Pengarang: Ruhiyat S.
Tahun Terbit: 2013
Penerbit: Gerai Comics
Jumlah Halaman: 150 Halaman
Lutung Kasarung
Pada jaman dahulu, ada dua orang putri dari Kerajaan Pasundan. Mereka adalah
Praburarang dan Purbasari yang memiliki wajah sangat cantik serta berkulit putih.
Ia memutuskan untuk menemui nenek sihir agar mengutuk adiknya, Purbasari. Oleh
karenanya, wajah dan tubuh Purbasari berubah menjadi bertotol-totol hitam. Hal tersebut
kemudian dijadikan sebuah alasan untuk mengusirnya ke sebuah hutan, sehingga tahta
pun berhasil pindah ke tangan Praburarang.
Selama tinggal di hutan, Purbasari berteman dengan seekor kera berbulu hitam. Kera
tersebut bernama Lutung Kasarung. Ia sangat perhatian dan menyayangi Purbasari.
Untuk membantu Purbasari, Lutung bersemedi di tempat yang sepi pada saat bulan
purnama. Tidak lama kemudian, terciptalah sebuah telaga kecil yang berair sangat jernih.
Lutung pun meminta Purbasari mandi di telaga tersebut.
Mendengar hal tersebut, Praburarang merasa cemas. Ia khawatir jika adiknya merebut
kembali tahtanya. Kemudian, ia pun menghampiri adiknya dan mengajaknya beradu
untuk memperebutkan kursi raja.
Dahulu, ada seorang raja di Sulawesi Selatan yang memiliki tujuh orang putri.
Konon, jika memiliki 7 orang anak, salah satunya harus dipersembahkan kepada
seekor Rajawali Raksasa agar keluarga istana terhindar dari mala petaka.
Hal tersebut membuat sang raja sedih dan memutuskan untuk membuka
sayembara. Siapa saja yang berhasil menaklukan Rajawali, jika ia laki-laki maka
akan dinikahkan dengan salah satu putrinya. Apabila ia perempuan, maka akan
diangkat menjadi anggota keluarga.
Saat Rajawali Raksasa mendekat dan hendak memakan sang putri, datanglah
seorang pemuda yang menyelamatkannya dengan seutas tali dan badik. Ia
pun sukses menikam dan membunuh Rajawali. Sang putri pun akhirnya selamat
dan bisa kembali ke kerajaan dengan perasaan lega dan tenang.
Sayangnya, pemuda itu lantas pergi dan tidak datang untuk meminta upahnya.
Oleh karenanya, raja pun membuka kembali sayembara untuk menemukan
penakluk rajawali tersebut.
Oleh sebab itu, banyak sekali warga yang mengaku-ngaku telah menyelamatkan
sang putri. Untungnya, sang putri masih mengenali wajah laki-laki yang telah
menyelamatkannya. Ia pun berhasil menemukan penyelamatnya tersebut.
Kalaupun baginda raja ingin menikahkan kami, hamba ingin semua itu
berdasarkan permintaan sang putri.”
Sang putri pun mengatakan jika ia telah menyukai laki-laki tersebut sejak awal
bertemu. Pada akhirnya, mereka hidup bersama dan bahagia selamanya.
Judul Buku: Timun Mas
Pengarang: Okki Ardana Ardi
Tahun Terbit: 2013
Penerbit: MUZAMAAMAH Surabaya
Jumlah Halaman: 150 Halaman
Timun Mas
Di Jawa Tengah, hiduplah sepasang suami istri yang hidup sederhana tapi bahagia.
Hanya saja, mereka belum dikaruniai seorang anak. Setiap malam mereka berdoa
memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar diberikan momongan.
Hingga akhirnya mereka memutuskan untuk datang ke gua menemui raksasa. Konon,
raksasa tersebut bisa memberikan keturunan untuk pasangan suami tersebut.
Benar saja, selang beberapa saat setelah memohon, mereka diberikan sebuah biji-bijian
mentimun, yang nantinya akan tumbuh seorang anak didalamnya. Tetapi raksasa
memberikan satu syarat, jika nanti anak tersebut sudah berumur 17 tahun, raksasa akan
mengambilnya untuk dijadikan makanan.
Pasangan suami istri tersebut merawat pohon mentimun dengan kasih sayang.
