Anda di halaman 1dari 10

Nama : Farhan Salim Afifi

Kelas : BSA 3B

NIM : 1185020054

Mata Kuliah : sastra Sunda

Mirah dari Marunda

(Cerita rakyat betawi)

Alkisah, pada suatu malam di zaman kumpeni di rumah Babah Yong terjadi suatu perampokan. Para
centeng kaki tangan Babah Yong ada yang terkapar tidak sadarkan diri dan ada pula yang merintih
kesakitan karena tulang kaki dan atau tangannya patah. Sementara Babah Yong sendiri terikat pada
sebuah tiang di ruang tengah. Sebagian besar perabot dalam rumah yang terletak di daerah Kemayoran
itu hancur dan berserakan, sedangkan barang-barang berharganya telah dibawa kabur oleh kawanan
perampok.

Setelah mendapat laporan warga, malam itu juga penguasa daerah Kemayoran yang bernama Tuan Ruys
bergegas datang bersama Nadir Bek Kemayoran dan para opasnya untuk mencari petunjuk dari bekas-
bekas perampokan. Dari hasil olah tempat kejadian perkara, Tuan Ruys menyimpulkan bahwa
perampokan itu adalah ulas Asni sehingga dia memerintahkan Bek Kemayoran untuk menangkapnya.

Keesokan harinya, Bek Kemayoran datang ke kantor Tuan Ruys dengan membawa seorang pemuda
tampan dan gagah. Pemuda itu berjalan dengan tangan terborgol di belakang. "Saya sudah tangkap
orang yang tuan cari," kata Bek Kemayoran.

"Langsung masukkan dia ke penjara, Saeyan!" perintah Tuan Ruys pada Bek Kemayoran.

Oleh karena merasa tidak bersalah, Asni keberatan apabila harus dimasukkan ke penjara. Dia pun
menjelaskan pada Tuan Ruys kalau malam itu dia ada di rumah dan tidak pergi kemana-mana. Alibinya
didukung oleh beberapa saksi yang menyatakan bahwa Asni memang tidak pergi kemana-mana.
Ternyata alibi Asni sangat kuat sehingga Tuan Ruys tidak dapat begitu saja menjebloskannya ke penjara.

Agar tidak kehilangan muka di masyarakat karena telah salah tangkap, maka Tuan Ruys memberi syarat
pada Asni kalau tidak ingin masuk penjara. Syarat tersebut adalah Asni harus dapat menangkap kepala
perampok yang sebenarnya. Apabila tidak berhasil, sebagai gantinya dia akan dijebloskan ke penjara.
Tanpa pikir panjang Asni mensetujui syarat itu.
Di lain tempat, yaitu di daerah Marunda, ada seorang gadis cantik bernama Mirah. Dia tinggal bersama
ayahnya yang bernama Bang Bodong, sementara ibunya telah meninggal ketika dirinya baru berusia tiga
tahun. Oleh Bang Bodong, Mirah sangat disayangi dan dirawat dengan penuh kesabaran dengan tujuan
agar menjadi seorang wanita utuh yang dapat dibanggakan. Tetapi anehnya, Mirah malah lebih suka
bermain dengan anak laki-laki ketimbang anak perempuan. Mereka sering bermain dayung dan
berenang di muara Sungai Blencong, sehingga tidak aneh bila Mirah dapat berenang dengan cepat
walaupun harus melawan arus sungai.

Selain berenang, Mirah juga tertarik pada ilmu silat. Sebagai penyalurannya, dia turut bergabung
bersama teman-temannya berlatih silat pada malam hari. Melihat bakat dan ketekunan Mirah dalam
berlatih silat, Bang Bodong jadi berubah pikiran dan malah ingin membuatnya menjadi jagoan silat.
Untuk itu, dia pun secara rutin melatih Mirah bersilat. Dan, dalam waktu yang tidak terlalu lama dia
sudah menjadi ahli silat. Ketika dipertarungkan, Mirah selalu dapat mengalahkan lawan tandingnya
hingga dia sangat disegani di daerah Marunda.

