Anda di halaman 1dari 11

Kerajaan Singhasari

A. Suksesi Pemerintahan
Asal Mula Berdirinya.

Kerajaan Singasari atau sering pula ditulis Singhasari atau Singosari, adalah sebuah kerajaan
di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun 1222. Lokasi kerajaan ini sekarang diperkirakan
berada di daerah Singasari, Malang, Tepatnya di kawasan yang bernama Kutaraja dan beribukota di
Tumapel.

Singasari merupakan salah satu kerajaan yang berhasil menguasai pulau Jawa hingga luar Jawa di masa
kejayaannya. Kerajaan Singasari juga dikenal dengan nama Kerajaan Tumapel.. Awalnya kerajaan
Singasari merupakan bagian dari Kerajaan Kediri.

Akan tetapi, akuwu dari Tumapel yang saat itu bagian dari Kerajaan Kediri yaitu Tunggul Ametung
mati dibunuh oleh Ken Arok. Ken Arok pun kemudian mengangkat dirinya sendiri menjadi pengganti
Tunggul Ametung menjadi akuwu.

Keputusan Ken Arok untuk membunuh Tunggul Ametung yang telah baik mengangkatnya menjadi abdi
merupakan akibat dari kebutaan rasa sukanya pada Ken Dedes. Menurut cerita sejarah, Ken Arok jatuh hati
pada Ken Dedes karena melihat kecantikannya secara tidak sengaja.

Ken Arok semakin ingin membunuh Tunggul Ametung setelah mengetahui bahwa laki-laki yang
memperistri Ken Dedes akan menjadi raja yang besar. Itulah sebabnya, Ken Arok memutuskan untuk
membuat keris pada Mpu Gandring. Keris ini dipercaya sangat hebat dan baik kerjanya. Sayangnya, Ken
Arok tidak sabaran dan mengambil keris sebelum waktunya selesai. Ken Arok pun gelap mata dan
membunuh Mpu Gandring hingga mendapatkan kutukan di akhir nafas Mpu Gandring.
Setelah Ken Arok berhasil menjadi akuwu baru, ia pun mengawini Ken Dedes (istri Tunggul Ametung
sebelumnya) dan memperistrinya. Ken Arok pun memutuskan untuk melepaskan Tumapel dari kerajaan
Kediri dan mendirikannya sebagai kerajaannya sendiri.

Setelah Tumapel dipimpin oleh Ken Arok, di tahun 1222 terjadilah permasalahan hubungan antara
Kertajaya yang merupakan raja dari Kerajaan Kediri dengan kaum Brahmana. Ken Arok pun
memanfaatkan keadaan ini dengan menarik kaum Brahmana berada di pihaknya. Terjadilah peperangan di
masa itu di daerah Ganter. Peperangan antara Kerajaan Kediri dengan persatuan kaum Brahmana dan Ken
Arok akhirnya dimenangkan oleh Ken Arok. Kaum Brahmana tersebut kemudian mengangkat Ken Arok
menjadi raja pertama dan pendiri dari kerajaan Tumapel yang kemudian dikenal sebagai kerajaan Singasari.

Kerajaan Tumapel kemudian berhasil menyatukan seluruh daerah bagian kerajaan Kediri menjadi
bagian dari Kerajaan Singasari. Ibukota dari kerajaan ini pun mengalami pemindahan setelah peperangan
yaitu di Gunung Arjuna. Setelah Ken Arok berhasil mendirikan kerajaan Singasari, terjadi pergantian raja-
raja sebanyak lima kali.

Kehidupan Politik Kerajaan Singasari.

Sejarah Kehidupan Politik Kerajaan Singasari dapat dilihat dari kisah perebutan kekuasaan dari raja
sebelumnya dengan raja setelahnya. :

I. Ken Arok

Setelah Ken Arok berhasil menguasai Tumapel dan Kerajaan Kediri lalu ia menamakannya kerajaan
Singasari, Ken Arok resmi menjadi raja pertama Kerajaan Singasari dengan gelar Sri Ranggah Rajasa
Sang Amurwabumi. Ken Arok menjabat selama 5 tahun. (1222-1227). Dari sini munculah dinasti baru
yakni Dinasti Rajasa atau Girinda. Namun pada akhirnya Ken Arok dibunuh oleh suruhan anak tirinya
bernama Anusapati (anak dari hasil perkawinan Ken dedes dan Tunggul Ametung) pada tahun 1227 dan
dimakamkan di Kagenengan.

