BAB 2. PEMBAHASAN
Anusapati mati dibunuh Tohjaya (anak Ken Arok dari selir). Tohjaya mati akibat
pemberontakan Ranggawuni (anak Anusapati).
Hanya Ranggawuni yang digantikan Kertanagara (putranya) secara damai.
Kertanagara adalah raja terakhir dan Raja terbesar dalam sejarah Kerajaan
Singosari (1268 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke
luar Jawa. Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk
menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi
ekspansi bangsa Mongol.
Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari
Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan
dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dari Kerajaan Singosari, sebagai
tanda persahabatan kedua negara. Pada tahun 1284, Kertanagara juga
mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai
Khan mengirim utusan ke Kerajaan Singosari meminta agar Jawa mengakui
kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Kitab
Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahanKerajaan Singosari di
luar Jawa pada masa Raja Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang,
Gurun, danBakulapura.
Ketika di pusat Kerajaan Kediri terjadi pertentangan antara raja dan kaum
Brahmana, semua pendeta melarikan diri ke Tumapel dan dilindungi oleh Ken
Arok. Pada 1222, para pendeta Hindu kemudian menobatkan Ken Arok sebagai
raja di Tumapel dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi.
Adapun nama kerajaannya ialah Kerajaan Singasari. Berita pembentukan
Kerajaan Singasari dan penobatan Ken Arok menimbulkan kemarahan raja Kediri,
Kertajaya. la kemudian memimpin sendiri pasukan besar untuk menyerang
Kerajaan Singasari. Kedua pasukan bertempur di Desa Ganter pada 1222. Ken
Arok berhasil.
2.1.2.2 Anusapati (1227 – 1248)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke
tangan Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati
tidak banyak melakukan pembaharuan – pembaharuan karena larut dengan
kesenangannya menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo
(putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati
gemar menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa
(tempat kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat
Anusapati asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut
keris buatan Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati.
Dengan demikian, meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
2.1.2.3 Raja Tohjaya (1248)
Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari
dipegang oleh Tohjaya. Namun, Tohjaya memerintah Kerajaan Singasari tidak
lama sebab anak Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas
kematian ayahnya. Dengan bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya
menuntut hak atas tahta kerajaan, tetapi Tohjaya mengirimkan pasukan untuk
menangkap Ranggawuidan dan Mahesa Cempaka. Rencara Tohjaya telah di
ketahui lebih dulu oleh Ranggawuni dan Mahesa Cempaka, sehingga keduanya
berhasil melarikan diri sebelum pasukan Tohjaya tiba di tempat kediamannya.
8
Ken Arok menyatakan diri sebagai raja baru dengan gelar Sri Ranggah
Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi. Nama Tumapel diganti menjadi Singosari.
Ken Arok hanya memerintah lima tahun (1222-1227). Dari perkawinannya
dengan Ken Dedes, Ken Arok mempunyai empat orang anak yaitu: Mahisa
Wongateleng, Panji Saprang, Agni Bhaya, dan Dewi Rimba. Kemudian dari
perkawinannya dengan istri yang lain, yaitu Ken Umang, Ken Arok mempunyai
anak bernama Panji Tohjaya.
Pada tahun 1227 M, Ken Arok dibunuh oleh seseorang atas perintah
Anusapati. Anusapati ternyata anak Ken Dedes dari Tunggul Ametung atau anak
tiri Ken Arok. Setelah membunuh Ken Arok, Anusapati menjadi
raja Singosari (1227-1248). Sepak terjang Anusapati ini didukung oleh Mahisa
Wongateleng, anak Ken Dedes dari Ken Arok. Dengan meninggalnya Ken Arok,
Tohjaya sebagai anak Ken Arok dari Ken Umang ingin membalas kematian
ayahnya. Untuk itu, pada tahun 1248, Anusapati dibunuh oleh Tohjaya.
Dengan terbunuhnya Anusapati, Panji Tohjaya naik takhta menjadi Raja
Singosari. Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan yang dilakukan
oleh Ranggawuni serta Mahisa Campaka (anak Mahisa Wongateleng). Panji
Tohjaya berhasil melarikan diri, tetapi ia meninggal di Katang Lumbang.
Ranggawuni memberontak karena yang berhak atas kerajaan sepeninggal
Anusapati adalah Waninghyun, yaitu istrinya. Dengan jatuhnya Tohjaya, maka
Kerajaan Kediri yang dulunya merupakan bawahan Singosari berhasil disatukan
oleh Ranggawuni.
Ranggawuni memerintah Singosari dari tahun1248-1268. Ia bergelar Sri Jaya
Wisnuwardhana. Dalam menjalankan pemerintahannya, ia didampingi oleh
Mahisa Campaka (yang membantu Ranggawuni memberontak pada Panji
Tohjaya) yang berkedudukan sebagai perdana menteri dengan gelar
Narasingamurti. Pada tahun 1268 M, Raja Wisnuwardhana meninggal.