Beberapa saat kemudian tumbuhlah buah timun berwarna keemasan. Setelah dibuka,
terdapat bayi cantik didalamnya dan mereka menamainya Timun Mas.
Tahun demi tahun berlalu, Timun Mas tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan
menawan. Ibu dari Timun Mas pun mulai khawatir, karena sebentar lagi anak
kesayangannya akan berusia 17 tahun dan pastinya raksasa jahat akan mengambilnya.
Untuk itu, ia berpesan pada Timun Mas untuk lari dari raksasa tersebut dan
memberinya sebuah benda ajaib dalam kantong. Benda tersebut adalah garam, cabai, dan
biji-bijian mentimun.
Pada saat raksasa mengejarnya, Timun Mas melemparkan benda ajaib tersebut secara
bergantian kepadanya . Hingga akhirnya, ia berhasil membunuh raksasa tersebut. Ia pun
kembali ke pelukan ibu dan ayahnya.
Judul Buku: Bawang Merah dan Bawang Putih
Pengarang: Okki Ardana Ardi
Tahun Terbit: 2013
Penerbit: MUZAMZAMAH Surabaya
Jumlah Halaman: 154 Halaman
Di sebuah desa, tinggallah seorang anak bernama Bawang Putih bersama dengan
ayahnya. Ibu Bawang Putih sudah meninggal sehingga sang ayah memutuskan untuk
menikah kembali. Sayangnya, ibu tiri dan saudara tirinya yang bernama Bawang Merah
selalu bersikap buruk kepada Bawang Putih.
Kejahatanya semakin menjadi-jadi ketika sang ayah meninggal dunia. Bawang putih
diperlakukan layaknya seorang asisten rumah tangga.
Pada suatu pagi, Bawang Putih sedang mencuci baju di sungai. Dikarenakan aliran
airnya terlalu deras, salah satu baju ibu tirinya pun hanyut.
Mengetahui hal tersebut, ibu tiri langsung memarahinya dan meminta Bawang Putih
untuk menemukannya. Dengan berat hati, ia pun menulusuri sungai untuk menemukan
baju ibunya. Ternyata baju tersebut ditemukan oleh seorang nenek.
Nenek tersebut akan memberikannya, tapi dengan syarat Bawang Putih harus
menemaninya selama satu minggu. Dengan senang hati, Bawang Putih menemani nenek
tersebut. Setiap hari ia membantunya merapikan dan merawat rumah.
Setelah satu minggu berlalu, nenek itu mengembalikan baju ibunya dan menawarkan
hadiah kepada Bawang Putih atas bantuannya merawat rumah. Hadiah tersebut berupa
labu siam besar dan kecil. Bawang putih memilih yang kecil karena tidak ingin
menyusahkan si nenek.
Setelah kembali ke rumah dan mebuka labu tersebut, ternyata isinya adalah emas-
emasan. Mengetahui hal itu, Bawang Merah memutuskan untuk kerumah nenek tersebut
dan meminta labu siam yang besar secara paksa.
Ia berharap jika labunya lebih besar, maka isi perhiasannya pun semakin banyak.
Namun, setelah labu tersebut dibuka yang muncul justru binatang buas.
Kisah Bawang Putih dan Bawang Merah yang merupakan salah satu dari kumpulan
cerita rakyat nusantara ini sangat cocok diceritakan pada anak Anda. Pasalnya, kisah ini
memiliki pesan moral yang mengajarkan pada anak untuk selalu bersikap baik.
Perbuatan yang jahat akan mendapatkan balasan yang setimpal. Seperti halnya
kelakuan Bawang Merah dan Ibu Tiri yang jahat kepada Bawang Putih. Pada akhirnya,
mereka mendapat hukuman yang setimpal atas perbuatannya.
Judul Buku: Telaga Bidadari
Pengarang: M. Rantissi
Tahun Terbit: 2012
Penerbit: Bintang Indonesia
Jumlah Halaman: 154 Halaman
Telaga Bidadari
Alkisah, ada seorang pemuda tampan bernama Awang Sukma yang tinggal di hutan. Ia
adalah penguasa daerah hutan tersebut.
Pada suatu hari, Awang mendengar suara wanita dari telaga. Ternyata di telaga
tersebut ada 7 orang bidadari cantik yang sedang mandi. Awang mengintip bidadari
tersebut dari balik semak-semak dan mengambil salah satu dari selendangnya.
