Anda di halaman 1dari 5

Asal Usul Telaga Ngebel

Dahulu kala ada seorang pendita terkenal bernama Begawan Wida. Rumahnya di
lereng sebelah barat Gunung Wilis. Istri Begawan Wida telah lama meninggal.
Begawan Wida mempunyai seorang anak yang menjelang dewasa, anak perempuan
itu sangat cantik. Siapa pun yang pernah bertemu anak itu pasti akan tertarik. Begitu
pula Begawan Wida, ia pun tertarik dengan anak perempuannya. Begawan Wida tidak
bias membedakan apa yang tidak boleh dilakukan seorang ayah terhadap anak
gadisnya.

Atas kehendak Yang Maha Kuasa, putri Begawan Wida pun hamil. Putri Begawan
Wida akhirnya melahirkan seorang anak, namun anak yang dilahirkan bukanlah
manusia, melainkan seekor ular. Karena merasa malu, putri Begawan Wida pun bunuh
diri. Sang ular jelmaan itu tidak mengetahui siapa orang tuanya. Dia terus mencari-
cari kedua orang tuanya kemana pun tetapi tidak ditemukan. Akhirnya dia bertapa di
desa tempat tinggalnya bernama Ganda yuda selama bertahun-tahun.

Ketika sedang bertapa, terdapat sekumpulan penduduk dari sebelah barat desa Ganda
yuda yang mencari binatang buruan ke hutan untuk keperluan perhelatan. Penduduk
tersebut menemukan seekor ular yang besar, dan akhirnya mereka memutuskan untuk
membunuh ular tersebut dan dipotong-potong.Sang ular jelmaan itu pun menjelma
menjadi seorang anak, kemudian dia datang ke kampung Ganda yuda. Dia datang
untuk meminta makan, namun semua penduduk tidak ada yang memberikannya
makan, karena dia sangat jelek dan sakit kudisan.

Namun ada seorang nenek bernama Nyai Latung, karena merasa kasihan sang nenek
pun memberinya makan. Setelah dia selesai menyantap makanan yang diberikan, dia
pun memberi peringatan kepada sang nenek bahwa akan terjadi sebuah bencana. Sang
anak pun menghilang dan akhirnya ia kembali ke kampung Ganda yuda dengan
keadaan yang lebih baik, lalu ia menancapkan sebuah lidi ke tanah. Tidak ada seorang
pun yang berhasil mencabut lidi tersebut. Dan akhirnya sang anak pun yang hanya
bias mencabut lidi tersebut, akan tetapi keluar air yang sangat banyak dari tempat lidi
tersebut ditancapkan.

