ra bolang, loloda. Daerah pegunungn manado hendak ditundukan akan
tetapi menghadapi perlawanan kuat. Di samping itu dalam menghadapi VOC timbullah
pertentangan antara Loloda dan saudaramya, Maccarompius, yang lebih bersikap pro kumpeni.
Pada umumnya suzeirinitas sertab pengruh ternate di tentang oleh para penguasa dan penduduk
manado. Perubahan status manado sejak tahun 1667 ditentukan oleh 2 hal:
1) Eternate secara sukarela atau terpaksa memberi kleluasaan kepada VOC melkaukan tindakan
di manado. 2) Para penguasa di daerah itu mengadakan kontrak denagn VOC. Perlu ditambahkan
bahwa proses kristenisasi telah mulai bejalan tanpa membangkitkan tantangan yang berarti dari
para penguasa. Sampai akhir abad XVIII kehadiran kumpeni di minahasa belum berhasil
menciptakan ketertiban dan ketentraman d kalangan rakyat. Suatu perkembangan yang tejjadi di
bolang ialah bahwa kumpeni dapat mngawasi kwrajaan dan mengatiur pergantian tahta sehingga
dapat dicegah timbulnya perebutn tahta. Karena penyalahgunaan kkuasaan dan pelanggaran
perjanjian dengan kumpeni maka pada tahun 1749 raja salomon monoppo di nuang ke tanjung
harpan.

e) Irian jaya (1600-1800)

34
Baik pelayar parugis maupun spayol memberitakan bahwa mereka telah sampai di irian atau
mendapat kontak dengan raja pribumi irian, ekspansi barat dalam hal ini tidak mengenal
batasnya. Harapan akan menemukan hasil-hasil berharga dan emas mendorong pelayar
Kemerosotan politik VOC menjelajah dampai kai, aru, misool,waigue, weigamo, carem, bacan,
dan sebagainya. Kontak serta hubungan kadang-kadang bersifat bersahabat akan tetapi ada
kalnya pula bermusuhan. Lisabatta dan hatuwe menyerahkan bulu bekti kepada ternate (1645).
Waktu kumpeni berperang denagn tidore, suatu ekspedisi dikirim untuik menghukum beberapa
pemuka, antara lain hatuwe, cebe, wada, waigue, dan salawati. Pada tahun 1660 semua bhsa
papua (irian) ada dibawah kekuasaan tidore. Berdasarkan persekutuan abadi (1660) antara
ternate, tidore, dan bacan maka bacan memasukan misool ke dalam lingkungan kekuasaannya

f) Perang nuku

Asal mula pergolakan nyang meliputi seluruh daerah maluku dan melibatkan sebagian dari
irian berkisar sekitar pergantian that di kerajan tidore. Skala konflik bersenjata sedemikian
besarnya dan berlangsung kurang lebih seperempt abadmembenarkan pergolakan tersabut
sebagai perang. Tokoh yang memegang peran utama ialah nuku yang bersama saudaranya,
kamaluddin, dikemudiankan pata alam.

g) Runtuhnya kerajaan Palembang (1822)

Waktu sultan muhamad baha’udin meninggal pada tahun 1804 setelah memerintah kurang
lebih 7 tahun, dia di gantikn oleh putranya, sulytan mahmud badarudin. Di gambarkanya raja
terakhir palembang ini sebagai penguasa yang memerintah secara despotis, punya kepribadian
yang kuat dan berbakat sekali. Meskipun pertahanan diperkuat sedemikian hebatnya, palembang
denagn tidak banyak perlawanan jtuh ketangan ekspedisi inggris di bawah Gillespie pada tangal
24 april 1812. Sultan sempat mengungsi keselatan. Waktu Belanda menerima kembali daerah
jajahanya dari inggris, politiknya langsung membalik situasi seperti yang diciptakan oleh inggris.
Sultan ahmd najamudin adalah pengusa yang lemah, sedangkan sultan basruddin menguadai
keadaan politik. Eksploitasi feodalistis dikalangan keluarga sultan merajalela, banyak terjadi
permpokan dalam kekosongan kekuasaan si saerah, akhirnya situasi mirip dengan anarki.
Pemberontakan si bawah P.Abdurahman dan jayaningrat pada tanggal 22 november 1821 yang
gagal memberi alasan kepada belanda untuk menamatkan kesultanan palembang. Susuhunan
dimankan ke batavia sedang sultan mengungsi ke hulu S.musi untuk meneruskan perlawanannya.
Setelah bertahan selama delapan bulan dia pu ditawan dan diasingkan ke mando dimana ia
meninggl pada tahun 1844. Dengan demikian berakhirlah dinasti palembang.

