Anda di halaman 1dari 6

Towjatuwa dan Buaya Sakti

Pada jaman dahulu, hiduplah seorang lelaki bernama Towjatuwa di tepian sungai Tami daerah
Irian Jaya.
Lelaki itu sedang gundah, oleh karena isterinya yang hamil tua mengalami kesulitan dalam
melahirkan bayinya. Untuk membantu kelahiran anaknya itu, ia membutuhkan operasi yang
menggunakan batu tajam dari sungai Tami.
Ketika sedang sibuk mencari batu tajam tersebut, ia mendengar suara-suara aneh di belakangnya.
Alangkah terkejutnya Towjatuwa ketika ia melihat seekor buaya besar di depannya. Ia sangat
ketakutan dan hampir pingsan. Buaya besar itu pelan-pelan bergerak ke arah Towjatuwa. Tidak
seperti buaya lainnya, binatang ini memiliki bulu-bulu dari burung Kaswari di punggungnya.
Sehingga ketika buaya itu bergerak, binatang itu tampak sangat menakutkan.
Namun saat Towjatuwa hendak melarikan diri, buaya itu menyapanya dengan ramah dan
bertanya apa yang sedang ia lakukan. Towjatuwapun menceritakan keadaan isterinya. Buaya
ajaib inipun berkata: 'Tidak usah khawatir, saya akan datang ke rumahmu nanti malam. Saya
akan menolong isterimu melahirkan.
Towjatuwa pulang menemui isterinya. Dengan sangat berbahagia, iapun menceritakan perihal
pertemuannya dengan seekor buaya sakti.
Malam itu, seperti yang dijanjikan, buaya sakti itupun memasuki rumah Towjatuwa. Dengan
kesaktiannya, buaya yang bernama Watuwe itu menolong proses kelahiran seorang bayi laki-laki
dengan selamat. Ia diberi nama Narrowra. Watuwe meramalkan bahwa kelak bayi tersebut akan
tumbuh menjadi pemburu yang handal.
Watuwe lalu mengingatkan agar Towjatuwa dan keturunannya tidak membunuh dan memakan
daging buaya. Apabila larangan itu dilanggar maka Towjatuwa dan keturunannya akan mati.
Sejak saat itu, Towjatuwa dan anak keturunannya berjanji untuk melindungi binatang yang
berada disekitar sungai Tami dari para pemburu.










Suri Ikun dan Dua Burung
Pada jaman dahulu, di pulau Timor, Nusa Tenggara Timur, hiduplah seorang petani dengan isteri
dan empat belas anaknya. Tujuh orang anaknya laki-laki dan tujuh orang perempuan.Walaupun
mereka memiliki kebun yang besar, hasil kebun tersebut tidak mencukupi kebutuhan keluarga
tersebut. Sebabnya adalah tanaman yang ada sering dirusak oleh seekor babi hutan.Petani
tersebut menugaskan pada anak laki-lakinya untuk bergiliran menjaga kebun mereka dari babi
hutan. Kecuali Suri Ikun, keenam saudara laki-lakinya adalah penakut dan dengki. Begita
mendengar dengusan babi hutan, maka mereka akan lari meninggalkan kebunnya.Lain halnya
dengan Suri Ikun, begitu mendengar babi itu datang, ia lalu mengambil busur dan memanahnya.
Setelah hewan itu mati, ia membawanya kerumah. Disana sudah menunggu saudara-saudaranya.
Saudaranya yang tertua bertugas membagi- bagikan daging babi hutan tersebut. Karena
dengkinya, ia hanya memberi Suri Ikun kepala dari hewan itu. Sudah tentu tidak banyak daging
yang bisa diperoleh dari bagian kepala. Selanjutnya, ia meminta Suri Ikun bersamannya mencari
gerinda milik ayahnya yang tertinggal di tengah hutan. Waktu itu hari sudah mulai malam. Hutan
tersebut menurut cerita di malam hari dihuni oleh para hantu jahat. Dengan perasaan takut iapun
berjalan mengikuti kakaknya. Ia tidak tahu bahwa kakaknya mengambil jalan lain yang menuju
kerumah. Tinggallah Suri Ikun yang makin lama makin masuk ke tengah hutan. Berulang kali ia
memanggil nama kakaknya. Panggilan itu dijawab oleh hantu-hantu hutan. Mereka sengaja
menyesatkan Suri Ikun. Setelah berada ditengah- tengah hutan lalu, hantu-hantu tersebut
menangkapnya. Ia tidak langsung dimakan, karena menurut hantu-hantu itu ia masih terlalu
kurus. Ia kemudian dikurung ditengah gua. Ia diberi makan dengan teratur. Gua itu gelap sekali.
Namun untunglah ada celah disampingnya, sehingga Suri Ikun masih ada sinar yang masuk ke
dalam gua. Dari celah tersebut Suri Ikun melihat ada dua ekor anak burung yang kelaparan.
Iapun membagi makanannya dengan mereka. Setelah sekian tahun, burung- burung itupun
tumbuh menjadi burung yang sangat besar dan kuat. Mereka ingin mem- bebaskan Suri Ikun.
Pada suatu ketika, hantu-hantu itu membuka pintu gua, dua burung tersebut menyerang dan
mencederai hantu hantu tersebut. Lalu mereka menerbangkan Suri Ikun ke daerah yang berbukit-
bukit tinggi.
Dengan kekuatan gaibnya, Burung-burung tersebut menciptakan istana lengkap dengan
pengawal dan pelayan istana. Disanalah untuk selanjutnya Suri Ikun berbahagia.