II. Anusapati

Setelah Ken Arok meninggal, takhta kerajaan jatuh ke tangan anak tirinya Anusapati (pada usia 7
tahun). Pemerintahannya cukup lama yaitu tahun 1227 sampai 1248. Namun dia tidak banyak melakukan
pembaharuan karena terlalu berfokus pada kegemarannya menyabung ayam. Penyebab kematian Ken Arok
akhirnya diketahui oleh putra Ken Arok dengan Ken Umang yaitu Tohjaya yang dendam atas kematian
ayahnya , yang dibunuh oleh anak tirinya sendiri.

Kemudian untuk membalaskan dendamnya itu , Tohjaya kemudian mengundang Anusapati ke tempat
kediamannya bermama Gedong Jiwa untuk mengadakan pesta sabung ayam. Ketika Anusapati asyik
menyaksikan aduan ayam, Tohjaya langsung menusuk Anusapati dengan keris buatan Empu Gandring.
Akhirnya Anusapati meninggal dan dimakamkan di Candi Kidal.

III. Tohjaya

Raja Singasari yang ke tiga yaitu Tohjaya. Tohjaya tidak lama dalam memerintah Kerajaan Singasari
(hanya dalam hitungan bulan saja), karena Ranggawuni anak dari Anusapati membalas kematian ayahnya.
Ranggawuni dibantu Mahesa Cempaka dan para pengikutnya meminta hak takhta kerajaan. Kemudian
Tohjaya memerintah pasukan untuk menangkap Ranggawuni dan Mahesa Cempaka.

Namun rencana itu telah diketahui keduanya dan mereka berhasil melarikan diri. Pada akhirnya mereka
berhasil menggulingkan tahkta Tohjaya dan menduduki singgasana dengan membunuh Tohjaya, dan
kemudian dia dimakamkan di Katang Lumbang.

IV. Ranggawuni

Raja Ranggawuni memerintah Kerajaan Singasari pada tahun 1248 sampai tahun 1268. Dia memiliki
gelar Sri Jaya Wisnuwardana. Ranggawuni memerintah bersama Mahesa Cempaka sebagai ratu
angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Pada tahun 1254, Ranggawuni mengangkat putranya
Kartanegara menjadi raja muda.

Hal ini dilakukan untuk mempersiapkan Kartanegara menjadi raja besar selanjutnya di Singasari. Pada
tahun 1268, Ranggawuni meninggal dunia dan dimakamkan di Candi Jago sebagai Buddha dan di Candi
Waleri sebagai Siwa. Tidak lama kemudian Mahesa Cempaka pun juga meninggal dunia dan dicandikan di
Kumeper dan Wudi Kucir.

V. Kartanegara

Setelah ayahnya Ranggawuni meninggal, takhta kerajaan jatuh ke tangan Kartanegara. Dia adalah raja
terakhir dan terbesar selama masa kerajaan Singasari. Pemerintahan pada masa raja Kartanegara ini sangat
baik, banyak yang diperbaiki dan disempurnakan.

Hingga Raja Kartanegara berani melangkah keluar wilayah Jawa Timur untuk mewujudkan cita-citanya
yaitu menyatukan Nusanatara. Dia memerintah kerajaan Singasari pada tahun 1268 hingga 1292.
Kertanegara menjabat selama 24 tahun dan dinobatkan sebagai raja dengan kekuasaan dan prestasi
terbanyak dari kerajaan Singasari. Kertanegara sebenarnya memiliki tujuan untuk memperluas Kerajaan
Singasari hingga ke seluruh nusantara.

Gelar raja dari Kertanegara adalah Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Pada masa
pemerintahannya, Kertanegara memiliki tiga mahamentri, mereka adalah mahamentri i hino, mahamentri i
halu, dan juga mahamentri i sirikan. Pada masa itu Kertanegara berhasil menguasai pulau Jawa dan berniat
meluaskan kekuasaannya hingga ke Melayu. Di tahun 1257 kerajaan Singasari berhasil menguasai kerajaan
Melayu melalui Ekspedi Pamalayu dibawah pimpinan Mahesa Anabrang (Kebo Anabrang)

Selanjutnya, Kertanegara pun berhasil menguasai daerah selat Malaka, Sunda, Bali, Bakulapura, dan
Gurun di Maluku. Masa kejayaan Kertanegara pun menghadapi masalah ketika Kertanegara tidak ingin
mengakui kekuasaan dari Kublai Khan (Dinasti Mongol).