h) Gerakan ahmad syah dan perang sabil

Ideologi perang sabil dalam abad XVII telah menjadi faktor penggerak dari perlawanan
terhadap penetrasa VOC, namun sering kali kita juga mnghadapi dituasi antinomis dimana dalam
perjuangan kekuasaan dalam struktur masyarakat feodalistis asa unsur-unsur dari pihak-pihak
yang bertebtanagn yang bersdia mengadakan aliansi dengan VOC. Bagi pihak yang melawan

35
belanda ideologi antin kafir berfungsi untuk melegitimasikan posisi dan lebih dari itu,
merangsang rakyat yang perlu dimobilisasi. Dalam suasana anti kafir pada periode perempat
abad terakhir abad XVII seorang okoh muncul, ialah ahmd syah iskandar, juga disebut sebagai
yang dipertuan raja sakti dari minangkabau. Sebagai orang kramat dengan pengaruh yang
kharismatis, dia mengembaliakn asal-usulnya, kepada iskanda zulkarnaen, sehingga lebih kuat
legitimasinya untuk berperan sebagai pemimpn dalam melancarkan perang sabil terhadap
belanda. Karena sikap amangkurat II mendua, maka ahmad syah cukup mendapat angin,
meskipun kontak yang terjadi antara kedua itu tidak terwujud debagai aktifitas perlawanan.
Daerah opasinya dalam tahun delapan puluhan lebuh terarah kepada daerah sumatra selatan,
antar lain lampung dan palembang. Maka balanda dengan pasukan banten pro belanda di kirim
ke sana. Pada bulan januari 1688 ahmad syah dengan dibantu oleh pasukan bugis, makassar, dan
inggris menyerang pertahanan banten si selebar dan berhasil mengusir mereka.
Pangeran ahmad syah di jawa masih tampak dalam pemberontakan kapten jonker yang sangat
dipengaruhi oleh yang dipetuan raja sakti

i) Lada dan penetrasi barat di Bengkulu

Kedudukan inggris dibengkulu semakin kuat dengan ditandatangninya perjanjian dengan


para penguasa setempat, berturut-turut ialah: 1) Pada tahun 1685 dengan pangeran sungai lemau
dan sungai itam 2) Pada tahun 1695 dengan pangeran silebar, natadiraja
3) Dengan penguasa dari seluma pada tahun 1706 untuk memperoleh monopoli membeli lada; 4)
Dengan kue pada tahun 1713 dengan tujuan yang sama

j) Kalimantan Barat

Pada awal abad XVII kalimantan barat telah mempunyi hubungan perdagangan, seperti
palembang, johor, riau, banten dan mataram. Yang sangat menarik perdagangan ialh intn dan
berlian. Pedagang barat, bangsa portugis, spayol dan belanda juga telah menampakan diri disitu.
Antara kerajaan-kerajaan itmbul tidak hanya persaingan perdagangan tetapi juga perjuangan
kekuasaan. Pada akhir abad XVII pecahlah perang berlian antara landak dan sukandana, oleh
karena yang terakhir menuntut agr berlin besar yang disebut danau raja, diseahkan oleh lndak.
Dengan bantuan banten dan VOC lndak mnyerang san berhasil menaklukan sukandana.

