Anda di halaman 1dari 20

Organisasi Militer & Semi Militer Masa Pendudukan Jepang di

Indonesia

Disusun Oleh :

Clarissa Riavisla (12)

Kezia Septia Ramandani (20)

Khairina Belva Qariru (21)

Guru Pengampu : Dra. Hj. Eko Wulansari, M.Si.

Sekolah Menengah Atas Negeri 3 Semarang

Jalan Pemuda No.149, Semarang

2023/2024
BAB I
PENDAHULUAN

Masa pendudukan Jepang di Indonesia (1942-1945) merupakan bagian periode yang


penting menyangkut bangsa Indonesia. Pada masa tersebut telah terjadi berbagai perubahan
yang mendasan pada sendi-sendi kehidupan masyarakat Indonesia. Perubahan-perubahan
yang terjadi merupakan dampak dari pendudukan Jepang yang sangat menekan dan sangat
memeras. Masa pendudukan Jepang di Indonesia selama tiga setengah tahun tersebut sering
dipandang sebagai masa yang singkat tetapi akibat yang diterima oleh masyarakat tidak
sebanding dengan masa penjajahan Belanda yang lebih lama.
Jepang telah memobilisasi masa di pedesaan kedalam pengerahan tenaga kerja
(romusha), perekrutan pemuda dan masyarakat desa dalam latihan-latihan kemiliteran serta
dilibatkannya masyarakat dalam kepentingan politik penduduk yang eksploitatif. Perubahan-
perubahan sosial tersebut telah menandai bentuk pendudukan Jepang yang berorientasi
ekonomi dengan kebijakan yang sangat menekan dan memeras rakyat.
Romusha adalah panggilan bagi orang-orang Indonesia yang dipekerjakan secara
paksa pada masa penjajahan Jepang di Indonesia dari tahun 1942 sampai dengan 1945.
Kebanyakan romusha adalah seorang petani, hal itu disebabkan kebijakan Jepang sejak bulan
Oktober 1943 yang mewajibkan para petani menjadi romusha. Mereka dikirim untuk bekerja
di berbagai tempat di Indonesia.
Pada awalnya romusha dipekerjakan sebagai tenaga produktif di perusahaan-
perusahaan, kedudukannya sama seperti buruh biasa. Memasuki pertengahan tahun 1943,
kebijakan pengerahan romusha berubah menjadi usaha eksploitasi. Pengambilan romusha
oleh Angkatan Perang dilakukan dengan serius. Perubahan pengerahan romusha ini terjadi
dikarenakan kondisi perang yang semakin memburuk bagi Jepang, adanya tuntutan untuk
meenuhi kebutuhan sendiri bagi setiap Angkatan Perang, dan adanya motivasi ekonomi yang
disertakan oleh penguasaan Angkatan Perang dalam setiap pengerahan romusa ke luar Pulau
Jawa.
Memasuki tahun kedua masa kependuduk Jepang (1943), Jepang semakin intensif
melatih pemuda-pemuda Indonesia dalam bidang militer. Situasi di medan pertempuran Asia-
Pasifik yang makin menyulitkan Jepang dan membuat Jepang semakin melakukan
konsolidasi kekuatan dengan menghimpun kekuatan dari kalangan pemuda dan pelajar
Indonesia. Pelatihan kemiliteran pada masa pendudukan Jepang di Indonesia terdiri dari dua
bentuk, yaitu barisan semi militer dan barisan militer.
Barisan semi militer adalah organisasi-organisasi yang didirikan pemerintah Jepang
untuk mendidik pemuda Indonesia sebagai tenaga potensial untuk memperkokoh pertahanan
militer. Barisan semi militer terdiri dari 1) Gerakan Barisan Pemuda (Seinendan); 2) Barisan
Pelajar (Okutai); 3) Barisan Bantu polisi (Keibodan); 4) Barisan Semi Militer khusus dari
golongan islam (Hizbullah). Barisan militer adalah organisasi yang mendidik dan
mengerahkan tenaga rakyat Indonesia untuk memperkuat kekuatan militer Jepang. Barisan
militer akan dikut sertakan dalam pertempuran menghadapi sekutu. Organisasi-organisasi
militer bentukan Jepang antara adalah heiho (barisan pemuda bentukan Jepang) dan Peta
(Pembela Tanah Air),
Pelatihan militer Jepang merupakan bentuk eksploitasi fisik, baik saat pelatihan
maupun sesudah menjadi Tentara Sukarela yang dikirim untuk berperang. Mereka harus
berjuang demi taruhan nyawa demi kepentingan Jepang. Sementara bagi mereka yang tidak
terjun langsung kedalam medan perang, tenaga mereka dipersiapkan untuk menyediakan
fasilitas perang mulai dari perlengkapan fisik sampai pada penyediaan logistik atau bahan
makanan untuk tentara.
BAB II
ISI

2.1 Organisasi Semi Militer

A. Seinendan
Seinendan adalah organisasi barisan pemuda yang dibentuk oleh pemerintah
Jepang pada 9 Maret 1943. Organisasi ini bercorak militer dan semi militer.
Organisasi ini di bawah kepemimpinan Gunseikan. Persyaratan untuk menjadi
anggota Seinendan tidak begitu sulit, seluma anggotanya tercatat sebanyak 35.500
orang pemuda dari seluruh jawa. Jumlah ini berkembang menjadi kira-kira 500.000
orang pemuda pada akhir masa pendudukan Jepang.

