Anda di halaman 1dari 22

CERITA HIKAYAT

1. Hikayat Antu Ayek

Alkisah di Sumatera Selatan, terdapat suatu keluarga petani yang hidup sederhana dan tingga
si sekitaran aliran sungai. Keluarga itu memiliki seorang anak wanita yang cantik bernama
Juani. Tak cuma memiliki wajah yang cantik, badannya pun langsing dan membuat banyak
gadis yang lain iri dengannya.

Oleh sebab itu, banyak lelaki tampan yang tertarik kepadanya dan ingin untuk meminangnya.
Tetapi, tidak ada satu orang pun yang Juani terima pinangannya dikarenakan ia belum minat
untuk menikah. Orang tuanya pun merasakan khawatir kalau anak mereka akan menjadi
perawan tua. Tetapi, gadis tersebut dapat meyakitkan kedua orangtuanya bahwa ada pria bias
yang sesuai dengan kriterianya akan datang.

Sampai pada suatu hari, daerah itu dilanda kekeringan yang menyebabkan kebin kopi
tumpuan keluarganya mengalami gagal panen. Dan kemudian, ayah Juani berhutang terhadap
rentenir yang kaya untuk dapat memenuhi biaya hidup sehari-hari sampai dengan panen yang
selanjutnya. Dan lama kelamaan, hutang ayahnya makin menumpuk karena tak mampu
membayar pada saat ditagih.

Rentenir itu pun mengatakan ia akan menganggap hutang keluarga itu lunas apabila ayah
Juani bersedia untuk menikahkan anaknya itu dengan putranya. Dan Juani dengan terpaksa
setuju untuk menikah dengan anak rentenir itu. Anaknya itu bernama Bujang Juandan.
Walaupun menikah dengan anak yang kaya, tapi itu semua tak membuatnya merasa bahagia.
Karena lelaki tersebut menderita penyakit kulit yang tak dapat disembuhkan yang ada di
sekujur tubuhnya.

1
Pada hari pernikahananya, Juani merasa tak sanggup lagi apabila harus meneruskan acara itu.
Dan dikepalanya sudah membayangkan ia akan dicemooh orang-orang karena sudah menolak
sejumlah lelaki tampandan pada akhirnya ia malah menikah dengan lelaki yang
berpenyakitan. Ia pun merasa putus asa dan mengakhiri hidupnya dengan terjun ke sungai
yang sangat dalam.

Dan beberapa saat kemudian, keluarganya menyadari yang terjadi. Tetapi semuanya talh
terlambat. Keesokan harinya, mayat gadis itu ditemukan sudah tak bernyawa. Dan konon,
sejak kematiannya, di sungai itu terdengan suara dari seorang gadis yang meminta tolong dan
menangis.

2. Hikayat Bayan yang Budiman

Alkisah di kerajaan Azzam, hiduplah seorang saudagar yang kaya raya dan telah berkeluarga
yang bernama Khojan Mubarok. Keluarga itu belum lengkap karena belum mempunyai
seorang anak. Walaupun begitu saudagar itu tak putus asa dan juga tak lelah memanjatkan
doa agar ia segera mendapatkan anak.

Penantiannya yang panjang itu pun berakhir, karena istrinya sudah mengandung dan juga
melahirkan seorang bayi berjenis kelamin laki-laki dan memiliki nama Khojan Maimun.
Anak itu pun tumbuh menjadi seorang anak yang baik dan juga soleh. Di usianya yang sudah
15 tahun, anak itu kemudian dinikahkan dengan seseorang yang bernama Bibi Zainab, ia
merupakan anak dari seorang saudagar yang kaya.

Dan pada suatu saat, Maimun meminta izin ke istrinya dengan tujuan berlayar. Dan sebelum
berlayar, ia membelikan seekor burung Bayan yang berjenis kelamin jantan dan juga burung
tiung yang berjenis kelamin betina. Dan ia pun berpesan ke istrinya apabila ia menghadapi
suatu masalah sebaiknya ia membicarakannya kepada kedua burung tersebut.

Dan beberapa hari kemudian ketika ia sudah ditinggal suaminya, Bibi Zainab pun merasakan
kesepian. Sampai pada suatu hari datang seorang anak dari raja yang jatuh hati kepada
kecantikannya dan anak tersebut pun mendekatinya. lelaki itu kemudian meminta seorang
perempuan tua untuk membantunya berkenalan dengan Bibi Zainab. Dan ternyata Bibi
Zainab pun juga tertarik kepada lelaki tersebut dan mereka pun saling jatuh cinta.