k) Kerajaan Pontianak

Asal mula kerajaan pontianak kembali kepada riwayat hidup syech abduchman, seorang
putra syarif husain ibn ahmd al kadri. Datang di matan pada tahun 1753 sebagai orang yang
hendak mengadu keuntungan diperantuan, kemudian terpaksa pindah ke mempawa mencari
perlindungan sultan daeng manambon. Dikalangan rakyat syarif husein sangat populer dan
berpngaruh, lebih-lebih setelah diangkat sebagai patih. Pada tahun 1742 seorang putra laki-laki
lahir dari perkawinannya dengan putri dayak, diberi nama syarif abdurahman. Pada akhir tahun
1771 bersama dngan sejumlah pengikutnya dyarif abdurahman berlayar mudik S.Kapuas sampai
tempat pertemuannya dengan sungai landak. Ditempat itulah dia mendirikan pemukiman baru

36
untuk diperkembangkan sebagai pusat percagangan. Menurut cerita tempat itu di huni oleh
hantu-hantu, kesemuanya dilenyapkan dan mulailah pembukaan hutan (7 januari 1772), maka
tempat itu diberi nama Pontianak

l) Timor dan sekitarnya

Menurut laporan cina dari tahun 1556 pada waktu itu telah terdapat 12 pelabuhan masing-
masing si bawah seorang pengusa. Kira-kira satu abad kemudian di solor didirikan benteng oleh
biarawan-biarawan dominikan. Kistianisasi elah berjalan sejak kedatangan portugis si wilayah
itu, lagi pula terjadi banyak perkawinan ntara mestizo partugis dan penduduk pribumi.
Penduduk yang telah masuk kriten pada umumnya pro portugis. Raja-raja pntai yang masuk
kristen bersekutu dengan portugis. Raj wahele dari pedalaman sebaliknya menentang portugis
dan memelik agama islam. Kontrak pertama diadakan oleh VOC pada tahun 1655 dengan lima
raja, yaitu dari kupang, somba’o, amabi, taebenu, dan ampoan. Perccokan dengan kaukm
portugis berlangsung terus, hanya ada semacam perdamaian antara tahun 1644-1652. Dominasi
belanda menjadi mantap setelah kontrak dengan paravicini pada tahun 1756 ditandatangani oleh
27 raja-raja bawahan. Penentuan perbatasan dan pembagian daerah-daerah antara wilayah
belanda dan portugis caru ditetapkan dalam perjanjian pada tahun 1859 dan kemudian
disempurnakan pada tahun 1893.

G. SISTEM SOSIAL EKONOMIS ABAD XIX

a) Kependudukan dan sumber kehidupan

Berdasarkan sumber tertulis yang sangat langka mengenai kependudukan, ialah buku histori
of java tulisn raffles peduduk jawa pada abad XIX berjumlah 4.615.270, di antaranya lebih dari
1,5 juta hidup di daerah kerajaan dan kira-kira 3 juta ada di daerah yang langsung diperintah
kolonial. Perbandingan kelahiran menurut sumber itu 1 dan 40 sedang perbandinagn kematian
adalah 1,49. Selanjutnya dilaporkan bahwa satu cacah (keluarga) rata-rata terdiri atas 4-4,5
anggota. Jarnag sekali di temukan keluarga besar yang beranggota lebih dari 10 orang.
Pada awal bad XIX jawa sudah merupakan daerah agraris. Sebagian besar dari penduduknya
hidup dari pertanian, termasuk petrnakan.

b) Dirk van Hogendorp (1799-1808)

Hogendorp mengusulkan agar kedudukan bupati dan penguasa daerah lainnya di atur
kembali, pemilikan atau penguasaan tanah sebagai sumber pemerasan dicabut dan tanah
dikembalikan kepada rakyat. Rakyat diberi tanah untuk di tanami secara bebas, bebas memilih
jenis tanaman serta menyalurkannya dan bebas melakukan pekerjaannay. Sebagai penganti
perplichte leperanties (penyerahan wajib) diadakn pajak berupa hasil bumi dan uang kepala.

c) Herman willem daendles (1808-1811)