Gambar Organisasi Seinendan

Secara resmi disebutkan bahwa pembentukan ini bertujuan untuk mendidik


dan melatih para pemuda agar dapat menjaga dan mempertahankan tanah airnya
dengan kekuatan sendiri, maksudnya yang disembunyikan ialah agar dengan demikian
memperoleh tenaga cadangan untuk memperkuat usaha mencapai kemenangan akhir
dalam perang saat itu, yaitu perang terhadap sekutu. Saat pelatihan organisasi ini
diberikan pelatihan-pelatihan militer baik untuk mempertahankan diri maupun untuk
penyerangan, Organisasi semi militer ini beranggotakan para pemuda yang sebagian
besar masih usia sekolah, mereka ini adalah pemuda-pemuda Asia yang berusia antara
15-25 tahun (kemudian diubah menjadi 14-22 tahun).

1) Tujuan Seinendan
Pada masa Perang Pasifik, Jepang yang bertempur dengan negara-negara Barat
membutuhkan dukungan untuk memenangkan perang. Jepang beranggapan barisan
pertahanan perlu dibentuk karena posisi mereka yang semakin terdesak oleh pasukan
Sekutu. Untuk itu, Jepang pun melatih para pemuda Indonesia dengan dalih menjaga
pertahanan Tanah Air menggunakan kekuatan mereka sendiri.
Namun, sebenarnya Jepang ingin para pemuda menjadi barisan pertahanannya
atau tentara cadangan yang setidaknya dapat mempertahankan garis belakang atau
daerah lokal dalam berhadapan dengan pasukan Sekutu.Untuk itu, Jepang membentuk
organisasi semi militer bernama Seinendan pada 9 Maret 1943, guna menyatukan
segenap pemuda pribumi yang diharapkan dapat mendukung perangnya.

2) Pembinaan Seinendan
Seinendan dibina oleh Menteri Dalam Negeri Bagian Pengajaran, Olahraga,
dan Seinendan. Sementara itu, di daerah (syu) dipimpin oleh syucokan (kepala
pemerintahan wilayah administratif). Untuk memajukan Seinendan, pemerintah
Jepang memperluas Seinen Kunrensyo (lembaga pelatihan pemuda) menjadi Cuo
Seinen Kunrensyo (lembaga pusat pelatihan pemuda). Di lembaga inilah para kader
pimpinan Seinendan daerah dilatih. Para pemuda yang direkrut kemudian mendapat
latihan militer dasar tanpa menggunakan senjata.
Seinendan juga membentuk bagian khusus untuk prajurit perempuan bernama
Josyi Seinendan pada 1944. Total anggota yang tergabung dalam Seinendan mulanya
3.500 pemuda di Jawa dan seiring waktu kian berkembang menjadi sekitar 500.000
orang. Hingga akhir pendudukan Jepang, jumlah anggota Seinendan diperkirakan
mencapai dua juta pemuda. Beberapa tokoh Tanah Air yang pernah bergabung dalam
Seinendan adalah Sukarni dan Latief Hendraningrat.

B. Keibodan
Keibodan atau Barisan Pembantu Polisi adalah organisasi yang dibentuk pada
29 April 1943 bersama dengan Seinendan yang dipimpin oleh Gunseikan. Tujuannya
untuk membantu tugas-tugas polisi seperti menjaga lalu lintas dan memelihara
keamanan desa. Organisasi Keibodan berisi anggota yang merupakan pemuda berusia
26-35 tahun. Di Sumatra, Keibodan dikenal dengan istilah Bogodan, sedangkan di
Kalimantan disebut Borneo Konan Hokokudan. Pembina Keiboudan disebut
dengan Keimumbu.

1) Tujuan Keibodan
Pada 1941, Jepang terlibat dalam Perang Pasifik melawan negara-negara
Barat. Guna memenangkan perang, Jepang membutuhkan dukungan sumber daya
manusia. Ketika berhasil menanamkan kekuasaannya di Indonesia, Jepang pun
berusaha memanfaatkan sumber daya manusianya untuk mencapai tujuan tersebut.
Jepang pun mulai memberikan pelatihan semi militer kepada para pemuda,
dan mengatakan bahwa hal itu bertujuan untuk menjaga pertahanan Indonesia dari
gangguan musuh. Padahal sesungguhnya, Jepang membutuhkan peran pemuda
Indonesia sebagai cadangan pasukan melawan Sekutu. Para pemuda Indonesia
tersebut kemudian dimasukkan ke dalam salah satu organisasi semimiliter bernama
Keibodan.

