Anda di halaman 1dari 20

TES WAWASAN

KEBANGSAAN
BAHASA INDONESIA
KARYA SASTRA
A. Cerita Rakyat
1. Pengertian Cerita Rakyat
Cerita rakyat adalah salah satu karya sastra berupa cerita yang lahir, hidup, berkembang
pada beberapa generasi dalam masyarakat tradisional dan disebarkan secara lisan di antara
kolektif tertentu dalam kurun waktu yang cukup lama. Cerita rakyat merupakan ekspresi
budaya suatu masyarakat yang berhubungan langsung dengan berbagai aspek seperti nilai-
nilai sosial, agama, kepercayaan, dan sejarah.

Pada umumnya cerita rakyat berbentuk dongeng seperti legenda, fabel, pelipur lara, mite,
atau sage. Tokoh-tokohnya diwujudkan dalam bentuk binatang, manusia, atau dewa yang
kesemuanya disifatkan seperti manusia. Cerita rakyat sangat digemari oleh masyarakat
karena dapat dijadikan pelipur lara dan suri teladan yang mengandung nilai-nilai dan pesan
moral.
2. Karakteristik atau Ciri-Ciri Cerita Rakyat
a. Lisan
Cerita rakyat berkembang secara lisan dari satu generasi ke generasi yang lebih muda
sehingga seringkali ceritanya mendapat variasi, cerita yang sama diceritakan dalam versi
yang berbeda.

b. Anonim
Nama pencipta pertama kali sudah tidak diketahui sehingga cerita rakyat menjadi karya
kolektif atau milik bersama.

c. Bersifat tradisional
Hidup dalam suatu kebudayaan, bercerita tentang daerah dengan menggunakan bahasa
daerah masing-masing yang kaya akan nilai-nilai luhur.

d. Pralogis
Tidak sesuai dengan logika atau ilmu pengetahuan. Misalnya, Gunung Tangkuban
Perahu terjadi dari perahu yang tertelungkup dalam Sangkuriang, cerita rakyat dari Jawa
Barat.

e. Klise
Isi cerita terdapat bentuk-bentuk klise dalam susunan dan cara pengungkapannya.

f. Fungsi Pendidikan, moral, dan hiburan


Cerita rayat dijadikan sebagai media pendidikan, pengajaran moral, dan hiburan.
3. Jenis-Jenis Cerita Rakyat
Cerita rakyat berbentuk dongeng, yakni cerita tentang makhluk khayali. Tokohtokohnya
memiliki kebijaksanaan atau kekuatan untuk mengatur masalah manusia dengan segala
macam cara.
Pembagian dongeng menurut jenisnya adalah sebagai berikut.
a. Fabel adalah dongeng yang biasanya menggunakan tokoh binatang yang berkelakuan
seperti manusia serta mengandung suatu ibarat, hikmah, atau ajaran budi pekerti.
Contoh: Kancil yang Cerdik, Bayan Budiman.

b. Legenda adalah dongeng yang isinya tentang tokoh, peristiwa, atau tempat tertentu yang
mencampurkan fakta, historis, dan mitos. Legenda dikaitkan dengan keunikan atau
keajaiban alam. Legenda juga bercerita tentang asal-usul dunia tumbuh-tumbuhan,
binatang, dan tempat.
1.) Cerita asal-usul dunia tumbuh-tumbuhan. Contoh: Asal-usul padi dari Dewi Sri. Asal-
usul tandan jagung berlubang karena ditombak oleh pohon gandung.
2.) Cerita asal-usul binatang. Contoh: asal-asul sapi bergelambir karena sewaktu mandi
bajunya tertukar dengan baju kerbau yang besar.
3.) Cerita asal-usul terjadinya tempat. Contoh nama Gunung Tengger konon diambil dari
nama Rara Anteng dan Joko Seger, Gunung Tangkuban Perahu di Bandung Utara
konon berasal dari perahu yang tertelungkup di tendang Sangkuriang, asal-usul
Banyuwangi, Surabaya, Minangkabau, dsb.

c. Sage adalah dongeng yang bersifat legendaris tentang pahlawan, keluarga yang terkenal,
atau petualangan yang mengagumkan. Sage isinya mengandung unsurunsur sejarah.
Contoh: Damarwulan, Terjadinya Kota Majapahit.

d. Mite adalah dongeng yang bertokoh makhluk yang luar biasa, dewa-dewa, atau makhluk
lain yang dianggap mempunyai sifat kedewaan, mengisahkan peristiwaperistiwa yang
tidak rasional, dan sakral. Contoh: Cerita Gerhana, Nyi Loro Kidul, dsb.

e. Pelipur lara adalah dongeng yang menceritakan kebodohan atau perilaku seseorang yang
penuh kejenakaan atau lelucon. Contoh: Pak Pandir, Pak Belalang, Si Lebai Malang, Si
Kabayan, dsb.

4. Menemukan Hal-Hal yang Menarik tentang Tokoh dan Latar Cerita Rakyat
Tokoh dan latar merupakan unsur intrinsik yang terdapat dalam cerita fiksi, termasuk di
dalam cerita rakyat. Unsur intrinsik lainnya yang terdapat dalam cerita rakyat, yaitu tema,
alur, sudut pandang, amanat, penokohan, perwatakan, dan gaya bahasa.
Dalam pembelajaran kali ini, kita akan menemukan hal-hal yang menarik tentang tokoh dan
latar di dalam cerita rakyat. Oleh karena itu, terlebih dahulu kita harus mengetahui konsep
dasar dari tokoh, latar, dan hal-hal yang menarik dari cerita rakyat.
a. Tokoh
Tokoh adalah pelaku di dalam cerita. Dilihat dari fungsi, tokoh dibedakan atas dua:
1.) tokoh protagonis adalah tokoh utama yang diceritakan biasanya berkarakter baik di
dalam cerita dan berfungsi menimbulkan simpati.
2.) tokoh antagonis adalah tokoh yang berfungsi menimbulkan konflik atau lawan dari
protagonis.

b. Hal–hal yang menarik tentang tokoh dalam cerita rakyat


Tokoh dalam cerita rakyat bisa berupa manusia atau hewan. Hal yang menarik tentang
tokoh manusia misalnya tokoh berkarakter bodoh, tetapi sering beruntung atau tokoh
yang berharap berlebihan, tetapi selalu kesusahan, dsb. Hal yang menarik tentang tokoh
hewan misalnya tokoh buaya dapat dibodohi kancil, kura-kura memenangkan lomba adu
lari dengan kancil, tokoh ikan yang berasal dari manusia. Hal-hal yang menarik tentang
tokoh tergantung persepsi pembaca.
c. Latar
Latar adalah segala tempat, waktu, dan suasana terjadinya lakuan dalam suatu cerita.

d. Hal-hal yang menarik tentang latar dalam cerita rakyat


Latar terdiri dari tiga, yakni latar tempat, waktu, dan suasana. Hal menarik dari latar
tempat misalnya tempat tidak ada di kehidupan nyata. Hal yang menarik dari latar waktu
misalnya kejadian tidak bisa ditentukan kapan terjadinya cerita. Hal menarik dari latar
suasana misalnya suasana yang tidak karuan antara senang, sedih, bercampur dengan
ketakutan, dsb.