Sepeninggal Wisnuwardhana, tampuk pemerintahan kerajaan dipegang oleh
putranya yang bernama Kertanegara. Selanjutnya Kertanegara menjadi raja
Singosari (1268-1292). Dalam bidang politik, Kertanegara terkenal sebagai
seorang raja yang mempunyai gagasan untuk meluaskan kekuasaannya meliputi
10
seluruh wilayah Nusantara. Hal itu tampak, ketika pada tahun 1275 M
mengirimkan tentaranya ke Melayu. Ekspedisi itu dikenal dengan nama Ekspedisi
Pamalayu.
Adapun tujuan ekspedisi ini adalah untuk memperluas kekuasaannya di luar
Jawa yaitu termasuk Melayu dan Sriwijaya. Ekspedisi ini merupakan penjabaran
dari pelaksanaan politik luar negeri Kerajaan Singosari dalam rangka menahan
serbuan tentara Mongol dibawah pimpinan Kaisar Kubhilai Khan yang sedang
melakukan perluasan wilayah di Asia Tenggara.
Pada tahun 1280 dan 1281, datang utusan Kubhilai Khan ke Singosari untuk
meminta Singosari tunduk dan takluk pada Kubhilai Khan. Akan tetapi perintah
Kaisar Kubhilai Khan itu ditolak oleh Kertanegara dengan melakukan penghinaan
diplomatik (merusak muka Meng Chi, utusan dari Kubhilai Khan). Kubhilai Khan
sangat marah melihat tindakan Kertanegara kepada utusannya.
Ia lalu mengirimkan pasukannya ke Jawa untuk menyerang Singosari,
sekaligus menghukum Kertanegara. Keinginan Kubhilai Khan untuk menyerang
Kerajaan Singosari tidak terlaksana, karena pasukan Kubhilai Khan baru tiba
di Singosari pada tahun 1293 M, sementara Raja Kertanegara yang dicari-cari
telah meninggal pada tahun 1292 M akibat serangan dari Jayakatwang (keturunan
raja Kediri).
Menurut kitab Pararaton, serangan Jayakatwang dilakukan pada bulan Mei
dan Juni tahun 1292. Pasukan Singosari yang pada saat itu dipimpin oleh menantu
Kertanegara dan cucu Mahisa Cempaka, Raden Wijaya, berhasil dipancing
pasukan Jayakatwang keluar dari keraton. Pasukan Jayakatwang berhasil masuk
ke keraton dan membunuh Raja Kertanegara serta para pembesar keraton. Dengan
meninggalnya Raja Kertanegara, berakhirlah Kerajaan Singosari.
Menurut Prasasti Kudadu, setelah terbunuhnya Kertanegara, Raden Wijaya
dan keempat istrinya serta beberapa pengikutnya menyelamatkan diri dengan
menyeberang ke Madura. Di Madura, mereka diterima oleh Bupati Sumenep,
Arya Wiraraja. Raden Wijaya menyerang balik Jayakatwang, dengan
memanfaatkan pasukan Kubhilai Khan yang mendarat di Tuban yang bertujuan
membalas penghinaan Kertanegara terhadap utusan Kubhilai Khan.
11
oleh hasil bumi yang melimpah sehingga menyebabkan Ekspedisi Pamalayu yang
dilakukan oleh Kertanegara yang menjadi salah satu bukti bahwa negara berusaha
meningkatkan kehidupan ekonominya dengan menguasai jalur perdagangan yang
strategis.
Keberadaan Sungai Brantas dapat juga digunakan sebagai sarana lalu lintas
perdagangan dari wilayah pedalaman dengan dunia luar. Dengan demikian,
perdagangan juga menjadi andalan bagi pengembangan perekonomian Kerajaan
Singasari.
yang juga menceritakan riwayat Ken Arok yang penuh keajaiban. Kitab Pararaton
isinya sebagian besar adalah mitos atau dongeng tetapi dari kitab Pararatonlah asal
usul Ken Arok menjadi raja dapat diketahui. Sebelum menjadi raja, Ken Arok
berkedudukan sebagai Akuwu (Bupati) di Tumapel menggantikan Tunggul
Ametung yang dibunuhnya, karena tertarik pada Ken Dedes istri Tunggul
Ametung. Selanjutnya ia berkeinginan melepaskan Tumapel dari kekuasaan
kerajaan Kadiri yang diperintah oleh Kertajaya. Keinginannya terpenuhi setelah
kaum Brahmana Kadiri meminta perlindungannya. Dengan alasan tersebut, maka
tahun 1222 M /1144 C Ken Arok menyerang Kediri, sehingga Kertajaya
mengalami kekalahan pada pertempuran di desa Ganter. Ken Arok yang
mengangkat dirinya sebagai raja Tumapel bergelar Sri Rajasa Sang
Amurwabhumi.
2.1.7 Kejayaan
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari
(1268 -1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa.
Pada tahun1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan
pulau Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi
bangsaMongol. Saat itu penguasa pulau Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya
(kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya tunduk dengan
ditemukannya bukti arca Amoghapasa yang dikirim Kertanagara sebagai tanda
persahabatan kedua negara. Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan
ekspedisi menaklukkan Bali.
Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari
meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak
tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan
Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali, Pahang,
Gurun, dan Bakulapura.