Kampung itu pun akhirnya tenggelam menjadi sebuah telaga, telaga itu pun diberi
nama “Telaga Ngebel”. Ngebel tampaknya berasal dari rasa benci dan sebal.
Asal Usul Reog Ponorogo
Dahulu kala, ada seorang Raja bernama Raja Kelana Sewandana, dia dalah seorang
raja muda yang gagah berani, tampan dan kaya raya. Karena kelebihannya itulah,
Kelana Sewandana menjadi sombong dan suka membanggakan diri. sebagai murid
Begawan Tapawalu, Kelana Sewandana dan Bujangganong berhubungan erat sekali.
Pada suatu malam, Kelana Sewandana bermimpi bertemu seorang putri cantik
bernama Senggalangit berasal dari Daha.
Prabu Kelana Sewandana dirundung resah, selalu ingin bertemu. Putri Senggalangit
selalu terbayang-bayang dalam angannya. Kelana Sewandana pun mengutus
Bujanganong untuk pergi ke Daha. Perjalanan Bujanganong dengan
pasukannyamelewati Gunung Wilis. Tanpa disadari mereka melanggar wilayah yang
dikuasai oleh Raja Singobarong dan Raja Manyur. Bujangganong beserta pasukannya
berselisih paham dengan pasukan Singobarong . perang pun tak dapat dihindarkan.
Pasukan lawan terlalu besar dan kuat sehingga Bujangganong melapor kepada Raja
Kelana Sewandana.
Raja Kelana Sewandana pun memutuskan untuk menghadapi sendiri, Bujangganong
mempersiapkan pasukan yang yang lebih besar dan memilih pendekar-pendekar yang
tangguh. Setelah naik turun gunung Raja Kelana Sewandana dan rombongannya
sampai ke wilayah kerajaan Singobarong. Pasukan Raja Singobarong sudah
menunggu. Perang pun tak dapat dihindarkan. Mereka saling menyerang dan
menerjang. Pasukan Singobarong dan Manyura terdesak. Patih Bujanganong menarik
mundur pasukannya, berlindung di balik gunung. Pasukan Singobarong dan Manyura
tak kelihatan lagi mengejar mereka. Raja Kelana Sewandan bersemedi dengan
khidmatnya. Begawan Tapawalu pun muncul dan memberi Raja Kelana Sewandana
sebuah nasihat. Titik lemah Singobarong dan Manyura berada pada perasaan hatinya.
Karena itu, tariklah perhatian Singobarong dan Manyura dengan bunyi gamelan, dan
juga harus mencarikan seorang penthul yang bisa menggoda dengan menari-nari di
depan mereka. Penthul itu harus bertopeng hitam dan menggambarkan muka yang
buruk. Setelah memberikan pesan Begawan Tapawalu menghilang. Kelana
Sewandana segera menghampir Bujangganong. Bujangganong memberi perintah
kepada anak buahnya untuk mencari gamelan seperti gong, bende, reog (semacam
gendang), terompet dan calung. Mendengar suara tetabuhan Raja Singobarong dan
Manyura melihatnya. Raja Manyura tergoda oleh kekenesan penthul itu, ia pun segera
berjoget dan mengangguk-nganggukan kepalanya. Akhirnya Raja Singobarong pun
menyerah dan meminta Raja Kelana Sewandana untuk membunuhnya begitu juga
denga Raja Manyura. Akan tetapi Raja Kelana Sewandana tidak membunuh mereka,
melainkan meminta mereka untuk menjadi perintis perjalanan Raja Kelana
Sewandana untuk meminang Dewi Sanggalangit. Akhirnya, Raja Kelana Sewandana
sampai ke Kerajaan Daha dan meminang Dewi Sanggalangit. Tidak lama kemudian,
keduanya menikah dan pesta pernikahan itu sangat meriah.
HIKAYAT SRI RAMA