Beberapa contoh cerita rakyat:


a. Sumatra: Sabai nan Aluih, Si Pahit Lidah, toba, Maninjau, Si Malin Kundang, Batu
Menangis.
b. Jakarta: Si Pitung dan Nyai Dasima.
c. Jawa barat: Lutung Kasarung, Si Kabayan, Sangkuriang.
d. Jawa Tengah: Roro Mendut, Jaka Tingkir, Roro Jongrang, Ajisaka.
e. Jawa Timur: Suramenggolo.
f. Bali: Jayaprana dan Layonsari, Desa Trunyan.
5. Menemukan Hal-Hal yang Menarik tentang Tokoh dan Latar dalam Cerita Rakyat
Sumatra Utara, Danau Toba

a. Cerita rakyat Danau Toba yang sudah dinaskahkan

Danau Toba

Pada zaman dahulu, hiduplah seorang pemuda tani, yatim piatu, di bagian utara
Pulau Sumatra. Daerah tersebut sangatlah kering. Pemuda itu hidup dari bertani
dan mendurung ikan, hingga pada suatu hari ia mendurung sudah setengah hari
ia melakukan pekerjaan itu, tetapi tak satu pun ikan didapatnya.

Akhirnya, dia pun bergegas pulang karena hari pun mulai larut malam, namun
ketika ia hendak pulang ia melihat seekor ikan yang besar dan indah, warnanya
kuning emas. Ia pun menangkap ikan itu dan dengan segera ia membawa pulang
ikan tersebut, sesampainya di rumah karena sangat lapar maka ia hendak
memasak ikan itu.

Akan tetapi, karena indahnya ikan itu, dia pun mengurungkan niatnya untuk
memasak ikan itu, ia lebih memilih untuk memeliharanya lalu ia menaruhnya di
sebuah wadah yang besar dan memberi makan, keesokan harinya seperti
biasanya ia pergi bertani ke ladangnya, dan hingga tengah hari ia pun pulang ke
rumah dengan tujuan hendak makan siang, tetapi alangkah terkejutnya dia, ketika
melihat rumahnya, di rumahnya telah tersedia masakan yang siap untuk dimakan.
Pemuda itu pun terheran-heran lalu teringat pada ikannya karena takut dicuri
orang. Dengan bergegas, ia lari ke belakang untuk melihat ikan yang
dipancingnya semalam. Ternyata ikan tersebut masih berada di tempatnya, lama
ia berpikir siapa yang melakukan semua itu, tetapi karena perutnya sudah lapar,
akhirnya ia pun menyantap dengan lahapnya masakan tersebut.

Dan kejadian ini pun terus berulang-ulang, setiap ia pulang makan, masakan
tersebut telah terhidang di rumahnya. Hingga pemuda tersebut mempunyai
siasat untuk mengintip siapa yang melakukan semua itu, keesokan harinya dia
pun mulai menjalankan siasatnya, Ia pun mulai bersembunyi di antara pepohonan
dekat rumahnya. Lama ia menunggu, namun asap di dapur rumahnya belum juga
terlihat, dan ia pun berniat untuk pulang karena telah bosan lama menunggu,
tetapi begitu ia akan keluar dari persembunyiannya, Ia mulai melihat asap di
dapur rumahnya, dengan perlahan-lahan ia berjalan menuju ke belakang
rumahnya untuk melihat siapa yang melakukan semua itu.
Alangkah terkejutnya dirinya ketika ia melihat siapa yang melakukan semua itu,
Dia melihat seorang wanita yang sangat cantik dan ayu berambut panjang.
Dengan perlahan-lahan ia memasuki rumahnya, dan menangkap wanita tersebut
lalu ia berkata, “Hai, wanita, siapakah engkau, dan dari mana asalmu?”
Wanita itu tertunduk diam dan mulai meneteskan air mata, lalu pemuda itu pun
melihat ikannya tak lagi berada di dalam wadah. Ia pun bertanya pada wanita itu,
“Hai, wanita kemanakah ikan yang di dalam wadah ini?”
Wanita itu pun semakin menangis tersedu-sedu, tetapi pemuda itu terus
memaksa dan akhirnya wanita itu pun berkata, “Aku adalah ikan yang kau
tangkap kemarin.”
Pemuda itu pun terkejut, karena pemuda itu merasa telah menyakiti hati wanita
itu maka pemuda tsb berkata, “Hai, wanita maukah engkau menjadi Istriku?”,
Wanita itu terkejut , dia hanya diam dan tertunduk lalu si pemuda berkata
“Mengapakah engkau diam !”
Lalu wanita itu pun berkata, “Aku mau menjadi istrimu, tetapi dengan satu
syarat.” “Apakah syarat itu,” balas pemuda itu dengan cepat bertanya. Wanita itu
berkata,
“Kelak jika anak kita lahir dan tumbuh, janganlah pernah engkau katakan bahwa
dirinya adalah anakni Dekke (anaknya ikan)”.
Pemuda itu pun menyetujui persyaratan itu dan bersumpah tidak akan
mengatakannya lalu menikahlah mereka. Hingga mereka mempunyai anak yang
berusia 6 tahunan. Anak itu sangatlah nakal dan tak pernah mendengar jika di
nasehati.