Kublai Khan pun mengirimkan pasukannya untuk menghancurkan Kertanegara. Keadaan ini
dimanfaatkan oleh Jayakatwang yang merupakan anak dari Kertajaya (Raja Kerajaan Kediri) untuk
mengambil alih kekuasaan. Jayakatwang membunuh Kertanegara dan seluruh pembesar istana pada suatu
acara pesta. Maka gugurlah Kertanegara (1268 – 1292). Karena itu kerajaan Singasari pun runtuh dan
menjadi kerajaan baru di bawah kekuasaan Jayakatwang.

Kehidupan Ekonomi Kerajaan Singasari


Pusat Kerajaan Singasari berada di sekitar lembah sungai Brantas. Dari situ, maka sektor pertanian
yang dijadikan masyarakat Singasari untuk menggantungkan kehidupannya. Hasil bumi yang melimpah
membuat Raja Kartanegara mampu memperluas wilayah strategis untuk perdagangan.

Selain itu, perdagangan juga menjadi sektor perekonomian masyarakat Singasari. Melalui sungai
Brantas ini, maka memudahkan lalu lintas perdagangan antar wilayah pedalaman dengan wilayah luar.

Kehidupan Sosial Budaya Kerajaan Singasari

 Kehidupan masyarakat Singasari mengalami pasang surut dari pemerintahan Ken Arok hingga
Wisnuwardana. Pada masa Ken Arok, kemakmuran masyarakat terjamin. Hal ini terbukti dengan
adanya para pendeta yang meminta perlindungan kepada Ken Arok dari perilaku Raja Kertajaya.
 Pada masa pemerintahan Anusapati, kehidupan masyarakat Singasari terabaikan. Raja Anusapati
lebih banyak menghabiskan waktunya untuk menyabung ayam bukan mengurusi rakyatnya dan
membangun kerajaannya.
 Setelah Wisnuwardana diangkat menjadi raja, kehidupan masyarakat mulai membaik kembali.
Kemakmuran masyarakat semakin meningkat setelah Kertanegara naik takhta. Masyarakat bisa
hidup aman, tenteram dan sejahtera. Berkat usaha dari Raja Kertanegara, Singasari dapat
memperluas wilayah kekuasaannya hingga Jawa, Madura, Bali, Nusa Tenggara, Melayu,
Semenanjung Malaka, kalimantan, Sulawesi dan Maluku.

Masa Kejayaan Kerajaan Singasari

Raja Kartanegara mampu membawa Singasari mencapai puncak kejayaan. Pada masa
pemerintahannya, Raja Kartanegara mengutus tiga maha menteri yaitu mahamenteri I hino, mahamenteri I
halu dan mahamenteri I sirikan. Raja menempatkan pejabat sesuai bidang kemampuannya.

Dia juga tidak ragu untuk mengganti pejabat yang tidak berkualitas. Raja Kartanegara juga menjalin
persahabatan dengan kerajaan-kerajaan besar. Berkat pemerintahannya, Singasari menjadi salah satu
kerajaan terkuat dalam bidang militer dan perdagangan.

Silsilah Kerajaan Singasari.


Ken Arok mendirikan keluarga kerajaan bernama Wangsa Rajasa yang menjadi penguasa Singasari.
Jika dilihat dari dua sumber yaitu kitab Pararaton dan kitab Negarakertagama, terdapat perbedaan
silsilah.

 Silsilah yang disebutkan dalam kitab Pararaton, kesuksesan raja-raja Singasari diperoleh melalui
pertumpahan darah dan balas dendam.
 Sedangkan dalam kitab Negarakertagama tidak menyebutkan adanya pertumpahan darah antara
raja pengganti dengan raja sebelumnya. Karena kitab ini merupakan kitab pujian untuk Hayam
Wuruk sehingga menutupi aib leluhurnya.

1) Generasi Pertama

Pada generasi pertama ini terjadi pembunuhan Ken Arok terhadap Tunggul Ametung dan memperistri
Ken Dedes (mantan istri Tunggu Ametung). Dari pernikahannya dengan Ken Dedes, Ken Arok
mempunyai empat orang anak yaitu Mahisa Wongga Teleng, Panji Saprang, Agnibaya dan Dewi Rimba.

