Anda di halaman 1dari 31

 

KERAJAAN SINGASARI
1.    Kerajaan Singasari
Kerajaan Singhasari atau sering pula ditulis Singasari atau Singosari, adalah sebuah
kerajaan di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok pada tahun1222. Lokasi kerajaan ini
sekarang diperkirakan berada di daerah Singosari, Malang.
Kerajaan Singasari (1222-1293) adalah salah satu kerajaan besar di Nusantara yang
didirikan oleh Ken Arok. Sejarah Kerajaan Singasari berawal dari daerah Tumapel, yang di
kuasai oleh seorang akuwu (bupati). Letaknya di daerah pegunungan yang subur di wilayah
Malang dengan pelabuhan bernama Pasuruan. Dari daerah inilah Kerajaan Singasari
berkembang dan bahkan menjadi sebuah kerajaa besar di Jawa Timur. Perkembangan pesat
yang di alami oleh kerajaan Singasari ini setelah berhasil mengalahan Kerajaan Kendiri
dalam pertempuran di dekat Ganter tahun 1222 M. Kerajaan Singasari mencapai puncak
kejayaan ketika dipimpin oleh Raja Kertanegara (1268-1292) yang bergelar Maharajadhiraja
Kertanegara Wikrama Dharmottunggadewa.

Ken Arok merebut daerah Tumapel, salah satu wilayah Kerajaan Kediri yang dipimpin
oleh Tunggul Ametung, pada 1222. Ken Arok pada mulanya adalah anak buah Tunggul
Ametung, namun ia membunuh Tunggul Ametung karena jatuh cinta pada istrinya, Ken
Dedes. Ken Arok kemudian mengawini Ken Dedes. Pada saat dikawini Ken Arok, Ken Dedes
telah mempunyai anak bernama Anusapati yang kemudian menjadi raja Singasari (1227-
1248). Raja terakhir Kerajaan Singasari adalah Kertanegara.
 
2.    NAMA IBU KOTA
Berdasarkan prasasti Kudadu, nama resmi Kerajaan Singasari yang sesungguhnya
ialah Kerajaan Tumapel. Menurut Nagarakretagama, ketika pertama kali didirikan
tahun 1222, ibu kota Kerajaan Tumapel bernama Kutaraja.
Pada tahun 1254, Raja Wisnuwardhana mengangkat putranya yang
bernama Kertanagara sebagai Yuwaraja dan mengganti nama ibu kota menjadiSinghasari.
Nama Singhasari yang merupakan nama ibu kota kemudian justru lebih terkenal daripada
nama Tumapel. Maka, Kerajaan Tumapel pun terkenal pula dengan nama Kerajaan
Singhasari.
Nama Tumapel juga muncul dalam kronik Cina dari Dinasti Yuan dengan ejaan Tu-
ma-pan.Arca Prajnaparamita ditemukan dekat candi Singhasari dipercaya sebagai arca
perwujudan Ken Dedes (koleksi Museum Nasional Indonesia). Keindahan arca ini
mencerminkan kehalusan seni budaya Singhasari.

4.    SILSILAH WANGSA RAJASA


Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken Arok. Keluarga kerajaan ini menjadi
penguasa Singhasari, dan berlanjut pada kerajaan Majapahit. Terdapat perbedaan
antara Pararaton dan Nagarakretagama dalam menyebutkan urutan raja-raja
Singhasari.

Versi Pararaton Versi Nagarakretagama


1.    Ken Arok alias Rajasa Sang Amurwabhumi
1.    Rangga Rajasa Sang Girinathaputra

(1222 - 1247) (1222 - 1227)

2.    Anusapati (1247 - 1249) 2.    Anusapati (1227 - 1248)

3.    Tohjaya (1249 - 1250) 3.    Wisnuwardhana (1248 - 1254)

4.    Ranggawuni alias Wisnuwardhana(1250 - 
4.    Kertanagara (1254 - 1292)

1272)
5.    Kertanagara (1272 - 1292)

Kisah suksesi raja-raja Tumapel versi Pararaton diwarnai pertumpahan darah


yang dilatari balas dendam. Ken Arok mati dibunuh Anusapati (anak
tirinya).Anusapati mati dibunuh Tohjaya (anak Ken Arok dari selir). Tohjaya mati akibat
pemberontakan Ranggawuni (anak Anusapati). Hanya Ranggawuni yang
digantikan Kertanagara (putranya) secara damai. Sementara itu
versiNagarakretagama tidak menyebutkan adanya pembunuhan antara raja pengganti
terhadap raja sebelumnya. Hal ini dapat dimaklumi
karena Nagarakretagamaadalah kitab pujian untuk Hayam Wuruk raja Majapahit.
Peristiwa berdarah yang menimpa leluhur Hayam Wuruk tersebut dianggap sebagai aib.
Di antara para raja di atas hanya Wisnuwardhana dan Kertanagarasaja yang
didapati menerbitkan prasasti sebagai bukti kesejarahan mereka. Dalam Prasasti
Mula Malurung (yang dikeluarkan Kertanagara atas perintahWisnuwardhana)
ternyata menyebut Tohjaya sebagai Raja Kadiri, bukanRaja Tumapel. Hal ini
memperkuat kebenaran berita dalamNagarakretagama. Prasasti tersebut
dikeluarkan oleh Kertanagara tahun1255 selaku raja bawahan di Kadiri. Dengan
demikian, pemberitaan kalauKertanagara naik takhta tahun 1254 dapat
diperdebatkan. Kemungkinannya adalah bahwa Kertanagara menjadi raja muda
di Kadiri dahulu, baru pada tahun 1268 ia bertakhta di Singhasari. Diagram silsilah di
samping ini adalah urutan penguasa dari Wangsa Rajasa, yang bersumber
dariPararaton. Ken Arok (1222–1227)
Pendiri Kerajaan Singasari ialah Ken Arok yang menjadi Raja Singasari dengan gelar
Sri Ranggah Rajasa Sang Amurwabumi. Munculnya Ken Arok sebagai raja pertama Singasari
menandai munculnya suatu dinasti baru, yakni Dinasti Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindra
(Girindrawangsa).
Ken Arok hanya memerintah selama lima tahun (1222–1227). Pada tahun 1227 Ken
Arok dibunuh oleh seorang suruhan Anusapati (anak tiri Ken Arok). Ken Arok dimakamkan di
Kegenengan dalam bangunan Siwa–Buddha.

5.    Anusapati (1227–1248)
Dengan meninggalnya Ken Arok maka takhta Kerajaan Singasari jatuh ke tangan
Anusapati. Dalam jangka waktu pemerintahaannya yang lama, Anusapati tidak banyak
melakukan pembaharuan - pembaharuan karena larut dengan kesenangannya
menyabung ayam.
Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya terbongkar dan sampai juga ke Tohjoyo
(putra Ken Arok dengan Ken Umang). Tohjoyo mengetahui bahwa Anusapati gemar
menyabung ayam sehingga diundangnya Anusapati ke Gedong Jiwa ( tempat
kediamanan Tohjoyo) untuk mengadakan pesta sabung ayam. Pada saat Anusapati
asyik menyaksikan aduan ayamnya, secara tiba-tiba Tohjoyo menyabut keris buatan
Empu Gandring yang dibawanya dan langsung menusuk Anusapati. Dengan demikian,
meninggallah Anusapati yang didharmakan di Candi Kidal.
6.    Raja Tohjaya (1248)
Dengan meninggalnya Anusapati maka takhta Kerajaan Singasari dipegang oleh
Tohjaya. Namun, Tohjaya memerintah Kerajaan Singasari tidak lama sebab anak
Anusapati yang bernama Ranggawuni berusaha membalas kematian ayahnya. Dengan
bantuan Mahesa Cempaka dan para pengikutnya menuntut hak atas tahta kerajaan,
tetapi Tohjaya mengirimkan pasukan untuk menangkap Ranggawuidan dan Mahesa
Cempaka. Rencara Tohjaya telah di ketahui lebih dulu oleh Ranggawuni dan Mahesa
Cempaka, sehingga keduanya berhasil melarikan diri sebelum pasukan Tohjaya tiba di
tempat kediamannya. Lalu Ranggawuni berhasil menggulingkan Tohjaya dan kemudian
menduduki singgasana.

7.    Ranggawuni (1248–1268)
Ranggawuni naik takhta Kerajaan Singasari pada tahun 1248 dengan gelar Sri Jaya
Wisnuwardana oleh Mahesa Cempaka (anak dari Mahesa Wongateleng) yang diberi
kedudukan sebagai ratu angabhaya dengan gelar Narasinghamurti. Mereka memerintah
secara bersama-sama. Wishnuwardhana menjadi raja dan Nara Singhamurti sebagai ratu
angabhaya. Pemerintahan Ranggawuni membawa ketenteraman dan kesejahteran rakyat
Singasari.
Pada tahun 1254, Wisnuwardana mengangkat putranya yang bernama Kertanegara
sebagai yuwaraja (raja muda) dengan maksud mempersiapkannya menjadi raja besar di
Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268 Wisnuwardhana meninggal dunia dan didharmakan di
Jajaghu atau Candi Jago sebagai Buddha Amogapasa dan di Candi Waleri sebagai Siwa. Tahta
beralih kepada Kertanegara

8.    Kertanegara (1268–-1292)
Kertanegara adalah Raja Singasari terakhir dan terbesar karena mempunyai cita-
cita untuk menyatukan seluruh Nusantara. Ia naik takhta pada tahun 1268 dengan gelar
Sri Maharajadiraja Sri Kertanegara. Dalam pemerintahannya, ia dibantu oleh tiga orang
mahamentri, yaitu mahamentriihino, mahamentriihalu, dan mahamenteriisirikan.
Untuk dapat mewujudkan gagasan penyatuan Nusantara, ia mengganti pejabat-
pejabat yang kolot dengan yang baru, seperti Patih Raganata digantikan oleh Patih
Aragani. Banyak Wide dijadikan Bupati di Sumenep ( Madura ) dengan gelar Aria
Wiaraja. Stabilitasi kerajaan yang di wujudkan pada amasa pemerintahan Raja
wishnuwardhana di sempurnakan lagi dengan tindakan-tindakan yang tegas dan berani.
Setelah keadaan Jawa Timur di anggap baik, Raja Kertanegara melangkah
keluar wilayah Jawa Timur untuk mewujudkan cita-cita persatuan seluruh Nusantara di
bawah Panji Kerajaan Singasari.