37
Di jiwai oleh ideologi yang sama daendles menjalankan pemerintahannya dengan
memberantas sistem feodal yang sangat di perkuat oleh VOC. Untuk mencegah penyalah
gunaan, kekuasaan, serta hak-hak bupati mulai di batasi, terutama yang menyangkut penguasaan
tanah dan pemakaian tenaga rakyat. Baik wajib tanam dan wajib kerja hendak dihapuskannya hal
ini tidak hanya akan mengurangi pemerasan oleh para penguasa tetapi juga lebih selaras dengan
prinsip kebebasan berdagang kondisi pada waktu itu menjadi hambatan pokok bagi pelaksanaan
ide-ide bagus tersebut. Sesuai dengan prinsip-prinsip kebijaksanaannya daendles membatasi
kekuasaan para raja, antara lain mengangkat penguasa daerah di atur kembali, termasuk larangan
untuk menjual belikan jabatan karena mengadakan pemberontakan maka keultanan banten di
hapuskan.

d) Thomas stamford raffles (1811-1816)

Pokok-pokok sistem Raffles adalah sebagai berikut:


1) Penghapusan seluruh pengerahan wajib dan wajib kerja dengan memberi kebebasan penuh
untuk kultur dan berdagang 2) Pemerintah secar langsung mengawasi tanah-tanah, hasilnya
dipungut langsung oleh pemerint tanpa perantara bupati yang tugasnya terbatas pada dinas-dinas
umum3) Penyewan tanah di beberapa daerah di lakukan berdasarkan kontrak dan terbatas
waktunya.

e) Struktur social

Diferensiasi dan spesialisasi masih rendah, warga desa pada umumnya adalah petani, maka
dalam homogenitas seperti itu berkembanglah sistem tukar menukar tenaga dan jasa berdasarkan
prinsip timbal balik, suatu sistem sumbangan rewang, tolong menolong, punjungan, atau apa
yang lazim secara umum di sebut gotong royong. Berdasarkan ikatan ini untuk banyak suatu
produksi tidak di perlukan uang sebagai upah, tenaga dapat dikerahkan menurut prinsip
pertukaran.

f) Kedudukan Bupati di tanah Gubernemen

Dalam sistem pemerintahan tak langsung justru bupati memegang peranan rangkap. Mereka
tetap mempunyai kedudukan sebagai penguasa teratas di daerahnya, di samping itu mereka
berperan sebagai perantara penguasa kolonial dan rakyat. Suatu kedudukan yang menambah
kekuasaan politik. Golongan konserpatif yang diwakili antara lain oleh Nedenburgh dan Van de
Bosch bersikap realistis dengan memperhitungkan keadaaan indonesia yang bersifat liberalis.
Sedangkan rakyat hidup pada subsistensi dalam lingkungan ekonomi tanpa uang, karena liberal
justru ingin mengangkat tingkat hidup rakyat dengan memasuakn prinsip liberalnya.

g) Penyewaan desa

Suatu kelembaan yang berakar sejak jaman kumpeni ialah adanya desa-desa yang di siapkan
kepada pihak swasta separti kum cina, yang dengan penyewaan itu mendapat hak memungut

38
hasil bumi dan tenaga rakyat seperti pihak yang menyewakan : VOC atau seorang penguasa
pribumi. Para penyewa mempunyai kedudukan seperti para bupati. Pungutan hasil serta
pengerahan tenaga itu dilakukan selama waktu sewa , misalnya 3,5,8,4 atau 10 tahun dengan
demikian hak-hak feodal dipindahkan kepada penyewa yang lazimnya sudah barang tentu
mempunyai hasrat

h) Perdagangan

Dalam sistem feodal di jawa pada awal abad XI sudah barang tentu perdagangan terutama
terdiri atas transaksi dengan tukar menukar barang; seperti kopi dengan garam atau candu, beras
dengan kapas atau indigo, kerbau dengan barang-barang, dan jarang sekali dengan uang. Lalu
lintas barang menggunakan pengangkutan tadisonal, yaitu dengan tenaga binatang seperti kerbau
dan kuda. Jarak yang di tempuh pendek karena keadaan jalan masih buruk dan perjalanan cukup
lama. Pusat-pusat VOC menjadi tujuan aliran pengangkutan dari pedalaman berupa hasil bumi
dan perkebunan.