Ken Arok memiliki anak tiri dari pernikahan Ken Dedes dengan Tunggul Ametung bernama
Anusapati (Raja ke dua Singasari). Kemudian Ken Arok menikah lagi dengan Ken Umang dan memiliki
4 keturunan yaitu Panji Tohjaya (Raja ke tiga Singasari), Panji Sudhatu, Panji Wregolo dan Dewi Rambi.

2) Generasi Kedua

Generasi kedua diwarnai dengan bergabungnya Anusapati yaitu anak tiri Ken Arok dengan Mahisa
Wongga Teleng anak kandung Ken Arok dengan Ken Dedes. Mereka bekerjasama memimpin Singasari.
Anusapati memiliki anak bernama Ranggawuni yang kelak membunuh Tohjaya dan menjadi Raja ke 4
Singasari.

Sedangkan Mahisa Wongga Teleng mempunyai dua anak bernama Mahisa Cempaka dan Waning
Hyung yang kelak menjadi permaisuri ke 4 Singasari.
3) Generasi Ketiga

Generasi ketiga ini terjadi persatuan darah Ken Arok dengan darah Tunggul Ametung dalam diri Raja
terbesar Singasari yaitu Kartanegara. Kartanegara merupakan anak pertama dari hasil pernikahan
Ranggawuni dengan Waning Hyung.

Dari generasi ini pula cikal bakal Raja Majapahit. Sedangkan Mahisa Cempaka memiliki keturunan
bernama Dyah lembu Tal yang bekerja sama dengan Kertanagara membangun Singasari.

4) Generasi Keempat

Dyah lembu Tal menikah dengan putra mahkota kerajaan Padjajaran yaitu Rakeyan Jayadarma. Dari
pernikahan mereka, kelak lahirlah pendiri sekaligus raja pertama Kerajaan Majapahit yang bernama
Sangrama Wijaya.

B. Peninggalan Kerajaan Singasari

1. Candi Singasari.
Candi ini berlokasi di Kecamatan Singosari, Kabupaten Malang dan terletak pada lembah di antara
Pegunungan Tengger dan Gunung Arjuna. Berdasarkan penyebutannya pada Kitab Negarakertagama serta
Prasasti Gajah Mada yang bertanggal 1351 M, candi ini merupakan tempat “pendharmaan” bagi raja
Singasari terakhir, Sang Kertanegara, yang mangkat (meninggal) pada tahun 1292

2. Candi Jago

Arsitektur Candi Jago disusun seperti teras punden berundak.


Relief-relief Kunjarakarna dan Pancatantra dapat ditemui di candi ini.
Sengan keseluruhan bangunan candi ini tersusun atas bahan batu
andesit

3. Candi Sumberawan

Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang


ditemukan di Jawa Timur. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi
Singosari, Candi ini merupakan peninggalan Kerajaan Singasari dan
digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.

4. Arca Dwarapala

Arca ini berbentuk Monster dengan ukuran yang sangat besar.


Menurut penjaga situs sejarah ini, arca Dwarapala merupakan
pertanda masuk ke wilayah kotaraja, namun hingga saat ini tidak
ditemukan secara pasti dimanan letak kotaraja Singhasari.

5. Prasasti Manjusri

Prasasti Manjusri merupakan manuskrip yang dipahatkan


pada bagian belakang Arca Manjusri, bertarikh 1343, pada
awalnya ditempatkan di Candi Jago dan sekarang tersimpan di
Museum Nasional Jakarta.
6. Prasasti Mula Malurung

Prasasti Mula Malurung adalah piagam pengesahan


penganugrahan desa Mula dan desa Malurung untuk tokoh bernama
Pranaraja. Prasasti ini berupa lempengan-lempengan tembaga yang
diterbitkan Kertanagara pada tahun 1255 sebagai raja muda di
Singasari, atas perintah ayahnya Wisnuwardhana

7. Candi Jawi

Candi ini terletak di pertengahan jalan raya antara Kecamatan


Pandaan – Kecamatan Prigen dan Pringebukan. Candi Jawi banyak
dikira sebagai tempat pemujaan atau tempat peribadatan Buddha,
namun sebenarnya merupakan tempat pedharmaan atau
penyimpanan abu dari raja terakhir Singhasari, Kertanegara.
Sebagian dari abu tersebut juga disimpan pada Candi Singhasari. Kedua candi ini ada hubungannya dengan
Candi Jago yang merupakan tempat peribadatan Raja Kertanegara.