9.    Politik Dalam Negeri dan Luar Negeri 


Berbuat baik terhadap lawan-lawan politiknya seperti mengangkat Jayakatwang (
Raja Kendiri ) yang bernama Ardharaja menjadi menantunya, juga Raden Wijaya ( cucu
Mahesa Cempaka ) sebagai menantunya. Lalu memperkuat angkatan perang. Raja
Kertanegara membangun dan memperkuat angkatan petang baik angkatan darat
maupun angkatan laut untuk menciptakan keamanan dan ketertiban di dalam negeri,
serta untuk mewujudkan persatuan Nusantara.
Sebagai raja besar Raja Kertanegara dalam politik luar negerinya bercita-cita
mempersatukan seluruh Nusantara di bawah Panji Kerajaan Singasari. Ia berusaha
memperkuat partahanan kerjaan dalam menghadapi serangan kerajaan Cina-Mongol
( Kaisar Khubilai Kahn ). Kertanegara mengirimkan utusan ke Melayu yang dikenal
dengan nama Ekspedisi Pamalayu 1275 yang berhasil menguasai Kerajaan Melayu. Hal
ini ditandai dengan pengirimkan Arca Amogapasa ke Dharmasraya atas perintah Raja
Kertanegara. Selain menguasai Melayu, Singasari juga menaklukan Pahang, Sunda,
Bali, Bakulapura (Kalimantan Barat), dan Gurun (Maluku). Kertanegara juga menjalin
hubungan persahabatan dengan raja Champa, dengan tujuan untuk menahan
perluasaan kekuasaan Kubilai Khan dari Dinasti Mongol.
Kubilai Khan menuntut raja-raja di daerah selatan termasuk Indonesia
mengakuinya sebagai yang dipertuan. Kertanegara menolak dengan melukai nuka
utusannya yang bernama Mengki. Tindakan Kertanegara ini membuat Kubilai Khan
marah besar dan bermaksud menghukumnya dengan mengirimkan pasukannya ke
Jawa.
Mengetahui sebagian besar pasukan Singasari dikirim untuk menghadapi
serangan Mongol maka Jayakatwang (Kediri) menggunakan kesempatan untuk
menyerangnya. Serangan dilancarakan dari dua arah, yakni dari arah utara merupakan
pasukan pancingan dan dari arah selatan merupakan pasukan inti.
Pasukan Kediri dari arah selatan dipimpin langsung oleh Jayakatwang dan
berhasil masuk istana dan menemukan Kertanagera berpesta pora dengan para
pembesar istana. Kertanaga beserta pembesar-pembesar istana tewas dalam serangan
tersebut.
Ardharaja berbalik memihak kepada ayahnya (Jayakatwang), sedangkanRaden
Wijaya berhasil menyelamatkan diri dan menuju Madura dengan maksud minta
perlindungan dan bantuan kepada Aria Wiraraja. Atas bantuan Aria Wiraraja, Raden
Wijaya mendapat pengampunan dan mengabdi kepada Jayakatwang. Raden Wijaya
diberi sebidang tanah yang bernama Tanah Tarik oleh Jayakatwang untuk ditempati.
Dengan gugurnya Kertanegara maka Kerajaan Singasari dikuasai oleh
Jayakatwang. Ini berarti berakhirnya kekuasan Kerajaan Singasari. Sesuai dengan
agama yang dianutnya, Kertanegara kemudian didharmakan sebagai Siwa––Buddha
(Bairawa) di Candi Singasari. Arca perwujudannya dikenal dengan nama Joko Dolog
yang sekarang berada di Taman Simpang, Surabaya.

10. Kehidupan Kebudayaan
Kehidupan kebudayaan masyarakat Singasari dapat diketahui dari peninggalan
candi-candi dan patung-patung yang berhasil dibangunnya. Candi hasil peninggalan
Singasari, di antaranya adalah Candi Kidal, Candi Jago, dan Candi Singasari. Adapun
arca atau patung hasil peninggalan Kerajaan Singasari, antara lain Patung Ken Dedes
sebagai perwujudan dari Prajnyaparamita lambang kesempurnaan ilmu dan Patung
Kertanegara dalam wujud Patung Joko Dolog di temuakan di dekat Surabaya, dan
patung Amoghapasa juga merupakan perwujudan Raja Kertanegara yang dikirim ke
Dharmacraya ibukota kerajaan melayu.
Kudua perwujudan patung Raja Kertanegara baik patung Joko Dolog maupun
patung Amoghapasa menyatakan bahwa Raja Kertanegara menganut agama Budha
beraliran Tantrayana ( Tantriisme ).
 
 
 
11. PRASASTI MULA MALURUNG

Mandala Amoghapāśa dari masa Singhasari (abad ke-13), perunggu, 22.5 x 14


cm. Koleksi Museum für Indische Kunst, Berlin-Dahlem, Jerman.
Penemuan prasasti Mula Malurung memberikan pandangan lain yang berbeda
dengan versi Pararaton yang selama ini dikenal mengenai sejarah Tumapel.
Kerajaan Tumapel disebutkan didirikan oleh Rajasa yang dijuluki "Bhatara Siwa",
setelah menaklukkan Kadiri. Sepeninggalnya, kerajaan terpecah menjadi dua, Tumapel
dipimpin Anusapati sedangkan Kadiri dipimpin Bhatara Parameswara (alias Mahisa
Wonga Teleng). Parameswara digantikan olehGuningbhaya, kemudian Tohjaya.
Sementara itu, Anusapati digantikan oleh Seminingrat yang
bergelar Wisnuwardhana. Prasasti Mula Malurung juga menyebutkan bahwa
sepeninggal Tohjaya, Kerajaan Tumapel dan Kadiridipersatukan kembali oleh
Seminingrat. Kadiri kemudian menjadi kerajaan bawahan yang dipimpin oleh putranya,
yaitu Kertanagara.

12. PEMERINTAHAN BERSAMA
Pararaton dan Nagarakretagama menyebutkan adanya pemerintahan bersama
antara Wisnuwardhana dan Narasingamurti. Dalam Pararatondisebutkan nama
asli Narasingamurti adalah Mahisa Campaka.
Apabila kisah kudeta berdarah dalam Pararaton benar-benar terjadi, maka dapat
dipahami maksud dari pemerintahan bersama ini adalah suatu upaya rekonsiliasi antara
kedua kelompok yang bersaing. Wisnuwardhana merupakan cucu Tunggul
Ametung sedangkan Narasingamurti adalah cucu Ken Arok.

13. KEHIDUPAN EKONOMI
KEHIDUPAN EKONOMI SEMENJAK BERDIRINYA KERAJAAN SINGASARI
TIDAK JELAS DIKETAHUI. AKAN TETAPI, MENGINGAT KERAJAAN SINGASARI
BERPUSAT DI JAWA TIMUR YAITU DI TEPI SUNGAI BRANTAS,
KEMUNGKUNAN MASALAH PEREKONOMIAN TIDAK JAUH BERBEDA DENGAN
KERAJAAN-KERAJAAN TERDAHULU, YAITU SECARA LANGSUNG MAUPUN
TIDAK LANGSUNG RAKYATNYA IKUT MENGAMBIL BAGIAN DALAM DUNIA
PELAYARAN. KEADAAN INI JUGA DI DUKUNG OLEH HASIL-HASIL BUMI YANG
SANGAT BESAR HASILNYA BAGI RAKYAT JAWA TIMUR.
RAJA KERTANEGARA BERUSAHA UNTUK MENGUASAI JALUR
PERDAGANGAN DI SELAT MALAKA. PENGUASAAN JALUR PELAYARAN
PERDAGANGAN ATAS SELAT MALAKA ITU, BERTUJUAN UNTUK MEMBANGUN
DAN MENGEMBANGKAN AKTIVITAS PEREKONOMIAN KERAJAANNYA.
DENGAN KATA LAIN, RAJA KERTANEGARA BERUSAHA MENARIK PERHATIAN
PARA PEDAGANG UNTUK MELAKUKAN KEGIATANNYA DI WILAYAH
KERAJAAN SINGASARI.
 
14. KEJAYAAN
Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari
(1268 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan wawasannya ke luar Jawa.
Pada tahun 1275 ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk
menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi
bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya(kelanjutan
dari Kerajaan Malayu). Kerajaan ini akhirnya dianggap telah ditundukkan, dengan
dikirimkannya bukti arca Amoghapasa yang dariKertanagara, sebagai tanda
persahabatan kedua negara.
Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkanBali.
Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta
agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas
oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari
di luar Jawa pada masa Kertanagara antara lain, Melayu, Bali,Pahang, Gurun,
dan Bakulapura.

15. Kepercayaan
Bahkan didalam keagamaan terjadi sekatisme antara Agama Hindu dan
Budha, dan melahirkan Agama Syiwa Budha pemimpinya diberi jabatan Dharma
Dyaksa sedangkan Kartanegara menganut Agama Budha Mahayana dengan
menjalankan Upacara keagamaan secara Pestapora sampai mabuk untuk mencapai
kesempurnaan dalam hal ini Kartanegara menyebut
dirinya CANGKANDARA (pimpinan dari semua agama).