Gambar 2.1.9.1
dikarenakan bagian atasnya hanya tersisa sebagian dan menurut cerita setempat
karena tersambar petir. Relief Kunjarakarna yang menceritakan tentang usaha
seorang makhluk setengah dewa (Kunjarakarna) dalam mencapai jalan kebenaran
dapat ditemukan di candi ini. Dengan keseluruhan bangunan candi ini tersusun
atas bahan batu andesit. Candi ini terletak di Dusun Jago, Desa Tumpang,
Kecamatan Tumpang, Kabupaten Malang, Jawa Timur, Indonesia.
Gambar 2.1.9.2
2.1.9.3 Candi Sumberawan
Candi Sumberawan merupakan satu-satunya stupa yang ditemukan di
Jawa Timur. Dengan jarak sekitar 6 km dari Candi Singosari, Candi ini merupakan
peninggalan Kerajaan Singasari dan digunakan oleh umat Buddha pada masa itu.
Pemandangan di sekitar candi ini sangat indah dikarenaka terletak di dekat sebuah
telaga yang sangat bening airnya. Keadaan inilah yang memberi nama Candi
Rawan.
Gambar 2.1.9.3
2.1.9.4 Candi Jawi
Candi Jawi ( Jajawa) adalah candi yang dibangun sekitar abad ke-13 dan
merupakan peninggalan bersejarah Hindu-Buddha Kerajaan Singhasari yang
terletak di terletak di kaki Gunung Welirang, tepatnya di Desa Candi Wates,
16
Gambar 2.1.9.4
2.1.9.5 Candi Kidal
Candi Kidal adalah salah satu candi warisan dari kerajaan Singasari. Candi
ini dibangun sebagai bentuk penghormatan atas jasa besar Anusapati, Raja kedua
dari Singhasari, yang memerintah selama 20 tahun (1227 - 1248). Candi Kidal
secara arsitektur, kental dengan budaya Jawa Timuran, telah mengalami
pemugaran pada tahun 1990. Candi kidal juga memuat cerita Garudeya, cerita
mitologi Hindu, yang berisi pesan moral pembebasan dari perbudakan. Sampai
sekarang candi masih terjaga dan terawat. Candi ini terletak di Kecamatan
Tumplang, Malang, Jawa Timur
17
Gambar 2.1.9.5
2.1.9.6 Prasasti Manjusri
Prasasti ini dipahat pada arca Mañjuśrī dengan aksara Jawa Kuno dan
bahasa Sanskerta. Pada awalnya ditemukan di Candi Jago di Desa/Kecamatan
Tumpang, Kabupaten Malang. Saat ini arca Manjusri ini tersimpan di Museum
Ethnology Berlin. Sedangkan duplikatnya tersimpan di Museum Nasional Jakarta
dengan nomor inventaris D. 214. Transkripsinya telah dibahas oleh H. Kern dan
diterbitkan dalam karya J.L.A. Brandes, Tjandi Singasari (1909). Prasasti ini
terdiri dari dua bagian, pertama terdapat di bagian muka di atas Boddhisattwa
yang terdiri dari tiga baris tulisan. Bagian kedua dipahat pada bagian belakang
arca dengan tujuh baris tulisan. Prasasti ini berangka tahun 1265 Śaka (sekitar 25
Januari 1343-14 Maret 1344 M). Prasasti ini telah dibahas oleh F.D.K. Bosch
dalam De Incriptie op net Maňjuçrī beeld van 1265 Çaka (BKI, 77, 1921: 194-
201). Peneliti lain yang telah membahas prasasti ini antara lain R. Pitono (1966)
dan Machi Suhadi (1990). Candi Jago tersebut mula-mula didirikan atas perintah
raja Kertanagara untuk menghormati ayahandanya, raja Wisnuwardhana, yang
mangkat pada tahun 1268 M.
Gambar 2.1.9.6
2.1.9.7 Prasasti Mula Malurung
Prasasti ini merupakan bukti pengesahan penganugrahan dari Desa Mula
dan Desa Malurung. Prasasti ini dibuat oleh Raja Kertanegara pada saat masih
18
Gambar 2.1.9.7
2.1.9.8 Prasasti Singosari
Prasasti yang bertarikh tahun 1351 M. Prasasti yang ditulis dengan
menggunakan aksara jawa ini di Temukan di Kecamatan Singosari, Malang, Jawa
Timur. Namun sekarang, prasasti ini disimpan di dalam museum Gajah Mada.
Prasasti ini ditulis untuk mengenang pembangunan sebuah caitya atau
candi pemakaman yang dilaksanakan oleh Mahapatih Gajah Mada. Paruh pertama
prasasti ini merupakan pentarikhan tanggal yang sangat terperinci, termasuk
pemaparan letak benda-benda angkasa. Paruh kedua mengemukakan maksud
prasasti ini, yaitu sebagai pariwara pembangunan sebuah caitya.
19
Gambar 2.1.9.8
2.1.9.9 Prasasti Wurare
Prasasti Wurare adalah sebuah prasasti yang isinya memperingati
penobatan arca Mahaksobhya di sebuah tempat bernama Wurare (sehingga
prasastinya disebut Prasasti Wurare). Prasasti ditulis dalam bahasa Sansekerta, dan
bertarikh 1211 Saka atau 21 November 1289. Arca tersebut sebagai penghormatan
dan perlambang bagi Raja Kertanegara dari kerajaan Singhasari, yang dianggap
oleh keturunannya telah mencapai derajat Jina (Buddha Agung). Sedangkan
tulisan prasastinya ditulis melingkar pada bagian bawahnya.