2) Pembinaan Keibodan
Beberapa syarat yang harus dipenuhi agar diterima dalam Keibodan adalah
memiliki badan yang sehat serta berperilaku baik. Pada masa itu, jumlah anggota yang
tergabung dalam Keibodan kira-kira lebih dari satu juta pemuda.
Keibodan dibina oleh Keimubu atau Departemen Kepolisian. Sementara di
wilayah daerah (syu), dibina oleh Keisatsubu atau Bagian Kepolisian. Para anggota
yang sudah bergabung dalam Keibodan melakukan pelatihan di Sukabumi, yang kelak
menjadi Sekolah Kepolisian. Mereka dilatih selama satu bulan. Hal ini sengaja
dilakukan oleh Jepang agar anggota Keibodan tidak mendapatkan pengaruh dari
golongan nasionalis. Oleh sebab itu, Keibodan dibentuk di desa-desa di mana kaum
nasionalis kurang memiliki pengaruh di sana.
Keibodan berkembang besar di Jawa hingga ke pelosok-pelosok desa.
Sementara di pulau-pulau lain terdapat organisasi serupa dengan nama berbeda.
Misalnya di Sumatera dan di daerah yang dikuasai Angkatan Laut, ada organisasi
serupa namanya Bogodan. Sementara di Kalimantan namanya Borneo Konan
Hokokudan. Adapun di kalangan keturunan Tionghoa, namanya Kakyo Keibotai.
C. Barisan Pelopor
Barisan Pelopor adalah organisasi semimiliter pertama bentukan Jepang yang
dipimpin langsung oleh kaum nasionalis Indonesia. Pemimpin Barisan Pelopor yang
ditunjuk Jepang adalah Soekarno, dengan wakilnya RP Suroso, Oto Iskandar Dinata,
dan dr Buntaran Martoatmodjo. Barisan Pelopor dibentuk pada tanggal 1 November
1944. Barisan Pelopor tidak mengenakan seragam khusus layaknya sebuah pasukan,
melainkan hanya menggunakan lencana kepala banteng di dalam lingkaran yang
dipasang pada baju bagian dada sebelah kiri sebagai ciri. Pada akhir
tahun 1945, Barisan Pelopor memiliki anggota kurang lebih berjumlah 60.000 orang
pemuda. Jumlah anggota yang hanya bisa diimbangi dan dikalahkan oleh Pesindo
(Pemuda Sosialis Indonesia), Hizboellah (Masyumi), dan Lasjkar Rakjat (Murba).
Suishintai dikerahkan untuk mendengarkan pidato dari pemimpin-pemimpin
nasionalis. Mereka juga dilatih untuk menggerakan masa yang banyak, memperkuat
pertahanan militer dan melakukan kegiatan untuk kesejahteraan rakyat. Melalui
organisasi ini, golongan muda terpelajar berusaha mengorbankan semangat rakyat
untuk membela tanah air dan meningkatkan rasa persaudaraan guna menguatkan
perlawanan.Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada 16 Desember 1945 organisasi
ini diubah namanya menjadi Barisan Banteng.
Pada masa proklamasi kemerdekaan Indonesia, Barisan Pelopormemiliki
peran sangat vital. Anggota organisasi ini ada yang menyiapkan tiang bendera, terlibat
dalam pengamanan Soekarno-Hatta, dan mengurusi hal-hal teknis lainnya. Setelah
Indonesia merdeka, tepatnya pada 16 Desember 1945 organisasi ini diubah namanya
menjadi Barisan Banteng Republik Indonesia (BBRI). Akan tetapi, tidak semua
anggota Barisan Pelopor masuk menjadi anggota BBRI.

1) Tujuan Barisan Pelopor


Tindakan pemerintahan pendudukan Jepang di Indonesia dalam banyak hal
dipengaruhi oleh perkembangan Perang Dunia II atau oleh pihak Jepang disebut
sebagai Perang Asia Timur Raya.Setelah mengalami pukulan dari Sekutu pada Battle
of Coral Sea (Mei 1942) dan Guadalcanal (Agustus 1942), Jepang mulai menyadari
bahwa untuk mempertahankan wilayah pendudukannya di Asia mereka harus
mendayagunakan penduduk setempat. Pada tahun 1943, Jepang mulai menyebarkan
pendidikan bagi pemuda di tiap-tiap syu (karesidenan). Memasuki 1944, posisi Jepang
semakin mengkhawatirkan karena satu demi satu daerah pendudukannya jatuh ke
tangan Sekutu. Dalam kondisi itu, pemerintah Jepang membentuk beberapa barisan
semimiliter lagi.
Barisan Pelopor atau Suishintai salah satunya. Barisan Pelopor dibentuk
sebagai hasil sidang ketiga Chuo Sangi In (Dewan Pertimbangan Pusat). Jepang
membentuk Barisan Pelopor sebagai upaya memperdalam keinsafan rakyat terhadap
kewajibannya dan membangunkan persaudaraan segenap rakyat. Para pemuda
dikumpulkan dan diberi arahan yang sifatnya propaganda. Sikap ini merupakan
langkah awal untuk membentuk gerakan pemuda yang berada di bawah
kontrol Jepang. Tindakan selanjutnya ialah pembentukan organisasi-organisasi
pemuda yang bersifat militer maupun semi militer. Mulanya, organisasi ini dibentuk
untuk kepentingan Jepang baik di Indonesia maupun di Asia pada umumnya. Tetapi
pasca kemerdekaan, para alumni organisasi ini benyak yang mengabdikan dirinya
untuk perjuangan kemerdekaan Indonesia.