i) Stuktur Feodal Masyarakat Jawa pada awal Abad XIX

Tidak diperhitngkan hak-hak penduduk atas tanahnya yang jelas ialah bahwa akhirnya rakyat
hanya mempunyai hak menggunakan. Dengan penguasaan yang dipaksakan dari atas, pemerasan
hasil sebanyak-banyaknya membawa akibat yang luas. Dalam penggunaan dan penguasaan
tanah, lurah atau bekel mempunyai kedudukan yang strategis, kepihak atas dia sangat tergantung
pada kekuasaan pemegang apanage atau penyewa tanh dengan kemungkinan mendapat tekanan-
tekanan, seperti tembahan permintaan hasil atau dipect karena tidak dapat memenuhi permintaan
atasan. Berdasarkan adat sebenarnya telah ada aturna-aturan menetapkan hak dan kewajiban
penguasa terhadap penggarap tanah. Di samping itu raja atau gubernemen tetap mempunyai hak
untuk mengadakan pungutan ut hasil dan pengerahan tenaga. Dimana-mana ada anggapan bahwa
raja atau gubernamen hindia belanda mempunyi hak milik atas tanah, termasuk hak
mengerahkan tenaga, pemilik atau penggarap tanah itu.

j) Sistem Tanam Paksa (STP)

Sistem tanam paksa yang di usulkan oleh van de bosch di dasarkan atas prinsip wajib atau
paksa dan prinsip monopoli. Prisip yang pertama di pergunakan menurut model yang telah lama
berjalan di priangan, yang terkanal sebagai preangers stelse at u pun sistem yang dipakai oleh
VOC, verplichte leveranties (penyerahan wajib ). Ini berarti bahwa sistem tanam paksa akan
menyandarkan diri pada sistem tradisional dan feodal dengan menggunakan perantaraan struktur
kekuasaan lama. Dengan demikian sistem liberal di lepaskan sama sekali.
Menurut sistem tanam paksa pungutan dari rakyat tidak lagi berupa uang tetapi berupa hasil
tanaman yang dapat di ekspor. Seperlima dari tanah garapan yang ditanami padi dari rakyat di
desa wajib di tanami tanaman itu dengan memakai tenaga yang tidak melebihi tenaga untuk
menggarap tanah itu bagi penanam padi. Yang sangat hakiki dalam rencana van den bosch ialah

39
bahwa pelaksanaan sistemnya menggunakan organisasi desa sebgai wahana yang paling tepat
untuk meningkatkan priduksi.

Saat STP diberlakukan ini berarti pemantapan untuk lembaga-lembaga desa berbanding
terbalik dengan tambahan beban terhadap rakyat. Reaksi rakyat terhadap sistem bermacam-
macam. 1) Kecenderungan untuk pemerataan pemilikan tanah; 2) Perpindahan ke daerah lain; 3)
Penggabungan dan dan perpisahan desa. Pelaksaksaan STP tidak hanya memakai tenaga kerja
rakyat tetapi tanahnya juga yang telah diusahakan untuk penanaman padi, tanaman pangan
rakyat yang yang utama. Untuk tanaman tebu mengambil tanah-tanah yang terbaik, dengan
tambahan pekerjaan seperti menyiangi tanah, pengairan, dan pengangkutan. Sedangkan tanaman
indigo cepat membuat tanah menjadi kurus. Setelah areal tanaman itu dikonsentrasikan sekitar
pabrik maka tempat kerja menjadi lebih jauh dari desa penduduk, jarak pengangkutan lebih jauh,
penggunaan air untuk pabrik mengurangi jatah sawah. Padahal rakyat di sekitar pabrik mau tak
mau sudah menyerahkan bagian yang lebih luas dari sawahnya guna tanaman tebu.

Sebagai perangsang dalam penyelenggaraan STP para petugas, baik residen maupun kepala
desa mendapat kultur procenten (prosenan tanaman) yaitu jumlah sebesar prosenan tertentu dari
harga hasil tanam paksa yang terkumpul di wilayahnya. Hal ini menimbulkan kecenderungan
untuk memaksa rakyat berusaha mencapai target apabila perlu dengan tambahan pekerjaan atau
areal tanaman. Dalam pembayaran pajak tanah dipungut oleh kepala desa sebagai perantara yang
kemudian tidak disetor dan dipergunakan oleh dirinya sendiri. Kemudian rakyat masih dipungut
jumlah pajak yang utuh. Mereka secara sengaja dapat menambah beban pemilik sawah dengan
maksud agar kemudian dapat menguasai sawah rakyat, ada pula penduduk desa yang dibebaskan
dari wajib-kerja dan tanam paksa dengan pembayaran kepada kepala desa. Untuk menambah
keuntungannya dilakukan juga sistem ngijon, yaitu pemberian persekot untuk tanaman yang
masih belum masak.

