Anda di halaman 1dari 13

Dongeng Dari Jawa Barat : Legenda Ki Rangga Gading

Pada Zaman dahulu, disaat kota Tasik masih berupa “dayeuh” (kota) Sukapura,
hidpulah seorang bernama Ki Rangga Gading. Dia dikenal sebagai orang yang sangat
sakti. Namun sayang kesaktiannya itu dipergunakan untuk merampok dan mencuri. Ki
Rangga Gading tidak pernah tertangkap, karena ia bisa merubah tubuhnya menjadi
binatang, pohon, batu, atau air.
Pada suatu hari, Ki Rangga Gading mencuri kerbau sebanyak lima ekor. Pencurian itu
sengaja dilakukannya pada siang hari untuk pamer kesaktian. Warga sekampung pun
beramai-ramai memburunya. Karena ketinggian ilmu Ki Rangga Gading, ia mengubah
kaki-kaki kerbau menjadi terbalik, sehingga jejak telapak kaki kerbau berlawanan arah.
Warga yang mengikuti jejak itu tertipu. Mereka semakin menjauh dari kerbau-kerbau
itu.
Warga memutuskan mengejar ke pasar. Sebab Ki Rangga Gading pasti akan menjual
kerbau itu ke pasar. Tetapi dasar Ki Rangga Gading, ia mengubah tanduk kerbau yang
tadinya melengkung ke atas menjadi ke bawah. Kulit kerbaunya yang tadinya hitam
diubah menjadi putih. Maka, selamatlah ia dari kejaran massa dan polisi negara yang
akan menangkapnya.
Tersiar kabar, di Karangmunggal terdapat tanah keramat. Tanah itu mengandung
emas. Lahan itu dijaga oleh polisi negara dan para tua-tua kampung agar tidak
diganggu. Mendengar kabar itu, Ki Rangga Gading jadi tergiur ingin memilikinya. Ia
segera naik ke atas pohon kelapa. Setelah sampai di atas, dibacoknya pelepah kelapa
yang diinjaknya. Dengan ilmunya, pelepah itu terbang melayang menuju
Karangmunggal.

Sampai di Karangmunggal, Ki Rangga Gading mengubah dirinya menjadi seekor


kucing agar tidak diketahui oleh polisi negara dan tua-tua kampung. Tentu saja para
penjaga tertipu. Kucing jelmaan Ki Rangga Gading itu tenang-tenang saja mengeruki
tanah yang mengandung emas itu. Kemudian dimasukkan ke dalam karung yang
dibawanya. Setelah karungnya terisi penuh, Ki Rangga Gading segera terbang
menggunakan pelepah yang tadi ditungganginya menuju ke kampung tempat
persembunyiannya.
Sebelum tiba di kampungnya, ia turun ingin berjalan kaki. Di tempat yang sepi, ia
istirahat sambil membuka hasil curiannya. Lalu ia mengambil segenggam dan
ditaburkan supaya tempat itu menjadi keramat. Sampai saat ini tempat itu dikenal
dengan nama Salawu, berasal dari kata sarawu (segenggam).
Kemudian Ki Rangga Gading melanjutkan perjalanan. Saat merasa lelah, ia beristirahat.
Karung yang berisi tanah emas digantungkan pada dahan pohon. Sampai sekarang
tempat itu terkenal dengan nama Kampung Karanggantungan terletak di Kecamatan
Salawu. Nama itu berasal dari kata tanah Karangmunggal digantungkan.
Ki Rangga Gading melanjutkan perjalanan lagi. Setelah lama berjalan, ia mulai banyak
berkeringat. Ia berhenti untuk mandi dulu di suatu mata air. Karung yang dibawanya
digantungkan lagi. Tapi karung itu berayun-ayun terus (guntal-gantel) tak mau diam.
Sampai sekarang kampung itu dikenal dengan nama Kampung Guntal Gantel.
Ketika Ki Rangga Gading sedang asyik mandi, tiba-tiba di hadapannya telah berdiri
seorang tua. Wajahnya bercahaya dan menggunakan sorban serta jubah putih, ia
seorang ulama yang tinggi ilmunya. Sambil tersenyum orang tua itu berkata, “Sedang
apa Rangga Gading, tiduran di atas tanah sambil telanjang, seperti anak kecil saja?”
Ki Rangga Gading terkejut, Ia sangat malu dan mendadak badannya merasa lemas tak
berdaya. Ia memelas, “Duh Eyang ampun, tolonglah saya Eyang, saya lemas, tidak
tahan Eyang, saya tobat, saya ingin jadi murid Eyang.” Sejak saat itu Ki Rangga Gading
menjadi santri di Pesantren Guntal Gantel.
Pada suatu ketika, Pesantren Guntal-Gantel tertimbun tanah longsor akibat gempa
bumi. Waktu itu, ulama dan santri-santrinya sedang tilem (tidur). Konon, mereka
menjadi kodok. Sebab itu tempat tersebut sangat angker, dan dinamakan
“Bangkongrarang” berasal dari kata tanah yang dibawa dari karang dan loba bangkong
(banyak katak).
Sampai saat ini “Bangkongrarang” dan “Guntal Gantel” masih ada, tetapi hanya berupa
tumpukan pasir di tengah sawah yang luas. Barang siapa berani masuk dan menginjak
lahan itu akan merasakan akibatnya. Bila ada burung terbang melintasi lahan itu, ia
akan jatuh dan mati seketika. Bila bulan puasa tiba, di tengah malam saatnya sahur,
sering terdengar sayup-sayup dari tempat itu bunyi beduk. Jangan heran sebab itu
adalah suara beduk santri-santri dari Pesantren Guntal-Gantel yang tilem dan dipimpin
oleh Ki Rangga Gading.