0g0nda Ular n`Daung
Dahulu kala, di kaki sebuah gunung di daerah Bengkulu hiduplah seorang wanita tua dengan tiga
orang anaknya. Mereka sangat miskin dan hidup hanya dari penjualan hasil kebunnya yang
sangat sempit. Pada suatu hari perempuan tua itu sakit keras.
Orang pintar di desanya itu meramalkan bahwa wanita itu akan tetap sakit apabila tidak
diberikan obat khusus. Obatnya adalah daun-daunan hutan yang dimasak dengan bara gaib dari
puncak gunung.
Alangkah sedihnya keluarga tersebut demi mengetahui kenyataan itu. Persoalannya adalah bara
dari puncak gunung itu konon dijaga oleh seekor ular gaib. Menurut cerita penduduk desa itu,
ular tersebut akan memangsa siapa saja yang mencoba mendekati puncak gunung itu.
Diantara ketiga anak perempuan ibu tua itu, hanya si bungsu yang menyanggupi persyaratan
tersebut. Dengan perasaan takut ia mendaki gunung kediaman si Ular n`Daung. Benar seperti
cerita orang, tempat kediaman ular ini sangatlah menyeramkan. Pohon-pohon sekitar gua itu
besar dan berlumut. Daun-daunnya menutupi sinar matahari sehingga tempat tersebut menjadi
temaram.
Belum habis rasa khawatir si Bungsu, tiba-tiba ia mendengar suara gemuruh dan raungan yang
keras. Tanah bergetar. Inilah pertanda si Ular n`Daung mendekati gua kediamannya. Mata ular
tersebut menyorot tajam dan lidahnya menjulur-julur. Dengan sangat ketakutan si Bungsu
mendekatinya dan berkata, 'Ular yang keramat, berilah saya sebutir bara gaib guna memasak
obat untuk ibuku yang sakit. Tanpa diduga, ular itu menjawab dengan ramahnya, 'bara itu akan
kuberikan kalau engkau bersedia menjadi isteriku!
Si Bungsu menduga bahwa perkataan ular ini hanyalah untuk mengujinya. Maka iapun
menyanggupinya. Keesokan harinya setelah ia membawa bara api pulang, ia pun menepati
janjinya pada Ular n`Daung. Ia kembali ke gua puncak gunung untuk diperisteri si ular.
Alangkah terkejutnya si bungsu menyaksikan kejadian ajaib. Yaitu, pada malam harinya,
ternyata ular itu berubah menjadi seorang ksatria tampan bernama Pangeran Abdul Rahman
Alamsjah.
Pada pagi harinya ia akan kembali menjadi ular. Hal itu disebabkan oleh karena ia disihir oleh
pamannya menjadi ular. Pamannya tersebut menghendaki kedudukannya sebagai calon raja.
Setelah kepergian si bungsu, ibunya menjadi sehat dan hidup dengan kedua kakaknya yang sirik.
Mereka ingin mengetahui apa yang terjadi dengan si Bungsu. Maka merekapun berangkat ke
puncak gunung. Mereka tiba di sana diwaktu malam hari.
Alangkah kagetnya mereka ketika mereka mengintip bukan ular yang dilihatnya tetapi lelaki
tampan. Timbul perasaan iri dalam diri mereka. Mereka ingin memIitnah adiknya.
Mereka mengendap ke dalam gua dan mencuri kulit ular itu. Mereka membakar kulit ular
tersebut. Mereka mengira dengan demikian ksatria itu akan marah dan mengusir adiknya itu.
Tetapi yang terjadi justru kebalikannya. Dengan dibakarnya kulit ular tersebut, secara tidak
sengaja mereka membebaskan pangeran itu dari kutukan.
Ketika menemukan kulit ular itu terbakar, pangeran menjadi sangat gembira. Ia berlari dan
memeluk si Bungsu. Di ceritakannya bahwa sihir pamannya itu akan sirna kalau ada orang yang
secara suka rela membakar kulit ular itu.
Kemudian, si Ular n`Daung yang sudah selamanya menjadi Pangeran Alamsjah memboyong si
Bungsu ke istananya. Pamannya yang jahat diusir dari istana. Si Bungsu pun kemudian mengajak
keluarganya tinggal di istana. Tetapi dua kakaknya yang sirik menolak karena merasa malu akan
perbuatannya.






