Setelah puterinya menjadi jagoan, Bang Bodong bukannya senang. Dia malah khawatir akan masa depan
Mirah. Bagaimanapun juga Mirah adalah seorang perempuan yang kelak akan menjadi seorang
pendamping suami. Apabila saat ini seluruh lelaki ditolak karena tidak dapat mengalahkannya dalam
beradu silat, maka kemungkinan besar dia sulit menikah dan menjadi perawan tuan.

Pada saat Bang Bodong sedang gundah gulana karena tidak ada lelaki yang dapat mengalahkan
puterinya, datanglah Azni ke Marunda untuk mencari jejak kawanan perampok rumah Babah Yong.
Tetapi ketika akan masuk perkampungan, dia ditegur oleh penjaga gardu karena tidak meminta izin
terlebih dahulu.

"Kenapa saya harus meminta izin? Ini kan masih siang," kata Asni polos.

Pertanyaan Asni itu ternyata membuat penjaga kampung Marunda tersinggung. Dia langsung melotot
dan berusaha menendang Asni. Namun, tendangannya dapat dihindari oleh Asni hingga membuat si
penjaga hilang keseimbangan dan terjerembab ke tanah. Begitu juga dengan temannya yang turun dan
ikut menyerang, dapat dipelintir sedemikian rupa hingga mengaduh kesakitan.

Keduanya langsung kabur dari gardu yang dijaganya dan pergi ke rumah Bang Bodong. Sesampainya di
sana mereka melaporkan bahwa telah diserang oleh seorang perusuh yang sedang mabuk. Kontan saja
Bang Bodong menjadi marah dan berlari menuju gardu mencari si perusuh. Ketika bertemu si perusuh,
tanpa bertanya lagi Bang Bodong langsung menyerang menggunakan jurus-jurus silat yang mematikan.
Tetapi sama saja seperti kedua penjaga gardu, Bang Bodong tersungkur dengan sendirinya, walau Azni
terpaksa harus meloncat, bersalto ke belakang, dan berguling-guling untuk menghindari serangannya.
Kekalahan Bang Bodong dari seorang pemuda tanggung akhirnya menyebar ke seluruh wilayah
Marunda. Hal ini membuat Mirah "gerah" dan ingin menantang Asni bertarung untuk mengembalikan
martabat sang ayah. Untuk itu, dia pun mendatangi Asni yang masih berada di Marunda. Ketika telah
berhadapan, tanpa basa-basi Mirah langsung menyerang menggunakan tongkat dan jurus-jurus yang
sangat mematikan. Tetapi, seperti halnya Bang Bodong dan kedua penjaga gardu, seluruh serangan
Mirah dapat dielakkan dan bahkan membuatnya terlempar sendiri ke dalam kolam.

Dengen tubuh penuh lumpur kolam Mirah bangkit lagi lalu meraih pedang yang sejak tadi hanya
disarungkan dekat pinggangnya. Tetapi entah bagaimana, dalam beberapa serangan pedang tersebut
terlepas dan Mirah malah terpelanting ke pohon yang banyak cabangnya. Ketika jatuh, tubuhnya
langsung ditangkap oleh Asni sambil tersenyum-senyum. Mirah menjadi semakin marah dan hendak
mencekik Asmi. Untungnya, Bang Bodong yang dari tadi mengikuti jalannya pertarungan itu segera
berteriak, "Berhenti! Kamu harus mengakuinya sebagai pemenang, Mirah. Dan sesuai dengan janjimu,
pemuda ini berhak menjadi suamimu!"

Singkat cerita, Asni diterima sebagai menantu oleh Bang Bodong. Dan dengan demikian, segala
perselisihan diantara mereka pun dapat diselesaikan. Bang Bodong akhirnya tahu bahwa Asni bukanlah
pemuda mabok pembuat onar. Di datang ke Marunda karena ingin mencari pimpinan kawanan
perampok yang telah menyatroni rumah Babah Yong. Bang Bodong tahu bahwa pimpinan kawanan
perampok tersebut tidak lain adalah Tirta. Untuk dapat menangkapnya, Bang Bodong memberi usul agar
Tirta bersama Bek Kemayoran dan Tuan Ruys diundang dalam perkawinan Asni dan Mirah.