Pesan moral dari Dongeng Dari Jawa Barat : Legenda Ki Rangga Gading adalah gunakan ilmu
mu untuk hal yang bermanfaat, maka akan banyak orang yang menghargaimu dan membuatmu
menjadi orang yang bahagia.
Dongeng dari Jawa Barat : Purbasari dan Purbararang
Dahulu di Jawa Barat, hiduplah seorang raja. Dia mempunyai dua orang putri. Si
sulung bernama Purbararang, sedangkan adiknya bernama Purbasari.
Suatu hari, raja memilih Purbasari untuk menjadi ratu. Purbararang merasa iri dan
kesal. "Harusnya aku yang menjadi ratu!" kata Purbararang.
Purbararang lalu menyuruh penyihir untuk mengutuk Purbasari. Seluruh tubuh
Purbasari penuh dengan bisul berwarna hitam.
"Aku takut penyakit Purbasari akan menular, Ayah. Sebaiknya Ayah usir dia dari
istana," kata Purbararang. Akhirnya, raja terpaksa mengusir Purbasari ke hutan.
Selama di hutan, Purbasari berteman dengan banyak hewan. Salah satu temannya
adalah seekor lutung. Lutung itu berwarna hitam.
Purbasari memberinya nama Lutung Kasarung. Lutung Kasarung selalu menemani
Purbasari ke manapun ia pergi.
Suatu malam, Lutung Kasarung menyuruh Purbasari mandi di sebuah telaga. Purbasari
pun menurut.
Ketika sedang mandi, hal ajaib terjadi. Bisul di seluruh badannya tiba-tiba hilang. Kini,
Purbasari sudah sembuh. Dia kembali ke gubuknya dengan gembira.
Sesampainya di gubuk, Purbasari terkejut. Dia melihat ada Purbararang di situ.
Purbararang kesal karena Purbasari sudah cantik lagi seperti semula.
"Syukurlah penyakit kulitmu sudah sembuh. Tapi, seorang ratu harus memiliki suami
yang tampan. Mana calon suamimu?" tanya Purbararang.

Purbasari kebingungan. Lalu, dia menarik Lutung Kasarung, "Ini calon suamiku," kata
Purbasari.
Mendengar hal itu, Purbararang tertawa. "Apa? Calon suamimu seekor monyet?"
katanya.
Tiba-tiba, Lutung Kasarung berubah menjadi seorang pangeran tampan. Ternyata,
selama ini dia juga dikutuk. Kutukannya akan hilang kalau ada putri yang mau
menikah dengannya.
Akhirnya, Purbararang meminta maaf pada Purbasari. Purbasari pun mau memaafkan
kakaknya. Mereka lalu pulang ke istana dengan bahagia.
Pesan moral dari Dongeng dari Jawa Barat adalah saling menyayangi. Kita harus menyayangi
saudara. Dengan kasih sayang, hidup kita menjadi damai dan bahagia.
Cerita Rakyat : Lutung Kasarung
Prabu Tapa Agung mempunyai dua orang putri, bernama Purbararang dan Purbasari.
Suatu hari, raja memutuskan untuk menunjuk Purbasari menjadi ratu. Keputusan itu
membuat Purbararang marah. Muncul rasa dengki dalam hati Purbararang. Ia berniat
mencelakakan purbasari. Ia pun pergi menemui seorang penyihir. Penyihir itu
memantrai Purbasari sehingga wajah dan sekujur tubuhnya berbintik-bintik hitam.
Karena takut menulari seluruh penghuni kerajaan, sang Raja terpaksa mengasingkan
Purbasari ke dalam hutan. Selama di hutan, Purbasari berteman dengan hewan, salah
satunya dengan seekor kera berbulu hitam. Purbasari menamai kera itu Lutung
Kasarung.

