Anda di halaman 1dari 3

3.

Cerita Rakyat Alue Naga, Riau

Image: Santpol.org

Sultan Meurah mendengar rakyatnya mengeluh karena banyak hewan ternak


mereka hilang di Bukit Lamyong. Juga, belakangan gempa kerap terjadi tanpa
ada tanda-tanda.

Sultan Meurah kemudian memerintahkan sahabatnya, Renggali, putra Raja


Linge, untuk menyelidiki bukit itu. Renggali pun melaksanakan tugas tersebut.
Setelah menelusuri seluruh bukit, ia merasakan ada yang aneh pada bukit
tersebut. Ia lalu menaiki bagian tertinggi dari bukit, dan tiba-tiba merasakan
kemunculan air hangat di permukaan tanah yang ia injak. Ia kaget lalu turun
sambil berguling.

Tiba-tiba datang suara permintaan maaf entah dari mana. Renggali mencari asal
suara, dan menemukan itu berasal dari bukit yang ia pijak yang ternyata adalah
seekor naga. Si Naga Hijau memperkenalkan diri dan mengatakan bahwa ia
adalah sahabat dari ayahnya. Selama ini Raja Linge hilang, dan ia terakhir kali
diketahui bersama dengan Si Naga Hijau. Ketika Renggali bertanya di mana
ayahnya, naga meminta Renggali untuk memanggilkan Sultan Alam.
Renggali kembali ke istana dan menceritakan kejadian tersebut kepada Sultan
Meurah. Sultan Merah pun setuju menemui naga di bukit. Sesampainya di sana
si naga menceritakan kejadian yang sebenarnya, bahwa ia membunuh Raja
Linge dan jasad sang raja ada di bawah tubuhnya. Saat itu naga tidak bisa
menggerakkan tubuhnya karena ada pedang Raja Linge yang terhunus di
tubuhnya.

Renggali tidak mau menghukum Naga Hijau. Ia lalu menarik pedang yang
terhunus di tubuh naga dan meminta si naga kembali ke kampung halamannya.
Pada ‘bukit’ bekas tubuh naga terbentuknya sebuah sungai kecil yang dipenuhi
rawa-rawa dengan genangan air. Sultan Meurah memberi nama wilayah
tersebut Alue Naga.

4. Cerita Rakyat Sangkuriang, Jawa Barat

Oleh karena pertengkaran dengan sang ibu, Sangkuriang memutuskan


meninggalkan rumah untuk mengembara. Dayang Sumbing, ibu Sangkuriang,
menyesal dan berdoa agar kelak bisa tetap cantik, awet muda, dan bertemu
kembali dengan anaknya.

Setelah sekian lama, Sangkuriang akhirnya kembali ke kampung halamannya.


Desa tersebut sudah mengalami banyak perubahan. Ketika dalam perjalanan
menemui ibunya, pemuda itu bertemu dengan seorang wanita –yang
sebenarnya adalah ibunya- dan jatuh cinta. Ia lalu melamar dan mengajak
wanita tersebut menikah.

Suatu kali Sangkuriang meminta Dayang Sumbi mengeratkan ikatan di


kepalanya. Saat itulah ibunya melihat bekas luka yang persis seperti yang
dimiliki Sangkuriang kecil. Dayang Sumbi pun sadar bahwa pemuda itu adalah
putranya dan berusaha menggagalkan pernikahan mereka.

Ketika ia menceritakan bahwa dirinya adalah ibunya, Sangkuriang tidak percaya.


Hingga kemudian ibunya meminta dua syarat untuk Sangkuriang bisa
menikahinya, yakni membendung sungai Citarum dan membuat sampan
sebelum tiba fajar.

Sangkuriang menuruti ibunya dan hampir berhasil menyelesaikan tantangan


tersebut dengan bantuan teman-teman jinnya. Dayang Sumbing terkejut dan
mencari cara untuk menggagalkannya. Ia meminta warga menggelar kain sutera
berwarna merah di sebelah timur kota, sehingga langit seolah-olah mendekati
fajar.

Melihat fajar datang, Sangkuriang merasa dirinya gagal. Ia kesal dan menjebol
bendungan yang sebelumnya sudah rampung dibuatnya hingga datanglah
banjir yang menenggelamkan desa tersebut. Ia juga menendang sampan yang
dibuatnya hingga jatuh tertelungkup dan berubah menjadi gunung yang saat ini
disebut Gunung Tangkuban Perahu.

Cerita rakyat lainnya dari Jawa Barat adaLutung Kasarung.

Anda mungkin juga menyukai