2) Pembinaan Barisan Pelopor


Barisan Pelopor dipimpin oleh Soekarno, dengan wakilnya R.P.Suroso, Otto
Iskandar Dinata, dan dr Buntaran Martoatmodjo. Selain itu ada dr. Moewardi sebagai
pimpinan Barisan Pelopor cabang Jakarta. Jumlah anggota organisasi ini diperkirakan
mencapai 60.000 orang. Barisan Pelopor merupakan bagian dari Jawa Hokokai yang
keanggotaannya mencakup seluruh pemuda, baik yang terpelajar maupun tidak.
Keanggotaan yang heterogen diharapkan menumbuhkan semangat solidaritas,
sehingga timbul ikatan emosional dan semangat kebangsaan yang tinggi. Para pemuda
Barisan pelopor dilatih dengan pelatihan-pelatihan militer, meskipun hanya
menggunakan peralatan sederhana seperti senapan kayu dan bambu runcing.
Melalui organisasi ini, pemuda terpelajar dari Jawa Hokokai terjun dalam
kegiatan-kegiatan di antara rakyat. Sebaliknya, pemuda-pemuda tidak terpelajar atau
mereka yang berasal dari golongan bawah dan berpendidikan rendah, termasuk
pengangguran, dapat menyesuaikan diri dengan pemuda terpelajar untuk bersama-
sama mengobarkan semangat nasionalisme dan rasa persaudaraan. Anggota Barisan
Pelopor juga dikerahkan untuk mendengarkan pidato dari pemimpin-pemimpin
nasionalis dan dianjurkan meneruskan pidato tersebut kepada rekannya yang tidak
hadir. Di samping itu, mereka dilatih menggerakkan massa rakyat, memperkuat
pertahanan, dan hal-hal yang berhubungan dengan kesejahteraan rakyat.
Di dalam Barisan Pelopor, dibentuk Barisan Pelopor Istimewa yang juga
bagian dari Jawa Hokokai. Organisasi ini di bawah pimpinan Sudiro, yang tidak lain
adalah pengawal dan utusan pribadi Soekarno. Anggota Barisan Pelopor Istimewa
terdiri dari sekitar 100 orang pemuda yang dipilih dari beberapa asrama pemuda,
terutama Asrama Menteng 31. Di antara anggota organisasi ini yakni Supeno, DN
Aidit, Djohar Nur, Asmara Hadi, Sidik Kertapati, dan Inu Kertapati.