Suatu hari sang ibu menyuruh anaknya untuk mengantar nasi ke ladang ke tempat
ayahnya. Anak itu pun pergi mengantar nasi kepada ayahnya, tetapi di tengah
perjalanan ia terasa lapar. Ia pun membuka makanan yang dibungkus untuk
ayahnya dan memakan makanan itu. Setelah selesai memakannya, kemudian ia
pun membungkusnya kembali dan melanjutkan perjalanannya ke tempat sang
ayah, sesampainya di tempat sang ayah ia memberikan bungkusan tersebut
kepada sang ayah dengan sangat senang ayahnya menerimanya, lalu ayahnya pun
duduk dan segera membuka bungkusan nasi yang dititipkan istrinya kepada
anaknya. Alangkah terkejutnya ayahnya melihat isi bungkusan itu yang ada hanya
tinggal tulang ikan saja.
Sang ayah pun bertanya kepada anaknya, “Hai anakku, mengapa isi bungkusan ini
hanya tulang ikan belaka?”
Anaknya nya pun menjawab, “Di perjalanan tadi perutku terasa lapar jadi aku
memakannya.”
Sang ayah pun emosi, dengan kuat ia menampar pipi anaknya sambil berkata “Botul
maho anakni dekke (betul lah engkau anaknya ikan),”
Sang anak pun menangis dan berlari pulang kerumah. Sesampainya dirumah
anaknya pun menanyakan apa yang di katakan ayahnya,“Mak, olo do na di dokkon
amangi, botul do au anakni dekke (mak benarnya yang dikatakan ayah itu,
benarnya aku ini anaknya ikan)?”
Mendengar perkataan anaknya, ibunya pun terkejut sambil meneteskan air mata
dan berkata di dalam hati, “Suami ku telah melanggar sumpahnya, dan sekarang
aku harus kembali ke alamku,”
Maka, langit pun mulai gelap, petir pun menyambar-nyambar, hujan badai pun
mulai turun dengan derasnya, sang anak dan ibu raib, dari bekas telapak kaki
mereka muncul mata air yang mengeluarkan air sederasderasnya, hingga daerah
tersebut terbentuk sebuah danau, yang diberi nama Danau Tuba (Toba) yang
berarti danau tak tahu belas kasih.

b. Hal-hal yang menarik tentang tokoh dalam Danau Toba


1.) Tokoh pemuda, seorang peladang yang yatim piatu, menangkap ikan untuk dimakan
dan dapat satu ekor setelah menunggu sangat lama karena ikan hasil tangkapannya
terlalu bagus tidak jadi dimasak, tetapi dipelihara.
2.) Tokoh perempuan berasal dari ikan dipersunting sang pemuda dengan bersumpah
tidak membocorkan asal usul perempuan tersebut.
3.) Anak laki-laki seorang manusia dari hasil pernikahan manusia (ayahnya) dan ikan yang
menjadi manusia (ibunya).

Catatan:
Dalam versi ini Danau Toba berasal dati kata Tuba ‘tak tahu belas kasih’. Pada versi yang
lain pemuda itu bernama Toba dan anaknya bernama Samosir. Tokoh perempuan
berubah menjadi ikan kembali yang mendiami Danau dari asal nama suaminya Toba dan
Samosir sang anak berubah menjadi pulau Samosir yang berada di tengah Danau Toba.

c. Hal-hal yang menarik tentang latar dalam Danau Toba


1.) Latar waktu: Tidak diketahui kapan peristiwa itu terjadi, ditandai dengan kata pada
zaman dahulu.
2.) Latar tempat: kejadian di bagian utara Pulau Sumatra (Sumatra Utara) di sebuah desa
yang tidak disebut namanya dengan kondisi tanahnya kering. Tidak ada nama
tempat menangkap ikan, sungai, danau, atau laut.
3.) Latar suasana: menegangkan. Maka, langit pun mulai gelap, petir pun menyambar-
nyambar, hujan badai pun mulai turun dengan derasnya, sang anak dan ibu raib,
dari bekas telapak kaki mereka muncul mata air yang mengeluarkan air sederas-
derasnya hingga daerah tersebut terbentuk sebuah danau yang diberi nama Danau
Tuba (Toba) yang berarti danau tak tahu belas kasih.
B. Hikayat
1. Pengertian Sastra Melayu Klasik
Sastra Melayu Klasik adalah sastra lama yang lahir pada masyarakat lama atau tradisional,
yakni suatu masyarakat yang masih sederhana dan terikat oleh adat istiadat. Sastra Melayu
klasik masuk ke Indonesia bersamaan dengan masuknya agama Islam pada abad ke-13.
Sastra Melayu klasik termasuk bagian dari karya sastra Indonesia yang dihasilkan antara
tahun 1870—1942, yang berkembang di lingkungan masyarakat Sumatra seperti Langkat,
Tapanuli, Minangkabau, dan daerah Sumatra lainnya.

2. Pengertian Hikayat
Hikayat berasal dari bahasa Arab hikayah ‘kisah’, yaitu jenis prosa dalam sastra Melayu lama
yang berisikan cerita fiksi, riwayat, sejarah, atau kisah kerajaan. Kisah tersebut menceritakan
kehebatan, kepahlawanan, kesaktian, dan keanehan orang ternama seperti raja, putera-
puteri raja, dan orang-orang suci. Hikayat berfungsi untuk menimbulkan jiwa kepahlawanan,
mendidik, dan sebagai hiburan.

Contoh Hikayat:

a. Cerita tentang masyarakat seperti Hikayat si Miskin (Melayu) dan Hikayat Malin
Dewa, Hikayat Aceh (Aceh)
b. Epos dari India seperti Hikayat Sri Rama
c. Dongeng-dongeng dari Jawa seperti Hikayat Pandawa Lima dan Hikayat Panji
Simirang (Jawa);
d. Cerita-cerita Islam seperti Hikayat Nabi Bercukur dan Hikayat Raja Khaibar
e. Sejarah dan biografi seperti Hikayat Raja-Raja Pasai dan Hikayat Abdulla, Hikayat Abu
Nawas (Arab)

3. Mengidentifikasi Karakteristik dan Unsur Intrinsik Hikayat


a. Karakteristik Hikayat
Karakteristik atau ciri-ciri hikayat berikut ini.
1.) Istanasentris, yaitu kisah-kisah tentang kehidupan lingkungan istana.
2.) Anonim, yaitu tidak diketahui siapa penulisnya.
3.) Bersifat statis artinya begitu-begitu saja baik dalam bentuk maupun tema.
4.) Bersifat khayal atau fantastis.
5.) Bersifat tidak logis.
6.) Banyak menggunakan kata-kata klise yang sekarang ini tidak lazim digunakan dalam
komunikasi sehari-hari.
7.) Menggunakan bahasa Melayu, contoh: Syahdan (selanjutnya, lalu), arkian (sesudah
itu, kemudian dari itu), hatta (lalu, sudah itu lalu, maka), Duli (kata hormat bila
bercakap dengan raja).
b. Unsur-Unsur Intrinsik Hikayat