8. Prasasti Wurare

Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya


memperingati penobatan arca Mahaksobhya di sebuah tempat
bernama Wurare (sehingga prasastinya disebut Prasasti Wurare).
Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta, dan bertarikh 1211 Saka
atau 21 November 1289. Arca tersebut sebagai penghormatan dan
perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari, yang dianggap oleh keturunannya telah
mencapai derajat Jina (Buddha Agung). Sedangkan tulisan prasastinya ditulis melingkar pada bagian
bawahnya.

C. Ekspedisi Pamalayu

Ekspedisi Pamalayu adalah sebuah diplomasi melalui operasi kewibawaan militer yang dilakukan
Kerajaan Singhasari di bawah perintah Raja Kertanegara pada tahun 1275-1286 terhadap Kerajaan Melayu
di Dharmasraya di Pulau Sumatera.
Nagarakertagama mengisahkan bahwa tujuan Ekspedisi Pamalayu sebenarnya untuk menundukkan
Swarnnabhumi secara baik-baik. Namun, tujuan tersebut mengalami perubahan karena raja Swarnnabhumi
ternyata melakukan perlawanan. Meskipun demikian, pasukan Singhasari tetap berhasil memperoleh
kemenangan.

Menurut analisis para sejarawan, latar belakang pengiriman Ekspedisi Pamalayu adalah untuk
membendung serbuan bangsa Mongol. Saat itu kekuasaan Kubilai Khan raja Mongol sedang mengancam
wilayah Asia Tenggara. Untuk itu, Kertanegara mencoba mendahuluinya dengan menguasai Sumatera
sebelum datang serbuan dari pihak asing tersebut. Namun, ada juga pendapat lain mengatakan bahwa
tujuan dari ekspedisi ini adalah untuk menggalang kekuatan di Nusantara di bawah satu komando
Singhasari yang bertujuan untuk menahan kemungkinan serangan dari Mongol.

Beberapa literatur menyebut sasaran Ekspedisi Pamalayu adalah untuk menguasai negeri Melayu
sebagai batu loncatan untuk menaklukkan Sriwijaya. Dengan demikian, posisi Sriwijaya sebagai penguasa
Asia Tenggara dapat diperlemah. Namun pendapat ini kurang tepat karena pada saat itu kerajaan Sriwijaya
sudah musnah. Nagarakertagama yang ditulis tahun 1365 juga tidak pernah menyebutkan adanya negeri
bernama Sriwijaya lagi, tetapi melainkan bernama Palembang. Itu artinya pada zaman tersebut, nama
Sriwijaya sudah tidak dikenal lagi.

Jadi, sasaran Ekspedisi Pamalayu adalah inspeksi pada Kerajaan Melayu karena dalam
Nagarakretagama telah disebutkan bahwa kerajaan wilayah Melayu merupakan daerah bawahan di antara
sekian banyak daerah jajahan Majapahit, di mana penyebutan Malayu tersebut dirujuk kepada beberapa
negeri yang ada di pulau Sumatera dan Semenanjung Malaya.

Istilah Pamalayu dapat bermakna “perang melawan Malayu” atau kalau alih dari bahasa Sanskrit berarti
"tidak melepaskan Malayu". Hal ini terjadi karena kawasan Melayu yang sebelumnya berada di bawah
kekuasaan Sriwijaya sebagaimana tersebut pada Prasasti Kedukan Bukit yang beraksara tahun 682 Dan
kemudian munculnya Dharmasraya menggantikan peran Sriwijaya sebagai penguasa pulau Sumatera dan
Semenanjung Malaysia, seiring dengan melemahnya pengaruh Sriwijaya setelah serangan pasukan
Rajendra Chola dari Koromandel, India sekitar tahun 1025, di mana dari Prasasti Tanyore menyebutkan
bahwa serangan tersebut berhasil menaklukan dan menawan raja dari Sriwijaya.