Di suatu malam Bibi zainab pun pergi dengan anak tersebut dan ia berpamitan kepada burung
tiung. Burung itu kemudian menasehatinya agar tak pergi dikarenakan hal itu melanggar

2
aturan dan Ia juga sudah mempunyai seorang suami. Setelah mendengarkan itu, Bibi zainab
pun marah dan kemudian membantingkan sangkar dari burung tersebut sehingga membuat
burung tersebut mati.

Dan Bibi zainab pun melihat burung bayan yang tengah tertidur. Tetapi nyatanya burung
tersebut hanya berpura-pura tidur dikarenakan apabila ia memberikan suatu jawaban yang
sama, maka nyawanya juga ikut terancam.

Pada saat zainab berpamitan kepada burung bayan, maka burung tersebut mengatakan,
“Kamu boleh pergi, dan bergegaslah karena anak tersebut sudah menunggumu lama. Apa
yang telah kamu lakukan, aku yang akan menanggung semuanya. Apa yang dicari manusia
yang ada di dunia ini selain dsri kesabaran, martabat dan juga kekayaan? Aku hanya seekor
burung bayan yang sudah dicabut bulunya oleh istri pemilikku.”

Dan malam berikutnya Bibi zainab pun sering pergi untuk bertemu dengan pemuda tersebut.
Di tiap kali ia berpamitan burung tersebut menceritakan suatu kisah. Dan kemudian Bibi
Zainab merasa menyesal atas perbuatannya dan tak akan mengulangi perbuatannya itu lagi

3. Hikayat Putri Kemuning

Pada suatu hari hidup seorang raja yang terkenal dengan sifatnya yang bijaksana dan adil.
Raja itu memiliki 10 orang putri yang sangat cantik. Anak-anaknya memiliki nama yang
berdasarkan dari nama warna, dari nama putri sulung yang pertama yaitu Putri Jambon,
selanjutnya Putri Nila, Jingga, Ungu, hijau, biru, kelabu, merah merona ,oranye dan putrinya
yang terakhir yaitu bernama Putri kuning.

Tetapi kebahagiaan itu pun kurang lengkap dikarenakan istrinya meninggal pada saat
melahirkan Putri kuning. Dan dikarenakan sibuk mengurusi kerajaannya, Raja itu pun
semakin jarang bertemu dengan putri-putrinya. Kesepuluh putrinya tersebut dirawat oleh
seorang Inang pengasuh dan kemudian mereka tumbuh besar menjadi anak yang sangat
manja dan selalu bertengkar. Dan dari anak-anaknya itu hanya putri bungsu yang tak pernah
terlibat di pertengkaran kakak-kakaknya dan ia lebih senang ketika bermain sendiri.

Pada suatu saat Raja ingin berpergian “Ayah akan pergi tak lama lagi, apa kalian ingin
sesuatu?” tanya raja tersebut. Sembilan anaknya pun sibuk menyebutkan berbagai barang
mahal. Contohnya seperti kain sutra dan juga perhiasan.

3
Tetapi berbeda dengan saudaranya yang lain Putri kuning pun menjawab “Aku tak mau apa
apa. Aku cuma ingin ayah kembali dengan sehat dan juga selamat”. Raja itu pun tersenyum
kepada anaknya mendengar putrinya tersebut.

Dan selama raja tersebut pergi kelakuan dari ke-9 putrinya semakin menjadi. Mereka hanya
bersenang-senang dan kemudian menyuruh para pelayannya dengan seenaknya saja.
Sedangkan petir kuning merusak sangat sedih ketika melihat taman di lokasi kesayangan
ayahnya menjadi kotor dikarenakan para pelayan sibuk untuk mengurusi kakak-kakaknya
tersebut.

Ia kemudian membersihkan taman tersebut. Dan ketika melihat itu, kakak-kakaknya tidak
membantu tetapi mengejeknya dengan mengatainya dengan sebutan seorang pelayan baru.
Dan bahkan mereka pun tak segan untuk melempari Putri kuning sampah dan mengotori
tempat itu. Sehingga membuat Putri kuning harus membersihkannya lagi.

Esok harinya, Raja pun pulang dan memberikan hadiah untuk anak-anaknya. Meskipun tak
meminta satu barang pun, Putri kuning tetap mendapatkan sebuah hadiah, yakni sebuah
kalung yang berwarna hijau dan sangat cantik. Melihat itu putri hijau pun merasa iri kepada
putri kuning dan kemudian ia menghasut saudaranya tersebut dan mengatakan kalau Putri
kuning mencuri kalung itu dari saku ayahnya.