Pada suatu hari, Sri Rama dan Laksamana pergi mencari Sita Dewi. Mereka berjalan
menelusuri hutan rimba belantara namun tak juga mendapat kabar keberadaan Sita Dewi.Saat
Sri Rama dan Laksamana berjalan di dalam hutan, mereka bertemu dengan seekor burung
jantan dan empat ekor burung betina. Lalu Sri Rama bertanya pada burung jantan tentang
keberadaan Sita Dewi yang diculik orang. Burung jantan mengatakan bahwa Sri Rama tak
bisa menjaga istrinya dengan baik, tak seperti dia yang memiliki empat istri namun bisa
menjaganya. Tersinggunglah Sri Rama mendengar perkataan burung itu. Kemudian, Sri
Rama memohon pada Dewata Mulia Raya agar memgutuk burung itu menjadi buta hingga
tak dapat melihat istri-istrinya lagi. Seketika burung itu buta atas takdir Dewata Mulia Raya.
Malam tlah berganti siang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seekor bangau yang
sedang minum di tepi danau. Bertanyalah Sri Rama pada bangau itu. Bangau mengatakan
bahwa ia melihat bayang-bayang seorang wanita dibawa oleh Maharaja Rawana. Sri Rama
merasa senang karena mendapat petunjuk dari cerita bangau itu. Sebagai balas budi, Sri
Rama memohon pada Dewata Mulia Raya untuk membuat leher bangau menjadi lebih
panjang sesuai dengan keinginan bangau. Namun, Sri Rama khawatir jika leher bangau
terlalu panjang maka dapat dijerat orang. Setelah Sri Rama memohon doa, ia kembali
melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian datanglah seorang anak yang hendak mengail.
Tetapi, anak itu melihat bangau yang sedang minum kemudian menjerat lehernya untuk
dijual ke pasar. Sri Rama dan Laksamana bertemu dengan anak itu dan membebaskan bangau
dengan memberi anak itu sebuah cincin. Ketika dalam perjalanan, Sri Rama merasa haus dan
menyuruh Laksamana untuk mencarikannya air. Sri Rama menyuruh Laksamana untuk
mengikuti jatunya anak panah agar dapat menemukan sumber air. Setelah berhasil
mendapatkan air itu, Laksamana membawanya pada Sri Rama. Saat Sri Rama meminum air
itu, ternyata air itu busuk. Sri Rama meminta Laksamana untuk mengantarnya ke tempat
sumber air dimana Laksamana memperolehnya. Sesampai di tempat itu, dilihatnya air itu
berlinang-linang. Sri Rama mengatakan bahwa dulu pernah ada binatang besar yang mati di
hulu sungai itu. Kemudian, Sri Rama dan Laksamana memutuskan untuk mengikuti jalan ke
hulu sungai itu. Mereka bertemu dengan seekor burung besar bernama Jentayu yang
tertambat sayapnya dan yang sebelah rebah. Sri Rama bertanya padanya mengapa sampai
Jentayu seperti itu. Jentayu menceritakan semuanya pada Sri Rama tentang pertarungannya
melawan Maharaja Rawana. Setelah Jentayu selesai bercerita, ia lalu memberikan cincin
yang dilontarkan Sita Dewi saat Jentayu gugur ke bumi saat berperang dengan Maharaja
Rawana. Kemudian, cincin itu diambil oleh Sri Rama. Bahagialah Sri Rama melihat cincin
itu memang benar cincin istrinya, Sita Dewi. Jentayu berpesan pada Sri Rama jika akan pergi
menyeberang ke negeri Langka Puri, Sri Rama tidak boleh singgah ke tepi laut karena di sana
terdapat gunung bernama Gendara Wanam. Di dalam bukit tersebut ada saudara Jentayu yang
bernama Dasampani sedang bertapa. Jentayu tak ingin saudaranya itu mengetahui bahwa
dirinya akan segera mati. Setelah Jentayu selesai berpesan, ia pun mati. Sri Rama menyuruh
Laksamana mencari tempat yang tidak terdapat manusia dengan memberinya sebuah
tongkat. Tetapi, Laksamana tidak berhasil menemukan tempat itu. Lalu ia kembali pada Sri
Rama. Laksamana mengatakan pada Sri Rama bahwa ia tidak dapat menemukan tempat
sesuai perintah Sri Rama. Kemudian, Sri Rama menyuruh Laksamana untuk menghimpun
semua kayu api dan meletakkannya di tanagn Sri Rama. Lalu diletakkannya bangkai Jentayu
di atas kayu api itu dan di bakar oleh Laksamana. Beberapa lama kemudian, api itu padam.
Laksamana heran melihat kesaktian Sri Rama yang tangannya tidak terluka bakar sedikitpun.
Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan meninggalkan tempat itu.
Semangka Emas

Pada zaman dahulu kala di Sambas Kalimantan Barat tinggalah seorang saudagar. Ia
mempunyai dua orang putra yang bernama Muzakir dan Dermawan. Muzakir sangat loba dan
kikr sebaliknya Dermawan adalah orang yang sangat peduli dan selalu bersedekah kepada
fakir miskin. Dermawan tidak rakus dengan harta dan uang. Sebelum meninggal saudagar
tersebut membagi hartanya secara rata. Uang bagian Muzakir disimpan di peti bila ada orang-
orang orang miskin datang ia tidak mau memberi sedekah tetapi justru menghina orang
miskin tersebut. Berbeda dengan Dermawan yang selalu menyambut orang-orang miskin
tersebut dengan senang hati dan ramah. Lama kelamaan harta Dermawan habis untuk
menyedekahi orang-orang miskin tersebut yang hampir setiap hari datang ke rumah
Dermawan. Suatu hari Dermawan menolong seekor burung yang sayapnya patah. Dermawan
merawat burung pipit tersebut hingga burung itu dapat terbang kembali. Beberapa hari
kemudian burung tersebut kembali dan memberi sebutir biji kepada Dermawan walaupun biji
tersebut hanya kecil Dermawan tetap menanamnya. Pada waktu panen tiba Dermawan
memetik buah semangka yang sudah tumuh besar tersebut kemudian ia membelahnya. Saat ia
membelah semangka besar tersebut tak disangka semangka tersebut berisi pasir kuning yang
tak lain adalah emas murni. Dermawan pun mengucapkan terima kasih kepada burung pipit
itu. Kini Dermawan hidup dengan berkecukupan ia memiliki rumah yang besar dan hartanya
melimpah tetapi ia tetap memberi sedekah kepada orang yang membutuhkan. Harta
Dermawan kini tidak akan habis karena uangnya amat banyak dan hasil kebunnya melimpah.
Mendengar bahwa Dermawan kini kaya raya, Muzakir meniru tindakan Dermawan. Muzakir
menolong burung yang sengaja ia patahkan sayapnya dengan sumpit. Ia juga merawat burung
tersebut hingga burung tersebut dapat kembali terbang. Burung itu juga memberi biji kepada
Muzakir. Ketika sudah dipanen Muzakir membelah semangka yang jauh lebih besar
dibanding semangka milik Dermawan. Bukan emas yang ia dapatkan namun semburan
lumpur hitam bercampur kotoran yang baunya busuk.
Cerita Asal Usul Telaga Warna