Gambar 2.1.9.9
2.1.9.10Arca Dwarapal
Arca Dwarapala terletak di Desa Candirenggo, Kecamatan Singosari.
Areal situs hanya berjarak sekitar 200 meter di sebelah barat Candi Singosari.
Situs ini berbentuk dua arca dwarapala yang dibuat dari batu monolitik dengan
ketinggian 3,75 meter dan lebar 3,85 meter.
Dwarapala berasal dari kata Sanskerta dwara yang berarti pintu atau jalan
dan pala berarti penjaga. Ada dua arca dwarapala yang berseberangan di kiri dan
kanan jalan yang sekarang dinamakan Jalan Kertanegara. Kedua arca ini
memegang gada. Arca di sebelah kanan dalam posisi santai dan tangan kanan
memegang gada. Berbeda dengan dwarapala kanan, dwarapala kiri bertugas
mengingatkan rakyat Singhasari pada masa itu tentang keagamaan. Tangan
kanannya diangkat sejajar dengan dadanya dan dua jarinya dibuka sebagai tanda
kemenangan dalam menjalankan perintah keagamaan.
20
Gambar 2.1.9.10
telah dituliskan antara tahun 1481 dan 1600, dimana kemungkinan besar lebih
mendekati tahun pertama daripada tahun kedua.
2. Kitab Negarakertagama
Kitab Nagarakretagama (Nāgarakṛtâgama) , atau juga disebut dengan nama
Kitab Desawarnana (Deśawarṇana) bisa dikatakan merupakan kakawin Jawa
Kuno karya Empu Prapañca yang paling termasyhur. Kitab ini adalah yang paling
banyak diteliti pula. Kitab yang ditulis tahun 1365 ini, pertama kali ditemukan
kembali pada tahun 1894 oleh J.L.A. Brandes, seorang ilmuwan Belanda yang
mengiringi ekspedisi KNIL di Lombok. Kitab ini menguraikan keadaan di keraton
Majapahit dalam masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk, raja agung di tanah
Jawa dan juga Nusantara.
menolak untuk membayar upeti dan malah menghina serta menantang Kubilai
Khan, dan sebagai responnya dikirim lah 1.000 kapal ekspedisi menuju Jawa dari
Mongolia. Sayangnya, ketika pihak Mongol menyerang, Kertanagara telah tewas
di tangan Jayakatwang yang merupakan adipati Kediri. Ketika itu, Raden Wijaya
yang merupakan menantu Kertanegara diberikan sebuah tanah bernama Tarik
yang ia gunakan untuk membangun sebuah desa yang menjadi awal mula sejarah
Berdirinya kerajaan Majapahit. Ketika pasukan Mongol tiba, Raden Wijaya
langsung memilih untuk membantu mereka menghancurkan Jayakatwang. Setelah
kekuasaan Jayakatwang runtuh, Raden Wijaya menyerang pasukan Mongol.
Kebingungan, pasukan Mongol tersebut terpaksa mundur dan mengikuti tiupan
angin monsoon terakhir pada musim itu.
Pada tahun 1293, Raden Wijaya mendirikan benteng dan kota Majapahit.
Tahun ini juga menjadi tahun lahirnya Majapahit serta hari dimana Raden Wijaya
menjadi raja. Pada pengangkatannya, ia diberikan sebuah nama formal yaitu
Kertarajasa Jayawardhana. Raja Kertarajasa kemudian menjadikan keempat anak
perempuan Kertanegara menjadi istri-istrinya. Pendirian kerajaan ini dipenuhi
dengan kesulitan dimana beberapa orang terpercaya Kertarajasa termasuk
Ranggalawe, Sora, dan Nambi bersekongkol untuk melakukan pemberontakan
yang sayangnya gagal. Setelah diselidiki, ternyata mahapati Halayudha lah yang
disangka menjadi dalang konspirasi ini agar ia sendiri mampu menduduki posisi
yang paling tinggi di pemerintahan kerajaan Majapahit. Halayudha akhirnya
berhasil ditangkap dan dihukum mati sebagai balasan atas penipuan yang ia
lakukan.
Nama-nama dua orang yang terakhir ini tercantum dalam prasasti Trailokyapuri,
yaitu Singawardhana Dyah Wijayakusuma dan Girindrawardhana Dyah
Ranawijaya.
4. Periode Akhir Majapahit (1453–1478)
Ketika Rajasawardhana Sang Sinagara mangkat tahun 1453, terjadilah
pertikaian tahta antara Bhre Kahuripan(VII) Samarawijaya dan Bhre Wengker(III)
Girisawardhana. Kemelut paman dan keponakan ini menyebabkan Majapahit tiga
tahun tidak mempunyai raja (telung tahun tan hana prabhu, kata Pararaton).