Ketika selesai mandi, para bidadari tersebut mengambil selendangnya dan kembali ke
khayangan. Namun, si bungsu tidak bisa kembali karena selendangnya diambil oleh
Awang Sukma. Ia pun ditinggalkan oleh keenam kakaknya.
Saat itu, Awang keluar dari persembunyiannya dan membujuk si bungsu untuk tinggal
bersamanya. Karena takut sendirian, ia pun memutuskan tinggal bersama Awang.
Setelah lama tinggal bersama, mereka akhirnya memutuskan untuk menikah dan
dikaruniai satu orang anak. Kehidupan mereka sangatlah bahagia dan berkecukupan.
Namun, kebahagiaan itu mulai surut ketika si putri bungsu menemukan selendangnya
saat akan mengambil padi di lumbung.
Ia merasa sangat sedih dan kecewa atas kebohongan Awang selama ini. Dengan berat
hati, ia memutuskan untuk kembali ke khayangan dan meninggalkan Awang serta
anaknya. Namun, ia berjanji akan sering kembali ke bumi untuk menengok putri
kesayanganya.
Awang pun menyesal atas perbuatannya selama ini. Ia kini tinggal berdua dengan
anaknya dalam rasa penyeselan yang mendalam.
Judul Buku: Candi Prambanan
Pengarang: Ruhiyat S.
Tahun Terbit: 2011
Penerbit: Gerai Comics
Jumlah Halaman: 152 Halaman
Candi Prambanan
Dahulu kala, di desa Prambanan ada sebuah kerajaan yang dipimpin Prabu Baka. Ia
memiliki seorang putri cantik bernama Roro Jongrang.
Suasana saat itu sangat riuh, ayam jantan pun berkokok bersautan. Mendengar suara
itu, para roh halus segera meninggalkan pekerjaan karena khawatir jika matahari segera
terbit. Padahal, pada saat itu hanya kurang 1 candi untuk melengkapi seribu candinya.
Bandung Bondowoso sangat terkejut dan marah menyadari usahanya yang telah gagal.
Ia kemudian mengutuk Roro Jongrang menjadi sebuah arca.
Judul Buku: Gunung Bromo
Pengarang: T. Darmojo
Tahun Terbit: 2010
Penerbit:Khsarisma
Jumlah Halaman: 152 Halaman
Gunung Bromo
Alkisah, pada jaman dahulu hiduplah seorang pemuda bernama Joko Seger yang jatuh
hati kepada Roro Anteng. Mereka pun menjalin kasih dan memutuskan untuk segera
menikah. Sayangnya, niat tersebut terrhambat oleh orang jahat nan sakti yang ingin
merebut Roro Anteng.
Tetapi Roro tidak berani melakukan penolakan karena merasa khawatir jika terjadi hal
buruk yang mungkin akan dilakukan orang jahat tersebut. Gadis cantik itu pun kemudian
membuat sebuah persyaratan. Ia menyuruh orang sakti itu untuk membuat lautan di
Bromo dalam waktu semalam.
Sayangnya, pria jahat itu menyanggupinya dan berusaha membuat sumur di Gunung
Bromo menggunakan tempurung kelapa atau dalam bahasa Jawa disebut dengan batok.
Demi menggagalkan usahanya, Roro Anteng memukulkan alu padi untuk
membangunkan para ayam agar mereka segera berkokok.
Untungnya, usaha tersebut berhasil dan pria jahat itu pun kalah karena ia belum
berhasil membuat lautan. Itulah alasan kenapa Gunung Bromo berbentuk tumpul.
Merasa marah dan mengamuk, ia melemparkan batok kelapa yang digunakan dan
sekarang menjadi Gunung Batok. Setelah itu, Roro Anteng kembali ke pelukan Joko
Seger. Mereka pun hidup bahagia selamanya.
Judul Buku: Kawah Sikidang Dieng
Pengarang: Dewi Futhiawati
Tahun Terbit: 2015
Penerbit: Pemerintah Kabupaten Banjarnegara
Jumlah Halaman: 158 Halaman
Pada zaman dahulu, berdiri sebuah kerajaan nan mewah dan indah. Salah satu putri di
kerajaan tersebut bernama Shinta Dewi. Ia terkenal akan kecantikannya yang luar biasa
bak bidadari, sehingga banyak pangeran yang ingin mempersuntingnya.