Keadaan mulai berubah dengan perkembangan transportasi dan komunikasi yang memegang
peranan penting. Perkembangan birokrasi dan edukasi akan mempunyai dampak yang besar atas
usaha masyarakat pribumi. Kalau kemudian timbul modernisasi yang member manfaat bagi
rakyat, hal ini terjadi lebih sebagai hasil-sampingan (byproduct) dan tidak sebagai hasil usaha
yang dari semula disadari dan diperjuangkan. Gagasan humaniter baru muncul lagi setelah
terbuka mata kalangan politik Belanda terhadap apa yang disebut “kemerosotan kesejahteraan”
rakyat sehingga timbul aliran politik etis.

Menjelang akhir abad XVIII Negeri Belanda mengalami pergolakan politik yang dahsyat.
Dalam tahun delapan puluhan perang dengan Inggris menimbulkan kemerosotan hebat pada
perdagangan VOC dan dalam tahun Sembilan puluhan Revolusi Prancis membawa politik dan
menempatkan Belanda di bawah hegemoni Prancis. Tambahan pula korupsi dalam tubuh VOC
merajalela terlepas dari segala pengawasan. Januari 1800, VOC meninggalkan hutang sebesar
f.1347 juta. Sementara itu pusat pendudukan dan daerah kekuasaan VOC jatuh ke tangan Inggris,
termasuk Jawa yang terakhir pada tahun 1811. Pengaruh besar dari pergolakan politik Eropa
ialah berupa perombakan politik kolonial yang dijiwai oleh ideologi Revolusi Prancis dan

40
liberalisme. Kalau di masa sebelumnya koloni adalah untuk keperluan perdagangan dan dengan
demikian mencari keuntungan, ideologi liberal mengutamakan prinsip kebebasan dalam
pemerintahan seperti kebebasan pribadi, milik tanah pribadi, kebebasan perdagangan,
penghapusan kerja paksa, dan jaminan hukum. Politik kolonial sejak pengambilan VOC sampai
penyelenggaraan STP mencerminkan suatu ekonomi politik yang berlandaskan pada ideology
liberalism dan konsep colonial yang member fungsi daerah jajahan selaku wingewest yaitu
daerah yang member keuntungan kepada negeri induk. Yang membuat lebih kompleks keadaan
politik pada masa transisi itu ialah bahwa sistem pemerintahan hendak dipisahkan sepenuhnya
dari sistem perdagangan, sehingga perlu dicari sumber keuangan dari penyelenggaraan
administrasi pemerintahan.

Kebobrokan keadaan ekonomi baik di Indonesia maupun di Nederland menambah besar


persoalan. Politik liberal secara wajar mendorong ke arah perkembangan ekonomi bebas dan
lepas dari campur tangan pemerintah. Kondisi di Jawa memaksa penguasa kolonial untuk
menyesuaikan sistem pajak tanah dengan meneruskan sistem pemungutan ¬in-natura. Selama
zaman VOC kepentingan perdagangan sangat diutamakan sehingga keterlibatannya dalam
perang-perang intern atau konflik-konflik politik dapat dibatasi, maka peranannya lebih bersifat
reaktif dan oleh karenanya tidak terlalu agresif. Setelah VOC dihapus dan hak serta
kekuasaannya diserahkan kepada pemerintah Hindia Belanda serta poliik pasifikasi
dijalankannya, maka timbul penetrasi yang semakin intensif di seluruh kepulauan Indonesia.
Sejarah abad XIX merupakan rentetan sejarah perang atau perlawanan dalam pelbagai bentuk,
kesemuanya menjadi bukti bahwa bangsa Indonesia mampu mengadakan reaksi yang dahsyat
terhadap Belanda.