Kevakuman tahta ini berakhir tahun 1456 tatkala Girisawardhana menjadi raja
dengan gelar Hyang Purwawisesa. Kiranya Samarawijaya yang masih muda
mengalah terhadap paman yang sekaligus mertuanya, dan rela menjadi putra
mahkota untuk kedua kalinya. Peranan ibu suri Bhre Daha(V) Jayeswari tentu
sangat besar dalam proses rekonsiliasi tersebut.
Bhre Daha(V) Jayeswari wafat tahun 1464, dan gelar Bhre Daha(VI)
disandang Manggalawardhani. Ketika Bhre Jagaraga Wijayaduhita dan raja
Girisawardhana wafat pula tahun 1466, sengketa kekuasaan muncul kembali.
Adik bungsu Sang Sinagara, Bhre Tumapel(IV) Suraprabhawa, ternyata
berambisi juga menjadi raja. Dia menduduki tahta Majapahit. Sudah tentu para
keponakannya sakit hati. Baru saja dua tahun Suraprabhawa bertahta (prabhu rong
tahun), yaitu tahun 1468, keempat putra Sang Sinagara memperlihatkan sikap
oposisi dengan ‘pergi dari istana’ (tumuli sah saking kadaton putranira sang
sinagara), yaitu Bhre Kahuripan(VII) Samarawijaya, Bhre Mataram(V)
Wijayakarana, Bhre Pamotan(II) Wijayakusuma, dan si bungsu Bhre Kertabhumi
Ranawijaya. Mereka menyingkir ke Jinggan (antara Mojokerto dan Surabaya
sekarang), menyusun kekuatan untuk merebut hak mereka atas tahta. Sejak itu
Samarawijaya disebut Sang Munggwing Jinggan (Yang Berdiam di Jinggan).
Pada tahun 1478 Sang Munggwing Jinggan Samarawijaya dan adik-
adiknya memimpin pasukan dalam penyerbuan ke ibukota Majapahit, yang
menyebabkan runtuhnya kerajaan Hindu terbesar di Jawa itu. Pararaton menutup
uraian sejarah Majapahit dengan kalimat kapernah paman, bhre prabhu sang
32
mokta ring kadaton i saka 1400 (“paman mereka, sang raja, mangkat di istana
tahun 1478”).
Ungkapan mokta ring kadaton (‘mangkat di istana’) mengisyaratkan
bahwa Suraprabhawa mati terbunuh. Jika kematiannya wajar, tentu dipakai
kalimat yang berbau surga, misalnya mokta ring wisnubhawana, mokta ring
somyalaya, dan semacamnya. Raja Jayanagara yang terbunuh tahun 1328
diungkapkan Pararaton dengan istilah mokta ring pagulingan (‘mangkat di tempat
tidur’). Kiranya Suraprabhawa bernasib serupa. Raja terakhir Majapahit ini gugur
di istana ketika bertempur melawan para keponakannya.
Kemenangan putra-putra Sang Sinagara ternyata harus ditebus dengan ikut
gugurnya Sang Munggwing Jinggan Samarawijaya. Prasasti Petak menyebutkan
kadigwijayanira sang munggwing jinggan duk ayun-ayunan yudha lawaning
majapahit (“kemenangan Sang Munggwing Jinggan yang naik-jatuh berperang
melawan Majapahit”). Ungkapan ayun-ayunan (‘naik-jatuh’) berarti meraih
kemenangan tetapi gugur dalam pertempuran (won the war but lost the battle).
dengan desa begitu rapat seperti singa dengan hutan. Jika desa rusak, negara akan
kekurangan bahan makanan.
Struktur birokrasi dalam hierarki Majapahit dari tingkat pusat ke jabatan
yang lebih rendah adalah:
1. Raja.
2. Yuwaraja/kumaraja (raja muda).
3. Rakryan mahamatri katrini.
4. Rakryan mantri ri pakirakiran.
5. Dharmadhyaksa.
2.2.3.1 Raja.
Raja adalah pemegang otoritas tertinggi, baik dalam kebijakan politik mau
pun istana lainnya. Kedudukannya diperoleh dari hak waris yang telah digariskan
secara turun-temurun. Di samping raja, ada kelompok yang disebut sebagai
Bhatara Sapta Prabu semacam Dewan Pertimbangan Agung. Dalam
Nagarakrtagama (Pupuh 73:2), dewan ini disebut pahom narendra yang
beranggotakan sembilan orang; sedangkan dalam Kidung Sundayana disebut
Sapta Raja.
Pada masa Raja Dyah Hayam Wuruk, mereka yang menduduki jabatan tersebut di
antaranya:
1. Raja Hayam Wuruk;
2. Kertawardhana (Ayah Sang Raja);
3. Tribhuwana Tunggadewi (Ibu Suri);
4. Rajadewi Maharajasa (Bibi Sang Raja);
5. Wijayarajasa (Paman Sang Raja);
6. Rajasaduhiteswari (Adik Sang Raja);
7. Rajasaduhitendudewi (Adik Sepupu Sang Raja);
8. Singawardhana (Suami Rajasaduhiteswari);
9. Rajasawardhana (R. Larang, Suami Rajasaduhitendudewi).
2.2.3.2 Yuwaraja/Rajakumara/Kumaraja (Raja Muda)
Jabatan ini biasanya diduduki oleh putra mahkota. Dari berbagai prasasti
dan Nagarakrtagama diketahui bahwa para putra mahkota sebelum diangkat
34
menjadi raja pada umumnya diberi kedudukan sebagai raja muda. Misalnya,
Jayanagara sebelum menjadi raja, terlebih dahulu berkedudukan sebagai
rajakumara di Daha. Hayam Wuruk sebelum naik takhta menjadi raja Majapahit,
terlebih dahulu berkedudukan sebagai rajakumara di Kabalan. Jayanegara
dinobatkan sebagai raja muda di Kadiri tahun 1295.
