Pararaton adalah manuskrip jawa kuno yang ditulis dalam bentuk dongeng
yang berbeda dengan bentuk tulisan sejarah. Oleh karena itu beberapa ahli
sejarah menolak kebenaran naskah tersebut. Namun, perlu diperhatikan
bahwa cerita itu tidak diperuntukkan bagi para ahli sejarah, melainkan bagi
masyarakat Jawa Kuno yang pada saat itu banyak mendapat pengaruh dari
kepercayaan Hindu. Maka dengan sendirinya, manuskrip tersebut dikisahkan
sesuai dengan alam pikiran masyarakat yang membacanya. Ajaran hinduisme,
meliputi diantaranya dewa-dewa, titisan, karma dan yoga. Ajaran itu
mempengaruhi alam pikiran masyarakat Jawa dan kesusasteraannya.
Pararaton adalah hasil sastra dari zaman itu, maka dengan sendirinya sastra
Pararaton juga bersudut pandang ajaran Hinduisme.
Berikut ini adalah ringkasan cerita tentang Ken Arok sebagaimana tertulis di
dalam naskah Pararaton.
Ken Arok dan Tita tinggal di sebuah pondok di sebelah timur Siganggeng
untuk menghadang para pedangang yang lewat, namun kenakalannya tidak
sampai disitu saja. Ia berani pula merampok dan merogol gadis penyadap di
Desa Kapundungan. Ken Arok menjadi perusuh yang mengganggu keamanan
wilayah Tumapel dan menjadi buruan Akuwu (Penguasa daerah). Ken Arok lari
dari satu tempat ke tempat lain. Tiap tempat yang didatanginya menjadi tidak
aman, namun ia selalu dapat lolos dari bahaya berkat perlindungan Bhatara
Brahma.
Ketika Ken Arok berguru kepada Mpu Palot di Turnyatapada, ia diutus untuk
mengambil emas pada kepala desa Kabalon. Orang-orang Kabalon tidak
percaya bahwa ia adalah utusan Mpu Palot. Karena marah, salah seorang
diantara mereka ditikamnya, lalu ia lari ke rumah kepala desa. Segenap
penduduk Desa Kabalon mengejarnya, masing-masing bersenjatakan golok
atau palu. Sekonyong-konyong terdengar suara dari langit yang berkata:
“Jangan kau bunuh orang itu. Ia adalah puteraku. Belum selesai tugasnya di
dunia!”. Mendengar suara itu para pengejarnya berhenti, lalu bubar.
Sementara itu, diketahui oleh orang-orang Daha (Kediri) bahwa Ken Arok
bersembunyi di Turnyatapada. Dalam kejaran orang-orang Daha, Ken Arok lari
ke Desa Tugaran, dari Tugaran ke Gunung Pustaka dan dari situ mengungsi ke
Desa Limbahan; dari Desa Limbahan ke Desa Rabut, akhirnya sampai Panitikan.
Atas nasihat seorang nenek ia bersembunyi di Gunung Lejar. Dalam
persembunyiannya di Gunung Lejar, ia mendengar keputusan para Dewa
bahwa ia telah ditakdirkan menjadi raja yang akan menguasai Pulau Jawa.
Brahmana Lohgawe datang dari India ke Pulau Jawa menumpang di atas tiga
helai daun kakatang, diutus oleh Bhatara Brahma untuk mencari orang yang
bernama Ken Arok. Ciri-cirinya: tanganya panjang melebihi lutut; rajah telapak
tangan kanannya ialah cakra, rajah telapak tangan kirinya bertanda cangkang
kerang. Kata Bhatara Brahma, ia adalah titisan Dewa Wisnu di suatu candi.
Dengan jelas diberitahukan kepadanya, Dewa Wisnu tidak ada lagi di candi
pemujaan, karena telah menitis pada orang yang bernama Ken Arok di Pulau
Jawa. Ia diperintahkan mencarinya di perjudian. Oleh karena itu, sesampainya
Brahmana Lohgawe di Pulau Jawa, ia segera menuju Desa Taloka bertemu
dengan Ken Arok.