D. Hizbullah
Hizbullah atau Laskar Hizbullah adalah laskar pejuang yang aktif selama
masa perang kemerdekaan Indonesia.. Hizbullah dibentuk pada tanggal 8 Desember
1944 oleh pemerintahan pendudukan Jepang dengan nama Kaikyō Seinen
Teishintai (Pasukan Sukarela Pemuda Islam). Hizbullah didirikan sebagai pasukan
cadangan bagi Pembela Tanah Air (PETA) dengan anggota yang terdiri dari pemuda-
pemuda muslim. Berbeda dengan PETA yang berada di bawah komando Angkatan
Darat Kekaisaran Jepang, komando Hizbullah terletak pada Partai Masyumi. Oleh
karena itu, Hizbullah tidak ikut dibubarkan sebagaimana PETA
ketika Jepang menyerah kepada Sekutu pada bulan Agustus 1945. Selepas peristiwa
proklamasi, Hizbullah turut berjuang mempertahankan kedaulatan Indonesia yang
baru berdiri bersama militer serta laskar-laskar lain, hingga seluruh kekuatan
bersenjata Indonesia dilebur menjadi Tentara Nasional Indonesia pada tahun 1947.
Setelah Jepang menyerah kepada Sekutu, PETA sebagai pasukan yang
didirikan oleh pemerintahan militer Jepang dibubarkan. Hizbullah, yang berada di
bawah arahan Partai Masyumi, tidak terpengaruh oleh hal itu, sehingga aktivitasnya
tetap berlanjut memasuki era pemerintahan Indonesia yang merdeka. Hizbullah
kemudian turut berjuang di berbagai pertempuran bersama Badan Keamanan
Rakyat (kemudian formasi lainnya) serta laskar-laskar atau badan perjuangan rakyat
lain selama Revolusi Nasional Indonesia.
Pada masa awal revolusi, berbagai satuan Hizbullah di berbagai daerah turut
melucuti persenjataan tentara Jepang untuk mempersenjatai diri. Tak jarang hal ini
menimbulkan bentrok dengan tentara Jepang. Beberapa pertempuran besar yang turut
dihadiri oleh personel dari Hizbullah di antaranya adalah Bandung Lautan
Api, Pertempuran Lima Hari, Pertempuran Ambarawa, dan Pertempuran Surabaya.
Aktivitas Hizbullah sebagai pasukan independen selesai ketika pada tanggal 3
Juni 1947, Presiden Sukarno mengumumkan pembentukan Tentara Nasional
Indonesia (TNI). Pembentukan TNI dilakukan dengan menggabungkan kekuatan
militer formal Tentara Republik Indonesia (TRI) dengan laskar-laskar rakyat,
termasuk Hizbullah.
Beberapa tokoh dalam sejarah Indonesia yang pernah bertugas dalam
Hizbullah antara lain:
• KH. Ahmad Hanafiah (pencetus)
• K.H. Zainul Arifin Pohan
• Mohamad Roem
• K.H. Mas Mansyur
• Prawoto Mangkusasmito
• K.H. Noer Alie (Ketua Markas Pusat Hizbullah Jakarta Raya)
• Sangidi Mahyudin (Komandan Hizbullah Divisi Kedu)
• Muhammad Nurdin Nasution (Komandan Batalion Medan Area)
• Duski Samad (Ketua Hizbullah Sumatra Tengah)
• Buya H. Abdul Malik Ahmad (Perintis Hizbullah Sumatra Tengah)
• H. Hasnawi Karim (Kepala Staf Hizbullah Divisi Sumatra Tengah)
• Arsyad Thalib Lubis (Wakil Komandan Sumatra Timur)
• K.H. Muslich (Komandan Hizbullah Divisi Banyumas)
• K.H. Abdul Wahab Hasbullah (Panglima Laskar Mujahidin)
• K.H. Dimyathi Syafi'i (Komandan Hizbullah Blambangan Selatan)
• Amir Fatah (Komandan Hizbullah Besuki)
• Ali Moertopo (anggota)

1) Tujuan Hizbullah

Pembentukan Hizbullah berawal ketika tokoh dan masyarakat Indonesia mulai


menyuarakan aspirasi tentang pembentukan satuan militer yang beranggotakan bangsa
Indonesia. Pada tanggal 13 September 1943, permohonan pembentukan satuan militer
turut diusulkan oleh sepuluh ulama: K.H. Mas Mansyur, K.H. Adnan, Dr. Abdul
Malik Karim Amrullah, Guru H. Mansur, Guru H. Cholid, K.H. Abdul Madjid, Guru
H. Jacob, K.H. Djunaedi, U. Mochtar, dan H. Mohammad Sadri, yang menuntut agar
segera dibentuk tentara sukarela bukan wajib militer yang akan mempertahankan
Pulau Jawa. Tentara ini direncanakan terdiri dari umat Islam dan diatur menurut
ketentuan Islam. Usulan pembentukan satuan militer ini diwujudkan dengan
dibentuknya PETA pada tanggal 3 Oktober 1943, tetapi PETA bukanlah satuan
khusus bagi pemeluk Islam. Pada tanggal 25 Februari 1944, terjadi pemberontakan
di Singaparna dari kalangan santri yang dipimpin oleh K.H. Zaenal Mustafa.
Pemberontakan ini membuat Jepang mulai melunakkan sikap terhadap kelompok
Islam. Akhirnya pada tanggal 8 Desember 1944, Hizbullah didirikan oleh
pemerintahan militer Jepang sebagai pasukan yang terdiri dari pemuda-pemuda
muslim, dengan fungsi menjadi kekuatan cadangan bagi PETA. Meski diresmikan
oleh Jepang, komando pasukan Hizbullah berada di bawah koordinasi Partai
Masyumi.

Bagi Jepang, dibentuknya pasukan khusus Islam ini digunakan untuk


membantu dalam pemenangan perang Jepang. Tokoh-tokoh Masyumi menyambut
antusias pembentukan pasukan khusus Islam ini dan tentu saja sambutan itu disambut
gembira pemerintah Jepang. Tujuan Masyumi membentuk organisasi ini adalah untuk
persiapan menuju cita-cita kemerdekaan Indonesia. Maka, pada 15 Desember 1944,
Jepang membentuk organisasi 144 baru berupa pasukan sukarelawan Islam yang
dinamakan Hizbullah (tentara Allah) yang dalam istilah Jepangnya disebut Kaykio
Seinin Teishinti.

1) Pembinaan Hizbullah

Tugas pokok Hizbullah adalah sebagai berikut.