Pengangkatan tersebut dimaksud sebagai pengakuan bahwa raja yang
sedang memerintah akan menyerahkan hak atas takhta kerajaan kepada orang
yang diangkat sebagai raja muda, jika yang bersangkutan telah mencapai usia
dewasa atau jika raja yang sedang memerintah mangkat.
Raja muda Majapahit yang pertama ialah Jayanegara. Raja muda yang
kedua adalah Dyah Hayam Wuruk yang dinobatkan di Kahuripan (Jiwana).
Pengangkatan raja muda tidak bergantung pada tingkatan usia. Baik raja
Jayanegara mau pun Hayam Wuruk masih kanak-kanak, waktu diangkat menjadi
raja muda, sementara pemerintahan di negara bawahan yang bersangkutan
dijalankan oleh patih dan menteri.
2.2.3.3 Rakryan Mahamatri Katrini
Jabatan ini merupakan jabatan yang telah ada sebelumnya. Sejak zaman
Mataram Kuno, yakni pada masa Rakai Kayuwangi, jabatan ini tetap ada hingga
masa Majapahit. Penjabat-penjabat ini terdiri dari tiga orang yakni: rakryan
mahamantri i hino, rakryan mahamantri i halu, dan rakryan mahamantri i
sirikan. Ketiga penjabat ini memunyai kedudukan penting setelah raja, dan
mereka menerima perintah langsung dari raja. Namun, mereka bukanlah
pelaksana-pelaksana dari perintah raja; titah tersebut kemudian disampaikan
kepada penjabat-penjabat lain yang ada di bawahnya. Di antara ketiga penjabat
itu, rakryan mahamantri i hino-lah yang terpenting dan tertinggi. Ia memunyai
hubungan yang paling dekat dengan raja, sehingga berhak mengeluarkan piagam
(prasasti). Oleh sebab itu, banyak para ahli yang menduga jabatan in dipegang
oleh putra mahkota.
2.2.3.4 Rakryan Mantri ri Pakirakiran
Jabatan ini berfungsi semacam Dewan Menteri atau Badan Pelaksana
Pemerintah. Biasanya terdiri dari lima orang rakryan (para tanda rakryan), yakni:
35
yang jumlahnya amat banyak. Pada masa Hayam Wuruk hanya dikenal tujuh
upapatti, yakni: sang upapatti sapta:
1. Sang pamget i tirwan.
2. Kandhamun.
3. Manghuri.
4. Pamwatan.
5. Jhambi.
6. Kandangan rare.
7. Kandangan atuha.
Di antara upapatti itu ada pula yang menjabat urusan sekte-sekte tertentu,
misalnya: bhairawapaksa, saurapaksa, siddahantapaksa, sang wadidesnawa,
sakara, dan wahyaka.
2.2.3.6 Paduka Bhatara (Raja Daerah)
Dalam pembentukannya, kerajaan Majapahit merupakan kelanjutan
Singasari, terdiri atas beberapa kawasan tertentu di bagian timur dan bagian
tengah Jawa. Daerah ini diperintah oleh uparaja yang disebut Paduka Bhattara
yang bergelar Bhre.Gelar ini adalah gelar tertinggi bangsawan kerajaan mereka
berada di bawah raja Majapahit sebagai raja-raja daerah yang masing-masing
memerintah sebuah negara daerah.Biasanya mereka adalah saudara-saudara raja
atau kerabat dekat.
Tugas mereka adalah untuk mengelola kerajaan mereka, memungut pajak,
dan mengirimkan upeti ke pusat, dan mengelola pertahanan di perbatasan daerah
yang mereka pimpin.Selama masa pemerintahan Hayam Wuruk (1350 s.d. 1389)
ada 12 wilayah di Majapahit, yang dikelola oleh kerabat dekat raja (Lihat pada
waosan berikutnya tentang Wilayah Kekuasaan Kerajaan Majapahit).
Melihat struktur pemerintahannya, sistem pemerintahan di Majapahit
bersifat teotorial dan disentralisasi, dengan birokrasi yang terinci. Raja yang
dianggap sebagai penjelmaan dewa, memegang otoritas politik tertinggi.
Hubungan antara raja dengan pegawai-pegawainya dalam birokrasi pemerintahan
kerajaan berbentuk clienship, yaitu ikatan seorang penguasa politik tertinggi dan
orang yang dikuasakan untuk menjalankan sebagian dari kekuasaan penguasa
37
1. Negara Agung, atau Negara Utama, inti kerajaan. Area awal Majapahit
atau Majapahit Lama selama masa pembentukannya sebelum memasuki era
kemaharajaan. Yang termasuk area ini adalah ibukota kerajaan dan wilayah
sekitarnya dimana raja secara efektif menjalankan pemerintahannya. Area ini
meliputi setengah bagian timur Jawa, dengan semua provinsinya yang dikelola
oleh para Bhre (bangsawan), yang merupakan kerabat dekat raja.