Mereka pun berniat untuk memberikan suatu pelajaran terhadap Putri kuning karena sudah
merampas kalung tersebut. Dan ketika merebutnya secara paksa mereka tak sengaja memukul
bagian kepalanya dan kemudian menyebabkan Putri kuning meninggal dunia. Mereka semua
pun panik dan kemudian menguburkan Putri kuning di taman. Dan tak ada satupun orang
yang berani buka mulut tentang peristiwa tersebut.

Sudah berbulan-bulan raja tersebut mencari putri kuning, tetapi ia tak menemukannya. Dan
pada suatu saat diatas pusara Putri kuning ditumbuhi suatu tanaman yang berwarna kuning
dan memancarkan aroma harum. Raja tersebut merawat tanaman itu dan menamainya dengan
nama Kemuning.

4. Hikayat Dua Orang Ibu

Alkisah, seorang hakim pengadilan kebingungan oleh dua orang ibu yang sedang merebutkan
seorang bayi. Hal tersebut disebabkan karena keduanya memiliki bukti yang sangat kuat.
Hakim tersebut tak mengetahui bagaimana caranya untuk menentukan serta memutuskan

4
siapa ibu kandung bayi tersebut. Dan pada akhirnya ia pergi ke hadapan Raja Harun Al
Rasyid untuk meminta suatu bantuan agar kasus itu tak berlarut lama untuk diselesaikan.

Raja tersebut kemudian turun tangan untuk menyelesaikan masalah itu. Tetapi beliau merasa
putus asa oleh kedua orang ibu tersebut. Kedua Ibu tersebut tetap keras kepala dan juga
menginginkan bayi tersebut.

Selanjutnya Raja pun memanggil Abu Nawas. Abu Nawas merupakan orang yang cerdik. Ia
dipanggil Raja untuk datang ke istana. Dan setelah Abu Nawas mengetahui permasalahannya,
ia pun mencari cara bagaimana nasib dari bayi tersebut agar tak terlunta-lunta dan dapat
bersama dengan ibu kandungnya lagi.

Esok harinya Abu Nawas pun pergi ke pengadilan dan ia membawa seorang algojo. Abu
Nawas itu pun menyuruh algojo tersebut untuk meletakkan bayi yang diperebutkan tersebut
ke atas suatu meja. “Apa yang sedang kamu lakukan dengan bayi itu?.” Kedua Ibu tersebut
bertanya secara bersamaan.

“Nah sebelum aku menjawab pertanyaanmu, aku akan bertanya kepada kalian sekali lagi.
Siapakah di antara kalian yang ingin atau bersedia untuk menyerahkan bayi tersebut kepada
ibu kandungnya yang asli?.” begitu kata Abu Nawas.

“Tetapi bayi tersebut adalah anakku.” kedua ibu itu pun menjawab dengan serempak.

“Baik jika begitu, dikarenakan kalian berdua sama-sama ingin bayi ini maka secara terpaksa
aku akan membelah bayi ini menjadi dua” jawab Abu Nawas.

Mendengar hal tersebut, ibu yang pertama merasa sangat bahagia dan langsung menyetujui
saran itu. Sedangkan ibu yang kedua merasa sangat sedih dan menangis histeris dan ia pun
memohon kepada Abu Nawas agar tak melakukan hal itu. “Kumohon jangan belah bayi
tersebut, serahkan aja bayi tersebut kepada wanita itu. Aku merelakannya asalkan Iya bisa
tetap hidup.” tangis wanita itu.

Abu Nawas sangat puas mendengar kedua jawaban dari kedua Ibu tersebut. Dengan begitu, ia
segera mengetahui siapa ibu kandung dari bayi tersebut. Kemudian ia menyerahkan bayi
tersebut kepada perempuan kedua, yakni ibu kandungnya.

Dan kemudian, Abu meminta pengadilan untuk menghukum wanita yang pertama atas
kejahatannya. Hal tersebut disebabkan karena tak ada seorang ibu yang tega untuk melihat

5
anaknya dibunuh terlebih dibunuh di depannya. Masalah itu pun selesai dengan baik dan
akhirnya bayi tersebut bisa bersatu kembali bersama ibu kandungnya.