Istri Tunggul Ametung sangat cantik bernama Ken Dedes, anak tunggal
seorang pendeta Budha di Panawijen bernama Mpu Purwa. Konon ketika
Tunggul Ametung datang di Panawijen untuk meminang Ken Dedes, kebetulan
Mpu Purwa sedang bertapa di tegal. Karena tidak dapat menahan nafsunya,
Ken Dedes dilarikan ke Tumapel dan dikawininya. Ketika Mpu Purwa pulang
dari pertapaan, mendapatkan rumahnya kosong, lalu menjatuhkan kutuk:
“Semoga yang melarikan anak saya tidak akan selamat hidupnya; semoga ia
mati kena tikaman keris. Semoga sumur dan sumber air di Panawijen
semuanya kering sebagai hukuman kepada para penduduknya, karena mereka
itu segan memberitahukan penculikan anak saya. Semoga anak saya yang
sudah mendapat wejangan karma amamadangi tetap selamat dan mendapat
bahagia!”.
Ketika Ken Arok datang di Tumapel, Ken Dedes telah hamil. Bersama
suaminya, ia naik kereta berpesiar ke taman Baboji. Pada waktu Ken Dedes
turun dari kereta, tersingkap kain dari betis sampai pahanya. Ken Arok
terpesona melihatnya karena rahasia Ken Dedes berpancaran sinar.
Sepulangnya dari taman, peristiwa itu diceritakan oleh Ken Arok kepada
pendeta Lohgawe. Jawab Lohgawe: “Wanita yang rahasianya menyala, adalah
wanita nareswari. Betapapun nestapanya lelaki yang menikahinya, ia akan
menjadi raja besar.” Mendengar ujaran itu, Ken Arok terdiam. Timbul niatnya
untuk membunuh Tunggul Ametung, namun Lohgawe tidak setuju.
Di Tumapel, Ken Arok memiliki seorang sahabat karib bernama Kebo Hijo.
Kebo Hijo sangat dipercaya oleh Tunggul Ametung, tetapi wataknya suka
pamer. Ketika ia melihat keris Ken Arok yang berukiran kayu cangkring, ia
meminta Ken Arok untuk meminjamkan kepadanya. Memang itulah maksud
Ken Arok, keris kemudian dipinjamkan lalu dipamer-pamerkan Kebo Hijo
kepada orang banyak, sehingga segenap orang Tumapel tahu bahwa Kebo Hijo
mempunyai keris baru. Ken Arok menduga bahwa saat yang dinanti-
nantikannya telah tiba. Keris diambil oleh Ken Arok tanpa sepengetahuan Kebo
Hijo. Pada malam hari waktu telah sepi, Ken Arok masuk ke rumah Tunggul
Ametung, ia langsung menuju tempat tidur Tunggu Ametung yang sedang tidur
nyenyak, segera ditikamnya dengan keris Gandring. Baru keesokan harinya
diketahui bahwa Tunggul Ametung telah mati ditusuk dengan keris milik Kebo
Hijo yang masih tertancap di dadanya. Dengan serta merta, Kebo Hijo disergap
oleh sanak saudara Tunggul Ametung, dikeroyok dan ditusuki dengan keris
Gandring. Anaknya Kebo Randi menangisi kematian ayahnya. Melihat peristiwa
itu, iba hati Ken Arok dan berjanji akan mengambilnya sebagai pekatik (abdi).
Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok memperoleh tiga orang
putera dan seorang puteri, yaitu Mahisa Wunga Teleng, Panji Saprang,
Agnibaya dan Dewi Rimbu. Dan perkawinan keduanya dengan Ken Umang, Ken
Arok juga mempunyai tiga putera dan seorang puteri yaitu Panji Tohjaya, Panji
Sudatu, Tuan Wregola dan Dewi Rambi. Putera sulung Ken Dedes keturunan
Tunggul Ametung bernama Anusapati.
Ada dua versi yang menyebutkan silsilah kerajaan Singasari alias Tumapel
ini. Versi pertama adalah versi Pararaton yang informasinya didapat dari
Prasasti Kudadu. Pararaton menyebutkan Ken Arok adalah pendiri Kerajaan
Singasari yang digantikan oleh Anusapati (1247–1249 M). Anusapati diganti
oleh Tohjaya (1249–1250 M), yang diteruskan oleh Ranggawuni alias
Wisnuwardhana (1250–1272 M). Terakhir adalah Kertanegara yang
memerintah sejak 1272 hingga 1292 M. Sementara pada versi
Negarakretagama, raja pertama Kerajaan Singasari adalah Rangga Rajasa Sang
Girinathapura (1222–1227 M). Selanjutnya adalah Anusapati, yang dilanjutkan
Wisnuwardhana (1248–1254 M). Terakhir adalah Kertanagara (1254–1292 M).
Data ini didapat dari prasasti Mula Malurung.