1.) Tema
Tema merupakan pokok penceritaan, yaitu gagasan, ide, ataupun pikiran utama di
dalam karya sastra yang terungkap atau tidak. Tema dalam hikayat menyangkut
masalah agama, kepercayaan, adat istiadat, pandangan hidup, pendidikan sosial,
dan pencitraan.
2.) Tokoh
Tokoh merupakan individu rekaan yang berperan dalam cerita. Secara sederhana,
tokoh disebut pelaku cerita. Tokoh dibedakan menjadi empat.
a.) Tokoh protagonis ialah tokoh yang memegang peran pimpinan dalam cerita atau
disebut tokoh utama dan disukai pembaca karena sifatsifatnya. Terbagi dua:
tokoh utama dan tokoh pendamping.
b.) Tokoh antagonis ialah tokoh penentang utama dari protagonis. Istilah lain tokoh
lawan.
c.) Tokoh tritagonis ialah tokoh di antara protagonis dan antagonis yang meleraikan
konflik kedua tokoh tersebut. Tokoh tritagonis disebut tokoh pelerai.
d.) Tokoh sampingan ialah tokoh yang mempunyai peranan sebagai pembantu.
3.) Penokohan
Penokohan adalah cara pengarang menampilkan tokoh-tokoh dalam cerita sehingga
dapat diketahui karakter atau sifat dari tokoh. Dengan penokohan dapat diketahui
peran tokoh dalam cerita seperti protagonis (tokoh baik), antagonis (tokoh jahat),
dan tritagonis (tokoh bijak). Dalam hal penokohan hikayat terdapat beberapa
peristiwa yang merupakan wadah pertentangan antara tokoh yang baik dan tokoh
yang jahat. Umumnya tokoh yang baik yang akan memperoleh kemenangan dan
yang jahat akan kalah.
4.) Latar (Setting)
Latar adalah segala keterangan mengenai tempat, waktu, dan suasana. Latar tempat
atau ruang adalah latar yang mengacu pada lokasi terjadinya peristiwa yang
diceritakan. Latar waktu adalah latar yang mengacu pada kapan terjadinya
peristiwa, misalnya, pukul berapa, hari apa, tanggal, bulan, dan tahun berapa,
peristiwa sejarah, bahkan zaman tertentu. Latar suasana adalah salah satu unsur
intrinsik yang berkaitan dengan keadaan psikologis yang timbul dengan sendirinya
bersamaan dengan jalan cerita. Misalnya suasana menyenangkan, menyeramkan,
dan menyedihkan. yaitu lingkungan yang berhubungan dengan aspek yang luas.
Latar dapat berupa tempat dan waktu di mana sebuah peristiwa itu terjadi.
5.) Alur (Plot)
Alur adalah jalinan peristiwa di dalam karya sastra untuk mencapai efek tertentu.
Pautannya dapat diwujudkan oleh hubungan temporal (waktu) dan hubungan
kausal (sebab-akibat). Alur merupakan rangkaian peristiwa yang direka dan dijalin
dengan saksama yang menggerakkan jalan cerita melalui rumitan (komplikasi) ke
arah klimaks dan penyelesaian. Jenis alur ada tiga, yaitu alur maju (linear), alur
mundur (flashback), dan alur campuran.
6.) Amanat
Amanat adalah pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca.
Di dalam hikayat, amanat ini biasanya tersurat.

4. Menemukan Nilai-Nilai yang Terkandung di dalam Hikayat


Karya sastra senantiasa mengandung nilai (value). Nilai itu dikemas dalam wujud struktur
karya sastra, yang secara implisit terdapat dalam alur, latar, tokoh, tema, dan amanat.

Berikut adalah nilai yang terkandung dalam karya sastra itu.


a. Nilai hedonik adalah nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada
pembaca.
b. Nilai artistik adalah nilai yang dapat memanisfetasi suatu seni atau keterampilan dalam
melakukan suatu pekerjaan.
c. Nilai kultural adalah nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang
mendalam dengan suatu masyarakat, peradaban, atau kebudayaan.
d. Nilai etis, moral, agama, adalah nilai-nilai yang memberikan atau memancarkan petuah
atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, dan agama. Nilai-nilai termasuk nilai
pendidikan.
e. Nilai praktis adalah nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan dalam
kehidupan nyata sehari-hari.

Nilai-nilai dalam hikayat

HAK Emogani
Hedonik-Artistik-Kultural-Etis-Moral-Agama-nilai praktis
5. Mengidentifikasi Unsur-Unsur Intrinsik dan Nilai-Nilai yang Terdapat dalam
Hikayat Jaya Langkara.
a. Naskah Hikayat Jaya Langkara

Hikayat Jaya Lengkara

Tersebut cerita seorang raja yang terlalu besar kerajaannya, Saeful Muluk
namanya, Ajam Saukat nama kerajaannya. Adapun raja ini telah berkawin dengan
Putri Sukanda Rum. Tetapi oleh karena permaisurinya tidak beranak, ia berkawin
dengan Putri Sukanda Bayang-Bayang. Hatta, berapa lamanya, Puteri Sukanda
Bayang-Bayang pun beranak anak kembar yang diberi nama Makdam dan
Makdim. Permaisuri takut kehilangan kasih sayang raja sama sekali, lalu berdoa
meminta anak. Doanya dikabulkan. Hatta, berapa lamanya, ia pun beranaklah
seorang anak laki-laki yang terlalu baik rupanya. Anak itu ialah Jaya Langkara.
Adapun semasa Jaya Langkara jadi itu, negeri pun terlalu makmur, makanan
murah dan banyak pedagang yang datang pergi. Segala ahli nujum, hulubalang,
dan rakyat sekalian juga mengucap syukur kepada Allah.

Syahdan raja menyuruh anaknya yang lain, Makdam dan Makdim pergi
bertanyakan nasib Jaya Langkara pada seorang kadi. Kadi itu meramalkan bahwa
Jaya Langkara akan menjadi raja besar yang terlalu banyak sakti dan segala raja-
raja besar tiada yang dapat melawannya dan segala margasatwa juga tunduk
kepadanya dengan khidmat. Mendengar ramalan yang demikian dari seorang
kadi, Makdam dan Makdim pun menjadi sakitlah hatinya. Mereka berdusta
kepada ayahanda mereka dengan mengatakan, jikalau Jaya Langkara ada dalam
negeri, negeri akan binasa, beras padi juga akan menjadi mahal. Raja termakan
fitnah ini dan membuang Jaya Langkara dengan bundanya dari negeri.