Setelah undangan disebar secara besar-besaran, pada hari pelaksanaan perkawinan para tamu pun
berdatangan dari berbagai pelosok. Saat Tirta datang, dia menjadi kaget bukan kepalang karena melihat
Bek Kemayoran dan Tuan Ruys bersama para opasnya juga ada di sana. Begitu juga ketika Tirta duduk,
mereka juga ikut duduk dengan posisi seolah-olah mengelilingi dan mengepungnya. Tirta menjadi gusar
lalu mengeluarkan pistolnya untuk menembak Bek Kemayoran sekaligus menakuti opas-opas Tuan Ruys.
Tetapi tembakan Tirta meleset dan malah membuat panik para tamu. Ketika dia hendak melepaskan
tembakan kedua, Bang Bodong yang berusaha menghalangi malah tertembak dadanya hingga tidak
sadarkan diri.

Sejurus setelah itu Tirta kabur dari acara pernikahan. Para opas, centeng serta kedua pengantin segera
mengejarnya. Namun, dari seluruh pengejarnya hanya Mirah yang paling cepat dan dapat menyusul
Tirta. Terjadilah pergumulan di antara mereka yang berakhir dengan sebuah letusan senjata. Wajah tirta
seketika pucat dan ambruk ke tanah.
"Aku sudah lega dapat berjumpa dengamu, Mirah. Ambilah benda ini sebagai hadiah pernikahanmu,"
kata Tirta meringis kesakitan sambil menyerahkan sebuah bungkusan.

Ketika Asni menyusul, Mirah lalu membuka bungkusan itu yang ternyata berisi pending emas. Dengan
rasa haru Mirah memperkenalkan Asni pada Tirta, "Ini suami saya, Bang."

"Kamu sebenarnya adalah adikku, Asni. Kita satu ayah, namun ibuku dari Karawang, sedangkan ibumu
dari Banten," kata Tirta terbata-bata sambil memegang lengan Asni sebelum fisiknya melemah dan
akhirnya tewas kehabisan darah.

Asni dan Mirah lalu pulang ke rumah untuk merawat Bang Bodong yang terkena peluru Tirta. Setelah
Bang Bodong sembuh, beberapa minggu kemudian pasangan pengantin baru itu pindah ke Kemayoran.
Di sana mereka hidup berbahagia hingga akhir hayat

Sipitung Benteng betawi

Cerita Si Pitung masuk dalam kumpulan cerita rakyat betawi terbaik. Kisah ini diceritakan
dari mulut ke mulut dan bahkan sudah di tulis dalam bentuk buku. Bukan hanya terbatas
pada buku, cerita rakyat si Pitung juga sudah beberapa kali didokumentasikan menjadi film
si pitung. Walaupun kebenaran cerita si Pitung mungkin sudah agak berbeda dengan cerita
aslinya, namun fakta sejarah mengatakan banyak peninggalan si Pitung yang masih ada
dan dilestarikan sampai saat ini. Jika adik-adik ingin tahu lebih lanjut mengenai dongeng si
Pitung dapat datang ke Daerah Rawa Belong, disana masih ada peninggalan si Pitung
berupa rumah dan goloknya yang terkenal.

Pada zaman dahulu, di sebuah daerah Rawa Belong, lahirlah seorang pemuda saleh
bernama Si Pitung. la adalah pemuda yang rajin mengaji pada Haji Naipin seorang ulama
yang sangat terkenal dimasa itu. Selain itu ia dilatih silat selama bertahun-tahun hingga
kemampuannya menguasai ilmu agama dan bela diri sangat meningkat dan luar biasa.
Karena bakatnya dalam ilmu beladiri, kemampuan Pitung berada jauh diatas rata-rata para
pesilat yang ada di Betawi pada masa itu.