Zaman dahulu ada sebuah kerajaan di daerah Jawa Barat yang dipimpin oleh seorang Prabu,
bernama Prabu Suwartalaya, Dia adalah Raja yang baik dan bijaksana. Negeri itu sangat
makmur dan tenteram, tidak ada satupun rakyat yang kelaparan. Semua kebahagiaan itu
belum lengkap, karena sang Prabu belum memiliki anak, penasehat perabu menyarankan agar
mereka mengangkat anak, namun Prabu dan Ratu Purbamanah tidak setuju, bagi mereka anak
kandung tetaplah lebih baik. Ratu Purbamanah sering murung bahkan sampai menangis,
tentunya itu membuat Prabu terbawa perasaanya dan ikut sedih. Akhirnya Prabu pergi ke
hutan untuk bertapa di Gua, berdoa untuk dikaruniai seorang anak. Beberapa bulan
kemudian, sang Ratu pun hamil, berita kehamilannya dirayakan oleh semua penduduk,
mereka membanjiri istana dengan berbagai hadiah. Tidak terasa 9 bulan telah berlalu, sang
Ratu melahirkan seorang Putri cantik yang selama ini meraka dambakan. Putri itu diberinama
Gilang Rukmini. Tahun berganti tahun, sang putri menjadi gadis yang sangat cantik jelita.
Prabu dan Ratu memberikan apa yang dia inginkan, namun sayang itu menjadikan dia anak
manja dan susah diatur.Semua keinginannya harus dikabulkan, tanpa terkecuali. Menginjak
usia remaja, sang Putri menjadi anak paling cantik di Kerajaan itu. Dalam beberapa hari ke
depan, Putri akan berusia 17 tahun, seluruh negeri ikut bersiap-siap untuk merayakannya.
Sang Prabu membawa beberapa batu permata dan emas ke ahli perhiasan, untuk dibuatkan
kalung yang indah. Hari ulang tahun pun tiba, penduduk negeri berkumpul di alun-alun
istana, semua orang menyambut dengan gembira kedatangan Raja Prabu Suwartalaya dan
Ratu Purbamanah. Sambutan semakin terdengar meriah, ketika Putri yang cantik jelita
muncul di hadapan semua orang. Sang Prabu yang melihat kedatangan anaknya, bergegas
bangkit dari kursinya, untuk menyerahkan kalung yang sangat indah, “Putriku tercinta,
kalung ini pemberian semua rakyat dari penjuru negeri, mereka sangat mencintaimu, pakai
lah kalung ini Nak” Putri menerima kalung itu, kemudian mengamatinya sekilas, dengan
kasar sang Putri melemparkannya, “Aku tidak mau memakainya, kalung ini jelek.” Sang
prabu dan semua rakyat sangat terpukul. Tiba-tiba sang Ratu menangis tersedu-sedu, hatinya
sangat terluka. Melihat Ratu menangis, seluruh warga ikut menangis, kesedihan yang
mendalam membangkitkan murka Tuhan. Saat kesedihan melanda, tiba-tiba muncullah
semburan dari tempat kalung itu dilemparkan, sampai akhirnya membanjiri daerah itu,
sampai akhirnya membentuk sebuah danau yang indah. Warna-warna indah yang timbul dari
danau dipercaya berasal dari kalung itu. Sekarang danaunya masih ada dan disebut danau
Telaga Warna.

Anda mungkin juga menyukai