Naga Guna menyelamatkan Jaya Langkara. Bersama-sama mereka akan pergi ke


negeri Peringgi. Jaya Langkara menewaskan seorang ajar-ajar dan memaksanya
masuk Islam. Dengan bantuan raja jin yang sudah masuk Islam, ia membebaskan
Makdam dan Makdim dari penjara. Ratna Kasina dan Ratna Dewi dikawinkan
dengan Makdam. Bunga Kumkuma putih juga sudah diperolehnya.

Mangkubumi Mesir coba mengambil bunga itu dari Jaya Langkara dan
ditewaskan. Jaya Langkara mengampuni dia, bila mendengar sebabsebab ia ingin
mendapatkan bunga itu. Jaya Langkara pergi ke Mesir dan memohon supaya
puteri Ratna Dewi dikawinkan dengan Makdim. Permohonannya diterima dengan
baik oleh raja Mesir. Bersama–sama dengan Ratna Kasina, Jaya Langkara
berangkat ke negeri Ajam Saukat dan menyembuhkan penyakit raja yang tak lain
adalah ayahnya. Selang berapa lamanya, Jaya Langkara kembali ke hutan untuk
mencari bundanya. Ratna Kasina menyusul tidak lama kemudian karena tidak
tahan diganggu oleh Makdam dan Makdim yang sudah ke negeri Ajam Saukat.
Karena berahi mereka akan putri Ratna Kasina, Makdam dan Makdim coba
membunuh Jaya Langkara. Naga guna menyelamatkan dan membawanya
bersamasama dengan Puteri Ratna Kasina ke negeri Madinah. Raja Madinah
sangat bergembira. Jaya Langkara dikawinkan dengan puteri Ratna Kasina. Raja
Madinah sendiri juga berkawin dengan bunda Jaya Langkara. Hatta, berapa
lamanya. Jaya Langkara pun menjadi raja, Negeri Madinah pun terlalu makmur
dan besar kerajaannya. Segala raja besar pun menghantar upeti ke Madinah
setiap tahun.

(Sumber: immpatas.blogspot.com)

b. Mengidentifikasi unsur-unsur intrinsik dan nilai-nilai di dalam Hikayat Jaya Lengkara

1.) Unsur-unsur intrinsik Hikayat Jaya Lengkara


a.) Tema:
Agama dengan subtema persaingan seperti petikan berikut.
Naga Guna menyelamatkan Jaya Langkara. Bersama-sama mereka akan pergi
ke negeri Peringgi. Jaya Langkara menewaskan seorang ajar-ajar dan
memaksanya masuk Islam. Dengan bantuan raja jin yang sudah masuk Islam,
ia membebaskan Makdam dan Makdim dari penjara.
b.) Tokoh dan Penokohan:
Tokoh utama adalah Jaya Langkara (protagonis), tokoh pendamping Makdam
dan Makdim (antagonis). Naga Guna dan Raja Madinah (tritgonis). Tokoh
sampingan: Saiful Muluk (Raja Ajam Saukat), Putri Sukanda Rum, Putri Sukanda
Bayang-Bayang, seorang Kadi (peramal), Ratna Dewi, Ratna Kasina.

Makdam dan Makdim sosok protagonis seperti petikan berikut:


Mereka berdusta kepada ayahanda mereka dengan mengatakan, jikalau Jaya
Langkara ada dalam negeri, negeri akan binasa, beras padi juga akan menjadi
mahal. Raja termakan fitnah ini dan membuang Jaya Langkara dengan
bundanya dari negeri. … Makdam dan Makdim coba membunuh Jaya Langkara.

c.) Latar:
(1) Latar tempat di negeri Ajam Saukat, Negeri Madinah, dan hutan. Jaya
Langkara berangkat ke negeri Ajam Saukat dan menyembuhkan penyakit
raja yang tak lain adalah ayahnya. Selang berapa lamanya, Jaya Langkara
kembali ke hutan untuk mencari bundanya. Naga guna menyelamatkan dan
membawanya bersama-sama dengan Puteri Ratna Kasina ke negeri
Madinah. Raja Madinah sangat bergembira.
(2) Latar suasana. Suasana kekhawatiran dan kekhusyukan: Permaisuri takut
kehilangan kasih sayang raja sama sekali, lalu berdoa meminta anak.
Doanya dikabulkan. Suasana menegangkan Dengan bantuan raja jin yang
sudah masuk Islam, ia membebaskan Makdam dan Makdim dari penjara.
Suasana menggembirakan: Hatta, berapa lamanya. Jaya Langkara pun
menjadi raja, Negeri Madinah pun terlalu makmur dan besar kerajaannya.
Segala raja besar pun menghantar upeti ke Madinah setiap tahun.
(3) Latar waktu: tidak diketahui kapan terjadinya setiap peristiwa.
d.) Alur:
Alur dalam hikayat Jaya Langkara adalah alur maju. Mulai ia dilahirkan sampai
menjadi raja di Negeri Madinah.
e.) Amanat:
Jangan memfitnah dan termakan fitnah dan berikanlah pertolongan kepada
orang yang membutuhkan.

Perhatikan cuplikan yang mencerminkan amanat tersebut:


Mereka berdusta kepada ayahanda mereka dengan mengatakan, jikalau Jaya
Langkara ada dalam negeri, negeri akan binasa, beras padi juga akan menjadi
mahal. Raja termakan fitnah ini dan membuang Jaya Langkara dengan
bundanya dari negeri.
Naga guna menyelamatkan dan membawanya bersama-sama dengan Puteri
Ratna Kasina ke negeri Madinah.

c. Menemukan nilai-nilai yang terkandung di dalam Hikayat Jaya Langkara

Nilai-nilai yang terdapat dalam Hikayat Jaya Langkara berikut ini.


1.) Nilai agama: dalam penyebaran agama hendaknya jangan dengan cara memaksa dan
jangan dengan kekerasan.
2.) Nilai moral: setiap manusia diharapkan mempunyai moral yang baik seperti jangan
berdusta, memfitnah, dan iri hati.
3.) Nilai sosial: hendaknya memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan
dengan cara menyelamatkan nyawa orang dan memberikan pengobatan jika bisa
bagi orang sakit.

C. Perbandingan Gaya Bahasa Hikayat dan Cerpen


Perhatikan kedua kalimat berikut.
 Sebermula ada saudagar di negara Ajam. (Hikayat Bayan Budiman)
 Ketika Kepala Sekolah membacakan hasil UN serta siswa peraih nilai tertinggi, semuanya
tampak tegang. (cerpenmu.com)
Dari kedua kutipan kalimat tersebut, dapat diketahui salah satu perbedaan bahasa yang
digunakan antara hikayat dan cerpen. Ya, perbedaan yang terlihat dari kutipan tersebut adalah
sebagian kata dalam hikayat menggunakan kata kuno yang sekarang sudah jarang bahkan tidak
digunakan lagi, sedangkan cerpen menggunakan kata-kata modern yang masih digunakan hingga
sekarang. Nah, sebenarnya, bila dilihat dari segi penggunaan bahasa, hikayat dan cerpen tidak
hanya memiliki perbedaan, tetapi juga memiliki persamaan. Apa saja perbedaan dan persamaan
penggunaan bahasa antara hikayat dan cerpen?