Ada perlawanan-perlawanan yang berskala besar dengan jangkauan waktu panjang serta
jangkauan ruang yang luas. Ke semuanya lazim disebut perang. Di samping itu tidak terbilang
banyaknya pergolakan rakyat yang merupakan gerakan protes yang berskala kecil Bila diukur
menurut kualitasnya, kedua jenis perlawanan sesungguhnya tidak berbeda baik hakikat, maupun
sifatnya.

 Pemberontakan Saparua

Pergolakan di Saparua selama bagian kedua tahun 1817 (Juli-Desember) dibangkitkan oleh
restorasi pemerintahan kolonial Belanda dari tangan Inggris. Perubahan penguasa dengan
sendirinya membawa perubahan kebijaksanaan dan peraturan Apabila perubahan itu
menimbulkanbanyak kerugian atau penghargaan yang kurang, sudah barang tentu akan
menimbulkan rasa tak puas dan kegelisahan. Protes rakyat di bawah pimpinan Thomas Matulesia
diawali dengan penyerahan daftar keluhan-keluhan kepada Belanda. Daftar itu ditandatangani
oleh 21 penguasa orang kaya, patih, raja dari Saparua dan Nusa Laut. Beberapa pemimpin lain
dalam pemberontakan ialah Anthony Rhebok, Philip Latumahina, dan raja dari Siri Sori Sayat.

 Perang Padri

41
Pada awal abad XIX gerakan kaum Wahabiah dengan puritanismenya melanda Sumatra
Barat. Gerakan ini bertujuan membersihkan kehidupan agama Islam dari pengaruh-pengaruh
kebudayaan setempat yang dianggap menyalahi ajaran agama Islam yang ortodoks.
Diberantasnya perjudian, adu ayam, pesta-pesta dengan hiburan yang dianggap merusak
kehidupan beragama. Waktu Inggris memegang kekuasaan sementara mereka berhasil
menyingkirkan kaum Padri dari Padang seanteronya dengan segala tipu muslihat. Kemudian
dibiarkanlah mereka menguasainya, maka dari itu ketika Hindia Belanda pada tahun 1816 datang
kembali, daerah tersebut didominasi oleh kaum Padri. Kekuasaan sebagai penguasa dipakai
untuk memungut pajak dan sebagian dari hasil panen, mengerahkan tenaga kerja wanita dan
anak-anak untuk dijual sebagai tenaga pekerja, antara lain di Sumatera Timur.

Daerah kekuasaan kaum Padri meliputi daerah yang sebelumnya adalah wilayah kekuasaan
kerajaan Minangkabau; berbatasan dengan Tapanuli, Siak, Indragiri, Jambi, dan Indrapura.
Gerakan revivalisme atau revitalisme itu ternyata mempunyai kekuatan mobilisasi yang besar
maka para penguasa daerah menggabungkan diri dan mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Pusat gerakan adalah Bonjol atau Alam Panjang. Imam Bonjol dalam memimpin gerakan
dibantu oleh Tuanku Mudik Padang dan Mansiangan. Dalam menghadapi perjuangan kaum
Padri, Belanda lama-kelamaan sadar bahwa pada hakikatnya gerakan itu tidak hanya
mempertahankan kepentingan agama akan tetapi juga melakukan perlawanan terhadap penetrasi
colonial, sebagai ancaman terhadap kemerdekaan mereka.

Proses pasifikasi berjalan lambat, bahkan sering kali Belanda terpaksa bersikap defensive
karena kaum Padri menimbulkan suatu anarki, maka ada alasan untuk menjalankan
“pasifikasinya”; yang jelas ialah bahwa gerakan menjalankan ekspansi ke jurusan Mandailing,
tanah Batak, dan Riau sehingga “Perang Dalam” (internal war) berkobar; maka timbul situasi
yang banyak mengakibakan penderitaan. Bagi penguasa colonial konflik dan perpecahan
member dalih untuk menjalankan intervensinya dan menanam pengaruhnya.