Kebangkitan kembali Kerajaan Melayu di bawah pimpinan Srimat Trailokyabhusana Mauli


Warmadewa sebagaimana yang tertulis dalam Prasasti Grahi tahun 1183.
Menurut sumber dari Batak, pasukan Pamalayu dipimpin oleh Indrawarman, bukan Kebo Anabrang.
Tokoh Indrawarman ini tidak pernah kembali ke Jawa, melainkan menetap di Sumatera dan menolak
kekuasaan Majapahit sebagai kelanjutan dari Singhasari. Mungkin, Indrawarman bukan komandan
Pamalayu, melainkan wakilnya. Jadi, ketika Kebo Anabrang kembali ke Jawa, ia tidak membawa semua
pasukan, tetapi meninggalkan sebagian di bawah pimpinan Indrawarman untuk menjaga keamanan
Sumatra. Nama Indrawarman inilah yang tercatat dalam ingatan masyarakat Batak.

Dikisahkan bahwa Indrawarman bermarkas di tepi Sungai Asahan. Ia menolak mengakui kedaulatan
Majapahit sebagai ahli waris Kertanagara. Namun, ia juga tidak mampu mempertahankan daerah Kuntu–
Kampar yang direbut oleh Kesultanan Aru-Barumun pada tahun 1299. Indrawarman takut apabila kerajaan
Majapahit datang untuk meminta pertanggungjawabannya. Ia pun meninggalkan daerah Asahan untuk
membangun kerajaan bernama Silo di daerah Simalungun. Pada tahun 1339, datang pasukan Majapahit di
bawah pimpinan Adityawarman menghancurkan kerajaan ini.

Dalam Kidung Panji Wijayakrama disebutkan bahwa nama utusan Ekspedisi Pamalayu tersebut, yaitu
Mahisa Anabrang yang mempunyai arti ialah “kerbau yang menyeberang”.

D. Runtuhnya Kerajaan Singhasari

Utusan Khubilai Khan, pada 1289, datang ke Singasari. Utusan tersebut bernama Meng-chi. Maksud
kedatangan utusan kerajaan Mongol tersebut tidak lain tidak bukan untuk menawarkan pengakuan
Kerajaan Singasari sebagai kerajaan bawahan Kerajaan Mongol. Kertanegara, raja Singasari waaktu itu,
merasa tersinggung dan menolak penawaran tersebut. Tidak cuma itu, Kertanegara juga melukai Meng-chi.
Penganiayaan terhadap utusan Khubilai Khan dianggap sebagai penghinaan besar bagi Kerajaan Mongol.
Oleh sebab itu, Khubilai Khan, Raja Mongol saat itu, memerintahkan untuk mengirim tentara yang kuat
untuk menyerang dan menaklukan Jawa pada awal 1292.

Untuk menghalau pasukan Mongol yang akan datang ke Jawa, Kertanegara memerintahkan sebagian
besar pasukannya ke tanah Sumatera. Hal itu membuat ibu kota kerajaan Singasari melemah, karena hanya
dijaga oleh sebagian kecil pasukan kerajaan. Melihat hal itu, Jayakatwang, Raja dari Tumapel yang
merupakan kerajaan bawahan Singasari, bermasuk mengambil kesempatan tersebut untuk memberontak
dan merebut kekuasaan dari Kertanegara. Serangan dilancarakan oleh Jayakatwang dari dua arah, yakni
dari arah utara merupakan pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti. Pasukan
Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan berhasil masuk istana dan menemukan
Kertanagera berpesta pora dengan para pembesar istana. Serangan Jayakatwang diluncurkan antara
pertengahan Mei dan pertengahan Juni 1292. Dari serangan itu, Jayakatwang berhasil mengalahkan
Singasari dan merebut seluru wilayah kekuasaanya. Pada 1292 seluruh kerajaan Sinhasari didominasi oleh
Jayakatwang. Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibukota baru di Kediri.

Runtuhnya kerajaan Singasari menciptakan babak baru, dimana menantu Kertanegara, Raden Wijaya
yang merupakan keturunan Ken Arok (pendiri kerajaan Singasari) berhasil lolos dari maut. Raden Wijaya
diampuni oleh Jayakatwang dan diberikan sebidang tanah di Hutan Tarik yang kemudian didikran desa
bernama Majapahit. Dari desa itulah, nanti akan berkembang menjadi Kerajaan terbesar di Nusantara, yaitu
Kerajaan Majapahit

Anda mungkin juga menyukai