5. Hikayat Malim Deman dan Bidadari

Alkisah, hidup seorang pemuda yang sudah yatim piatu yang bernama Malim Deman. Agar
ia dapat bertahan hidup, Ia pun bekerja diladang kepunyaan pamannya yang lokasinya berada
di pinggir hutan. Dan tak jauh dari tempat itu terdapat suatu rumah yang dihuni seorang janda
tua yang bernama Mandeh rubiah.

Wanita tersebut yaitu wanita yang baik dan juga akrab dengan malim. Ia sering memasakkan
Malim makanan saat malim menjaga ladang Paman nya di malam hari. Bahkan malim juga
sudah dianggap oleh wanita itu sebagai anaknya sendiri.

Dan di suatu malam Malim Deman pun merasa haus ketika ia sedang menjaga ladang Paman
nya. Ia pun berniat untuk meminta air minum dan ia pun meminta ke rumah Mandeh. Sampai
tepat di pekarangan, Ia pun mendengar suara sejumlah perempuan yang berada tak jauh dari
kolam yang posisinya tepat di belakang pondok janda tersebut.

Malim dengan diam-diam menuju ke tempat tersebut dan ia terkejut ketika melihat 7 Bidadari
tengah mandi di sana. Malim pun sangat terpesona ketika melihat kecantikan dari bidadari-
bidadari tersebut.

Dan tidak jauh dari tempat Malin berdiri, ia melihat ada 7 selendang. Dan selendang tersebut
milik bidadari-bidadari itu. Ia pun tak ingin menyia-nyiakan kesempatan itu, dan kemudian ia
mengambil salah satu dari selendang milik bidadari itu. Dan iapun menyembunyikan
selendang tersebut di rumah ibu angkatnya. Dan ternyata selendang yang ia ambil merupakan
Bidadari bungsu.

Bidadari bungsu itu terus menangis dikarenakan tak bisa kembali ke Kayangan. Melihat hal
tersebut, Malim pun kemudian mendekati dan mengajaknya untuk tinggal di rumah Mandeh.
Bidadari tersebut pun kemudian diangkat oleh Mandeh sebagai anaknya.

Pada saat itu malim pun semakin sering mengunjungi rumah Mandeh dan ia menjadi sangat
dekat dengan Putri tersebut. Dikarenakan sering bertemu, mereka saling jatuh jatuh cinta dan
kemudian mereka menikah. Kebahagiaan mereka pun semakin bertambah ketika mereka
sudah dikaruniai seorang Putra yang sangat tampan dan bernama Sultan Duano.

6
Tetapi kebahagiaan mereka itu tak berlangsung lama dikarenakan Malim sangat gemar
berjudi. Ia juga sering tak pulang selama berhari-hari. Nasihat dari istrinya itu pun tak
didengarkannya. Karena melihat kelakuan suaminya itu, putri bungsu sudah tak tahan lagi
dan cuma bisa menangis dan kemudian rindu dengan rumahnya yang ada di kayangan.

Pada suatu saat ketika ia mencari barang, putri bungsu tak sengaja menumbuhkan selendang
yang dicuri Malim. Putri bungsu pun dengan segera menyuruh seseorang untuk memanggil
Malim dengan ancaman, jika ia masih ingin melihat anak dan istrinya berada di rumah, maka
ia harus segera pulang. Dan kenyataannya malim pun tak kunjung datang.

Pada akhirnya putri bungsu memutuskan kembali ke Kayangan dan serta membawa anak
lelakinya tanpa memberitahu sang suami. Sedangkan di bumi malim kembali ke rumahnya
dengan perasaan yang sangat menyesal karena telah tak melihat anak dan istrinya lagi di
rumah.

6. Hikayat Seorang Lelaki dan Rumah Sempit

Alkisah terdapat seorang lelaki yang datang ke rumah Abu Nawas. Pria tersebut ingin
mengeluh kepadanya tentang masalah yang tengah dihadapinya. Ia pun merasakan sedih
dikarenakan rumahnya sangat terasa sempit ketika ditinggali oleh banyak orang.

“Wahai Abu Nawas, Saya mempunyai seorang istri dan juga 8 orang anak tetapi rumah saya
sangat sempit. Setiap harinya mereka mengeluh dan juga tidak nyaman tinggal di rumah itu.
Kami pun ingin pindah dari rumah tersebut, tetapi kami tidak memiliki uang. Jadi tolonglah
katakan kepadaku apa yang bisa aku lakukan,” tanyanya.