1. Persamaan
a. Menggunakan majas
Baik hikayat maupun cerpen menggunakan majas dalam pengisahannya. Majasmajas
yang banyak digunakan antara lain personifikasi, pleonasme, metafora, simile atau
asosiasi, dan hiperbola.
1.) Majas pleonasme adalah majas penegasan yang menggunakan kata-kata mubazir.
Contoh: “Sungguh, hamba lihat dengan mata kepala sendiri, Duli Tuanku!”
2.) Majas personifikasi adalah majas perbandingan yang membandingkan benda lain
seolah-olah bisa berbuat seperti manusia.
Contoh: Burung pun ikut bernyanyi bersamanya.
3.) Majas hiperbola adalah majas perbandingan yang membandingkan suatu hal atau
keadaan dengan hal atau keadaan lainnya secara berlebihan.
Contoh: Hatinya berbunga-bunga mendengar hal itu.
4.) Majas metafora adalah majas perbandingan yang membandingkan secara langsung
suatu hal dan hal lainnya yang memiliki sifat sama. Contoh: Tidak ada yang mau
menerima kedatangan lintah darat itu.
5.) Majas simile adalah majas perbandingan yang membandingkan secara tidak langsung.
Ciri dari majas ini adalah penggunaan kata perbandingan, contohnya umpama,
ibarat, laksana, seperti, dan bak.
Contoh: Ia begitu tersohor dengan kulitnya yang halus laksana kain sutra.
b. Mengombinasikan narasi, deskripsi, dan dialog
Kedua jenis prosa ini menggunakan kalimat narasi, deskripsi, dan dialog dalam
pengisahannya. Kalimat narasi digunakan untuk menceritakan tokoh atau peristiwa.
Kalimat deskripsi digunakan untuk menggambarkan tokoh, suatu peristiwa, atau
keadaan. Kalimat dialog digunakan untuk tuturan langsung atau percakapan yang terjadi
antartokoh:
Contoh:
1.) Sebelum pergi, ia tidak sempat mengucapkan salam perpisahan pada sahabatnya.
(narasi)
2.) Hari itu langit begitu hitam dan angin berhembus kencang. (deskripsi)
3.) “Kapan kamu pergi?” tanyaku.
“Besok,” jawab Eka. (dialog)

c. Menggunakan konjungsi yang menyatakan waktu


Ada banyak konjungsi yang menyatakan waktu yang digunakan dalam hikayat dan
cerpen. Contoh konjungsi tersebut adalah lalu, kemudian, dan setelah itu.
Contoh: Setelah itu, ia tak pernah lagi menampakkan dirinya.

2. Perbedaan

No. Hikayat Cerpen

1. Menggunakan kata kuno (arkais) atau Menggunakan kata-kata modern


Melayu klasik

2.
Banyaknya kalimat yang menggunakan dan
Umumnya tidak memuat kalimat yang
diawali konjungsi, seperti syahdan, maka,
diawali konjungsi maka, syahdan, atau hatta
dan hatta

3. Lebih sulit dipahami Lebih mudah dipahami

Sekarang, perhatikan contoh hikayat dan cerpen berikut lalu bandingkanlah persamaan dan
perbedaannya.

Contoh Hikayat:

Hikayat Patani

Alkisah raja di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya Tu Kerub
Mahajana pun beranak seorang laki-laki, maka dinamai anakanda baginda itu Paya Tu
Antara. Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Kerub Mahajana pun matilah. Syahdan
maka Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda baginda itu. Ia menamai
dirinya Paya Tu Naqpa. Selama Paya Tu Naqpa memerintah kerajaan itu sentiasa ia pergi
berburu.

Pada suatu hari Paya Tu Naqpa pun duduk di atas takhta kerajaannya dihadap oleh segala
menteri pegawai hulubalang dan rakyat sekalian. Arkian maka titah baginda: "Aku
dengar khabarnya perburuan sebelah tepi laut itu terlalu banyak konon." Maka sembah
segala menteri: "Daulat Tuanku, sungguhlah seperti titah Duli Yang Mahamulia itu, patik
dengar pun demikian juga." Maka titah Paya Tu Naqpa: "Jikalau demikian kerahkanlah
segala rakyat kita. Esok hari kita hendak pergi berburu ke tepi laut itu." Maka sembah
segala menteri hulubalangnya: "Daulat Tuanku, mana titah Duli Yang Mahamulia patik
junjung." Arkian setelah datanglah pada keesokan harinya, maka baginda pun
berangkatlah dengan segala menteri hulubalangnya diiringkan oleh rakyat sekalian.
Setelah sampai pada tempat berburu itu, maka sekalian rakyat pun berhentilah dan
kemah pun didirikan oranglah. Maka baginda pun turunlah dari atas gajahnya semayam
di dalam kemah dihadap oleh segala menteri hulubalang rakyat sekalian. Maka baginda
pun menitahkan orang pergi melihat bekas rusa itu. Hatta setelah orang itu datang
menghadap baginda maka sembahnya: "Daulat Tuanku, pada hutan sebelah tepi laut ini
terlalu banyak bekasnya." Maka titah baginda: "Baiklah esok pagi-pagi kita berburu"

Maka setelah keesokan harinya maka jaring dan jerat pun ditahan oranglah. Maka segala
rakyat pun masuklah ke dalam hutan itu mengalan-alan segala perburuan itu dari pagi-
pagi hingga datang mengelincir matahari, seekor perburuan tiada diperoleh. Maka
baginda pun amat heranlah serta menitahkan menyuruh melepaskan anjing perburuan
baginda sendiri itu. Maka anjing itu pun dilepaskan oranglah. Hatta ada sekira-kira dua
jam lamanya maka berbunyilah suara anjing itu menyalak. Maka baginda pun segera
mendapatkan suara anjing itu. Setelah baginda datang kepada suatu serokan tasik itu,
maka baginda pun bertemulah dengan segala orang yang menurut anjing itu. Maka titah
baginda: "Apa yang disalak oleh anjing itu?" Maka sembah mereka sekalian itu: "Daulat
Tuanku, patik mohonkan ampun dan karunia. Ada seekor pelanduk putih, besarnya
seperti kambing, warna tubuhnya gilang gemilang. Itulah yang dihambat oleh anjing itu.
Maka pelanduk itu pun lenyaplah pada pantai ini."