1. Sebagai tentara cadangan.


• Melatih diri baik jasmani maupun rohani dengan giat.
• Membantu tentara Dai Nippon.
• Menjaga bahaya udara dan mengintai mata-mata musuh.
• Menggiatkan usaha-usaha untuk kepentingan tugas perang.
2. Sebagai pemuda Islam dengan tugas berikut.
• Menyiarkan agama Islam.
• Memimpin umat Islam agar taat menjalankan agama Islam. • Membela agama
dan umat Islam Indonesia.
Pada bulan Desember 1944 hingga Januari 1945, dibentuk Pusat Pimpinan
Barisan Hizbullah untuk mempersiapkan perekrutan dan pembukaan pusat
pelatihan. Dewan ini diketuai oleh K.H. Zainul Arifin Pohan dengan
wakil Mohamad Roem, sedangkan urusan pelatihan dikomandani oleh K.H. Mas
Mansyur dengan wakil Prawoto Mangkusasmito di bawah pengawasan Motoshige
Yanagawa dari Beppan (gugus tugas khusus dari Angkatan Darat ke-
16). Pelatihan anggota dimulai pada tanggal 28 Februari 1945 di pusat pelatihan
yang terletak di Cibarusa, Bogor (kini bagian dari Kabupaten Bekasi).
Para pelatihnya berasal dari komandan-komandan Peta dan di bawah
pengawasan perwira Jepang. Kapten Yanagawa Moichiro, yakni seorang perwira
Jepang, akhirnya memeluk Islam dan menikahi gadis dari Tasik. Dalam pelatihan,
selain keterampilan militer juga kerohanian. Keterampilan fisik militer dilatih oleh
para komandan Peta, sedangkan bidang mental kerohanian dilatih oleh K.H.
Mustafa Kamil (bidang kekebalan), K.H. Mawardi (bidang Tauhid), K.H. Abdul
Halim (bidang politik), dan K.H. Tohir (bidang sejarah). Pelatihan Hizbullah di
Cibarusa itu ternyata membentuk kader pejuang yang militan serta menumbuhkan
semangat nasionalisme para kader Hizbullah.
Setelah pelatihan di Cibarusa itu mereka kembali ke daerah masing-
masing dan membentuk Hizbullah di daerah sehingga Hizbullah berkembang
dengan pesat. Peserta pelatihan yang pertama berjumlah 500 orang, yang berasal
dari berbagai pesantren di Pulau Jawa dan Madura. Selama setahun pertama
berdirinya, diperkirakan jumlah anggota Hizbullah secara keseluruhan mencapai
sekitar 25.000 personel. Para Hizbullah menyadari bahwa Tanah Jawa adalah
pusat pemerintahan. Jika musuh sewaktu-waktu menyerang, maka Hizbullah akan
mempertahankan dengan penuh semangat. Semangat itu tentunya bukan karena
membantu Jepang, tetapi demi tanah air Indonesia. Jika barisan pelopor di bawah
naungan Jawa Hokokai, maka Hizbullah di bawah naungan Masyumi.

2.2 Organisasi Militer

A. PETA (Pembela Tanah Air)


PETA atau Pembela Tanah Air merupakan satuan militer yang dibentuk
oleh Jepang saat menduduki Indonesia sekitar tahun 1942 hingga 1945. Pada
riwayatnya, PETA memiliki sejarah panjang dari awal pembentukannya yang
ditujukan untuk membantu Jepang di Perang Asia Timur Raya.
Perang Dunia II pada tanggal 5 Mei 1942 merupakan sebuah malapetaka
bagi Jepang, yang telah melakukan pertempuran di
pulau Midway, dimana sebelumnya Jepang melakukan serangan terhadap
Amerika Serikat di pangkalan armada Pearl Harbour, pada tanggal 8 Desember
1941 yang kemudian disusul oleh serangan serangan Jepang dengan gerakan
cepat kearah selatan. Sekutu menyerang balik Jepang dari arah selatan dan timur,
yang menyebabkan terjadinya kelumpuhan pada armada Jepang dan
berakhir nya Jepang kewalahan untuk mempertahankan wilayah-wilayah yang
telah Jepang kuasai. Pada tanggal 11 januari 1942 Tentara Jepang mendarat di
Tarakan Indonesia dan berhasil mengusir pihak sekutu di wilayah-wilayah yang
telah dikuasai Belanda serta berhasil menduduki Indonesia secara penuh
(Abdurrachman, 1996, h.51).

Serangan Jepang Terhadap Amerika

Pembentukan Tentara PETA berawal dari surat Gatot Mangkupraja kepada


pemimpin tertinggi Tentara Jepang yaitu Gunseikan. Isi dari surat tersebut adalah
permohonan pembentukan Tentara sukarela yang beranggotakan barisan pemuda
Indonesia untuk menjaga tanah air dari ancaman sekutu dalam perang Asia Raya
Gatot Mangkupraja