16. Keruntuhan
Candi Singhasari dibangun sebagai tempat pemuliaan Kertanegara, raja terakhir
Singhasari.
Kerajaan Singhasari yang sibuk mengirimkan angkatan perangnya ke
luarJawa akhirnya mengalami keropos di bagian dalam. Pada tahun 1292 terjadi
pemberontakan Jayakatwang bupati Gelang-Gelang, yang merupakan sepupu,
sekaligus ipar, sekaligus besan dari Kertanagara sendiri. Dalam serangan
ituKertanagara mati terbunuh.
Setelah runtuhnya Singhasari, Jayakatwang menjadi raja dan membangun ibu
kota baru di Kadiri. Riwayat Kerajaan Tumapel-Singhasari pun berakhir.
Kerajaan Singasari dibangun oleh Ken Arok setelah runtuhnya kerajaan Kediri. Ken Arok
bergelar Sri Rajasa Sang Amurwabhumi dengan Dinasti Girindrawanca, dengan tujuan
untuk menghilangkan jejak tentang siapa sebenarnya Ken Arok & mengapa ia berhasil
mendirikan kerajaan. Ken Arok berkuasa ± 5 tahun (1222 – 1227 M). pada tahun 1227
Ken Arok terbunuh oleh kaki tangan Anusapati.

         Anusapati
Memerintah dari tahun 1227 – 1248 M. Peristiwa kematian Ken Arok akhirnya
terbongkar & didengar oleh Tohjaya, putra Ken Arok dengan Ken Umang. Dimakamkan
di Candi Kidal.

         Tohjaya
Memerintah tahun 1248 dan pemerintahannya tidak berlangsung lama, karena
putra Anusapati yang bernama Ranggawuni yang dibantu Mahesa Cempaka menuntut
hak atas tahta kepada Tohjaya.

         Wisnuwardhana (Ranggawuni)
Naik tahta pada tahun 1248 dengan gelar Wisnuwardhana, dibantu oleh Mahesa
Cempaka dengan gelar Narashimbamurti. Pemerintahan keduanya sering disebut
dengan pemerintahan Ratu Angabaya. Pada tahun 1254 Wisnuwardhana mengangkat
putranya sebagai Yuva raja (Raja muda), dengan maksud mempersiapkan putranyaq
yang bernama Kertanegara sebagai Raja di Kerajaan Singasari. Pada tahun 1268
Wisnuwardhana meninggal dan tahta kerajaan dipegang oleh Kertanegara.

         Kertanegara
Memerintah tahun 1268 – 1292 M. Ia merupakan Raja terbesar dan terkemuka
Kerajaan Singasari. Setelah naik tahta, ia bergelar Sri Maharajadhiraja Sri Kertanegara.
Pada masa pemerintahannya datang utusan dari Cina atas perintah Kaisar Khubilai
Khan agar Raja Kertanegara tunduk terhadap Kaisr Cina, namun Kertanegara menolak
dan menghina utusan tersebut. Khubilai Khan marah, sehingga mempersiapkan untuk
menyerang Kerajaan Singasari, tetapi sebelum serangan itu datang Raja Kertanegara
mengadakan Ekspedisi Pamalayu tahun 1275 M, menguasai Kerajaan Melayu dengan
tujuan menghadang serangan Cina agar peperangan tidak terjadi di Singasari. Karena
pasukan Singasari sebagian menghadang serangan Cina, maka Jayakatwang
keturunan Kerajaan Kediri menyerang Kerajaan Singasari.

17. Hubungan dengan Majapahit


Pararaton, Nagarakretagama, dan prasasti Kudadu mengisahkan Raden
Wijaya cucu Narasingamurti yang menjadi menantu Kertanagara lolos dari maut. Berkat
bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni
oleh Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit.
Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk
menaklukkan Jawa. Mereka dimanfaatkan Raden Wijaya untuk
mengalahkanJayakatwang di Kadiri. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat
cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa.
Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan
Singhasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang
didirikan oleh Ken Arok.

18. Ken Arok
Ketika di pusat Kerajaan Kediri terjadi pertentangan antara raja dan kaum
Brahmana, semua pendeta melarikan diri ke Tumapel dan dilindungi oleh Ken Arok.
Pada 1222, para pendeta Hindu kemudian menobatkan Ken Arok sebagai raja di
Tumapel dengan gelar Sri Ranggah Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi. Adapun nama
kerajaannya ialah Kerajaan Singasari. Berita pembentukan Kerajaan Singasari dan
penobatan Ken Arok menimbulkan kemarahan raja Kediri, Kertajaya. la kemudian
memimpin sendiri pasukan besar untuk menyerang Kerajaan Singasari. Kedua pasukan
bertempur di Desa Ganter pada 1222. Ken Arok berhasil memenangkan pertempuran
dan sejak itu wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri dikuasai oleh Singasari.

19. Kertanegara
Ken Arok memerintah Kerajaan Singasari hanya lima tahun. Pada 1227 ia
dibunuh oleh Anusapati, anak tirinya (hasil perkawinan Tunggul Ametung dan Ken
Dedes). Sepuluh tahun kemudian Anusapati dibunuh oleh saudara tirinya, Tohjaya
(putra Ken Arok dengan Ken Umang).
Kematian Anusapati menimbulkan kemarahan Ranggawuni, putra Anusapati.
Ranggawuni langsung menyerang Tohjaya. Pasukan Tohjaya kalah dalam pertempuran
dan meninggal dunia dalam pelarian. Pada 1248 Ranggawuni menjadi raja Singasari
bergelar Sri Jaya Wisnuwardhana. Ranggawuni memerintah Kerajaan Singasari selama
20 tahun (1248-1268) dan dibantu oleh Mahisa Cempaka (Narasingamurti).
Ranggawuni wafat pada 1268 dan digantikan oleh putranya, Kertanegara. la
memerintah Kerajaan Singasari selama 24 tahun (1268-1292).

20. Ekspedisi Pamalayu
Kertanegara terus memperluas pengaruh dan kekuasaan Kerajaan Singasari.
Pada 1275 ia mengirim pasukan untuk menaklukkan Kerajaan Sriwijaya sekaligus
menjalin persekutuan dengan Kerajaan Campa (Kamboja). Ekspedisi pengiriman
pasukan itu dikenal dengan nama Pamalayu. Kertanegara berhasil memperluas
pengaruhnya di Campa melalui perkawinan antara raja Campa dan adik perempuannya.
Kerajaan Singasari sempat menguasai Sumatera, Bakulapura (Kalimantan Barat),
Sunda (Jawa Barat), Madura, Bali, dan Gurun (Maluku).

21. Serangan Pasukan Mongol


Pasukan Pamalayu dipersiapkan Kertanegara untuk menghadapi serangan
kaisar Mongol, Kubilai Khan, yang berkuasa di Cina. Utusan Kubilai Khan beberapa kali
datang ke Singasari untuk meminta Kertanegara tunduk di bawah Kubilai Khan. Apabila
menolak maka Singasari akan diserang. Permintaan ini menimbulkan kemarahan
Kertanegara dengan melukai utusan khusus Kubilai Khan, Meng Ki, pada 1289.
Kertanegara menyadari tindakannya ini akan dibalas oleh pasukan Mongol. la kemudian
memperkuat pasukannya di Sumatera. Pada 1293 pasukan Mongol menyerang
Kerajaan Singasari. Namun Kertanegara telah dibunuh oleh raja Kediri, Jayakatwang,
setahun sebelumnya. Singasari kemudian dikuasai oleh Jayakatwang.

Arca Dwarapala merupakan salah satu peninggalan Kerajaan Singasari.


Kidal dibangun di Rejokidal, Tumpang, Malang, yang dipersembahkan kepada
Anusapati, raja kedua dan anak tiri Ken Arok.
 
 
 KERAJAAN DI INDONESIA

Singasari adalah nama dari sebuah daerah yang terletak di sebelah timur Gunung Kawi di hulu sungai Brantas.
Saat ini daerah tersebut termasuk ke dalam wilayah Kabupaten Malang di Propinsi Jawa Timur Indonesia. Pada
abad ke-13, Singasari hanya merupakan sebuah desa kecil yang tidak berarti. Keadaan ini lambat laun berubah
bertepatan dengan munculnya seorang pemuda bernama Ken Arok dari desa Pangkur, yang berhasil merebut
daerah tersebut dari wilayah kekuasaan Kerajaan Kediri yang saat itu diperintah oleh Raja Kertajaya pada tahun
1222 Masehi. Sejak saat itu ia mendirikan kerajaan yang berpusat di desa Kutaraja serta mengambil nama gelar
kebangsawanan sebagai Rajasa Sang Amurwabhumi. Baru kemudian pada tahun 1254 Masehi, wilayah tersebut
diganti nama dengan nama Singasari oleh cucunya yang bergelar Jaya Wisnuwardhana. Singasari menjadi kota
kerajaan yang menguasai wilayah Jawa bagian Timur dari tahun 1222 sampai 1292 Masehi. 

Kerajaan Singasari memiliki keterkaitan dengan kerajaan Majapahit yang didirikan oleh Nararya
Sanggramawijaya pada tahun 1293 Masehi. Sanggramawijaya atau yang lebih dikenal oleh masyarakat sebagai
Raden Wijaya adalah cucu dari Narasingamurti dan menantu dari Raja Kertanegara. Kertanegara adalah raja
Singasari terakhir yang meninggal terbunuh dalam peperangan melawan tentara pemberontak yang mengatas
namakan Kerajaan Kediri di bawah pimpinan Jayakatwang. Raden Wijaya secara resmi menjadi raja Majapahit
setelah berhasil mengalahkan tentara Jayakatwang yang telah merebut Singasari. Raden Wijaya melakukannya
dengan bantuan tentara Tartar dari China yang awalnya datang ke Jawa untuk tujuan menaklukkan Singasari
yang ternyata sudah terlebih dahulu diruntuhkan oleh Jayakatwang.

Kisah tentang kerajaan Singasari, pertama kali disiarkan dalam karya J.L.A. Brandes, Pararaton of het boek der
konigen van Tumapel en van Majapahit uitgegeven en toegelicht, di tahun 1896. Dalam karya tersebut J.L.A.
Brandes membahas tentang kisah pendiri Singasari sebagaimana tertulis di dalam Serat Pararaton atau yang
juga disebut sebagai Katuturanira Ken Arok. Dimulai dengan cerita tentang Ken Arok yang kemudian menjadi
pendiri kerajaan Tumapel dan mengambil nama abhiseka  Rajasa Sang Amurwabhumi setelah mengalahkan
Raja Kertajaya dari Kediri. Sejak saat itu, cerita Ken Arok mulai dikenal di lingkungan kesejarahan Indonesia. 