Mendengar pertanyaan lelaki yang sangat sedih tersebut, Abu Nawas pun berpikir sejenak.
Dan tak berapa lama kemudian suatu ide lewat di kepalanya.

7
“Kamu memiliki domba di rumahmu?” Abu Nawas bertanya kepada lelaki tersebut. “Aku
tidak menaiki domba maka dari itu aku tak mempunyainya.” jawab lelaki tersebut. Kemudian
ketika mendengar jawabannya itu, Abu Nawas pun meminta lelaki itu untuk membeli seekor
domba dan menyuruhnya agar menaruhnya di rumah.

Lelaki tersebut kemudian mengikuti usulan dari Abu Nawas dan ia pun pergi untuk membeli
domba. Esok harinya, ia pun datang lagi ke rumah Abu Nawas. “Abu Nawas, bagaimana ni?
Nyatanya rumahku sekarang semakin sempit dan juga berantakan”.

“Ya sudah kalau begitu kamu cobalah membeli 2 ekor domba lagi dan kamu dapat
memiliharanya di rumahmu juga”. jawab Abu Nawas.

Dan kemudian pria itu itupun pergi kepasar dan juga ia membeli 2 ekor domba lagi. Tetapi
hasilnya tak sesuai dengan harapannya karena rumahnya semakin terasa sempit.

Dengan sangat jengkel nya, Ia pun pergi menghadap Abu Nawas lagi untuk mengadukan
masalah itu untuk yang ketiga kalinya. Ia pun menceritakan segala apa yang sudah terjadi,
termasuk tentang istrinya yang menjadi marah-marah dikarenakan domba itu. Dan kemudian
Abu Nawas menyarankan untuk menjualkan semua domba yang ia miliki.

Esok harinya, Abu Nawas dan lelaki tersebut bertemu lagi. Dan Abu Nawas menanyakannya
“Bagaimana rumahmu sekarang? sudah merasa lega?”.

“Dan setelah aku menjual domba tersebut rumahku menjadi nyaman ketika di tinggali. istriku
pun sudah tak lagi marah-marah” jawab lelaki tersebut seraya tersenyum. Dan pada akhirnya
Abu Nawas bisa menyelesaikan masalah lelaki tersebut.

7. Hikayat Amir

Dahulu kala di Sumatra, hiduplah seorang saudagar yang bernama Syah Alam. Syah
Alam mempunyai seorang anak bernama Amir. Amir tidak uangnya dengan baik. Setiap hari
dia membelanjakan uang yang diberi ayahnya. Karena sayangnya pada Amir, Syah Alam
tidak pernah memarahinya. Syah Alam hanya bisa mengelus dada.

Lama-kelamaan Syah Alam jatuh sakit. Semakin hari sakitnya semakin parah. Banyak
uang yang dikeluarkan untuk pengobatan, tetapi tidak kunjung sembuh. Akhirnya mereka
jatuh miskin.

8
Penyakit Syah Alam semakin parah. Sebelum meninggal, Syah Alam berkata”Amir,
Ayah tidak bisa memberikan apa-apa lagi padamu. Engkau harus bisa membangun usaha lagi
seperti Ayah dulu. Jangan kau gunakan waktumu sia-sia. Bekerjalah yang giat, pergi dari
rumah.Usahakan engkau terlihat oleh bulan, jangan terlihat oleh matahari.”

”Ya, Ayah. Aku akan turuti nasihatmu.”

Sesaat setelah Syah Amir meninggal, ibu Amir juga sakit parah dan akhirnya
meninggal. Sejak itu Amir bertekad untuk mencari pekerjaan. Ia teringat nasihat ayahnya
agar tidak terlihat matahari, tetapi terlihat bulan. Oleh sebab itu, kemana-mana ia selalu
memakai payung.

Pada suatu hari, Amir bertmu dengan Nasrudin, seorang menteri yang pandai.
Nasarudin sangat heran dengan pemuda yang selalu memakai payung itu. Nasarudin bertanya
kenapa dia berbuat demikian.

Amir bercerita alasannya berbuat demikian. Nasarudin tertawa. Nasarudin berujar, ”


Begini, ya., Amir. Bukan begitu maksud pesan ayahmu dulu. Akan tetapi, pergilah sebelum
matahari terbit dan pulanglah sebelum malam. Jadi, tidak mengapa engkau terkena sinar
matahari. ”

Setelah memberi nasihat, Nasarudin pun memberi pijaman uang kepada Amir. Amir
disuruhnya berdagang sebagaimana dilakukan ayahnya dulu.

