Anda di halaman 1dari 3

RESENSI NAGASASRA SABUK INTEN

Setelah saya membaca novel NAGASASRA SABUK INTEN saya dapat


mendeskripsikan beberapa tokoh yang sudah saya baca. Mahesa Jenar merupakan tokoh yang
sangat setia kepada Kerajaan Demak, ia mau melakukan apapun demi kerajaan demak dan
ingin memberantas kejahatan sampai ke akar akarnya. Ia mengundurkan diri dan pergi
meninggalkan kerajaan Demak karena terjadi perbedaan ajaran tentang kepercayaan dengan
Kerajaan Demak.

Mahesa Jenar pergi menuju Gunung hijau dan menemukan tulang manusia bentuknya
seperti tulang wanita. Ia mencari perdesaan dan dia menemukan beberapa tokoh seperti
Gagak Ijo, Demang Pananggalan, Ki Dalang mantingan, Ki Asem Gede. Ia menemukan
sosok tokoh yang jahat seperti Watu Gunung, Samparan, Gagak Bangah, mereka telah
menculik Nyi Wirasaba anak dari Ki Asem Gede, dan Mahesa Jenar lah yang telah
menyelamatkan nyi wirasaba. Dan Nyi Wirasaba di bawa pulang ke rumahnya, yang ada di
dlm rumahnya ialah suami Nyi Wirasaba yaitu Ki Wirasaba. Kemudian Mahesa Jenar pergi
mencari Lawa Ijo, yang dahulu kala menyerang perbendaharaan kerajaan, Lawa Ijo
menyerang mencari pusaka keris Nagasasra dan Sabuk Inten. Penyerangan itu di gagalkan
oleh Mahesa Jenar, dan membunuh kawanan Lowo Ijo berjumlah 4 orang. Sayangnya Lowo
Ijo berhasil lolos dan tidak terkejar.

Mahesa Jenar menuju hutan tambak boyo dan bertemu grombolan yg akan
menyebrangi hutan tersebut. Pergilah grombolan tersebuk menyebrangi hutan tambak boyo.
Di tengah-tengah perjalanan saat beristirahat grombolan tersebut ada hal yang menjanggal di
hati Mahesa Jenar, seorang laki-laki yang tampan tetapi sangat mencurigakan. Di malam itu
laki-laki tersebut yang bernama jaka soka menyerang pengawal grombolan itu dan ingin
merebut wanita di grombolan tersebut yang bernama Rara Wilis dan membawa pulang ke
pangandaran. Terjadi lah pertengkaran antar Jaka Soka dan pengewal rombongan serta
Mahesa Jenar. Saat perdebatan antara Jaka Soka dengan ketua pengawal rombongan tiba tiba
datanglah Lawa Ijo. Lowo Ijo yang mempunyai kekuasaan di daerah hutan itu berdepat
dengan Jaka Soka yang menginginkan Rara Wilis. Setelah lama berdebat akhirnya Lawa Ijo
menyetujui untuk mengambil wanita tersebut. Ternyata Rara Wilis mempunyai keris milik Ki
Ageng Pandan Alas. Rara Wilis ingin bunuh diri tetapi Mahesa Jenar berhasil mencegahnya
dengan mengambil keris tersebut.
Setelah itu terjadi pertengkaran antara Jaka Soka dengan Mahesa Jenar. Lawa Ijo yang
menyaksikan pertengkaran tersebut mengenali gaya bertarung Mahesa Jenar. Lawa Ijo tiba-
tiba melompat ke daerah pertarungan dan menyuruh Jaka Soka untuk minggir karena Lawa
Ijo merasa mempunyai dendam terhadap Mahesa Jenar yang telah melukainya di
perbendaharaan Kerajaan Demak. Jaka soka pun minggir dan Mahesa jenar bertarung dengan
Lawa Ijo. Pertarungan tersebut terjadi hampir satu hari, grombolan yang menyaksikan merasa
tegang karena takut jika Mahesa Jenar kalah maka mereka pun akan dibunuh. Serangan
Mahesa Jenar yang diturunkan dari gurunya yaitu Sasra Birawa mengenai tubuh bagian dada
Lawa Ijo hingga terpental jauh. Tiba-tiba guru Lawa Ijo datang yang bernama Ki
Pasingsingan. Ia menyelamatkan dan menangkap tubuh Lawa Ijo yang terpental.