Pararaton adalah manuskrip jawa kuno yang ditulis dalam bentuk dongeng yang berbeda dengan bentuk tulisan
sejarah. Oleh karena itu beberapa ahli sejarah menolak kebenaran naskah tersebut. Namun, perlu diperhatikan
bahwa cerita itu tidak diperuntukkan bagi para ahli sejarah, melainkan bagi masyarakat Jawa Kuno yang pada
saat itu banyak mendapat pengaruh dari kepercayaan Hindu. Maka dengan sendirinya, manuskrip tersebut
dikisahkan sesuai dengan alam pikiran masyarakat yang membacanya. Ajaran hinduisme, meliputi diantaranya
dewa-dewa, titisan, karma dan yoga. Ajaran itu mempengaruhi alam pikiran masyarakat Jawa dan
kesusasteraannya. Pararaton adalah hasil sastra dari zaman itu, maka dengan sendirinya sastra Pararaton juga
bersudut pandang ajaran Hinduisme. 
Berikut ini adalah ringkasan cerita tentang Ken Arok sebagaimana tertulis di dalam naskah Pararaton. 

Bhatara Brahma berjinak-jinak dengan Ken Ndok di lading Lalateng, kemudian berpesan agar Ken Ndok jangan
lagi berkumpul dengan suaminya. Larangan Dewa Brahma itu mengakibatkan perceraian dengan suaminya Ken
Ndok, Gajah Para. Ken Ndok pulang ke Desa Pangkur, diseberang utara sungai; Gajah Para kembali ke Desa
Campara, di seberang selatan. Lima hari kemudian, Gajah Para meninggal, konon karena ia melanggar larangan
Dewa Brahma dan karena anak yang masih di dalam kandungan. Setelah sampai bulannya, Ken Ndok
melahirkan bayi laki-laki, yang segera dibuang di kuburan akibat menanggung malu. Pada malam harinya,
seorang pencuri bernama Lembong tercengang melihat sinar berpancaran di kuburan tersebut. Saat sinar itu
didekatinya nampaklah seorang bayi sedang menangis. Karena kasihan maka bayi tersebut dibawanya pulang.
Segera tersiar kabar bahwa Lembong mempunyai anak pungut berasal dari kuburan. Mendengar kabar itu, Ken
Ndok dating mengunjungi Lembong dan mengaku bayi itu anaknya, lahir dari kekuasaan Bhatara Brahma. Anak
itu diberi nama Ken Arok. 
Ken Arok tinggal di desa Pangkur sampai dapat menggembalakan kerbau, namun ia suka berjudi. Harta
kekayaan Ayah pungutnya habis diperjudikan. Ketika ia disuruh menggembalakan kerbau kepala desa Lebak,
kerbau itupun diperjudikannya juga. Akibatnya ayah pungutnya harus membayar uang ganti rugi. Karena kesal,
Ken Arok pun diusir dari rumah. Ditengah jalan ia bertemu dengan Bango Samparan, penjudi dari Desa
Karuman. Ken Arok dibawa ke tempat perjudian. Pada waktu itu Bango Samparan menang; menurut
anggapannya berkat kehadiran Ken Arok. Oleh karena itu Ken Arok diajaknya pulang dan dijadikan anak pungut
istri tua Bango Samparan yang kebetulan mandul.  Di Karuman, Ken Arok merasa kesepian, karena ia tidak
dapat bergaul dengan anak-anak Tirtaja, istri muda Bango Samparan. Kemudian ia pergi dan bertemu dengan
Tita, anak Sahaja, kepala desa Siganggeng dan belajar bersama pada seorang guru bernama Janggan. Di
rumah Janggan, ia menunjukkan kenakalannya. Buah jambu milik Janggan yang masih mentah diambil dan
diruntuhkan. Melihat perbuatan itu, Janggan marah. Ken Arok tidak berani masuk rumah, lalu tidur di luar di atas
timbunan jerami kering. Ketika Janggan keluar di malam hari, ia terkejut melihat sinar berpancaran dari timbunan
jerami. Ketika didekatinya, ternyata sinar itu berasal dari Ken Arok. Sejak saat itu Janggan sangat menyayangi
Ken Arok. 

Ken Arok dan Tita tinggal di sebuah pondok di sebelah timur Siganggeng untuk menghadang para pedangang
yang lewat, namun kenakalannya tidak sampai disitu saja. Ia berani pula merampok dan merogol gadis
penyadap di Desa Kapundungan. Ken Arok menjadi perusuh yang mengganggu keamanan wilayah Tumapel
dan menjadi buruan Akuwu (Penguasa daerah). Ken Arok lari dari satu tempat ke tempat lain. Tiap tempat yang
didatanginya menjadi tidak aman, namun ia selalu dapat lolos dari bahaya berkat perlindungan Bhatara Brahma. 

Ketika Ken Arok berguru kepada Mpu Palot di Turnyatapada, ia diutus untuk mengambil emas pada kepala desa
Kabalon. Orang-orang Kabalon tidak percaya bahwa ia adalah utusan Mpu Palot. Karena marah, salah seorang
diantara mereka ditikamnya, lalu ia lari ke rumah kepala desa. Segenap penduduk Desa Kabalon mengejarnya,
masing-masing bersenjatakan golok atau palu. Sekonyong-konyong terdengar suara dari langit yang berkata:
“Jangan kau bunuh orang itu. Ia adalah puteraku. Belum selesai tugasnya di dunia!”. Mendengar suara itu para
pengejarnya berhenti, lalu bubar. 

Sementara itu, diketahui oleh orang-orang Daha (Kediri) bahwa Ken Arok bersembunyi di Turnyatapada. Dalam
kejaran orang-orang Daha, Ken Arok lari ke Desa Tugaran, dari Tugaran ke Gunung Pustaka dan dari situ
mengungsi ke Desa Limbahan; dari Desa Limbahan ke Desa Rabut, akhirnya sampai Panitikan. Atas nasihat
seorang nenek ia bersembunyi di Gunung Lejar. Dalam persembunyiannya di Gunung Lejar, ia mendengar
keputusan para Dewa bahwa ia telah ditakdirkan menjadi raja yang akan menguasai Pulau Jawa. 

Brahmana Lohgawe datang dari India ke Pulau Jawa menumpang di atas tiga helai daun kakatang, diutus oleh
Bhatara Brahma untuk mencari orang yang bernama Ken Arok. Ciri-cirinya: tanganya panjang melebihi lutut;
rajah telapak tangan kanannya ialah cakra, rajah telapak tangan kirinya bertanda cangkang kerang. Kata
Bhatara Brahma, ia adalah titisan Dewa Wisnu di suatu candi. Dengan jelas diberitahukan kepadanya, Dewa
Wisnu tidak ada lagi di candi pemujaan, karena telah menitis pada orang yang bernama Ken Arok di Pulau Jawa.
Ia diperintahkan mencarinya di perjudian. Oleh karena itu, sesampainya Brahmana Lohgawe di Pulau Jawa, ia
segera menuju Desa Taloka bertemu dengan Ken Arok.

 
Ken Arok dibawanya menghadap Akuwu Tumapel bernama Tunggul Ametung. Setelah mendengar uraian
pendeta Lohgawe bahwa ia baru saja dating dari Jambudwipa dan maksud kedatangannya ialah untuk
menitipkan anak angkatnya, Ken Arok diterima oleh Tunggul Ametung sebagai pembantu. 

Istri Tunggul Ametung sangat cantik bernama Ken Dedes, anak tunggal seorang pendeta Budha di Panawijen
bernama Mpu Purwa. Konon ketika Tunggul Ametung datang di Panawijen untuk meminang Ken Dedes,
kebetulan Mpu Purwa sedang bertapa di tegal. Karena tidak dapat menahan nafsunya, Ken Dedes dilarikan ke
Tumapel dan dikawininya. Ketika Mpu Purwa pulang dari pertapaan, mendapatkan rumahnya kosong, lalu
menjatuhkan kutuk: “Semoga yang melarikan anak saya tidak akan selamat hidupnya; semoga ia mati kena
tikaman keris. Semoga sumur dan sumber air di Panawijen semuanya kering sebagai hukuman kepada para
penduduknya, karena mereka itu segan memberitahukan penculikan anak saya. Semoga anak saya yang sudah
mendapat wejangan karma amamadangi  tetap selamat dan mendapat bahagia!”. 

Ketika Ken Arok datang di Tumapel, Ken Dedes telah hamil. Bersama suaminya, ia naik kereta berpesiar ke
taman Baboji. Pada waktu Ken Dedes turun dari kereta, tersingkap kain dari betis sampai pahanya. Ken Arok
terpesona melihatnya karena rahasia Ken Dedes berpancaran sinar. Sepulangnya dari taman, peristiwa itu
diceritakan oleh Ken Arok kepada pendeta Lohgawe. Jawab Lohgawe: “Wanita yang rahasianya menyala,
adalah wanita nareswari. Betapapun nestapanya lelaki yang menikahinya, ia akan menjadi raja besar.”
Mendengar ujaran itu, Ken Arok terdiam. Timbul niatnya untuk membunuh Tunggul Ametung, namun Lohgawe
tidak setuju. 

