Cerita lutung kasarung bisa ditemui di daerah Pasundan.
Di daerah tersebut
tinggal seorang raja yang sangat bijaksana bernama Prabu Tapak Agung. Raja ini mempunyai dua orang anak yang bernama Purbasari dan Purbararang. Di akhir hidup sang ayah, ia berpesan kepada kedua anaknya bahwa ia ingin turun tahta. Ia meminta Purbasari agar menggantikan kedudukannya sebagai seorang pemimpin di kerajaannya. Kakaknya merasa tidak terima mendengar pesan tersebut karena ia merasa lebih pantas menggantikan ayahnya. Purbararang akhirnya ingin mencelakai adiknya dengan menemui seorang nenek sihir. Akibat dari nenek sihir tersebut kulit adiknya kini penuh dengan totol-totol berwarna hitam. Keadaan tersebut ia pakai untuk mengasingkan Purbasari ke dalam hutan. Purbasari mempunyai teman yaitu dari hewan-hewan yang tinggal di sana sehingga ia tidak merasa kesepian. Salah satu hewan yang menemaninya adalah seekor kera yang selalu membawakan buah serta bunga untuk menghiburnya. Kera tersebut pada suatu malam bersemedi. Kemudian secara tiba-tiba muncul air yang membentuk sebuah telaga dengan air yang jernih dan wangi. Lalu Purbasari diminta mandi di telaga tersebut oleh sang kera. Tubuhnya seketika berubah menjadi seorang putri yang cantik seperti semula. Purbararang pada suatu ketika menjenguk Purbasari. Melihat adiknya sudah kembali cantik membuatnya terkejut. Ia kemudian meminta untuk adu panjang rambut kepada sang adik. Hasilnya adalah rambut Purbasari ternyata adalah yang lebih panjang. Purbararang juga meminta Purbasari agar mau adu tampan dengan tunangannya. Purbasari kala itu menggandeng seekor kera yang sudah menemaninya hidup di hutan selama ini. Keajaiban terjadi pada kera yang tiba-tiba berubah menjadi seorang laki-laki yang sangat tampan. Bahkan ia lebih tampan dibandingkan dengan tunangan Purbararang sehingga adu tampan tunangan dimenangkan oleh Purbasari. Kemudian Purbararang meminta maaf kepada Purbasari dan mengakui kesalahannya. Setelah itu Purbasari akhirnya menjadi seorang pemimpin kerajaan warisan dari ayahnya yang bijaksana bersama lutung tersebut. Kakaknya juga sudah dimaafkan oleh Purbasari. Ia tidak berniat untuk memberikan hukuman kepada kakaknya tersebut. Bahkan kata balas dendam pada sang kakak tidak terbesit sedikit pun. Purbasari akhirnya sudah hidup dengan bahagia bersama dengan sang kekasih hatinya. Alue Naga Cerita Rakyat Alue Naga Zaman dahulu kala seseorang yang bernama Sultan Meurah datang berkunjung ke suatu daerah pedesaan yang lokasinya berada di pinggiran Kuta Raja. Banyak sekali rakyat yang mengeluh karena hewan ternaknya hilang. Bahkan gempa yang membahayakan orang-orang di sekelilingnya seringkali terjadi. Cerita tersebut membuat Raja memberikan perintah kepada Renggali untuk segera menyelidiki bukit. Seluruh bagian bukit di telusuri dan ia merasakan ada yang aneh pada bukit tersebut. Setelah itu ia menaiki bagian bukit yang tinggi dan munculnya air pada bagian bawah kakinya membuatnya merasa sangat heran. Suara permintaan maaf tiba-tiba saja terdengar. Renggali menanyainya dan ia mengakui bahwa suara tersebut berasal dari seekor naga sahabat ayahnya. Renggali sangat kaget ketika melihat bukit tersebut ternyata mirip dengan kepala ular yang tertimbun oleh semak belukar. Naga tersebut meminta Sultan Alam agar datang bertemu dengannya. Renggali akhirnya menceritakan semua kejadian tersebut kepada Sultan Meurah dan mereka berdua berangkat menuju ke bukit tersebut. Sesudah mereka sampai di sana, naga menceritakan kejadian yang sebenarnya. Ia meminta untuk di hukum, tetapi sang anak tidak mau menghukumnya. Kemudian sang naga dibebaskan. Mereka mencoba untuk mencari pedang yang ditusukkan pada bagian tubuhnya. Sultan meminta sang naga untuk kembali ke tempat asalnya yaitu di laut sesudah pedang tersebut lepas. Naga dengan isak tangis mulai menggeser tubuhnya menuju ke laut secara perlahan. Hal ini mengakibatkan terbentuknya sebuah alur sungai kecil serta dipenuhi oleh rawa-rawa dengan genangan air di sekelilingnya. Peristiwa ini membuat Sultan memberi nama wilayah tersebut dengan Alue Naga. Rawa Pening
Cerita Rakyat Rawa Pening