2. Mancanegara, area yang melingkupi Negara Agung. Area ini secara
langsung dipengaruhi oleh budaya Jawa, dan wajib membayar upeti tahunan.
Akan tetapi, area-area tersebut biasanya memiliki penguasa atau raja pribumi,
yang kemungkinan membentuk aliansi atau menikah dengan keluarga kerajaan
Majapahit. Kerajaan Majapahit menempatkan birokrat dan pegawainya di tempat-
tempat ini dan mengatur kegiatan perdagangan luar negeri mereka dan memungut
pajak, namun mereka menikmati otonomi internal yang cukup penting. Termasuk
didalamnya daerah Pulau Jawa lainnya, Madura, Bali, dan juga Dramasraya,
Pagaruyung, Lampung dan Palembang di Sumatra.
3. Nusantara, adalah area yang tidak merefleksikan kebudayaan Jawa, tetapi
termasuk ke dalam koloni dan mereka harus membayar upeti tahunan. Mereka
menikmati otonomi yang cukup dan kebebasan internal, dan Majapahit tidak
merasa penting untuk menempatkan birokratnya atau tentara militernya di sini;
akan tetapi, tantangan apa pun yang terlihat mengancam Majapahit akan
menghasilkan reaksi keras. Termasuk dalam area ini adalah kerajaan kecil dan
koloni di Maluku, Nusa Tenggara, Sulawesi, Kalimantan, dan Semenanjung
Malaya.
38
2.2.6 Kejayaan
Hayam Wuruk juga disebut Rajasanagara memerintah Majapahit dari tahun
1350 hingga 1389. Pada masa Majapahit mencapai puncak kejayaan dengan
bantuan mahapatih Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364)
Majapahit menguasai lbh banyak wilayah. Pada tahun 1377 beberapa tahun
setelah kematian Gajah Mada Majapahit melancarkan serangan laut ke Palembang
menyebabkan runtuh sisa-sisa kerajaan Sriwijaya. Jenderal terkenal Majapahit lain
adl Adityawarman yg terkenal krn penaklukan di Minangkabau. Menurut
Kakawin Nagarakretagama pupuh XIII-XV daerah kekuasaan Majapahit meliputi
Sumatra semenanjung Malaya Borneo Sulawesi kepulauan Nusa Tenggara
Maluku Papua dan sebagian kepulauan Filipina. Namun demikian batasan alam
dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampak
tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit tetapi terhubungkan satu
sama lain oleh perdagangan yg mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit
juga memiliki hubungan dgn Campa Kamboja Siam Birma bagian selatan dan
Vietnam dan bahkan mengirim duta-duta ke Tiongkok.Kerajaan Majapahit
disebut-sebut merupakan salah satu kerajaan terbesar di Indonesia pada masa
lampau yang kekuasaannya terbentang meliputi kepulauan nusantara sampai Asia
Tenggara dengan pusat yang berada di tanah Jawa. Kejayaan Majapahit
mengalami masa kejayaan di bawah kendali Hayam Wuruk. Kerajaan yang selalu
berada di buku-buku sejarah Indonesia ini berdiri pada tahun 1293 sampai 1500.
Sementara kejayaannya terjadi pada tahun 1350 hingga 1389. Pada masa yang
gemilang inilah, Kerajaan Majapahit mampu melebarkan kekuasaannya sampai
Asia Tenggara, mencakup Malaysia, Singapura, Brunai, Timor Timur, Manila dan
juga Thailand Selatan. Bahkan ekspedisi baharinya pernah mencapai Laut Cina
40
2.2.7 Keruntuhan
Sesudah mencapai puncak pada abad ke-14 kekuasaan Majapahit berangsur-
angsur melemah. Tampak terjadi perang saudara (Perang Paregreg) pada tahun
41
Mojokerto, Jawa Timur, Indonesia. Bangunan ini terletak tak jauh ke selatan dari
jalan utama di Jatipasar. Gapura agung ini terbuat dari bahan bata merah dengan
luas dasar 13 x 11 meter dan tinggi 15,5 meter. Diperkirakan dibangun pada abad
ke-14. Gerbang ini lazim disebut bergaya candi bentar atau tipe gerbang terbelah.
Gaya arsitektur seperti ini diduga muncul pada era Majapahit dan kini banyak
ditemukan dalam arsitektur Bali. Kebanyakan sejarawan sepakat bahwa gapura ini
adalah pintu masuk menuju kompleks bangunan penting di ibu kota Majapahit.
Dugaan mengenai fungsi asli bangunan ini mengundang banyak spekulasi, salah
satu yang paling populer adalah gerbang ini diduga menjadi pintu masuk ke
kediaman Mahapatih Gajah Mada.