Ken Arok meminta izin untuk mengunjungi ayah angkatnya Bango Samparan di Desa Karuman. Sesampainya
disana, ia menceritakan pengalamannya di taman Baboji kepada Bango Samparan dan menegaskan niatnya
untuk membunuh Tunggul Ametung serta kemudian mengawini Ken Dedes. Bango Samparan member nasihat
agar Ken Arok sebelum melaksanakan niatnya supaya pergi dulu ke Lulumbang menemui pandai keris bernama
Mpu Gandring, ia adalah kawan karib Bango Samparan. Konon barang siapa kena tikam keris buatannya pasti
mati. Nasihatnya, supaya Ken Arok memesan keris kepadanya. Hanya setelah keris pesanan itu selesai ia baru
boleh melaksanakan niatnya. Ken Arok berangkat ke Lulumbang dan memesan keris kepada Mpu Gandring.
Dalam waktu lima bulan, keris itu supaya sudah selesai. Namun jawab Mpu Gandring, supaya ia diberi waktu
setahun agar matang pembuatannya. Ken Arok tetap pada permintaannya, lalu ia pergi. Lima bulan kemudian,
Ken Arok kembali ke Lulumbang untuk mengambil keris pesanannya, namun keris itu sedang digerinda. Karena
marahnya, keris itu direbut dan ditikamkan pada Mpu Gandring, kemudian dilemparkan ke lumpang pembebekan
gerinda. Lumpang pun pecah terbelah. Dilemparkan lagi ke landasan, namun landasan pun pecah berantakan.
Ken Arok yakin bahwa keris itu benar-benar ampuh. Sementara itu, Mpu Gandring yang sedang berlelaku,
mengumpat: “Hei Arok! Kamu dan anak cucumu sampai tujuh keturunan akan mati karena keris itu juga!” setelah
menjatuhkan umpat itu, ia pun mati. Pikir Ken Arok: “Kalau kelak saya benar jadi orang besar, anak cucu
Gandring akan mendapat balas jasa,” lalu, Ken Arok pun pulang tergesa-gesa ke Tumapel. 

Di Tumapel, Ken Arok memiliki seorang sahabat karib bernama Kebo Hijo. Kebo Hijo sangat dipercaya oleh
Tunggul Ametung, tetapi wataknya suka pamer. Ketika ia melihat keris Ken Arok yang berukiran kayu cangkring,
ia meminta Ken Arok untuk meminjamkan kepadanya. Memang itulah maksud Ken Arok, keris kemudian
dipinjamkan lalu dipamer-pamerkan Kebo Hijo kepada orang banyak, sehingga segenap orang Tumapel tahu
bahwa Kebo Hijo mempunyai keris baru. Ken Arok menduga bahwa saat yang dinanti-nantikannya telah tiba.
Keris diambil oleh Ken Arok tanpa sepengetahuan Kebo Hijo. Pada malam hari waktu telah sepi, Ken Arok
masuk ke rumah Tunggul Ametung, ia langsung menuju tempat tidur Tunggu Ametung yang sedang tidur
nyenyak, segera ditikamnya dengan keris Gandring. Baru keesokan harinya diketahui bahwa Tunggul Ametung
telah mati ditusuk dengan keris milik Kebo Hijo yang masih tertancap di dadanya. Dengan serta merta, Kebo Hijo
disergap oleh sanak saudara Tunggul Ametung, dikeroyok dan ditusuki dengan keris Gandring. Anaknya Kebo
Randi menangisi kematian ayahnya. Melihat peristiwa itu, iba hati Ken Arok dan berjanji akan mengambilnya
sebagai pekatik (abdi). 

Sepeninggal Tunggul Ametung, Ken Arok menjadi akuwu di Tumapel dan mengawini Ken Dedes. Di antara
warga Tumapel, tidak ada seorangpun yang berani menentang. Pada waktu itu Tumapel adalah daerah
bawahan Daha (Kediri), yang diperintah oleh Raja Kertajaya. Konon Raja Kertajaya juga disebut sebagai
Dandang Gendis. Ia sedang berselisih dengan para pendeta Siwa-Budha, karena keinginannya untuk disembah
sebagai Dewa. Keinginan itu ditolak, karena belum pernah terjadi pendeta menyembah raja. Untuk
memperlihatkan kemampuannya, Kertajaya menancapkan tombaknya di tanah dan duduk diatas ujungnya.
Namun, para pendeta tetap pada pendiriannya. Beberapa pendeta meninggalkan Daha dan pergi mencari
perlindungan di Tumapel. Hal ini menambah jumlah pengikut Ken Arok yang sudah agak besar. Keturunan dan
kerabat yang pernah berbuat baik kepada Ken Arok dipanggil ke Tumapel untuk menerima balas jasa dan
diminta untuk menetap disana. Oleh para pengikutnya, Ken Arok diangkat sebagai raja dan mengambil nama
abhiseka sebagai Rajasa Sang Amurwabhumi. Sejak saat itu, Ken Arok tidak lagi menghadap Raja Kertajaya di
Daha. Hal itu menimbulkan rasa curiga pada Kertajaya. Ken Arok diduga akan memberontak. Kertajaya
bersumbar bahwa Daha tidak akan dapat ditundukkan oleh siapa pun, kecuali oleh Bhatara Guru (Dewa Siwa).
Mendengar sesumbar itu, Ken Arok memanggil para pendeta dan rakyatnya untuk menyaksikan bahwa ia
mengambil nama sebagai Bhatara Guru dan memerintahkan tentara Tumapel untuk bergerak menyerbu Daha.
Pertempuran sengit antara tentara Tumapel dan Daha berkobar di sebelah utara Desa Ganter. Dalam
pertempuran itu, Mahisa Walungan dan Gubar Baleman, hulubalang Daha, tewas. Sehingga bala tentara Daha
terpukul mundur dan lari mencari perlindungan. Raja Kertajaya pun melarikan diri mencari perlindungan di dalam
candi. Daha pun jauh dalam kekuasaan Tumapel pada tahun 1222 Masehi. 

Dari perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok memperoleh tiga orang putera dan seorang puteri, yaitu
Mahisa Wunga Teleng, Panji Saprang, Agnibaya dan Dewi Rimbu. Dan perkawinan keduanya dengan Ken
Umang, Ken Arok juga mempunyai tiga putera dan seorang puteri yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudatu, Tuan
Wregola dan Dewi Rambi. Putera sulung Ken Dedes keturunan Tunggul Ametung bernama Anusapati. 

Bertahun-tahun lamanya kisah pembunuhan Tunggul Ametung dirahasiakan oleh Ken Dedes terhadap
Anusapati. Namun, ketika Anusapati telah remaja dan ia merasa diperlakukan lain daripada saudara-saudaranya
oleh Sang Amurwabhumi, muncullah rasa curiga di dalam hati Anusapati. Atas desakan pengasuhnya, Anusapati
bertanya kepada Ken Dedes, mengapa Sang Amurwabhumi bersikap demikian. Jawab Ken Dedes, “Jika engkau
ingin tahu, ayahmu yang sebenarnya ialah mendiang Tunggul Ametung. Ayahmu telah mati, ketika engkau
masih di dalam kandungan. Pada waktu itu aku dikawini oleh Sang Amurwabhumi.” Anusapati bertanya lagi,
“Apa sebabnya ayah meninggal?” Jawab Ken Dedes, “Dibunuh oleh Sang Amurwabhumi”. Pada saat itu Ken
Dedes terdiam, merasa telah membocorkan rahasia. Anusapati bertanya lagi:”Ibunda, bolehkan saya melihat
keris Gandring pusaka Sang Amurwabhumi?” Keris pun diperlihatkan Ken Dedes kepada Anusapati. 

Anusapati mempunyai seorang pengalasan berasal dari Desa Batil. Pengalasan itu segera dipanggil dan diberi
perintah untuk membunuh Sang Amurwabhumi dengan keris Gandring. Tanpa membantah, pengalasan itu pun
pergi untuk membunuh Ken Arok. Dengan serta merta, Sang Amurwabhumi yang sedang bersantap ditikam dari
belakang, mati seketika itu juga. Ketika itu hari Kamis Pon, wuku Landep, waktu senja  matahari baru saja
tenggelam, tahun Saka 1169 (1297 Masehi). Setelah menikam, pengalasan itu pun lari untuk member laporan
kepada Anusapati. Anusapati kemudian memberinya hadiah imbalan. Katanya:”Telah mati terbunuh, oleh
hamba, ayah paduka!” Dengan serta merta pula, pengalasan itu dihabisi hidupnya oleh Anusapati. Karenanya
tersiar kabar: “Sang Prabu mati kena amuk orang dari Desa Batil. Anusapati telah membalaskan dendam
dengan membunuh pengalasan itu:. Rajasa Sang Amurwabhumi pun dicandikan di Kagenengan. 

Anusapati mempunyai seorang pengalasan berasal dari Desa Batil. Pengalasan itu segera dipanggil dan diberi
perintah untuk membunuh Sang Amurwabhumi dengan keris Gandring. Tanpa membantah, pengalasan itu pun
pergi untuk membunuh Ken Arok. Dengan serta merta, Sang Amurwabhumi yang sedang bersantap ditikam dari
belakang, mati seketika itu juga. Ketika itu hari Kamis Pon, wuku Landep, waktu senja  matahari baru saja
tenggelam, tahun Saka 1169 (1297 Masehi). Setelah menikam, pengalasan itu pun lari untuk member laporan
kepada Anusapati. Anusapati kemudian memberinya hadiah imbalan. Katanya:”Telah mati terbunuh, oleh
hamba, ayah paduka!” Dengan serta merta pula, pengalasan itu dihabisi hidupnya oleh Anusapati. Karenanya
tersiar kabar: “Sang Prabu mati kena amuk orang dari Desa Batil. Anusapati telah membalaskan dendam
dengan membunuh pengalasan itu:. Rajasa Sang Amurwabhumi pun dicandikan di Kagenengan.

You might also like:

Sejarah Kerajaan Singasari


Published October 21, 2012

Sumber sejarah tentang Kerajaan Singasari di Jawa Timur adalah kitab-kitab kuno,
seperti Pararaton (Kitab Raja-Raja) dan Negarakertagama. Kedua kitab itu berisis sejarah
raja-raja. Kerajaan Singasari dan majapahit yang saling berhubungan erat. Ketika Ken Arok
berkuasa di Tumapel, di Kerajaan Kediri berlangsung perselisihan antara Raja Kertajaya
dengan para Brahmana. Para Brahmana tersebut melarikan diri ke Tumapel. Namun, dalam
pertempuran di Ganter, ia mengalami kekalahan dan meninggal. Kemudian, Ken Arok
menyatukan Kerajaan Kediri dan Tumapel, serta mendirikan Kerajaan Singasari. Ia bergelar
Sri Rangga Rajasa (Rajasawangsa) atau Girindrawangsa di Jawa Timur.