0g0nda Aryo M0nak
Dikisahkan pada jaman Aryo Menak hidup, pulau Madura masih sangat subur. Hutannya sangat
lebat. Ladang-ladang padi menguning.
Aryo Menak adalah seorang pemuda yang sangat gemar mengembara ke tengah hutan. Pada
suatu bulan purnama, ketika dia beristirahat dibawah pohon di dekat sebuah danau, dilihatnya
cahaya sangat terang berpendar di pinggir danau itu. Perlahan-lahan ia mendekati sumber cahaya
tadi. Alangkah terkejutnya, ketika dilihatnya tujuh orang bidadari sedang mandi dan bersenda
gurau disana.
Ia sangat terpesona oleh kecantikan mereka. Timbul keinginannya untuk memiliki seorang
diantara mereka. Iapun mengendap-endap, kemudian dengan secepatnya diambil sebuah
selendang dari bidadari-bidadari itu.
Tak lama kemudian, para bidadari itu selesai mandi dan bergegas mengambil pakaiannya
masing-masing. Merekapun terbang ke istananya di sorga kecuali yang termuda. Bidadari itu
tidak dapat terbang tanpa selendangnya. Iapun sedih dan menangis.
Aryo Menak kemudian mendekatinya. Ia berpura-pura tidak tahu apa yang terjadi.
Ditanyakannya apa yang terjadi pada bidadari itu. Lalu ia mengatakan: 'Ini mungkin sudah
kehendak para dewa agar bidadari berdiam di bumi untuk sementara waktu. Janganlah bersedih.
Saya akan berjanji menemani dan menghiburmu.
Bidadari itu rupanya percaya dengan omongan Arya Menak. Iapun tidak menolak ketika Arya
Menak menawarkan padanya untuk tinggal di rumah Arya Menak. Selanjutnya Arya Menak
melamarnya. Bidadari itupun menerimanya.
Dikisahkan, bahwa bidadari itu masih memiliki kekuatan gaib. Ia dapat memasak sepanci nasi
hanya dari sebutir beras. Syaratnya adalah Arya Menak tidak boleh menyaksikannya.
Pada suatu hari, Arya Menak menjadi penasaran. Beras di lumbungnya tidak pernah berkurang
meskipun bidadari memasaknya setiap hari. Ketika isterinya tidak ada dirumah, ia mengendap ke
dapur dan membuka panci tempat isterinya memasak nasi. Tindakan ini membuat kekuatan gaib
isterinya sirna.
Bidadari sangat terkejut mengetahui apa yang terjadi. Mulai saat itu, ia harus memasak beras dari
lumbungnya Arya Menak. Lama kelamaan beras itupun makin berkurang. Pada suatu hari, dasar
lumbungnya sudah kelihatan. Alangkah terkejutnya bidadari itu ketika dilihatnya tersembul
selendangnya yang hilang. Begitu melihat selendang tersebut, timbul keinginannya untuk pulang
ke sorga. Pada suatu malam, ia mengenakan kembali semua pakaian sorganya. Tubuhnya
menjadi ringan, iapun dapat terbang ke istananya.
Arya Menak menjadi sangat sedih. Karena keingintahuannya, bidadari meninggalkannya. Sejak
saat itu ia dan anak keturunannya berpantang untuk memakan nasi