Permintaannya dipenuhi oleh Jepang yang kemudian melahirkan Tentara


PETA. Hatot Mangkupraja merasa ini saatnya bangsa Indonesia maju bersama
Jepang dalam melawan Tentara Sekutu. Atas usulan tersebut akhirnya Jepang
pada tanggal 3 Oktober 1943 mengeluarkan OsamuSirei No.44 mengenai
pembentukan Tentara PETA yang isinya sebagai berikut.
1. Tentara PETA beranggotakan WNI dari atas sampai bawah.
2. Tentara PETA akan ditempatkannya militer Jepang untuk melatih
3. Tentara PETA ditempatkan langsung dibawah panglima Tentara
4. Tentara PETA merupakan Tentara territorial
5. Tentara PETA masing masing daerah harus siap melawan sampai mati
Pembentukan PETA menguntungkan pihak Jepang dan pihak Indonesia.
Jepang membutuhkan tambahan personil untuk Perang Pasifik melawan
sekutu. Sedangkan Indonesia berlatih militer dari Jepang untuk meraih
kemerdekaan. Berikut ini adalah tokoh-tokoh yang berperan penting dalam
pembentukan tentara PETA :
• Ir. Soekarno
• Drs. Mohammad Hatta
• Ki Hajar Dewantara
• Ki Ageng Suryomataram
• Raden Gatot Mangkupraja
• Kyai Haji Mas Mansoer

1) Pembinaan PETA
Pusat pendidikan dan pelatihan Tentara Pembela Tanah Air (PETA) yang
diberi nama Jawa Bo-ei Giyugun KanbuResentai . Adapun beberapa latihan
setiap harinya seperti :
1 Apel
2. Mengibarkan Bendera dan Menghormati
3. Senam Pagi
4. Sarapan
Bung Karno mengikuti latihan satuan Tentara Pembela Tanah Air (PETA)
dalam satu hari satu malam di pusat pelatihan Tentara PETA dan mengikuti
latihan cara memberi hormat prajurit kepada perwira.
Ada lima macam kepangkatan Tentara PETA yang masing-masing
mempunyai peran tersendiri, rata-rata anggotanya adalah anak muda yang
memahami pentingnya arti kemerdekaan berikut adalah kepangkatannya :
1) Daidanco: posisi sebagai komandan batalyon, mereka yang berkategori
pejabat birokrasi, pemuka agama, penegak hukum, pamongpraja
2) Chudanco: komandan kompi, yang dipilih dari beberapa latar belakang yang sudah
memiliki jabatan penting seperti para pengajar atau guru, dan penulis.
3) Shodanco: komandan peleton, yang dipilih dalam ranah pendidikan atau para
pelajar sekolah seperti setingkat SMP dan SMA
4) Bundancho: komandan regu dari pemuda yang minimal bersekolah SD setingkat
5) Giyuhei: prajurit dipilih dari pemuda-pemuda yang belum
mendapatkan pendidikan atau rakyat kalangan bawah

2) Pemberontakan di Blitar
Tentara PETA yang terdiri dari para pemuda Indonesia ditugaskan untuk
mempertahankan Pulau Jawa, Bali, dan Sumatra dari serangan Sekutu yakni koalisi
antara Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan Belanda. Namun, pasukan PETA
di Batalyon Blitar yang digawangi Supriyadi melakukan pemberontakan pada 14
Februari 1945. Hal ini bertepatan dengan pertemuan besar seluruh anggota dan
komandan PETA di Blitar, Shodanco Partoharjonomengibarkan bendera dan
menyulut pemberontakan. Supriyadi dan pasukannya mulai melepas tembakan
melawan tentara Jepang pada 29 Februari 1945 dini hari.
Tentara Jepang yang menyadari aksi tersebut pun bergerak melawan balik
hingga pasukan PETA terpojok. Tidak sedikit yang ditangkap dan disiksa polisi
Jepang. Sempat ada negosiasi antara Kolonel Katagiri dan pasukan PETA, namun
belakangan itu hanyalah tipu muslihat. Setiba di markas, Muradi melaporkan jika
pasukan sudah kembali dan meyesal atas pemberontakan yang dilakukan. Nahas,
setelah itu sebanyak 68 anggota PETA ditangkap dan diadili di Mahkamah Militer
Jepang di Jakarta.
Beberapa dihukum seumur hidup, ada pula yang dihukum mati
yaitu dr Ismail, Muradi, Suparyono, HalirMankudijoyo, Sunanto, dan Sudarmo.
Sementara Supriyadi dianggap hilang, nasibnya tidak jelas, dan tidak disebut dalam
persidangan.

3) Pembubaran PETA
Pada 18 Agustus 1945 atas persetujuan Persiden Republik Indonesia pertama,
Soekarno, dan perjanjian kapitulasi Jepang dengan blok Sekutu, Tentara Kekaisaran
Jepang memerintahkan pasukan PETA untuk menyerah. Hal itu pun menandakan
pembubaran PETA.
Soekarno tidak ingin dianggap Indonesia yang baru lahir adalah
hasil kolabolator Kekaisaran Jepang. Sehingga alih-alih mengubah PETA menjadi
tentara nasional, Soekarno lebih memilih membubarkannya. Sehari setelahnya,
Letnan Jenderal Nagano Yuichiro pun mengucapkan pidato perpisahan untuk anggota
kesatuan PETA