Ki Pasingsingan yang tidak terima muridnya akan dibunuh akhirnya ingin melawan
Mahesa Jenar. Saat pertarungan akan dimulai tiba tiba terdengar suara, yang ternyata Ki
Ageng Pandan Alas lah yang datang. Ki Ageng Pandan Alas yang berdiri di atas pohon
membuat Ki Pasingsingan geram. Ia mampu membuat pohon sebesar lebih dari 4 pelukan
orang dewasa menjadi berlubang hampir setengah dari pohon tersebut. Ki Pasingsingan pun
pergi diikuti Jaka Soka yang juga pergi. Gerombolan tersebut menentukan untuk kembali
keperberangkatan awal mereka. Karena Rara Wilis tidak mempunyai siapa-siapa di desanya,
ia memaksa kan untuk pergi ke Pridilan sehingga Mahesa Jenar pun tidak tega.

Rara Wilis dan Mahesa Jenar melanjutkan perjalanan menuju Pridilan. Perjalan yang
tidak mudah dengan melewati berbagai rintangan, membuat Mahesa Jenar sesekali
menggendong Rara Wilis. Setelah sampai di Pridilan tidak ditemukannya orang didaerah
tersebut sehingga mereka memutuskan pergi menuju mata air, dan ternyata didaerah tersebut
ada sebuah danau. Mahesa Jenar dan Rara Wilis pun beristirahat tepi di danau tersebut. Tiba-
tiba ada seorang yang mengintai mereka, dan Mahesa Jenar yang mengetahuinya langsung
melompat menuju orang tersebut. Orang tersebut bernama Sagotra dan ternyata Sagotra
adalah grombolan Lowo Ijo. Disaat perbincangan dan pertengkaran Mahesa Jenar dengan
Sagotra tiba-tiba Rara Wilis hilang sedang tidur ditepi danau hilang entah kemana. Mahesa
Jenar pun sedih dengan hilangnya Rara Wilis, sampai amarahnya melonjak hingga batu
sebesar perut kerbau hancur lebur dipukulnya. Tiba-tiba terdengar lagu dandanggul yang
menandakan kedatangan Ki Pandan Alas, tetapi Mahesa Jenar sama sekali tidak dapat
menemukan keberadaan Ki Pandan Alas.
Tiba-tiba ada sebuah bayangan yang melambai-lambaikan tangah. Mahesa Jenar pun
mengerti bahwa bayangan itu adalah Ki Ageng Pandan Alas yang membawa Rara Wilis.
Mahesa Jenar menyuruh Sagotra untuk menuju seseorang yang satu-satunya hidup di
pridilan, yaitu Ki Ardi. Disana Ki Ardi sedang membuat lukisan keris Nagasasra dan Sabuk
Inten. Mahesa Jenar dan Sagotra di beri cerita tentang apa yang dilukis oleh Ki Ardi. Setelah
menceritakan tentang Nagasatra dan Sabuk inten Ki Ardi pergi menuju rumahnya yang
merupakan sebuah Goa. Sagotra pun mengikuti Ki Ardi yang belum menyelesaikan ceritanya.
Disaat sagotra masuk, diatas bukit ada sebuah bayangan. Mahesa Jenar pun kaget dan bersiap
menyerang bayangan tersebut. Bayangan itu kemudian berbicara bahwa dirinya adalah Ki
Pandan Alas. Ki Pandan Alas menyuruh Mahesa jenar hidup beberapa hari di Goa tersebut
sebelum melanjutkan perjalanannya.

Anda mungkin juga menyukai