Si Pitung hidup di zaman penjajahan Belanda, Si Pitung terketuk hatinya untuk membela
rakyat Indonesia. la merasa iba menyaksikan penderitaan yang terus dialami rakyat kecil
dan lemah. Sementara itu para kompeni atau orang-orang Belanda terus berkuasa juga
sekelompok Tauke dan para Tuan tanah, mereka semua adalah para penguasa yang
bergelimang harta. Harta kekayaan mereka termasuk rumah dan ladang dijaga oleh para
centeng yang kuat dan galak.

Kemudian Si Pitung merencanakan perampokan terhadap para penguasa itu untuk


membantu rakyat miskin. la dibantu oleh teman-temannya yaitu Si Rais dan Si Jii.

Kumpulan Cerita Rakyat Betawi Si Pitung

"Kami siap membantumu, Pitung!" ujar Si Rais penuh semangat yang kmeudian diikuti
anggukan setuju Si Jii.

"Baiklah, kalau begitu mari susun siasat. Jika kita berhasil merampok, kita akan bagi-
bagikan hasilnya pada rakyat-rakyat kecil yang membutuhkan!" ucap Si Pitung yakin, lalu ia
dan kedua temannya Iangsung mengatur siasat untuk merampok. Teruslah ia dan teman-
temannya merampok para penguasa itu, setelah mendapat hasil rampokannya, Si Pitung
dan teman-temannya langsung membagi-bagikan pada rakyat miskin, di depan rumah
keluarga yang kelaparan diletakannya sepikul beras. Diberikannya juga santunan berupa
uang kepada keluarga yang dibelit hutang.

Anak yatim pun tak luput dari penglihatannya, diberikannya bingkisan baju dan bermacam-
macam hadiah lainnya. Kejadian itu terus berlanjut, sampai para kompeni, orang-orang
Tauke dan Tuan tanah menjadi geram dan ingin menangkapnya. Namun tak pernah
berhasil karena Si Pitung dan kelompoknya bukan lah orang-orang sembarangan.

Banyak orang mengatakan keberhasilan Si Pitung dan teman-temannya dalam merampok


ada dua hal yaitu yang pertama ia memiliki ilmu silat, pandai bela diri dan kebal, sebab
kabarnya tubuh Si Pitung kebal terhadap peluru.

Kumpulan Cerita Rakyat Betawi Si Pitung Banteng Betawi

Dan yang kedua adalah orang-orang yang dibantunya tidak mau mengatakan dimana Si
Pitung kini berada setiap para kompeni dan orang kaya perampokan Si Pitung membujuk
atau memaksa rakyat.
Karena geram melihat kesetiaan rakyat pada Si Pitung, maka para kompeni dan para orang
kaya itu menggunakan kekerasan memaksa para rakyat kecil membuka mulut. Hingga
suatu hari kompeni, orang-orang Tauke dan para Tuan tanah berhasil mendapatkan
informasi tentang orang tua Si Pitung dan Haji Naipin, maka kompeni dan para orang-orang
kaya menyandera orang tua Si Pitung dan Haji Naipin.

"Katakan!!! Atau kau kutembak!" teriak para kompeni dan orang-orang kaya pada orang tua
si Pitung dan Haji Naipin. Namun mereka tak mau menjawabnya. Akhirnya mereka disiksa
dan terus disiksa dengan sangat kejam. Dengan siksaan yang amat berat akhirnya para
kompeni dan orang-orang kaya itu mendapatkan informasi dimana Si Pitung berada juga
rahasia kekebalan tubuhnya terhadap peluru.

Polisi para kompeni itu pun berhasil menyergap persembunyian Si Pitung dan teman-
temannya. Si Pitung dan teman-temannya tak tinggal diam, mereka pun melawan sekuat
tenaga. Namun informasi tentang rahasia kekebalan tubuh Si Pitung sudah diketahui para
polisi kompeni yaitu dengan melempari Si Pitung telur-telur busuk lalu ditembak. Lalu
tewaslah Si Pitung seketika. Kehilangan sudah pahlawan pembela rakyat kecil, namun
meskipun demikan Si Pitung adalah kebanggaan masyarakat Jakarta.

Pesan moral dari Kumpulan Cerita Rakyat Betawi : Si Pitung adalah Kita wajib
membela negara danrakyat dari kesusahan namun dengan jalan yang baik.