Setiap harinya, Lutung Kasarung menghibur Purbasari. Suatu malam, Lutung


Kasarung menyuruh Purbasari untuk mandi di suatu danau. Purbasari menurut. Tiba-
tiba, kulitnya menjadi bersih seperti semula.
Sementara itu di istana, Purbararang memutuskan untuk melihat kondisi adiknya Ia
kaget melihat adiknya kembali seperti semula. Ia pun marah dan berkata, "Seorang ratu
harus mempunyai suami yang tampan. Mana calon suamimu?"
Purbasari kebingungan. Akhirnya, ia menarik tangan Lutung Kasarung. Tiba-tiba,
Lutung Kasarung berubah menjadi seorang pangeran tampan. Sadar telah berbuat
kesalahan, Purbararang mengakui kesalahannya dan meminta maaf. Purbasari pun
memaafkan kakaknya. Setelah kejadian itu, Purbasari kembali menjadi seorang ratu.

Baca juga dongeng lain selain Kumpulan Cerita Rakyat Jawa Barat terbaik pada posting berikut
ini kumpulan cerita rakyat nusantara dan kumpulan cerita rakyat Indonesia.
Cerita Rakyat Telaga Warna : Putri Angkuh dan Kalung Permata

Di Jawa Barat, ada sebuah telaga yang diberi nama Telaga Warna. Pada saat cuaca
sedang cerah, telaga ini akan memantulkan warna- warni yang indah. Konon, Telaga
Warna berasal dari air mata Ratu Purbamanah.
Ratu Purbamanah dan Raja Suwartaiaya adalah pemimpin Kerajaan Kutatanggeuhan di
Jawa Barat. Mereka memerintah dengan arif dan sangat dicintai rakyatnya.
Mereka mempunyai seorang putri yang cantik, yaitu Gilang Rukmini. Orangtuanya
sangat memanjakan Gilang Rukmini, karena ia adalah anak satu- satunya. Hal ini
membuat Gilang Rukmini bersifat kurang baik. la akan marah dan bertindak kasar jika
keinginannya tidak dipenuhi. Walau begitu, orangtua dan rakyat tetap menghargai dan
menyayanginya.
Ketika bagi Gilang Rukmini berusia 17 tahun, Raja mengadakan pesta untuknya. la
mengundang seluruh rakyat untuk datang. Rakyat pun memusyawarahkan hadiah
yang akan diberikan kepada sang Putri. Mereka mengumpulkan uang dan memanggil
seorang pengrajin perhiasan yang terkenal. Lalu, jadilah sebuah kalung bertahta
permata warna-warni yang sangat indah.
Pesta di mulai, ketika Raja dan Ratu muncul untuk menyapa rakyatnya, mereka segera
disambut dengan gembira oleh rakyat. Begitupun ketika Gilang Rukmini muncul.
Rakyat pun memberikan hadiah yang mereka siapkan. Raja Suwartalaya membuka
hadiah tersebut dan menemukan sebuah kalung yang sangat indah.
"Putriku saying, pakailah kalung ini, hadiah tanda cinta rakyat kepadarnu," kata Raja
kepada putrinya.
"Kalung ini sangat cantik, Nak. Pakailah, kalau tidak rakyat akan kecewa," ujar Ratu
Purbamanah.
Gilang Rukmini menatap hadiah kalung itu dengan wajah sebal, "Apa yang indah dari
kalung ini, Ibunda? Bentuknya sangat kampungan dan tidak menarik. Aku malu
memakainya!" Lalu, ia menghempaskan kalung tersebut ke lantai, sehingga butir butir
permatanya tercecer.
Semua tercengang melihat sikap Gilang Rukmini. Tiba-tiba terdengar suara tangis Ratu
Purbamanah. la sangat sedih dengan sikap anaknya yang angkuh itu. Tangisnya sangat
memilukan hati. Air mata sang Ratu terus mengalir. Karena derasnya air math itu,
terbentuklah genangan. Tiba tiba juga, muncullah mata air di halaman istana, makin
lama genangan semakin tinggi dan akhinya menenggelamkan seluruh Kerajaan
Kutatanggeuhan menjadi sebuah telaga yang sangat indah.
Pada hari yang cerah, telaga itu memantulkan warna-warni yang indah yang konon
berasal dari ceceran kalung Gilang Rukmini yang masih berada di dasar telaga.
Pesan moral dari Cerita Rakyat Telaga Warna : Putri Angkuh dan Kalung Permata adalah