Batu Golog
Pada jaman dahulu di daerah Padamara dekat Sungai Sawing di Nusa Tenggara Barat hiduplah
sebuah keluarga miskin. Sang istri bernama Inaq Lembain dan sang suami bernama Amaq
Lembain
Mata pencaharian mereka adalah buruh tani. Setiap hari mereka berjalan kedesa desa
menawarkan tenaganya untuk menumbuk padi.
Kalau Inaq Lembain menumbuk padi maka kedua anaknya menyertai pula. Pada suatu hari, ia
sedang asyik menumbuk padi. Kedua anaknya ditaruhnya diatas sebuah batu ceper didekat
tempat ia bekerja.
Anehnya, ketika Inaq mulai menumbuk, batu tempat mereka duduk makin lama makin menaik.
Merasa seperti diangkat, maka anaknya yang sulung mulai memanggil ibunya: 'Ibu batu ini
makin tinggi. Namun sayangnya Inaq Lembain sedang sibuk bekerja. Dijawabnya, 'Anakku
tunggulah sebentar, Ibu baru saja menumbuk.
Begitulah yang terjadi secara berulang-ulang. Batu ceper itu makin lama makin meninggi hingga
melebihi pohon kelapa. Kedua anak itu kemudian berteriak sejadi-jadinya. Namun, Inaq
Lembain tetap sibuk menumbuk dan menampi beras. Suara anak-anak itu makin lama makin
sayup. Akhirnya suara itu sudah tidak terdengar lagi.
Batu Goloq itu makin lama makin tinggi. Hingga membawa kedua anak itu mencapai awan.
Mereka menangis sejadi-jadinya. Baru saat itu Inaq Lembain tersadar, bahwa kedua anaknya
sudah tidak ada. Mereka dibawa naik oleh Batu Goloq.
Inaq Lembain menangis tersedu-sedu. Ia kemudian berdoa agar dapat mengambil anaknya.
Syahdan doa itu terjawab. Ia diberi kekuatan gaib. dengan sabuknya ia akan dapat memenggal
Batu Goloq itu. Ajaib, dengan menebaskan sabuknya batu itu terpenggal menjadi tiga bagian.
Bagian pertama jatuh di suatu tempat yang kemudian diberi nama Desa Gembong olrh karena
menyebabkan tanah di sana bergetar. Bagian ke dua jatuh di tempat yang diberi nama Dasan
Batu oleh karena ada orang yang menyaksikan jatuhnya penggalan batu ini. Dan potongan
terakhir jatuh di suatu tempat yang menimbulkan suara gemuruh. Sehingga tempat itu diberi
nama Montong Teker.
Sedangkan kedua anak itu tidak jatuh ke bumi. Mereka telah berubah menjadi dua ekor burung.
Anak sulung berubah menjadi burung Kekuwo dan adiknya berubah menjadi burung Kelik. Oleh
karena keduanya berasal dari manusia maka kedua burung itu tidak mampu mengerami telurnya.

Anda mungkin juga menyukai