Dari istri yang pertamanya yang bernama Ken Umang, Ken Arok mempunyai empat orang
anak, yaitu Panji Tohjaya, Panji Sudhatu, Panji Wregola, dan Dewi Rambi. Dari
perkawinannya dengan Ken Dedes, Ken Arok mempunyai empat orang anak, yaitu Mahisa
Wong ateleng, Panji Sabrang, Agni Bhaya, dan Dewi Rimbu. Ken Arok juga memiliki
seorang anak tiri, yaitu Anusapati yang merupakan anak Tunggal Tunggul ametung dan Ken
Dedes. Tunggul Ametung adalah Bupati Tumapel yang dibunuh Ken Arok.

Pada tahun1227, masa pemerintahan Ken Arok berakhir ketika ia dibunuh oleh anak tirinya
Anusapati, sebagai balas dendam terhadap kematian Ayahnya. Diceritakan bahwa Ken Arok
dibunuh dengan menggunakan keris Mpu Gandring yang di pakai untuk membunuh Tunggul
Ametung. Kemudian Ken Arok dimakamkan di Kagenengan (sebelah selatan Singasari).
Setelah Ken Arok wafat, Anusapati yang bergelar Amusanatha, naik tahta sebagai raja kedua
Kerajaan Singasari. Anusapati memerintah sampai tahun 1248. Tohjaya yang mengetahui
bahwa ayahnya dibunuh oleh Anusapati, merencanakan pembalasan dendam. Tohjaya
membunuh Anusapati juga dengan mengunakan keris Mpu Gandring.

Setelah Wafat, jenazahanusapati diperabukan di Candi Kidal. Tohjaya kemudian


mengantikan Anusapati menjadi Raja di Kerajaan singasari pada tahun 1248. Ia tidak lama
memerintah karena terjadi pemberontakan yang dilakukan oleh orang-orang Sinelir dan
Rajasa yang digerakkan oleh Ranggawuni, anak Anusapati. Ranggawuni dibantu oleh Mahisa
Cempaka, anak Mahisa Wong Ateleng, saudara tiri Anusapati dari ibu yang sama.

Pemberontakan Ranggawuni berhasil menyerbu masuk ke istana dan melukai Tohjaya


dengan tombak. Tohjaya berhasil dilarikan oleh para pengawalnya ke luar Istana, tetapi
akhirnya meninggal di Katalang Lumbang. Dengan wafatnya Tohjoyo. Tahta kerajaan
Singasari kembali kosong.

Setelah tohjaya wafat, Ranggawuni naik tahta pada tahun 1248 M dengan gelar Sri Jaya
Wishnuwardhana. Mahisa Cempaka yang telah membantunya merebut tahta, memperoleh
anugrah kedudukan sebagai Ratu Angabhaya, pejabat terpenting kedua di Kerajaan
Singgasari dengan gelar Narasinghamurti. Pada tahun 1254. Wishnuwardhana menobatkan
anaknya yang bernama Kertanegara sebagai Yuwaraja atau Kumararaja (Raja Muda).
Kertanegara mendampingi ayahnya memerintah sampai tahun 1268. Ketika Wishnuwardhana
meninggal di Mandaragiri, ia dimuliakan di dua tempat yang berbeda. Di Candi Jago
(Jajaghu) sebagai Buddha Amoghapasha dan di Candi Weleri sebagai Siwa.
Setelah ayahnya wafat, Kertanegara sebagai raja muda langsung dinobatkan sebagai Raja
Singasari. Dalam menjalankan pemerintahan, Kertanegara dibantu oleh tiga orang pejabat
bawahan, yaituRakryan i Hino, Rakryan i Sirikan dan Rakryan i Halu. Dibawah
ketiga Mahamantri, masih terdapat pula tiga orang pejabat bawahan, yaitu Rakryan Apatih,
Rakryan Demung, dan Rakryan Kanuruhan.Untuk mengatur soal keagamaan, diangkat
pejabat yang disebut Dharmadhyaksa ri Kasogatan.
Raja Kertanegara adalah raja yang terkenal dan terbesar dari kerajaan Singasari. Ia
mempunyai semangat Ekspansionis. Kertanegara bercita-cita memperluas Kerajaan Singasari
hingga keluar Pulau Jawa yang disebut dengan istilah Cakrawala Mandala. Pada tahun 1275,
ia mengirim pasukan ke Sumatra untuk menguasai Kerajaan Melayu yang disebut sebagai
ekspedisi Pamalayu. Dalam ekspedisi tersebut, Kerajaan Melayu berhasil di taklukan
tahun1260. Peristiwa ini diabadikan pada alas patung Amoghapasha di Padangroco (Sungai
Langsat) yang berangka tahun 1286.
Raja Melayu saat itu, Tribhuwana atau Raja Mulawarmandewa, beserta rayatnya menyambut
hadiah itu dengan suka cita. Hal ini menunjukkan bahwa Kerajaan Melayu secara resmi
berada dibawah kekuasaan Raja Kertanegara. Kertanegara juga membawa putrid Melayu
kembali ke Singasari untuk dinikahkan dengan salah seorang bangsawan Singasari. Tujuh
pengiriman arca dan penaklukan Kejaan Melayu adalah untuk menghadang rencana perluasan
kekuasaan Kaisar Kubilai Khan dari Cina.

Diceritakan bahwa sudah beberapa kali utusan dari Cina dating ke Kerajaan Melayu menurut
pengakuan untuk tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak mengirim upeti atau utusan
sebagai pernyataan tunduk kepada Cina. Raja Kertanegara menolak mengirim upeti atau
utusan sebagai pernyataan tunduk.

Pada tahun 1289, utusan Cina bernama Meng K’i dikirim pulang ke Cina sehingga
Kaisar Kubilai Khan marah dan mengirim pasukan untuk menyerang Kerajaan Singasari.
Sebagian besar pasukan Kerajaan Singasari sedang dikirim ke Sumatra untuk menghadapi
serangan pasukan Cina. Sementara itu, Raja Jayakatwang di Kerajaan Kediri yang menjadi
bawahan Kerajaan Singasari melihat kesempatan yang baik untuk merebut kekuasaan. Pada
tahun 1292, Raja Jayakatwang dengan pasukan Kerajaan Kediri menyerang Ibu kota
Kerajaan Singasari.
Menurut cerita, pada saat serangan musuh dating, Raja Kertanegara beserta para pejabat dan
pendeta sedang melakukan upacara Tantrayana sehingga dapat dengan mudah mereka semua
dibunuh oleh musuh. Kerajaan Singasari akhirnya berhasil direbut oleh Jayakatwang, Raja
Kediri.
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
         Poesponegoro & Notosusanto (ed.). 1990. Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Jakarta:
Balai Pustaka
         Purwadi. 2007. Sejarah Raja-Raja Jawa. Yogyakarta: Media Ilmu
         R.M. Mangkudimedja. 1979. Serat Pararaton Jilid 2. Jakarta: Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah
         Slamet Muljana. 2005. Menuju Puncak Kemegahan (terbitan ulang 1965). Yogyakarta:
LKIS
         Slamet Muljana. 1979. Nagarakretagama dan Tafsir Sejarahnya. Jakarta: Bhratara
Syukur, Abdul, Ensiklopedi Umum untuk Pelajar , Jilid 9, Jakarta: Ichtiar Baru van
Hoeve, 2005. Halaman 110.
         Bullough, Nigel (14 Juli 1995). Historic East Java: Remains in Stone. Jakarta: ADLine
Communications. hlm. 116–117.
         Kitab Negarakartagama Kitab Kidung (Kidung Harsa Wijaya & Serat Arok)
         Sejarah Nasional Indonesia. Kurikulum 1994 suplemen GBPP 1999.
 
Prasasti mula malurung

KERAJAAN SINGASARI
Label: Indonesia • zaman

Gambar candi Singashari


      Menurut kitab Pararaton dan Nagarakertagama, raja pertama kerajaan Singasari adalah sri
Ranggah Rajasa Amurwabhumi yang populer dipanggil Ken Arok. Ken Arok adalah anak seorang
Brahmana bernama Gajah Para dengan Ibu bernama Ken Endok dari desa Pangkur, yang semula
berprofesi sebagai pencuri/penyamun yang sangat sakti dan selalu menjadi buronan alat-alat
negara. Atas bantuan seorang pendeta yang menjadikannya sebagai anak pungut, ia dapat mengabdi
kepada seorang kuwu (setara bupati) yang bernama Tunggul Ametung. Namun kuwu itu kemudian
dibunuhnya dan si janda, Ken Dedes dalam kondisi hamil dikimpoiinya, yang mana anak itu nantinya
diberi nama Anusapati.

Kemudian ia mengambil kekuasaan Tumapel dan setelah cukup pengikutnya ia melepaskan diri dari
kerajaan Kediri, yang kebetulan di Kediri ada perselisihan antara raja dan para pendeta, lalu para
pendeta itu melarikan diri yang diterima baik dan dilindungi Ken Arok.

Raja Kertajaya berusaha menindak Ken Arok, tapi dalam pertempuran di Genter pada tahun
1222 Ken Arok menang dan menjadi raja Tumapel dan Kediri, yang ber-ibukota di Kutaraja. Dari Ken
Dedes selain mempunyai anak tiri Anusapati, ia juga mempunyai anak yang diberi nama Mahisa
Wonga Teleng. Sedangkan dari isteri lain, Ken Umang, ia mempunyai anak yang diberi nama Tohjaya.
Silsilah Wangsa Rajasa

Dalam tahun 1227 Ken Arok dibunuh anak tirinya, Anusapati, yang menggantikannya sebagai
raja. Lalu untuk mengenang Ken Arok, dibuatkan candi di Kagenengan (sebelah selatan Singasari)
dalam bangunan suci agama Siwa dan Buda. Sedangkan Ken Dedes yang tidak diketahui tahun
meninggalnya, diperkirakan dibuatkan arca sangat indah yang diketemukan di Singosari, yaitu arca
Prajnaparamita.