janganlah menjadi orang sombong karena hal itu akan di benci oleh orang lain. Selain itu
hargailah jerih payah orang lain.
Dongeng Anak Sunda : Asal Usul Indramayu
Indramayu adalah sebuah kabupaten di Jawa Barat. Ada beberapa versi mengenai
sejarah nama Indramayu ini. Salah satunya diambil dari kisah Raden Wiralodra. Raden
Wilarodra adalah anak Tumenggung Gagak Singalodra yang bermukim di daerah
Banyuurip, Bagelen, Jawa Tengah. Suatu saat, Raden Wiralodra ingin mengembangkan
wilayah di sekitar Sungai Cimanuk.
Kemudian, wilayah ini berkembang pesat di bawah kepemimpinan Roden Wiralodra.
Tak puas di sana, ia ingin mengembangkan daerah kekuasaannya ke daerah Sumedang.
Saat itu, Sumedang dipimpin oleh seorang adipati. Dengan kesaktiannya, Raden
Wiralodra mengubah dirinya menjadi seorang perempuan yang cantik jelita bernama
Nyi Endang Dharma Ayu. Kecantikan perempuan ini membuat Adipati Sumedang
terpikat dan berniat melamarnya.
"Aku akan menerima lamaranmu jika kau memberikan aku tanah seluas kulit kerbau.”
ujar Nyi Endang Dharma Ayu.
Adipati Sumedang pun memenuhinya. Ketika gulungan kulit kerbau tersebut digelar,
secara ajaib ternyata kulit itu membentang luas dari Begelen ke Sumedang.
Setelah menikah, Nyi Endang Dharma Ayu kembali ke wujudnya semula menjadi
seorang laki-laki, yaitu Raden Wiralodra. Nama Endang Dharma Ayu kemudian
berubah menjadi Dermayu dan lama-kelamaan menjadi Indramayu yang dijadikan
sebagai nama daerah tersebut.

Catatan dari Dongeng Anak Sunda : Asal Usul Indramayu adalah Indramayu merupakan
daerah di Pantai Utara, sebelah barat Cirebon.
Dongeng Situ Bagendit - Cerita Rakyat Situ Bagendit dari Jawa Barat

Zaman dahulu kala, di sebuah desa yang terletak di Jawa Barat, hiduplah seorang
perempuan kaya bernama Nyai Bagendit. Semenjak suaminya meninggal, Nyai
Bagendit mendapat warisan berupa kekayaan yang berlimpah. Sayangnya, hal tersebut
membuat Nyai Bagendit menjadi kikir dan congkak.
Nyai Bagendit paling senang mengadakan pesta dan gemar memamerkan harta benda
dan perhiasannya kepada warga sekitar. Namun, ia tidak pernah mau membantu
warga yang sedang kesulitan. Setiap kali warga datang meminta bantun, Nyai Bagendit
menolaknya dengan angkuh. Warga sangat tidak menyukai perangai Nyai Bagendit.
Namun, mereka tidak bisa berbuat apa pun juga.
Suatu hari, Nyai Bagendit kembali menyelenggarakan pesta. la pun mulai
memamerkan kekayaan dan perhiasannya kepada tamu yang hadir. Tiba-tiba,
datanglah pengemis dengan pakaian compang-camping clan kotor.
"Nyai, tolong beri hamba makanan sedikit saja," kata pengemis tersebut.
Nyai Bagendit sangat marah dan mengusir pengemis itu, "Pergilah kau dari rumahku,
pengemis kotor!" Pengemis itu pun pergi dengan perasaan sedih.
Keesokan harinya, di desa itu terjadi sesuatu yang aneh. Tiba-tiba, di sebuah jalan di
desa tersebut ditemukan sebuah tongkat yang tertancap di tanah. Tidak ada satupun
dapat mencabut tongkat itu, walaupun sudah mencobanya beramai-ramai. Akhirnya,
datanglah pengemis yang sebelumnya diusir oleh Nyai Bagendit. la mencabut tongkat
tersebut.
Setelah dicabut, mengalirlah air dari tempat tersebut. Makin lama semakin deras.
Karena takut tenggelam, para penduduk segera mengungsi mencari tempat yang aman.
Nyai Bagendit tidak mau meninggalkan rumahnya walaupun air semakin tinggi. la
tidak mau meninggalkan rumahnya yang penuh dengan harta dan perhiasan. la pun
tenggelam bersama rumah dan isinya. Tempat tersebut berubah menjadi sebuah danau
yang kemudian dinamakan Situ Bagendit.