2.2.9.2 Candi Brahu
Candi Brahu merupakan salah satu candi yang terletak di dalam kawasan
situs arkeologi Trowulan, bekas ibu kota Majapahit. Tepatnya, candi ini berada di
Dukuh Jambu Mente, Desa Bejijong, Kecamatan Trowulan, Kabupaten
Mojokerto, Jawa Timur, atau sekitar dua kilometer ke arah utara dari jalan raya
Mojokerto—Jombang.
Nama candi ini, yaitu 'brahu', diduga berasal dari kata wanaru atau warahu.
Nama ini didapat dari sebutan sebuah bangunan suci yang disebut dalam Prasasti
Alasantan. Prasasti tersebut ditemukan tak jauh dari Candi Brahu.
Candi Brahu dibangun dengan batu bata merah, menghadap ke arah barat
dan berukuran panjang sekitar 22,5 m, dengan lebar 18 m, dan berketinggian 20
meter. Candi Brahu dibangun dengan gaya dan kultur Budha. Diperkirakan, candi
ini didirikan pada abad ke-15 Masehi meskipun masih terdapat perbedaan
pendapat mengenai hal ini. Ada yang mengatakan bahwa candi ini berusia jauh
lebih tua daripada candi-candi lain di sekitar Trowulan.
Dalam prasasti yang ditulis Mpu Sendok bertanggal 9 September 939 (861
Saka), Candi Brahu disebut merupakan tempat pembakaran (krematorium)
jenazah raja-raja. Akan tetapi, dalam penelitian tak ada satu pakar pun yang
berhasil menemukan bekas abu mayat dalam bilik candi. Hal ini diverifikasi
setelah dilakukan pemugaran candi pada tahun 1990 hingga 1995.
2.2.9.3 Candi Tikus
Candi Tikus adalah sebuah peninggalan purbakala yang terletak di dukuh
Dinuk, Desa Temon, Kecamatan Trowulan, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur.
45
(sekitar tahun 1328 M). Namun sebenarnya sebelum wafatnya Jayanegara candi
ini dipergunakan sebagai pintu belakang kerajaan. Dugaan ini didukung adanya
relief "Sri Tanjung" dan sayap gapura yang melambangkan penglepasan dan
sampai sekarang di daerah Trowulan sudah menjadi suatu kebudayaan jika
melayat orang meninggal diharuskan lewat pintu belakang.
dengan Sekar Taji (Galuh Candrakirana). Selain itu dapat kita saksikan juga
pada unsur arsitekturnya bentuk atap tumpang, seni ukir sulur-suluran dan
tanaman melata, senjata keris, lokasi keramat, dan masih banyak lagi.
Kakawin Arjuna Wijaya menguraikan peperangan antara Prabhu Arjuna
Sahasrabhahu dan pendeta Parasu Rama, berdasarkan Uttara Kanda, bagian
terakhir Ramayana (Sansekerta). Cerita ini sangat populer terbukti dari adanya
pelbagai naskah dalam bahasa Bali dan Jawa Kuna. Versinya dalam bahasa Jawa
Baru dalam bentuk tembang diusahakan oleh Raden Ngabehi Sindusastra dari
Surakarta, diterbitkan oleh Balai Pustaka pada tahun 1930. Cerita ini dikenal
dengan Lampahan Arjuna Sasrabahu, banyak dipertunjukkan dalam seni
panggung wayang, baik wayang kulit maupun wayang orang. Naskah ini juga
pernah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris, dibahas dan diterbitkan sebagai
bahan thesis pada Universitas Nasional di Canberra, Australia oleh Dr. Supomo
pada tahun 1971. Karya Mpu Tantular yang kedua adalah Sutasoma, Purusada
Santa, sebuah cerita moralistik dan didaktik Budha tentang pahlawan Sutasoma
yang menyerahkan hidupnya dengan sukarela sebagai mangsa kepada raksasa
Kalmasa Pada. Raksasa Kalmasa Pada kagun akan kerelaan itu, dan tidak jadi
memakannya, bahkan malah bertobat dan memeluk agama Budha. Sutasoma
adalah Bodhisattwa. Naskah Sutasoma Purusada Santa ini banyak menarik
perhatian para sarjana, diantaranya Prof. J. Ensink, dalam tahun enampuluhan ia
datang ke Indonesia untuk mengadakan penelitian tentang Sutasoma di pulau Bali,
hasilnya adalah sebuah tulisan yang berjudul On the Old Javanese Cantakaparwa
and its tale of Sutasoma, VKI, 54, 1967. Teks Sutasoma ini juga dijadikan bahan
thesis pada Universitas Nasional di Canberra, Australia, oleh Dr. Suwito Santosa
pada tahun 1969.
Wretta Sancaya atau disebut juga Cakrawala Duta pada hakekatnya adalah
karya pengetahuan tentang matra kakawin India, yang banyak dipinjam dalam
kesusasteraan Jawa Kuna, tetapi diberi bentuk cerita romantis tentang seorang
gadis yang ditinggalkan oleh kekasihnya. Gadis itu memeinta bantuan kepada
burung cakrawala atau meliwis untuk mencarikan kekasihnya tersebut. Karya ini
telah diterjemahkan ke dalam bahasa Belanda dan diterbitkan oleh Prof. H. Kern
50
Gambar 2.2.10.1