Anusapati/Anusanatha yang memerintah tahun 1227-1248 dengan aman dan tenteram,


dibunuh oleh Tohjaya dengan suatu muslihat, dan untuk itu Anusapati dimuliakan di candi Kidal
(sebelah tenggara Malang). Namun Tohjaya hanya memerintah beberapa bulan, karena aksi balas
dendam dari anak Anusapati yaitu Rangga Wuni. Tohjaya melarikan diri, namun karena luka-lukanya
ia meninggal dunia, dan dicandikan di Katang Lumbang.

Di tahun 1248 Rangga Wuni naik takhta dengan gelar sri Jaya Wisnu Wardhana, dan raja
Singasari pertama yang namanya dikekalkan dalam prasasti, dan ia memerintah bersama sepupunya,
Mahisa Campaka (anak dari Mahisa Wonga Teleng), diberi kekuasaan untuk ikut memerintah dengan
pangkat Ratu Angabhaya bergelar Narasimhamurti.

Silsilah Kertajaya

Dikisahkan bahwa mereka memerintah bagai dewa Wisnu dan dewa Indra. Anak Rangga
Wuni, Kertanagara, di tahun 1254 dinobatkan sebagai raja, namun ia tetap memerintah terus untuk
anaknya, sampai dengan wafatnya dalam tahun 1268 di Mandaragiri, lalu dicandikan di Waleri dalam
perwujudannya sebagai Siwa dan di Jayaghu (candi Jago) sebagai Buddha Amoghapasa.

Yang menarik, candi Jago berkaki tingkat tiga tersusun semacam limas berundak-undak dan
tubuh candinya terletak di bagian belakang kaki candi menunjukkan timbulnya kembali unsur-unsur
Indonesia, disamping terlihat pula dari relief reliefnya dengan pahatan datar, gambar-gambar orang
yang mirip wayang kulit Bali saat ini, dan para kesatriyanya diikuti punakawan (bujang pelawak).

Kertanagara sebagai raja Singasari dibantu oleh 3 orang mahamantri (rakryan I hino, I sirikan
dan I halu) dan para menteri pelaksana (rakryan apatih, demung dan kanuruhan), serta seorang
dharmadhyaksa ri kasogatan yang mengurusi keagamaan (kepala agama Buda) dan seorang pendeta
yang mendampingi raja, yaitu seorang mahabrahmana dengan pangkat sangkhadhara.
Karena ia bercita-cita meluaskan wilayah kekuasaan, maka ia menyingkirkan tokoh tokoh
yang dianggapnya menentang/menghalangi, yaitu patihnya sendiri bernama Arema/ Raganatha
dijadikan adhyaksa di Tumapel yang diganti oleh Kebo Tengah/Aragani, lalu Banak Wide yang
ditugaskan menjadi Bupati Sungeneb (Madura) bergelar Arya Wiraraja.

Di tahun 1275 Kertanagara mengirim pasukan ke Sumatera Tengah yang terkenal dengan
nama Pamalayu dan berlangsung sampai tahun 1292, dimana saat pasukan tiba kembali,
Kertanagara sudah tidak ada lagi. Namun prasasti pada alas kaki arca Amoghapasa yang
diketemukan di Sungai Langsat (hulu sungai Batanghari dekat Sijunjung), diterangkan bahwa di
tahun 1286 atas perintah Maharajadhiraja Sri Krtanagara Wikrama Dharmottunggadewa, sebuah
arca Amoghapasa beserta 13 arca pengikutnya dipindahkan dari bhumi Jawa ke Suwarnabhumi. Atas
hadiah ini rakyat Malayu sangat senang terutama sang raja, yaitu srimat Tribuwanaraja
Maulawarmmadewa.

Kertanagara pada tahun 1284 menaklukkan Bali, Pahang, Sunda, Bakulapura (Kalimantan
Barat Daya) dan Gurun (Maluku), sebagaimana diketahui dari Nagarakrtagama. Selain itu, dengan
Campa diadakan persekutuan yang diperkuat dengan perkimpoian, sesuai prasasti Po Sah (di Hindia
belakang) yang menuliskan bahwa raja Jaya Simphawarman III mempunyai dua permaisuri yang
salah satunya dari Jawa (mungkin saudara Kertanagara).

Sejak tahun 1271 di Kediri ada raja bawahan, yaitu Jayakatwang yang bersekutu dengan
Wiraraja dari Sungeneb yang selalu memata-matai Kertanagara. Belum kembalinya pasukan
Singasari dari Sumatra dan adanya insiden dengan Kubilai Khan dari Tiongkok, atas petunjuk dan
nasehat Wiraraja dalam tahun 1292 Jayakatwang melancarkan serbuan ke Singasari melalui utara
untuk membuat gaduh dan dari selatan merupakan pasukan induk. Kertanagara mengira serangan
hanya dari utara, maka ia mengutus Raden Wijaya (anak Lembu Ta, cucu Mahisa Campaka) dan
Arddharaja (anak Jayakatwang) untuk memimpin pasukan ke utara., sedangkan yang dari selatan
berhasil memasuki kota dan Karaton, dimana saat itu Kertanagara sedang minum berlebihan
bersama dengan mahawrddhamantri serta dengan para pendeta terkemuka dan pembesar lain,
yang katanya sedang melalukan upacara Tantrayana, terbunuh semuanya, dimana Kertanagara
dimuliakan di candi Jawi sebagai Siwa dan Budda di Sagala sebagai Jina/Wairocana bersama sang
permaisuri Bajradewi dan di candi Singosari sebagai Bhairawa.

Sebagaimana Prasasti tahun 1289 pada lapik arca Joko Dolok yang diketemukan di Surabaya,
Kertanagara adalah seorang pengikut setia agama Buda Tantra dan dinobatkan sebagai Jina (Dhyani
Buddha) yang bergelar Jnanasiwabajra, yaitu sebagai Aksobhya dimana Joko Dolok itu adalah arca
perwujudannya sendiri. Sedangkan dalam Pararaton dan berbagai Prasasti, setelah wafat dinamakan
Siwabuddha, dimana dalam kitab Nagarakrtagama dikatakan Siwabuddhaloka.

RUNTUHNYA SINGASARI

Setelah meruntuhkan kerajaan Tang, orang-orang Mongol kemudian mendirikan sebuah


pemerintahan baru yang diberi nama Sung (Song). Salah satu anak Jenghis Khan, sang penakluk
kerajaan Cina, bernama Kublai Khan menjadi raja pertamanya. Keinginan untuk memperluas
pengaruh bangsa Mongol setelah menjajah Cina adalah menundukkan kerajaan-kerajaan lain di
wilayah Asia Tenggara dan Asia Timur dengan menggunakan kekuatan militer dan politik. 

Caranya dengan meminta para penguasa lokal untuk mengakui kaisar Mongol sebagai
penguasa tunggal dan mengharuskan raja-raja lokal tersebut untuk mengirim upeti (tribute) kepada
kaisar Cina. Salah satunya adalah ke Jawa yang kala itu diperintah oleh Raja Kartanagara dari
kerajaan Singhasari.

Untuk maksud tersebut, Kublai Khan mengirim seorang utusan bernama Meng Chi ke Jawa
meminta raja Kartanagara untuk tunduk di bawah kekuasaan Cina. Merasa tersinggung, utusan itu
dicederai wajahnya oleh Kartanagara dan meingirimnya pulang ke Cina dengan pesan tegas bahwa ia
tidak akan tunduk di bawah kekuasaan raja Mongol. Perlakuan Kartanegara terhadap Meng Chi
dianggap sebagai penghinaan kepada Kublai Khan. Sebagai seorang kaisar yang sangat berkuasa di
daratan Asia saat itu, ia merasa terhina dan berniat untuk menghancurkan Jawa yang menurutnya
telah mempermalukan bangsa Mongol.
Peristiwa penyerbuan ke Jawa ini dituliskan dalam beberapa sumber di Cina dan merupakan
sejarah yang sangat menarik tentang kehancuran kerajaan Singhasari dan munculnya kerajaan
Majapahit, seperti yang dapat kita baca dalam buku nomor 162 dari masa pemerintahan Dinasti
Yuan yang terjemahannya dapat dibaca dalam buku W.P. Groeneveldt berjudul Historical Notes on
Indonesia and Malaya Compiled from Chinese Sources (1963: 20-31).

Disebutkan bahwa utusan yang dikirim ke Jawa terdiri dari tiga orang pejabat tinggi kerajaan,
yaitu Shih Pi, Ike Mese, dan Kau Hsing. Hanya Kau Hsing yang berdarah Cina, sedangkan dua lainnya
adalah orang Mongol. Mereka diberangkatkan dari Fukien membawa 20.000 pasukan dan seribu
kapal. Kublai Khan membekali pasukan ini untuk pelayaran selama satu tahun serta biaya sebesar
40.000 batangan perak. Shih Pi dan Ike Mese mengumpulkan pasukan dari tiga provinsi: Fukien,
Kiangsi, dan Hukuang. Sedangkan Kau Hsing bertanggung jawab untuk menyiapkan perbekalan dan
kapal. Pasukan besar ini berangkat dari pelabuhan Chuan-chou dan tiba di Pulau Belitung sekitar
bulan Januari tahun 1293. Di sini mereka mempersiapkan penyerangan ke Jawa selama lebih kurang
satu bulan

Perjalanan menuju Pulau Belitung yang memakan waktu beberapa minggu melemahkan bala
tentara Mongol karena harus melewati laut dengan ombak yang cukup besar. Banyak prajurit yang
sakit karena tidak terbiasa melakukan pelayaran. Di Belitung mereka menebang pohon dan
membuat perahu (boats) berukuran lebih kecil untuk masuk ke sungai-sungai di Jawa yang sempit
sambil memperbaiki kapal-kapal mereka yang telah berlayar mengarungi laut cukup jauh.