Pesan moral dari Dongeng Situ Bagendit - Cerita Rakyat Situ Bagendit adalah keserakahan
pada harta benda akan mencelakakan diri kita. Bantulah orang disekitarmu yang membutuhkan,
dimasa yang akan datang saat dirimu sedang kesulitan maka Tuhan akan membantumu.
Dongeng Dongeng Sunda : Asal Usul Pantai Karang Nini
Aki Ambu dan Nini Arga Piara adalah sepasang suami istri yang sudah tua renta.
Mereka tidak dikarunia anak, tetapi hidup saling menyayangi dan setia satu sama lain.
Setiap hari menjelang malam, Aki Ambu pergi ke laut untuk memancing ikan dan baru
pulang pada pagi harinya. Suatu ketika, Aki Ambu terlihat kurang sehat, sehingga Nini
Arga Piara melarang Aki Ambu untuk melaut.
"Aki tidak apa-apa, Nini. Biarkan Aki pergi mencari ikan. Persediaan makan kita sudah
mau habis. Kalau Aki tidak melaut, kita tidak punya makanan besok " ujar Aki Ambu.
Meskipun telah dilarang oleh istrinya, Aki Ambu tetap ingin pergi. Akhirnya, Nini
Arga Piara melepaskan Aki pergi.
“Hati-hati ya Ki, kalau rasanya tidak kuat lebih baik pulang saja." pesannya kepada Aki
Ambu.
Aki Ambu pun berangkat ke laut dan mulai memancing ikan. Namun, sampai tengah
malam tak satu pun ikan ia dapat.
Sementara itu, Nini Arga gelisah menunggu suaminya di rumah. Sampai pagi ketika
ayam berkokok, Aki Ambu belum juga pulang. Akhirnya, Nini pergi ke pantai
mencoba mencari suaminya. Usahanya sia-sia. la tak menemukan Aki Ambu. Hari
berikutnya, Nini Arga dibantu warga mencari Aki Ambu. Namun, tetap saja Aki Ambu
tidak ditemukan.
Lalu, Nini Arga duduk di pantai sambil menangis.
“Ya Tuhan, hamba mohon pertemukanlah hamba dengan suami hamba," tangisnya.
Tuhan mengabulkan permintaannya.
Tiba-tiba, di hadapannya dari dalam laut muncullah sebentuk batu karang
mengambang di hadapannya. Bersamaan dengan itu terdengarlah suara gaib.
"Nini Arga, batu yang mengambang itu adalah penjelmaan suamimu. Jadi, jangan
mencari suamimu lagi."
Nini Arga menangis sejadi-jadinya. la tidak menyangka akan berpisah dengan
suaminya seperti ini. Sambil terus menangis, ia berdoa kepada Tuhan.
"Ya Tuhan, hamba sangat mencintai suami hamba. Biarkanlah kami bersama
selamanya. Ubahlah hamba menjadi seperti suami hamba."
Tiba-tiba langit mendung dan petir menyambar. Tubuh Nini Arga pun berubah
menjadi batu karang yang berhadapan dengan batu terapung perwujudan Aki Ambu.
Oleh masyarakat sekitar batu karang tersebut dinamakan Karang Nini dan batu yang
letaknya terapung perwujudan Aki Ambu dinamakan Bale Kambang, karena letaknya
di atas perairan.