Baca versi yang lain dari si Pitung Betawi dengan membaca artikel kami sebelumnya
yaitu Kisah Rakyat Nusantara : Si Pitung dari Betawi dan Sejarah Si pitung Jagoan Betawi

Sejarah Si Pitung Jagoan Betawi : Cerita


Rakyat Jakarta
Pada jaman dahulu. Di daerah Jakarta Barat, tepatnya di Rawabelong, tinggalah sepasang
suami istri dengan seorang anak laki-laki. Anak laki-laki tersebut bernama si Pitung.

Sejak Pitung kecil, mereka sangat berharap agar anak semata wayangnya itu tumbuh
menjadi anak yang baik dan soleh. Oleh karena itu, Pitung di sekolahkan di pesantren milik
seorang guru ngaji bernama Haji Naipin.

Jimat si Pitung - Golok si Pitung

Di pesantren Haji Naipin, Pitung di ajarkan mengaji, membaca, menulis, berhitung, dan bela
diri. Pitung sangat pandai. Ia merupakan salah satu murid kesayangan dan kebanggan Haji
Naipin. Setelah ilmu yang di pelajarinya cukup, Pitung kembali ke rumah. Kedua orang
tuanya menyambut kepulangan Pitung dengan rasa senang. Nyaknya memasakan
makanan yang sangat lezat. Pitung memakan hidangan tersebut dengan lahap. Maklum,
selama di pesantren ia biasa makan seadanya.

Selama di rumah, Pitung sangat rajin membantu orang tua. Ia mengembala kambing milik
babehnya. Setiap pagi ia selalu menggiring kambing-kambing ke daerah perbukitan yang
banyak rumput. Kambing-kambing di biarkan makan sampai perutnya kenyang. Setelah
matahari terbenam, barulah ia pulang ke rumah.

Kehidupan Pitung sangat sederhana. Babenya tidak memiliki pekerjaan yang tetap.
Biasanya ia datang ke ladang orang dan membeli buah-buahan yang masih setengah
matang. Harga belinya lebih murah. Lalu, buah itu diperam. Setelah matang, baru dijual ke
pasar dengan harga lebih tinggi.

Pada suatu hari, babehnya menyuruh Pitung menjual dua ekor Kambing ke pasar Tanah
Abang.

‘’ Pitung, Badan Babeh serasa tidak enak. Lo bantu babeh jualin kambing-kambing ini ke
pasar?’’ ujar ayahnya.

‘’ Tentu saja Beh.’’ Jawab Pitung.

‘’ Pastikan harganya jangan terlalu rendah ya.’’ Ujar Babeh si Pitung

sejarah si pitung jagoan betawi


Pergilah Pitung ke Tanah Abang sambil menggiring dua ekor Kambingnya yang akan di
jual. Kambing yang di bawa Pitung, kambing yang sehat dan gemuk-gemuk. Para pembeli
tertarik dengan kambing Pitung. Tidak perlu menunggu lama. Kedua kambing itu telah laku
terjual. Pitung sangat senang. Uang hasil menjual kambing di masukkan kedalam kantong
celananya, ia bergegas pulang pulang. Namun, di tengah jalan ia bertemu dengan
segerombolan preman.

‘’ Hei, mau kemana lo?’’ Tanya salah satu dari mereka.

‘’ Mau pulang, Bang?’’ jawab Pitung dengan santai.

‘’ Di mana rumah lo?’’ tanyanya lagi sambil merogoh kantong celana Pitung.

‘’ Di Rawabelong, Bang.’’ Jawab Pitung

‘’ Ya sudah, pulang sana.’’ Ujar preman itu

Pitung segera pulang. Pitung tidak sadar kalau uang di dalam kantongnya hasil menjual
Kambing, ternyata sudah di ambil para preman tadi. Ketika Pitung sudah hampir sampai
rumah, Pitung merogoh kantongnya bermaksud mengeluarkan uang hasil menjual
kambingnya untuk di serahkan kepada babehnya. Namun, uang tersebut tidak ada.