Pada bulan kedua tahun itu Ike Mese bersama pejabat yang menangani wilayah Jawa dan
500 orang menggunakan 10 kapal berangkat menuju ke Jawa untuk membuka jalan bagi bala tentara
Mongol yang dipimpin oleh Shih Pi. Ketika berada di Tuban mereka mendengar bahwa raja
Kartanagara telah tewas dibunuh oleh Jayakatwang yang kemudian mengangkat dirinya sebagai raja
Singhasari. 
Oleh karena perintah Kublai Khan adalah menundukkan Jawa dan memaksa raja Singhasari,
siapa pun orangnya, untuk mengakui kekuasaan bangsa Mongol, maka rencana menjatuhkan Jawa
tetap dilaksanakan. Sebelum menyusul ke Tuban orang-orang Mongol kembali berhenti di Pulau
Karimunjawa untuk bersiap-siap memasuki wilayah Singhasari. Setelah berkumpul kembali di Tuban
dengan bala tentara Mongol.

Diputuskan bahwa Ike Mese akan membawa setengah dari pasukan kira-kira sebanyak
10.000 orang berjalan kaki menuju Singhasari, selebihnya tetap di kapal dan melakukan perjalanan
menggunakan sungai sebagai jalan masuk ke tempat yang sama. Sebagai seorang pelaut yang
berpengalaman, Ike Mese, yang sebenarnya adalah suku Uigur dari pedalaman Cina bukannya
bangsa Mongol, mendahului untuk membina kerja sama dengan penguasa-penguasa lokal yang tidak
setia kepada Jayakatwang. 

Menurut cerita Pararaton, kedatangan bala tentara Mongol (disebut Tartar) adalah
merupakan upaya Bupati Madura, Aria Wiraraja, yang mengundangnya ke Jawa untuk menjatuhkan
Daha. Aria Wiraraja berjanji kepada raja Mongol bahwa ia akan mempersembahkan seorang puteri
cantik sebagai tanda persahabatan apabila Daha dapat ditundukkan. Surat kepada raja Mongol
disampaikan melalui jasa pedagang Cina yang kapalnya tengah merapat di Jawa (Pitono, 1965: 44). 

Armada kapal kerajaan Mongol selebihnya dipimpin langsung oleh Shih Pi memasuki Jawa
dari arah sungai Sedayu dan Kali Mas. Setelah mendarat di Jawa, ia menugaskan Ike Mese dan Kau
Hsing untuk memimpin pasukan darat. Beberapa panglima “pasukan 10.000-an” turut mendampingi
mereka. Sebelumnya, tiga orang pejabat tinggi diberangkatkan menggunakan ‘kapal cepat’ menuju
ke Majapahit setelah mendengar bahwa pasukan Raden Wijaya ingin bergabung tetapi tidak bisa
meninggalkan pasukannya. Melihat keuntungan memperoleh bantuan dari dalam, pasukan
Majapahit ini kemudian dijadikan bagian dari bala tentara kerajaan bangsa Mongol. 
Untuk mempermudah gerakan bala tentara asing ini, Raden Wijaya memberi kebebasan
untuk menggunakan pelabuhan-pelabuhan yang ada di bawah kekuasaannya dan bahkan
memberikan panduan untuk mencapai Daha, ibukota Singhasari. Ia juga memberikan peta wilayah
Singhsari kepada Shih Pi yang sangat bermanfaat dalam menyusun strategi perang menghancurkan
Jayakatwang. 

Selain Majapahit, beberapa kerajaan kecil (mungkin setingkat provinsi di masa sekarang)
turut bergabung dengan orang-orang Mongol sehingga menambah besar kekuatan militer sudah
sangat kuat ketika berangkat dari Cina. Persengkongkolan ini terwujud sebagai ungkapan rasa tidak
suka mereka terhadap raja Jayakatwang yang telah membunuh Kartanegara melalui sebuah kudeta
yang keji.

Pada bulan ketiga tahun 1293, setelah seluruh pasukan berkumpul di mulut sungai Kali Mas,
penyerbuan ke kerajaan Singhasari mulai dilancarkan. Kekuatan kerajaan Singhasari di sungai
tersebut dapat dilumpuhkan, lebih dari 100 kapal berdekorasi kepala raksasa dapat disita karena
seluruh prajurit dan pejabat yang mempertahankannya melarikan diri untuk bergabung dengan
pasukan induknya. 

Peperangan besar baru terjadi pada hari ke-15, bila dihitung semenjak pasukan Mongol
mendarat dan membangun kekuatan di muara Kali Mas, di mana bala tentara gabungan Mongol
dengan Raden wijaya berhasil mengalahkan pasukan Singhasari. Kekalahan ini menyebabkan sisa
pasukan kembali melarikan diri untuk berkumpul di Daha, ibukota Singhasari. Pasukan Ike Mese, Kau
Hsing, dan Raden wijaya melakukan pengejaran dan berhasil memasuki Daha beberapa hari
kemudian. Pada hari ke-19 terjadi peperangan yang sangat menentukan bagi kerajaan Singhasari. 

Dilindungi oleh lebih dari 10.000 pasukan raja Jayakatwang berusaha memenangkan pertempuran
mulai dari pagi hingga siang hari. Dalam peperangan ini dikatakan bahwa pasukan Mongol
menggunakan meriam yang pada zaman itu masih tergolong langka di dunia.

Terjadi tiga kali pertempuran besar antara kedua kekuatan yang berseteru ini di keempat arah kota
dan dimenangkan oleh pihak para penyerbu. Pasukan Singhasri terpecah dua, sebagian menuju
sungai dan tenggelam di sana karena dihadang oleh orang-orang Mongol, sedang sebagian lagi
sebanyak lebih kurang 5.000 dalam keadaan panik akhirnya terbunuh (slain = bantai) setelah
bertempur dengan tentara gabungan Mongol-Majapahit. Salah seorang anak Jayakatwang yang
melarikan diri ke perbukitan di sekitar ibukota dapat ditangkap dan ditawan oleh pasukan Kau Hsing
berkekuatan seribu orang. 

Jayakatwang menyadari kekalahannya, ia mundur dan bertahan di dalam kota yang dikelilingi
benteng. Pada sore harinya ia memutuskan keluar dan menyerah karena tidak melihat kemungkinan
untuk mampu bertahan.

Kemenangan pasukan gabungan ini menyenangkan bangsa Mongol. Seluruh anggota keluarga raja
dan pejabat tinggi Singhasari berikut anak-anak mereka ditahan oleh bangsa Mongol. Sejarah Cina
mencatat bahwa sebulan kemudian setelah penaklukan itu, Raden Wijaya memberontak dan
membunuh 200 orang prajurit Mongol yang mengawalnya ke Majapahit untuk menyiapkan
persembahakn kepada raja Kublai Khan. Adalah Sora dan Ranggalawe, dua panglima perang
Majapahit yang sempat membantu orang-orang Mongol menjatuhkan Jayakatwang, melakukan
penumpasan itu (Pitono, 1965 46). 

Setelah itu, dengan membawa pasukan yang lebih besar, Raden Wijaya menyerang balik orang-
orang Mongol dan memaksa mereka keluar dari Pulau Jawa. Shih Pi dan Kau Hsing yang terpisah dari
pasukannya itu harus melarikan diri sampai sejauh 300 li (± 130 kilometer), sebelum akhirnya dapat
bergabung kembali dengan sisa pasukan yang menunggunya di pesisir utara. Dari sini ia berlayar
selama 68 hari kembali ke Cina dan mendarat di Chuan-chou. 

Kekekalahan bala tentara Mongol oleh orang-orang Jawa hingga kini tetap dikenang dalam sejarah
Cina. Sebelumnya mereka nyaris tidak pernah kalah di dalam peperangan melawan bangsa mana
pun di dunia. Selain di Jawa, pasukan Kublai Khan juga pernah hancur saat akan menyerbu daratan
Jepang. Akan tetapi kehancuran ini bukan disebabkan oleh kekuatan militer bangsa Jepang
melainkan oleh terpaan badai sangat kencang yang memporakporandakan armada kapal kerajaan
dan membunuh hampir seluruh prajurit di atasnya. 

Menjelang akhir bulan Maret, yaitu di hari ke-24, seluruh pasukan Mongol kembali ke negara asalnya
dengan membawa tawanan para bangsawan Singhasari ke Cina beserta ribuan hadiah bagi kaisar.
Sebelum berangkat mereka menghukum mati Jayakatwang dan anaknya sebagai ungkapan rasa
kesal atas ‘pemberontakan’ Raden Wijaya. Kitab Pararaton memberikan keterangan yang
kontradiktif, disebutkan bahwa Jayakatwang bukan mati dibunuh orang-orang Mongol melainkan
oleh Raden Wijaya sendiri, tidak lama setelah ibukota kerajaan Singhasari berhasil dihancurkan. 

Ternyata kegagalan Shih Pi menundukkan Jawa harus dibayar mahal olehnya. Ia menerima 17 kali
cambukan atas perintah Kublai Khan, seluruh harta bendanya dirampas oleh kerajaan sebagai
kompensasi atas peristiwa yang meredupkan kebesaran nama bangsa Mongol tersebut. Ia
dipersalahkan atas tewasnya 3.000 lebih prajurit dalam ekspedisi menghukum Jawa tersebut. 

Selain itu, peristiwa ini mencoreng wajah Kublai Khan karena untuk kedua kalinya dipermalukan
orang-orang Jawa setelah raja Kartanegara melukai wajah Meng Chi. Namun sebagai raja yang tahu
menghargai kesatriaan, tiga tahun kemudian nama baik Shih Pi direhabilitasi dan harta bendanya
dikembalikan. Ia diberi hadiah jabatan tinggi dalam hirarkhi kerajaan Dinasti Yuan yang dinikmatinya
sampai meninggal dalam usia 86 tahun.

Berbeda dengan Sora dan Ranggalawe, setelah berdirinya kerajaan Majapahit mereka justru
dihukum mati karena dituduh melakukan makar (memberontak) terhadap Raden Wijaya atas
hasutan Mahapati. Termasuk Nambi dan tokoh-tokoh berjasa lainnya yang mempunyai andil besar
mendirikan kerajaan baru menggantikan hegemoni Singhasari di Nusantara.

Anda mungkin juga menyukai