Pesan moral dari Dongeng Dongeng Sunda : Asal Usul Pantai Karang Nini adalah kebaikan
yang kalian sebarkan kepada orang lain akan berbuah kebaikan untukmu dimasa yang akan
datang.
Kumpulan Dongeng Sunda - Asal Usul Girilawungan

Pada jaman dahulu ada sebuah kerajaan di Jawa Barat yang dipimpin oleh Raja Giri
Layang. Dalam mengelola negeri, ia dibantu oleh adik perempuannya bernama Putri
Giri Larang. Mereka berdua memerintah kerajaan dengan bijaksana dan rakyatnya
sejahtera.
Suatu saat, Putri Giri Larang meminta izin kepada kakaknya untuk merantau mencari
ilmu. Dengan penuh sayang, Raja Giri Layang merangkul adik perempuannya, “Jika itu
memang keinginanmu, Kanda mengizinkannya. Kanda akan berdoa semoga kau
mendapatkan apa yang kau mau. Namun, ingatlah pesan Kanda, pergilah ke arah
timur dan jangan pernah melewati perbatasan."
Putri Girl Larang pun memulai perjalanannya. la berjalan kaki ke arah timur melewati
hutan, gunung, lembah, dan berbagai macam rintangan. Setelah berbulan-bulan
berjalan, ia tiba di sebuah hutan belantara. Ketika sedang melepas Ielah, Putri Giri
Larang menemukan sebuah telaga bening yang dikelilingi oleh taman yang sangat
indah.
“Indah sekali tempat ini, siapakah yang menbuatnya?" guman Putri Giri Larang.
Melihat kejernihan air telaga, Putri Giri Larang akhirnya memutuskan untuk mandi
sambil melepaskah Ielah.
la tidak menyadari bahwa ada seseorang yang memerhatikannya dari semak-semak.
Orang tersebut adalah seorang patih dari sebuah kerajaan di Jawa yang bertugas
merawat telaga tersebut. Telaga itu adalah tempat permandian raja-raja Jawa setelah
selesai berburu.
Patih itu teringat bahwa rajanya belum mempunyai istri. Gadis cantik tersebut dirasa
cocok untuk mendampingi Sang Raja. Lalu, patih itu dengan sengaja mengambil
selendang Putri Giri Larang. Melihat selendangnya diambil, Putri Giri Larang segera
mengejar pencuri pakaiannya.
“Hei Siapa kau? Kembalikan pakaianku!"
Patih sengaja memperlambat larinya agar sang putri mengikutinya. Sampailah mereka
di dalam Istana Raja. Melihat seorang putri yang cantik jelita itu, Raja langsung jatuh
hati.
"Putri yang cantik. Aku sedang mencari seorang permaisuri untukku, maukah kau
menjadi istriku?"
Tiba-tiba, Putri Giri Larang merasakan tubuhnya lemah dan kekuatannya hilang. la
teringat pesan kakaknya agar tidak melewati perbatasan clan kini ia telah
melanggarnya. Dengan terpaksa, ia menerima lamaran Sang Raja.
"Aku bersedia menjadi istrimu dengan satu syarat, jangan pernah mau tahu atau
mencampuri urusan perempuan."
Raja setuju dan mereka pun menikah. Lalu, Putri Giri Larang mengandung. Suatu hari,
Putri Girl Larang hendak menanak nasi. Setelah menutup tempat menanak nasi ia pun
pergi untuk mandi. Ketika ditinggal untuk mandi, suaminya datang ke dapur. Sang raja
ingin tahu apa yang sedang dimasak istrinya. Betapa terkejutnya ia, ternyata isi tempat
menanak nasi tersebut hanyalah sebatang padi.
Ketika mengetahui bahwa masakannya telah dilihat oleh suaminya, Putri Giri Larang
sangat marah.
"Kakanda telah melanggar perjanjian kita ketika menikah," katanya kepada suaminya.
Lalu, ia kembali ke istana kakaknya.
Raja Giri Layang sangat senang adiknya kembali.
"Maafkan, Kanda! Adinda telah melanggar pesan, Kanda," kata Putri Giri Larang
sambil menangis.
"Sudahlah Dinda, sekarang kau harus banyak beristirahat, karena kau sedang
mengandung."
Beberapa waktu setelahnya, Putri Giri Larang melahirkan seorang bayi laki-laki yang
diberi nama Adipati Jatiserang. Putri Giri Layang sangat khawatir jika suatu saat, ayah
Jatiserang akan datang dan berniat mengambilnya.
Kemudian, Raja Giri Layang berunding dengan patihnya, yaitu Patih Endang Capang
dan para menterinya. Mereka sepakat untuk bersembunyi di dalam kulah, yaitu lubang
besar di bawah tanah. Raja Giri Layang memerintahkan untuk membuat empat buah
kulah sebagai tempat persembunyian keluarga kerajaan. Raja Giri Layang memutuskan
bersembunyi bukan karena tidak sanggup menghadapi tentara kerajaan lain yang akan
datang menyerang, ia hanya tak ingin rakyat mereka menjadi korban.
Tidak lama kemudian, datanglah pasukan dari kerajaan seberang yang dipimpin oleh
dua orang patih, yaitu Patih Mangkunagara dan Patih Surapati. Mereka bermaksud
menjemput paksa Putri Giri Larang dan putranya. "Kami mencari raja kalian," kata
kedua patih itu pada Patih Endang Capang.
"Maaf Tuan, Putri Giri Larang dan Raja Girl Layang telah wafat. Sementara itu, putra
Giri Larang, yaitu Adipati Jatiserang sedang berguru ke negeri seberang."
"Kami tidak percaya!" seru mereka.
Kemudian, Patih Endang Capang membawa pasukan tersebut ke lokasi kulah. Mereka
melihat empat gundukan tanah yang menyerupai makam. Karena masih tidak percaya,
kedua patih tersebut memerintahkan pasukannya untuk menggali makam tersebut.
Namun, ketika hendak menggali tiba-tiba semuanya jatuh lemas. Kekuatan mereka
terisap oleh kekuatan Putri Giri Larang dan Raja Giri Layang yang sedang bersembunyi
di bawah tanah itu.
Patih Mangkunagara dan Patih Surapati memerintahkan untuk menghentikan usaha
mereka menggali makam.
"Lebih balk kita jangan pulang, karena malu rasanya jika kita pulang tanpa hasil. Lebih
balk sekarang kita ngalawung saja di sini, karena aku yakin mereka bersembunyi di
sekitar sini," kata Patih Mangkunagara.
Arti kata ngalawung adalah duduk bertemu atau berhadapan. Untuk mengenang
peristiwa tersebut, daerah itu dinamakan Girilawungan yang kini dikenal dengan nama
Babakan Jawa.