B. Heiho
Heiho (pasukan pembantu) adalah prajurit Indonesia yang langsung
ditempatkan di organisasi militer, baik angkatan darat maupun laut. Tujuan
didirikannya Heiho adalah untuk membantu Jepang dengan membangun kubu
pertahanan, menjaga keamanan dan ikut dalam medan perang Jepang. Anggotanya
42.000 orang, tetapi mereka tidak sampai berpangkat perwira karena perwira hanya
untuk orang Jepang.
Syarat untuk menjadi tentara Heiho antara lain :
1) Usia 18 sampai 25 tahun,
2) Berbadan sehat,
3) Berkelakuan baik,
4) Berpendidikan minimal sekolah dasar.
Gambar Organisasi Heiho

Adapun kegiatan pelatihan tentara Heiho adalah membangun kubu-kubu


pertahanan, menjaga kamp tahanan, dan membantu perang tentara Jepang di medan
perang. Contohnya, banyak anggota Heiho yang diterjukandi peperangan melawan
tentara Sekutu di Kalimantan, Papua, bahkan ada yang sampai ke Burma.
Dalam organisasinya, tentara Heiho sudah dibagi-bagi menjadi kesatuan
menurut daerahnya. Di Jawa menjadi bagian tentara Jepang ke-16 dan di Sumatra
menjadi bagian dari tentara Jepang ke-25. Selain itu, tentara Heiho juga sudah dibagi
menjadi beberapa angkatan, misalnya angkat darat, laut, dan kepolisian (kempeitei).
Keterampilan khusus juga diberikan, misalnya bagian senjata antipesawatterbang,
tank, artileri, dan pengemudi mesin perang.
Heiho sebagai bagian dari pasukan Jepang untuk menghadapi serangan Sekutu
dipandang belum memadai. Oleh sebab itu, dibentuklah organisasi militer lain yang
bernama Peta (Pembela Tanah Air).
BAB III
PENUTUP
Pendudukan atau penjajahan yang dilakukan pemerintah Jepang terhadap
Republik Indonesia berlangsung selama kurang lebih 3 tahun, tepatnya dimulai
pada tahun 1942 sampai tanggal 17 Agustus 1945, saat proklamasi kemerdekaan
Indonesia. Pemerintah Jepang berhasil menguasai wilayah Indonesia (Hindia-
Belanda) akibat kekalahan Belanda pada pertempuran yang berlangsung di bulan
maret tahun 1942.
Strategi Jepang dalam menguasai daerah jajahan sangat licik dan jitu, salah
satunya pendudukan di Indonesia. Mereka memanfaatkan sumber daya manusia
Indonesia yang begitu banyak untuk membentuk beberapa organisasi, bertujuan
membantu mereka dalam kepentingan peperangan.
Setidaknya ada 3 kategori organisasi yang dibentuk oleh pemerintah
Jepang di Indonesia. Pertama, organisasi pemuda, kedua organisasi militer dan
ketiga organisasi semi militer.
Khusus organisasi militer bentukan Jepang, mereka yang ikut didalamnya
benar-benar mendapat pelatihan militer. Mereka disiapkan sebagai cadangan
tentara Jepang apabila diperlukan, khususnya saat terdesak. Beberapa organisasi
militer yang berhasil dibentuk antara lain Heiho dan PETA (Pembela Tanah Air).
Berbeda dengan organisasi militer, organisasi semi militer ini tidak khusus
dipergunakan untuk kegiatan militer, namun yang menarik yaitu tetap ada
pelatihan untuk melindungi diri. Organisasi semi militer bentukan Jepang meliputi
Seinendan, Keibodan, Syuisintai, Fujinkai dan Hazbullah.
DAFTAR PUSTAKA

[1] Gemini, Galun Eka; Sofianto, Kunto (2015). "Peranan Lasykar Hizbullah di Priangan
1945-1948". Patanjala. Balai Pelestarian Nilai Budaya Jawa Barat. 7 (3): 381–398.
[2] Hidayat, Lukman; Saraswati, Ufi (2020). "Bentuk Perjuangan Laskar Hizbullah
Karesidenan Kedu dalam Perang Kemerdekaan Tahun 1944-1947". Journal of Indonesian
History. Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Semarang. 9 (2): 142–
153.
[3] Mulyaningsih, Jumeroh; Hamidah, Dedeh Nur (2018). "Laskar Santri Pejuang Negeri:
Rekam Jejak Laskar Hizbullah dalam Pertempuran 10 November 1945 di
Surabaya". Tamaddun. Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah IAIN Syekh Nurjati
Cirebon. 6 (2): 1–30.
[4] Wardaya, F. X. B. T. (2008). Mencari Supriyadi: kesaktian pembantu utama Bung Karno
Indonesia: Galangpress
[5] Mustopo, M. Habib (2005). Sejarah: Untuk kelas 2 SMA. Yudhistira. ISBN 978-979-676-
707-6.
[6] Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto (2008). Sejarah nasional
Indonesia: Zaman Jepang dan zaman Republik Indonesia, ±1942-1998. PT balai pustaka.
hlm. 45

Anda mungkin juga menyukai