 Perang Diponegoro

Perang Diponegoro merupakan pergolakan terbesar yang terakhir dihadapi pemerintah


colonial Belanda di Jawa. Sampai selesainya perang tersebut diperkirakan yang gugur ada
kurang lebih dua ratus ribu orang, sedang yang mengalami penderitaan berjumlah sepertiga dari
penduduk Jawa pada waktu itu kurang, kurang lebih dua juta orang. Kecenderungan untuk
mengikuti P. Diponegoro perlu dilacak kembali pada kondisi hidup rakyat, lebih-lebih dalam
bidang social-ekonomis. Sistem pajak tradisional telah menjadi beban barat secara turun
temurun, seperti:1) Kerig aji (heerendiensten); 2) Wilah welit (pajak tanah); 3) Pangawang-
pangawang (pajak halaman-pekarang); 4) Pacumpling (pajak jumlah pintu); 5) Pajigar (pajak
ternak); 6) Panyongket (pajak pindah nama); bekti (pajak menyewa tanah atau menerima
jabatan). Kasus di Yogyakarta yang langsung menyangkut P. Diponegoro ialah soal
“penyewaan” tanah Sri Sultan oleh Residen Nahuys, ialah tanah perkebunan kopi Bedaya.
Disewakannya tanah itu seharga 25 real, namun berdasarkan peraturan itu Nahuys menuntut
ganti rugi sebesar 60.000 real. Alasannya ialah bahwa sudah banyak modal yang ditanam di

42
dalamnya. Tawar-menawar soal jumlah ganti rugi itu menimbulkan kegusaran Pangeran
Diponegoro.

 Perang Banjarmasin

Persoalan pergantian tahta di kerajaan Banjarmasin mendorong Belanda untuk mengadakan


intervensi dan melepaskan politik tak-campur-tangan. Sejak ditanda tanganinya perjanijian pada
tahun 1826 hubungan pemerintah kolonial dengan dengan Sultan Adam baik, hanya setelah
ditemukan batu bara di Martapura memburuk, karena Sultan Adam tidak bersedia memberi izin
untuk penggaliannya. Baru setelah Gubernur Jenderal Rochussen sendiri campur tangan, izin itu
diberikan.

Pada tahun 1852 putra mahkota meninggal dan di antara putra-putra dan keturunan sultan
lainnya, P. Tamjid Ulah sebagai putra tertua lahir dari ibu seorang Cina, diakui Belanda sebagai
penggantinya. Adiknya P. Hidayat, lahir dari ibu bangsawan ternyata yang ditunjuk dalam surat
wasiat Sultan Adam. Sepeninggalnya timbullah pemberontakan yang mendukung P. Prabu Ano,
seorang saudara muda Tamjid Ulah. Hidayat yang diangkat sebagai patih di belakang layar
mendukung pemberontakan. Meskipun P. Prabu Anom dapat diangkat sebagai patih di belakang
layar mendukung pemberontakan.

 Perang Aceh

Meskipun pada awal abad XIX hegemoni kerajaan Aceh di Sumatra bagian sudah sangat
menurun, kedaulatannyamasih diakui penuh oleh negara-negara Barat, bahkan berdasarkan
Traktat London pada tahun 1824 menjamin kemerdekaan dan integritasnya. Menurut Traktat itu
Belanda diberi wewenang menjaga ketenteraman di perairan dalam lingkungan kerajaan Aceh.
Sementara itu kekeruhan di perairan Selat Malaka bagian utara bertambah dahsyat sehingga
timbul protes dari pihak Inggris. Tambahan pula dengan dibukanya Terusan Suez, perairan
tersebut mempunyai kedudukan strategis karena terletak dalam urat nadi perkapalan
internasional. Di mata Belanda situasi semakin gawat oleh karena masa itu memasuki periode
waktu imperialisme dan kapitalisme tinggi memuncak dan negara-negara besar Barat berlomba-
lomba mencari daerah jajahan baru. Kekhawatiran Belanda semakin besar waktu Aceh
mengadakan hubungan dengan Turki, Inggris, dan Amerika. Perkembangan itu mendesak Inggris
dan Belanda untuk segera mengadakan penyelesaian.

43
Daftar Pustaka

Kartodirdjo, S. (2014). Pengantar Indonesia Baru: 1500-1900 Dari Emporium Sampai Imperium.
Yogyakarta: Penerbit Ombak.

44
BAB IV
PENUTUP

45
46

Anda mungkin juga menyukai