Pesan Moral dari Kumpulan Dongeng Sunda - Asal Usul Girilawungan adalah tepatilah janji
yang telah kita ucapkan. Melanggar janji hanya akan membawa keburukan bagi kita dan
menghilangkan kepercayaan orang lain terhadap kita.
Cerita Rakyat Bandung : Asal Usul Nama Bandung

Bandung adalah ibukota Provinsi Jawa Barat. Mengapa dinamakan kota Bandung? Ada
beberapa pendapat mengenai asal usul nama tersebut.
Nama Bandung berasal dari kata “bendung" atau "bendungan". Dahulu kala, Sungai
Citarum terbendung oleh lava yang berasal dari Gunung Tangkuban Perahu.
Akibatnya, daerah antara Padalarang hingga Cicalengka (± 30 kilometer) dan daerah
antara Gunung Tangkuban Parahu hingga Soreang (± 50 kilometer) terendam air dan
menjadi sebuah telaga besar yang kemudian dikenal dengan sebutan "Danau Bandung"
atau "Danau Bandung Purba".
Menurut penelitian, Danau Bandung lama-kelamaan surut. Di bekas daerah danau
tersebut, berdirilah pemerintahan kabupaten Bandung. Jadi, secara historis asal-muasal
nama Bandung itu berasal dari Danau Bandung.
Pendapat lain mengatakan bahwa kata Bandung berasal dari nama sebuah kendaraan
air yang digunakan oleh Bupati Bandung, R.A. Wiranatakusumah II. Kendaraan
tersebut terdiri dari dua perahu yang diikat berdampingan yang disebut perahu
bandung. Saat itu, R.A. Wiranatakusumah II melayari Citarum dalam mencari tempat
kedudukan kabupaten yang baru untuk menggantikan ibukota yang lama di
Dayeuhkolot.

