Anda di halaman 1dari 1

Islam dan Sekularitas dalam pergolakan seni

Kalau islam terancam bahaya kehilangan pengaruhnya di atas rakyat Turki, maka itu bukanlah karena
tidak diurus oleh pemerintah, tetapi ialah justru karena di urus oleh pemerintah. Ummat islam
terikay kaki – tangannya dengan rantai kepada politiknya pemerintah. Hak ini adalah satu halangan
yang besar sekali buat kesuburan Islam di Turki. Dan bukan saja di Turki, tetapi di mana saja, di mana
pemerintah campur tangan di dalam urusan agama, di situ menjadilah ia satu halangan besar yang
tidak dapa diinyakan ( islam Sotoloyo, hl 100). Begitu lah kira kira ungkapan dari tokoh Turki yaitu
Halide Edib Hanoum, sebagaimana yang dikutip oleh soekarno dengan berapi berapi, dimana ia amat
mendukung pemisahan agama dari negara terkhusus di Turki, sebagaimana termaktub dalam
kumpulan tulisannya yang berjudul Islam Sontoloyo. Agaknya tulisan ini konotasinya merupakan
pola pola pemikiran politis bukan seni, namun tidak salah juga kita melihat saat ini dimana seni
didomanasi oleh pola pemikiran pemikiran pemisahan agama dan negara, salah satunya dimana
seksualitas dipertontonkan dan dianggap sebagai simbol kebebasan sedangkan nilai nilai agama di
pinggirkan, bukankah inipun sesuatu yang politis?

Barangkali , kemerdekaan yang di bangun oleh para tokoh sekuler adalah membuat jembatan
pemisahan antara kepentingan beragama dan kepentingan berpolitik, atau secara ringkas
sebagaimana Kamal Atturk pernah berkata “ Saya memerdekakan islam dari ikatannya dengan
negara , agar suapaya agama islam menjadi agama yanh bukan hanya memutarkan tasbih di masjid ,
akan tetapi menjadi pergerakan untuk perjuangan “ ( Islam Sontoloyo 101). Perihal seni, seyognya
Turki agaknya menjadi salah satu patokan dalam melihat , dimana pada masanya islam dengan
“arabnya” begitu berjaya, namun setelah Mustafa Kamal ini datang, maka sekita ia mengahancurkan
budaya “arab” islam dengan me

Anda mungkin juga menyukai