2. Anusapati (1227–1248 M
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke
tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama,
Anusapati tidak banyak melakukan pembaharuan-pembaharuan karena larut
dengan kesenangannya menyabung ayam. Peristiwa kematian Ken Arok
akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo (putra Ken Arok dengan Ken
Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar menyabung ayam
sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa (tempat kediamanan
Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati asyik
menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan
Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan
demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
3. Tohjoyo (1248 M)
Dengan meninggalnya Anusapati maka tahta Kerajaan Singasari dipegang oleh
Tohjoyo. Namun, Tohjoyo memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab
anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian
ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya,
Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjoyo dan kemudian menduduki
singgasana.
4. Ranggawuni (1248–1268 M)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 M dengan gelar
Sri Jaya Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa
Wongateleng) yang diberi kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar
Narasinghamurti. Pemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan
kesejahteran rakyat Singasari. Pada tahun 1254 M Wisnuwardana mengangkat
putranya yang bernama Kertanegara sebagai yuwaraja (raja muda) dengan
maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di Kerajaan Singasari. Pada
tahun 1268 Wisnuwardanameninggal dunia dan didharmakan di Jajaghu atau
Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa.
5. Kertanegara (1268-1292 M)
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai
cita-cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268
dengan gelar Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia
dibantu oleh tiga orang mahamentri, yaitu mahamentri i hino, mahamentri i
halu, dan mahamenteri i sirikan. Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan
Nusantara, ia mengganti pejabat-pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti
Patih Raganata digantikan oleh Patih Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di
Sumenep (Madura) dengan gelar Aria Wiaraja. Setelah Jawa dapat diselesaikan,
kemudian perhatian ditujukan ke daerah lain. Kertanegara mengirimkan utusan
ke Melayu yang dikenal dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil
menguasai Kerajaan Melayu. Hal ini ditandai dengan pengirimkan Arca
Amoghapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja Kertanegara.
Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda, Bali,
Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga
menjalin hubungan persahabatan dengan raja Champa,dengan tujuan untuk
menahan perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol. Kubilai
Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia mengakuinya
sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai muka utusannya
yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan marah
besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke
Jawa. Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi
serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk
menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara
merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan
berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para
pembesar istana. Kertanaga beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam
serangan tersebut. Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang),
sedangkan Raden Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura
dengan maksud minta perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas
bantuan Aria Wiraraja, Raden Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi
kepada Jayakatwang. Raden Wijaya diberi sebidang tanah yang bernama Tanah
Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati. Dengan gugurnya Kertanegara maka
Kerajaan Singasari dikuasai oleh Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya
kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan agama yang dianutnya,
Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha (Bairawa) di Candi
Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog yang sekarang
berada di Taman Simpang, Surabaya.
B. KEHIDUPAN DI KERAJAAN SINGASARI
Dari segi sosial, kehidupan masyarakat Singasari mengalami masa naik turun.
Ketika Ken Arok menjadi Akuwu di Tumapel, dia berusaha meningkatkan
kehidupan masyarakatnya. Banyak daerah-daerah yang bergabung dengan
Tumapel. Namun pada pemerintahan Anusapati, kehidupan sosial masyarakat
kurang mendapat perhatian karena ia larut dalam kegemarannya menyabung
ayam. Pada masa Wisnuwardhana kehidupan sosial masyarakatnya mulai
diatur rapi. Dan pada masa Kertanegara, ia meningkatkan taraf kehidupan
masyarakatnya. Upaya yang ditempuh Raja Kertanegara dapat dilihat dari
pelaksanaan politik dalam negeri dan luar negeri.
1. Candi Singosari
Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak. Candi ini
cukup unik, karena bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut
cerita setempat karena tersambar petir. Relief-relief Kunjarakarna dan
Pancatantra dapat ditemui di candi ini. Sengan keseluruhan bangunan
candi ini tersusun atas bahan batu andesit.
3. Candi Sumberawan
4. Arca Dwarapala
Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran yang sangat besar. Menurut
penjaga situs sejarah ini, arca Dwarapala merupakan pertanda masuk ke
wilayah kotaraja, namun hingga saat ini tidak ditemukan secara pasti dimanan
letak kotaraja Singhasari.
5. Prasasti Manjusri
8. Candi Jawi
Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan Singasari. Candi ini
dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati, Raja kedua
dari Singhasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227 - 1248). Kematian
Anusapati dibunuh oleh Panji Tohjaya sebagai bagian dari perebutan
kekuasaan Singhasari, juga diyakini sebagai bagian dari kutukan Mpu Gandring.
Terima Kasih