Catatan dari Cerita Rakyat Bandung : Asal Usul Nama Bandung adalah bandung merupakan
tempat penyelenggaraan ktt asia afrika untuk pertama kali pada Tanggal 18 April 1955.
Dongeng Tangkuban Perahu - Cerita Rakyat Indonesia Sangkuriang

Pada jaman dahulu kala, di sebuah kerajaan di Jawa Barat, hiduplah seorang putri raja
yang sangat cantik jelita bernama Dayang Sumbi. la sangat gemar menenun.
Suatu hari, ketika sedang menenun, benang tenunnya menggelinding keluar rumah.
Gadis itu berucap, "Ah, benangku jauh sekali jatuhnya. Siapa pun yang menggambilkan
batang tenunku, kalau ia perempuan akan kuangkat sebagai saudara. Kalau laki-laki, ia
akan menjadi suamiku."
Tiba-tiba, datanglah seekor anjing membawakan benang miliknya. Anjing tersebut
bernama si Tumang. Dayang Sumbi pun terpaksa memenuhi janjinya. Mereka pun
menikah. Ternyata, si Tumang adalah titisan dewa yang dikutuk menjadi binatang dan
dibuang ke Bumi.
Waktu berlalu, Dayang Sumbi pun hamil dan melahirkan seorang anak laki-laki yang
tampan yang diberi nama Sangkuriang. Suatu hari, Dayang Sumbi menyuruh
Sangkuriang untuk berburu mencari hati kijang. Sangkuriang pun berangkat ke hutan
ditemani si Tumang.
Setelah berburu sepanjang hari, Sangkuriang tak mendapatkan seekor kijang pun. la
juga kesal, karena si Tumang tidak membantunya berburu. Sangkuriang marah, lalu
memanah si Tumang, sehingga anjing itu mati. Sangkuriang mengambil hati si Tumang
dan membawanya pulang.
Dayang Sumbi tidak percaya bahwa hati yang dibawa anaknya adalah hati seekor rusa.
Akhirnya, Sangkuriang mengakui bahwa hati yang dibawanya adalah hati si Tumang.
Betapa murka Dayang Sumbi, tanpa sadar la memukulkan gayung yang dipegangnya
kepala Sangkuriang hingga menimbulkan bekas di kepala anak itu.
Sangkuriang kesal, lalu pergi meninggalkan rumah. Dayang Sumbi menyesali
perbuatannya. Dengan perasaan sedih, ia mengasingkan diri. Kesungguhannya dalam
bertapa, membuat para dewa menganugrahkannya kecantikan abadi.
Tahun berganti tahun. Sangkuriang tumbuh menjadi pemuda yang tampan dan gagah,
selain itu dia juga memiliki berbagai ilmu kesaktian karena berguru dengan beberapa
pertapa sakti. Suatu hari, ketika sedang mengembara, ia sampai di suatu tempat dan
bertemu dengan seorang gadis cantik dan mempesona. la adalah Dayang Sumbi.
Mereka saling jatuh cinta tanpa tahu bahwa mereka adalah ibu dan anak. Sangkuriang
pun hendak meminangnya.
Ketika mendekati hari pertunangan, Sangkuriang bermaksud pergi berburu. Ketika
akan mengikatkan kain di kepala calon suaminya, Dayang Sumbi melihat bekas luka
yang sama dengan bekas luka anaknya. la sangat terkejut dan yakin bahwa calon
suaminya adalah anak kandungnya.
Dayang Sumbi segera mencari akal untuk menggagalkan pernikahannya. la
mengajukan persyaratan, yaitu membendung Sungai Citarum dan membuatkan
sampan yang besar. Kedua syarat ini harus diselesaikan sebelum fajar. Sangkuriang
menyanggupinya.
Sangkuriang pun meminta bantuan para makhluk ghaib untuk menyelesaikan tugas
itu. Sebelum fajar menyingsing, Sangkuriang telah hampir menyelesaikan persyaratan
itu. Dayang Sumbi panik. la meminta perempuan desa menumbuk padi. Ayam jago
pun berkokok, karena mengira fajar telah datang. Para makhluk ghaib yang datang
membantu Sangkuriang pun ketakutan.
Sangkuriang sangat kesal. Usahanya gagal sudah. Dengan marah ia menjebol tanggul
yang telah hampir selesai dibuatnya. Akibatnya, terjadilah banjir yang melanda seluruh
desa.
Sampan yang juga telah jadi pun ia tendang, sehingga terlempar jauh dan terbalik.
Sampan besar itu lama-kelamaan berubah menjadi sebuah gunung yang kemudian
diberi nama Gunung Tangkuban Parahu yang artinya perahu terbalik.
Pesan moral dari Dongeng Tangkuban Perahu - Cerita Rakyat Indonesia Sangkuriang adalah
janganlah berbohong dan menipu untuk kepentingan diri sendiri. Selain itu jangan memaksakan
kehendak kita kepada orang lain.

Anda mungkin juga menyukai