Setelah baginda mendengar sembah orang itu, maka baginda pun berangkat berjalan
kepada tempat itu. Maka baginda pun bertemu dengan sebuah rumah orang tua laki-
bini duduk merawa dan menjerat. Maka titah baginda suruh bertanya kepada orang tua
itu, dari mana datangnya maka ia duduk kemari ini dan orang mana asalnya. Maka
hamba raja itu pun menjunjungkan titah baginda kepada orang tua itu. Maka sembah
orang tua itu: "Daulat Tuanku, adapun patik ini hamba juga pada kebawah Duli Yang
Mahamulia, karena asal patik ini duduk di Kota Maligai. Maka pada masa Paduka Nenda
berangkat pergi berbuat negeri ke Ayutia, maka patik pun dikerah orang pergi
mengiringkan Duli Paduka Nenda berangkat itu. Setelah Paduka Nenda sampai kepada
tempat ini, maka patik pun kedatangan penyakit, maka patik pun ditinggalkan oranglah
pada tempat ini." Maka titah baginda: "Apa nama engkau?". Maka sembah orang tua itu:
"Nama patik Encik Tani." Setelah sudah baginda mendengar sembah orang tua itu, maka
baginda pun kembalilah pada kemahnya. Dan pada malam itu baginda pun berbicara
dengan segala menteri hulubalangnya hendak berbuat negeri pada tempat pelanduk
putih itu.

Setelah keesokan harinya maka segala menteri hulubalang pun menyuruh orang mudik
ke Kota Maligai dan ke Lancang mengerahkan segala rakyat hilir berbuat negeri itu.
Setelah sudah segala menteri hulubalang dititahkah oleh baginda masing-masing dengan
ketumbukannya, maka baginda pun berangkat kembali ke Kota Maligai. Hatta antara dua
bulan lamanya, maka negeri itu pun sudahlah. Maka baginda pun pindah hilir duduk pada
negeri yang diperbuat itu, dan negeri itu pun dinamakannya Patani Darussalam (negeri
yang sejahtera). Arkian pangkalan yang di tempat pelanduk putih lenyap itu (dan
pangkalannya itu) pada Pintu Gajah ke hulu Jambatan Kedi. Pangkalan itulah tempat
Encik Tani naik turun merawa dan menjerat itu. Syahdan kebanyakan kata orang nama
negeri itu mengikut nama orang yang merawa itulah. Bahwa sesungguhnya nama negeri
itu mengikut sembah orang mengatakan pelanduk lenyap itu.
Dikutip dari https://karyacombirayang.blogspot.com/2015/11/10-contoh-hikayat.html dengan penyesuaian

Pagi itu seperti biasa Camil membantu ibunya menyiapkan sarapan pagi. Jam 5 pagi
sarapan sudah siap dan ibunya lalu mulai menyiapkan dagangan. Ibu Camil memiliki
warung soto. Jadi, sehari-hari ia selalu sibuk dengan dagangannya.
Setelah menyelesaikan urusan dapur, Camil pun masih sempat membantu ibunya
mempersiapkan dagangan. Jam 6 mereka satu keluarga sudah sarapan dan memulai
aktivitas sehari-hari. Ayah Camil pergi ke sawah sementara ibunya berdagang.

Camil sendiri masih duduk di bangku SMA kelas 3. Ia selalu rajin belajar baik di sekolah
maupun di rumah. Ia juga sering membantu ibunya berdagang karena memang rumah
mereka di depan sekolah Camil.

Sejak kakaknya meninggal satu tahun lalu karena sakit, Camil selalu rajin membantu
ibunya. Ia menggantikan sang kakak untuk membantu ibu mendapatkan uang untuk
tambahan kebutuhan sehari-hari.

Dulu waktu kakaknya masih hidup mereka bisa mengandalkan hasil sawah ayahnya
karena selalu dibantu sang kakak. Namun, sekarang sang ayah bekerja sendiri sehingga
seringkali hasil panen kurang memuaskan.
Meski dari keluarga kurang mampu, Camil adalah anak yang pandai dan ia sangat rajin
di sekolah. Ia selalu mendapatkan peringkat. Bahkan, tahun ini ia mendapatkan
beasiswa untuk anak berprestasi.
Namun, belakangan ini sedang ada masalah di sekolahnya. Beberapa guru yang sudah
tua meninggal dunia, kebetulan sudah ada 3 guru yang meninggal bulan itu. Oleh karena
itu, proses belajar mengajar di sekolah sedikit terganggu karena kekurangan guru. Camil
dan teman-teman terpaksa sering belajar sendiri di sekolah karena jam kosong.
“Hari ini sepertinya kita jam kosong lagi, nih,” ucap Camil kepada Niko.
“Iya nih, padahal sebentar lagi ujian,” jawab Niko.
“Bagaimana jika kita belajar bersama? Kita coba latihan soal saja. Setelah itu, kita saling tukar
jawaban kita.”

Akhirnya Niko dan Camil belajar mengerjakan soal-soal yang ada di buku. Setelah selesai,
mereka saling menukar hasil jawaban yang diperoleh satu sama lain. Jika ada yang tidak
sependapat dan memiliki jawaban berbeda, mereka pun mendiskusikannya bersama-
sama.

Melihat mereka berdua belajar sendiri, beberapa teman lain pun ikut bergabung.
Suasana belajar menjadi lebih ramai dan menarik. Di sela-sela itu mereka juga masih
sempat bercanda ria. Kelas menjadi lebih riuh karena diskusi dan tawa. “Coba kalau
setiap hari seperti ini ya, kita belajarnya jadi lebih santai,” celetuk salah seorang dari
mereka.
“Benar juga, ya, tapi kalau ada yang mentok dan tidak tahu, ya kita juga yang susah! Coba
soal nomor 5 ini siapa yang tahu?” ucap Niko.
“Iya, aku tidak tahu jawaban pastinya,” tambah Camil.
“Ya sudah, kita catat saja yang tidak kita tahu, setelah itu nanti kita berikan ke kepala sekolah
agar kita dibantu.”

Mereka pun melanjutkan diskusi sampai tidak menyadari waktu istirahat telah tiba.
Mendengar anak lain ramai di luar kelas mereka pun akhirnya mengakhiri diskusi dan
istirahat.
“Bagaimana ini, jam berikutnya kita juga kosong, apa kita lanjutkan seperti tadi?”
“Ya bisa saja, tapi apa tidak sebaiknya kita bilang kepada kepala sekolah?”
“Bilang bagaimana?”
“Ya ini kan sudah dua minggu kita seperti ini, padahal sebentar lagi kita ujian, apa tidak
ada guru lain?” “Iya kamu benar!”