Pitung teringat ketika ia bertemu dengan preman, dan di ajak mengobrol. Salah satu dari
preman mengambil uangnya dari dalam celana.

‘’ Ah, bodoh banget sih gue. Sampe gak sadar preman-preman tadi ngajak ngobrol. Ujar
Pitung menyesal.

rumah si pitung

Pitung lalu kembali ke tempat pertemuannya dengan para preman. Para preman tak mau
mengaku telah mengambil uangnya. Mereka terus menerus membantah. Akhirnya, Pitung
mengeluarkan jurus bela dirinya. Ilmu yang di dapatnya dari Haji Naipin sangat berguna
pada saat seperti ini. Para preman akhirnya menyerah dan mengembalikan uang Pitung.
Mereka lalu lari ketakutan.

Pemimpin gerombolan preman yang bernama Rais, sangat kagum dengan kehebatan ilmu
bela diri yang di miliki Pitung. Lalu, pemimpin preman mencari tahu tempat tinggal Pitung
dan mendatanginya. Rais berniat mengajak Pitung untuk bergabungnya untuk mencopet di
pasar. Pitung sangat terkejut dan langsung saja menolak. Ilmu yang ia dapat dari pesantren
melakukan perbuatan yang tidak terpuji itu.

Pitung malah memberikan nasihat kepada mereka agar tidak lagi berbuat jahat kepada
orang lain. Ia menasehatinya mereka agar membantu orang yang kesusahan. Mereka
bingung. Bagaimana cara membantu orang-orang susah. Sedangkan mereka sendiri hidup
serta kekurangan.

Pitung mencari cara. Akhirnya, Pitung mendapatkan ide. Ia dan gerombolan preman itu
akan mencopet dan merampok orang-orang kaya yang sombong. Hasil rampokkannya
akan mereka berikan kepada orang-orang yang membutuhkan.

Semenjak Pitung dan kawan-kawannya mulai beraksi, warga miskin sangat senang dan
gembira. Kehidupan mereka berubah menjadi sedikit lebih baik. Meskipun Pitung seorang
penyelamat bagi kaum miskin, ia tetap di anggap melakukan perbuatan yang tidak baik..
kompeni Belanda pada waktu itu berkuasa di Jakarta berusaha menangkap Pitung.

Suatu hari ketika beraksi, Pitung berhasil di tangkap. Ia di jebloskan ke dalam penjara.
Namun, Pitung berhasil melarikn diri dengan memanjat atap penjara. Ketika kabur dari
penjara, di ketahui oleh polisi dan sempat mengejarnya serta menembaknya. Tetapi karena
jimat si pitung menjadikan tubuhnya kebal, tubuhnya tidak bisa di tembus oleh peluru.

Pitung lalu melarikan diri dan menjadi buronan polisi. Polisinya mencari kemana-mana.
Keluarganya pun menjadi sasaran pencarian Pitung. Begitu juga dengan gurunya, Haji
Naipin. Ia bahkan di paksa meberitahukan kelemahan Pitung. Haji Naipin akhirnya
memberitahukan kelemahan Pitung yaitu di lempar dengan Telur Busuk. Para Polisi
mencari Pitung ke berbagai Wilayah Jakarta. Berdasarkan penyeledikan mereka, Pitung
bersembunyi di rumah kekasihnya di Kota Bambu.

Ketika di serang Pitung masih berusaha melawan. Namun, para Polisi sudah tahu
kelemahannya. Mereka langsung melempar Pitung dengan Telur Busuk ke tubuh Pitung.
Ketika ia mulai tidak berdaya, Polisi langsung menembaknya. Pitung akhirnya tewas.
Sebagian orang terutama orang miskin, Pitung di kenal sebagai Pahlawan. Mereka yang
sempat di bantu oleh Pitung mengenang jasa-jasanya. Namun, Pitung tetap di anggap
penjahat karena menolong orang dengan perbuatan yang tidak terpuji.

Pesan moral dari Sejarah Si pitung Jagoan Betawi adalah gunakan kemampuanmu untuk
membantu orang lain yang membutuhkan.

Anda mungkin juga menyukai