Salah satu pangeran yang ingin melamarnya adalah Kidang Garungan. Pangeran
tersebut terkenal akan kekayaannya yang luar biasa, hampir semua kemewahan
dimilikinya. Selain itu, ia juga terkenal memiliki kesaktian.
Mengetahui akan hal tersebut, Putri Shinta Dewi pun setuju menikah dengan Kidang
Garungan. Meskipun sebelumnya Shinta belum pernah bertemu Kidang, ia tetap yakin
atas keputusannya untuk menikah dengan pangeran kaya raya tersebut.
Pada saat prosesi pernikahan tersebut akan dilangsungkan, Shinta Dewi terkejut
melihat wajah Pangeran Kidang. Walaupun berbadan sangat kuat dan tegar, ternyata
wajahnya menyerupai kepala kijang jantan.
Dalam hati, Shinta Dewi ingin menggagalkan pernikahan tersebut tetapi merasa
keputusannya itu akan mempengaruhi kejayaan kerajaanya. Oleh karena itu, Shinta
membuat persyaratan yang kiranya sulit untuk dilakukan oleh pangeran Kidang.
Permintaan itu adalah membuat sumur yang sangat dalam dan besar.
Namun, pangeran Kidang menyetujui hal tersebut. Dengan semangat yang menggebu,
ia berusaha membuat sumur yang besar tersebut. Ditengah usahanya, Shinta Dewi
memerintah para prajuritnya untuk menutup kembali lubang sumur itu dengan tanah.
Pangeran Kidang pun terkubur dalam tanah tersebut. Dengan kekuatannya yang luar
biasa, ia berusaha keluar dari timbunan tanah tersebut hingga menimbulkan getaran dan
permukaan tanah menjadi panas.
Tetapi, usahanya tersebut sia-sia, ia tidak sanggup lagi keluar dari timbunan tanah
tersebut. Tanah yang bergetar dan menyebabkan permukaanya menjadi panas tersebut
kemudian dinamakan dengan Kawah Sikidang.
Atas perbuatan jahat dari Shinta Dewi ke Pangeran Kidang, ia mendapatkan kutukan
berambut gimbal dan berwajah buruk rupa. Kutukan berambut gimbal tersebut tidak
hanya dialami oleh Shinta Dewi saja tetapi juga seluruh keturunannya.
Judul Buku: Danau Maninjau
Pengarang: AgusSri Danardana
Tahun Terbit: 2016
Penerbit: Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa
Jumlah Halaman: 155 Halaman
Danau Maninjau
Pada suatu hari, Giran dan Siti sedang pergi ke hutan untuk mencari obat untuk
kakaknya. Dalam perjalanan pulang, rok yang dikenakan Siti tersangkut kayu yang
berduri hingga sobek. Salah satu warga yang melihat kejadian tersebut menuduh mereka
berbuat hal memalukan dan melanggar etika adat.
Oleh karena itu, Giran dan Siti digiring warga untuk diadili. Sidang adat memutuskan
bahwa mereka bersalah dan sebagai hukumannya keduanya harus dibuang ke Kawah
Gunung Tinjau agar tidak membawa malapetaka bagi penduduk.
Giran berusaha menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi, namun tidak ada satu pun
warga yang memercayainya. Di puncak Gunung Tinjau, sebelum mereka dibuang ke
kawah, Giri berdoa kepada Allah. Dalam doa tersebut ia meminta Tuhan meletuskan
gunung sebagai tanda bahwa mereka tidak bersalah.
Tidak lama setelah kedua pasangan tersebut dibuang, terjadilah letusan dahsyat di
Gunung Tinjau. Hal itu menyebabkan gempa hebat dan menghancurkan seluruh
pemukiman penduduk.
Malin Kundang
Saat Malin Kundang mulai dewasa, ia memutuskan untuk pergi ke kota. Ia ingin
mengadu nasibnya di sana.Dengan berat hati, ibunya pun mengizinkan. Kini, ibunya
kembali menjadi perempuan tua yang kesepian. Setelah kepergian Malin, ibunya selalu
memikirkan keadaan anaknya itu. Ia jadi sakit-sakitan, sementara Malin tak pernah
mengirim kabar untuknya.