Akhirnya beberapa murid memutuskan untuk musyawarah terlebih dahulu di kelas


untuk membahas jam kosong yang sering terjadi. Keputusan pun diambil dengan
berbagai pertimbangan. Mereka memutuskan untuk berbicara dengan para guru. Niko,
Camil, dan Tia pun akhirnya menuju ke kantor.
“Ada apa anak-anak, kalian tidak belajar?”
“Tidak pak, pelajaran kimia.”
“Ow… jadi kalian mau apa?”
“Kami ingin bertemu Kepala Sekolah, Pak.”
“Ada perlu apa kalian ingin bertemu Kepala Sekolah?”
“Ini, Pak, kami ingin membicarakan masalah jam kosong di kelas kami.”
“Oh… ya sudah, di ruangannya. Kalian bisa ke sana langsung.”

Akhirnya, mereka menemui Kepala Sekolah dan mengatakan masalah jam kosong
tersebut. Tidak ada solusi yang memuaskan. Kepala Sekolah mengatakan bahwa di
sekolah sudah tidak ada guru lain yang bisa membantu. Mau tidak mau mereka harus
belajar sendiri sampai guru baru didapatkan. “Ya sudah, kita harus belajar sendiri kalau
begitu,” ucap Niko
“Tidak apa-apa, yang penting kita sudah bicara dengan Kepala Sekolah,” jawab Camil.
“Iya benar, lagi pula Kepala Sekolah sudah janji akan membantu kita jika ada pertanyaan
seputar pelajaran,” lanjut Tia

Mereka pun kembali ke kelas dan menyampaikan apa yang mereka bicarakan dengan
kepala sekolah. Terlihat para murid sebenarnya sedikit kecewa namun mereka mengerti
dan mau berusaha sekuat tenaga untuk belajar sendiri. Apalagi sebentar lagi ujian.
Mereka tidak mau kalau sampai tidak lulus.
Dikutip dari http://www.contohcerita.com/2016/08/cerpen-pendidikan-singkat-jam-kosong.html dengan penyesuaian

Persamaan:

1. Menggunakan majas
Hikayat:
Maka baginda pun amat heranlah serta menitahkan menyuruh melepaskan anjing
perburuan baginda sendiri itu. (Pleonasme) Cerpen:
Setelah selesai, mereka saling menukar hasil jawaban yang diperoleh satu sama lain.
(Pleonasme)

2. Mengombinasikan kalimat narasi, deskripsi, dan dialog Hikayat:


a. Alkisah raja di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. (Narasi)
b. … dari pagi-pagi hingga datang mengelincir matahari … (Deskripsi)
c. Hatta setelah orang itu datang menghadap baginda maka sembahnya: "Daulat
Tuanku, pada hutan sebelah tepi laut ini terlalu banyak bekasnya." Maka titah baginda:
"Baiklah esok pagi-pagi kita berburu." (Dialog) Cerpen:
a. Melihat mereka berdua belajar sendiri, beberapa teman lain pun ikut bergabung.
(Narasi)
b. Kelas menjadi lebih riuh karena diskusi dan tawa. (Deskripsi)
c. “Coba kalau setiap hari seperti ini ya, kita belajarnya jadi lebih santai,” celetuk salah
seorang dari mereka.
“Benar juga, ya, tapi kalau ada yang mentok dan tidak tahu, ya kita juga yang susah! Coba
soal nomor 5 ini siapa yang tahu?” ucap Niko. (Dialog)

2. Menggunakan konjungsi waktu Hikayat:


Setelah baginda mendengar sembah orang itu, maka baginda pun berangkat berjalan kepada
tempat itu.
Cerpen:
Setelah selesai, mereka saling menukar hasil jawaban yang diperoleh satu sama lain.

Perbedaan:

1. Hikayat banyak menggunakan kata arkais atau Melayu klasik, sedangkan cerpen
menggunakan kata modern Hikayat:
Maka sembah segala menteri: "Daulat Tuanku, sungguhlah seperti titah Duli Yang
Mahamulia itu, patik dengar pun demikian juga." Cerpen:
Akhirnya, mereka menemui Kepala Sekolah dan mengatakan masalah jam kosong tersebut.
2. Hikayat banyak menggunakan konjungsi maka, syahdan, dan hatta, sedangkan cerpen
tidak.
Hikayat:
Alkisah raja di Kota Maligai itu namanya Paya Tu Kerub Mahajana. Maka Paya Tu Kerub
Mahajana pun beranak seorang laki-laki, maka dinamai anakanda baginda itu Paya Tu
Antara. Hatta berapa lamanya maka Paya Tu Kerub Mahajana pun matilah. Syahdan maka
Paya Tu Antara pun kerajaanlah menggantikan ayahanda baginda itu. Ia menamai dirinya
Paya Tu Naqpa. Selama Paya Tu Naqpa memerintah kerajaan itu sentiasa ia pergi berburu.
Cerpen:
Namun, belakangan ini sedang ada masalah di sekolahnya. Beberapa guru yang sudah tua
meninggal dunia, kebetulan sudah ada 3 guru yang meninggal bulan itu. Oleh karena itu,
proses belajar mengajar di sekolah sedikit terganggu karena kekurangan guru. Camil dan
teman-teman terpaksa sering belajar sendiri di sekolah karena jam kosong.

3. Hikayat lebih sulit dipahami, sedangkan cerpen lebih mudah dipahami Hikayat:
Arkian pangkalan yang di tempat pelanduk putih lenyap itu (dan pangkalannya itu) pada
Pintu Gajah ke hulu Jambatan Kedi. Pangkalan itulah tempat Encik Tani naik turun merawa
dan menjerat itu. Syahdan kebanyakan kata orang nama negeri itu mengikut nama orang
yang merawa itulah. Bahwa sesungguhnya nama negeri itu mengikut sembah orang
mengatakan pelanduk lenyap itu.
Cerpen:
Mereka pun kembali ke kelas dan menyampaikan apa yang mereka bicarakan dengan kepala
sekolah. Terlihat para murid sebenarnya sedikit kecewa namun mereka mengerti dan mau
berusaha sekuat tenaga untuk belajar sendiri. Apalagi sebentar lagi ujian. Mereka tidak mau
kalau sampai tidak lulus.

Anda mungkin juga menyukai