Zaman dahulu hidup seorang wanita yang bernama Endang di sebuah yaitu Desa Ngasem. Ia sedang dalam keadaan hamil. Namun, yang ia lahirkan bukanlah seorang bayi melainkan seekor naga yang diberi nama Baru Klinting. Ia bisa berbicara seperti halnya manusia biasa. Suatu ketika, sang anak bertanya tentang keberadaan ayahnya dan sang ibu akhirnya menceritakan kejadian yang sesungguhnya. Ia diberi klinting sebagai bukti bahwa ia merupakan anak dari ayahnya. Ia segera menemui ayahnya yang sedang melakukan pertapaan. Kemudian, klinting pemberian dari ibunya ia tunjukkan. Namun, ayahnya masih belum yakin dan menginginkan ia melakukan sesuatu yaitu dengan memintanya melingkari sebuah gunung. Baru Klinting pun akhirnya menunjukkan bahwa ia mampu melakukannya. Mengetahui hal tersebut sang ayah percaya dan mengakuinya sebagai anak. Sang ayah meminta Baru Klinting untuk bertapa. Suatu waktu, para warga sedang mencari-cari hewan yang bisa dijadikan santapan untuk pesta. Tetapi mereka tidak juga menemukannya. Akhirnya mereka memutuskan untuk menangkap Baru Klinting yang sedang bertapa dan ingin menjadikannya sebagai santapan pesta. Arwah dari Baru Klinting berubah menjadi seorang anak kecil yang nampak begitu kumal. Ia datang menuju ke pesta tersebut ingin meminta makanan tapi malah diusir. Kemudian ia bertemu dengan seorang nenek yang sangat baik hati dan mau memberinya makanan. Ia mempunyai pesan kepada nenek supaya ketika nenek mendengar suara gemuruh segera menyiapkan sebuah lesung. Sesudah itu, ia kembali lagi ke tempat pesta tersebut dan yang terjadi adalah ia diusir lagi. Ia menantang para warga untuk mencabut pedang yang sudah ia tancapkan sebelumnya. Tidak ada satu orang pun yang bisa mencabut pedang tersebut sampai pada akhirnya ia mencabut pedang tersebut sendiri. Seketika munculah air yang akhirnya menggenangi desa tersebut. Seluruh warga desa ikut tenggelam kecuali seorang nenek yang sudah baik hati menolongnya. Nah, itulah cerita tentang asal mula terbentuknya rawa pening. Cerita Rakyat Sangkuriang Cerita Rakyat Sangkuriang Dikisahkan terdapat seorang anak yang bernama Sangkuriang di sebuah desa. Ia sering pergi menuju ke hutan untuk melakukan perburuan. Suatu ketika, ia melihat seekor burung yang sedang bertengger di pohon. Kemudian ia menembaknya dan tepat terkena sasaran. Tumang disuruhnya untuk mengambilnya tetapi Tumang melaksanakan perintahnya. Hal ini tentu saja membuat Sangkuriang menjadi marah dan tidak membolehkan Tumang untuk ikut pulang. Sesudah sampai di rumah, ia menceritakan kejadian tersebut kepada ibunya. Ibunya langsung marah-marah dan memukulnya. Hal inilah yang membuat Sangkuriang memutuskan untuk pergi dari rumah serta mengembara. Ibunya menyesal sudah melakukan hal tersebut kepada anaknya. Ia selalu berdoa supaya kelak dipertemukan kembali dengan anaknya. Doanya tersebut akhirnya dikabulkan dan ia diberikan wajah yang cantik serta awet muda. Setelah sekian lama mengembara, Sangkuriang kembali ke kampung halamannya. Melihat banyak perubahan yang terjadi di kampung halamannya membuatnya terkejut. Ketika di perjalanan ia bertemu dengan ibunya yaitu Dayang Sumbi. Namun, Sangkuriang tidak mengetahui bahwa wanita tersebut sebenarnya ibunya. Ia langsung melamar dan mengajak wanita tersebut menikah dengan persetujuan Dayang Sumbi tentunya. Suatu ketika Dayang Sumbi diminta oleh Sangkuriang untuk mengeratkan ikatan yang terdapat di kepalanya. Dayang Sumbi melihat bekas luka yang sama persis seperti yang ada di kepala anaknya. Sejak mengetahuinya, Dayang Sumbi ingin membuat gagal rencana pernikahan mereka. Ia mengatakan bahwa Sangkuriang merupakan anaknya dan Sangkuriang tidak mempercayai hal tersebut. Pada akhirnya Dayang Sumbi meminta 2 syarat agar dipenuhi oleh Sangkuriang. Kedua syarat tersebut yaitu membendung sungai Citarum serta membuat sampan yang harus selesai sebelum tiba fajar. Sangkuriang menuruti permintaan Dayang Sumbi dan meminta bantuan teman-temannya yaitu para jin untuk menyelesaikan apa yang diminta oleh Dayang Sumbi. Ia mengawasi kinerja dari Sangkuriang. Ia terkejut melihat Sangkuriang bisa menyelesaikan tantangan yang Dayang Sumbi berikan. Dayang Sumbi mencari cara. Ia meminta bantuan dari warga untuk menggagalkan apa yang dikerjakan oleh Sangkuriang. Ia beserta warga menggelar kain sutera yang berwarna merah di bagian sebelah timur kota. Jadi, seolah-olah waktu fajar sudah tiba. Karena tidak bisa menyelesaikan tantangannya, Sangkuriang merasa kecewa dan juga kesal. Kemudian bendungan yang sebelumnya sudah dibuat ia jebol. Timbulah banjir yang akhirnya menenggelamkan kota tersebut. Ia juga menendang sebuah sampan yang sudah berhasil dibuatnya. Sampan tersebut jatuh tertelungkup dan berubah menjadi gunung yaitu dengan nama gunung tangkuban perahu.