Hingga beberapa tahun kemudian, Malin berhasil mengubah nasib. Ia telah menjadi
saudagar yang kaya raya. Malin memiliki banyal kapal. Hidup Malin tak lagi susah.
Malin juga menikahi seorang perempuan bangsawan yang sangat cantik.
Suatu hari, Malin ingin melihat keadaan desanya. Sudah lama sekali ia tak pulang.
Malin pergi bersama istri dan banyak pekerjanya. Ia juga membawa banyak uang untuk
dibagi-bagikan kepada para penduduk.
Malin ketakutan. Ia memohon ampun kepada ibunya. Namun, ibunya sudah sangat
sakit hati. Seketika hujan turun sangat lebat, dan petir menyambar. Saat itu pula Malin
berubah menjadi batu.
Judul Buku: Cindelaras
Pengarang: Shendiane Rimandani
Tahun Terbit: 2014
Penerbit: Bintang Indonesia
Jumlah Halaman: 160 Halaman
Cindelaras
Jaka Tarub adalah seorang pemuda gagah yang memiliki kesaktian. Ia sering keluar
masuk hutan untuk berburu di kawasan gunung keramat. Di gunung itu terdapat sebuah
telaga. Tanpa sengaja, ia melihat dan kemudian mengamati tujuh bidadari sedang mandi
di telaga tersebut. Karena terpikat, Jaka Tarub mengambil selendang yang tengah
disampirkan milik salah seorang bidadari. Ketika para bidadari selesai mandi, mereka
berdandan dan siap kembali ke kahyagan. Salah seorang bidadari, karena tidak
menemukan selendangnya, tidak mampu kembali dan akhirnya ditinggal pergi oleh
kawan-kawannya karena hari sudah beranjak senja. Jaka Tarub lalu muncul dan berpura-
pura menolong. Bidadari yang bernama Nawangwulan itu bersedia ikut pulang ke rumah
Jaka Tarub karena hari sudah senja.
Singkat cerita, keduanya lalu menikah. Dari pernikahan ini lahirlah seorang putri yang
di. Sebelum menikah, Nawangwulan mengingatkan pada Jaka Tarub agar tidak sekali-
kali menanyakan rahasia kebiasaan dirinya kelak setelah menjadi isteri. Rahasia tersebut
adalah bahwa Nawangwulan selalu menanak nasi menggunakan hanya sebutir beras
dalam penanak nasi namun menghasilkan nasi yang banyak. Jaka Tarub yang penasaran
tidak menanyakan tetapi langsung membuka tutup penanak nasi. Akibat tindakan ini,
kesaktian Nawangwulan hilang. Sejak itu ia menanak nasi seperti umumnya wanita biasa.
Nawangwulan yang marah mengetahui kalau suaminya yang telah mencuri benda
tersebut mengancam meninggalkan Jaka Tarub. Jaka Tarub memohon istrinya untuk
tidak kembali ke kahyangan. Namun tekad Nawangwulan sudah bulat. Hanya saja, pada
waktu-waktu tertentu ia rela datang ke marcapada untuk menyusui bayi Nawangsih.
Jaka Tarub kemudian menjadi pemuka desa bergelar Ki Ageng Tarub, dan bersahabat
denganraja majapahit. Pada suatu hari mengirimkaneris pusaka Kyai Mahesa Nular
supaya dirawat oleh Ki Ageng Tarub.
Utusan menyampaikan tersebut bernama Ki Buyut Masahar dan bondan kejawan
anak angkatnya. Ki Ageng Tarub mengetahui kalau Bondan Kejawan sebenarnya putra
kandung Maka, pemuda itu pun diminta agar tinggal bersama di desa Tarub.
Sejak saat itu anak angkat Ki Ageng Tarub, dan diganti namanya menjadi Lembu
Peteng. Ketika Nawangsih tumbuh dewasa, keduanya pun dinikahkan.
Setelah Jaka Tarub meninggal dunia, menggantikannya sebagai Ki Ageng Tarub yang
baru. Nawangsih sendiri melahirkan seorang putra, yang setelah dewasa bernama Ki
Getas Pandawa.
Ki Ageng Getas Pandawa kemudian memiliki putra bergelaryang merupakan kakek
buyut