Amir lalu berjualan makanan dan minuman. Ia berjualan siang dan malam.Pada siang
hari, Amir menjajakan makanan, seperti nasi kapau, lemang, dan es limau. Malam harinya ia
berjualan martabak, sekoteng, dan nasi goreng. Lama-kelamaan usaha Amir semakin maju.
Sejak it, Amir menjadi saudagar kaya.

8. Hikayat Burung Cenderawasih

Sahibul hikayat telah diriwayatkan dalam Kitab Tajul Muluk, mengisahkan seekor
burung yang bergelar burung cenderawasih. Adapun asal usulnya bermula dari kayangan.
Menurut kebanyakan orang lama yang arif mengatakan ianya berasal dari syurga dan selalu
berdamping dengan para wali. Memiliki kepala seperti kuning keemasan. Dengan empat
sayap yang tiada taranya. Akan kelihatan sangat jelas sekiranya bersayap penuh adanya.

9
Sesuatu yang sangat nyata perbezaannya adalah dua antena atau ekor ‘areil‘ yang panjang di
ekor belakang. Barangsiapa yang melihatnya pastilah terpegun dan takjub akan keindahan
dan kepelikan burung cenderawasih.

Amatlah jarang sekali orang memiliki burung cenderawasih. Ini kerana burung ini
bukanlah berasal dari bumi ini. Umum mengetahui bahawa burung Cenderawasih ini hanya
dimiliki oleh kaum kerabat istana saja. Hatta mengikut sejarah, kebanyakan kerabat-kerabat
istana Melayu mempunyai burung cenderawasih. Mayoritas para peniaga yang ditemui
mengatakan ia membawa tuah yang hebat.

Syahdan dinyatakan lagi dalam beberapa kitab Melayu lama, sekiranya burung
cenderawasih turun ke bumi nescaya akan berakhirlah hayatnya. Dalam kata lain burung
cenderawasih akan mati sekiranya menjejak kaki ke bumi. Namun yang pelik lagi ajaibnya,
burung cenderawasih ini tidak lenyap seperti bangkai binatang yang lain. Ini kerana ia
dikatakan hanya makan embun syurga sebagai makanannya. Malahan ia mengeluarkan bau
atau wangian yang sukar untuk diperkatakan. Burung cenderawasih mati dalam pelbagai
keadaan. Ada yang mati dalam keadaan terbang, ada yang mati dalam keadaan istirahat dan
ada yang mati dalam keadaan tidur.

Walau bagaimanapun, Melayu Antique telah menjalankan kajian secara rapi untuk
menerima hakikat sebenar mengenai BURUNG CENDERAWASIH ini. Mengikut kajian
ilmu pengetahuan yang dijalankan, burung ini lebih terkenal di kalangan penduduk nusantara
dengan panggilan Burung Cenderawasih. Bagi kalangan masyarakat China pula, burung ini
dipanggil sebagai Burung Phoenix yang banyak dikaitkan dengan kalangan kerabat istana
Maharaja China. Bagi kalangan penduduk Eropah, burung ini lebih terkenal dengan
panggilan ‘Bird of Paradise‘. Secara faktanya, asal usul burung ini gagal ditemui atau
didapathingga sekarang. Tiada bukti yang menunjukkan ianya berasal dari alam nyata ini.
Namun satu lagi fakta yang perlu diterima, burung cenderawasih turun ke bumi hanya di
IRIAN JAYA (Papua sekarang), Indonesia saja. Tetapi yang pelik namun satu kebenaran
burung ini hanya turun seekor saja dalam waktu tujuh tahun. Dan ia turun untuk mati. Sesiapa
yang menjumpainya adalah satu tuah. Oleh itu, kebanyakan burung cenderawasih yang anda
saksikan mungkin berumur lebih dari 10 tahun, 100 tahun atau sebagainya. Kebanyakkannya
sudah beberapa generasi yang mewarisi burung ini.

10
Telah dinyatakan dalam kitab Tajul Muluk bahawa burung cenderawasih mempunyai
pelbagai kelebihan. Seluruh badannya daripada dalam isi perut sehinggalah bulunya
mempunyai khasiat yang misteri. Kebanyakannya digunakan untuk perubatan. Namun ramai
yang memburunya kerana ‘tuahnya’. Burung cenderawasih digunakan sebagai ‘pelaris’. Baik
untuk pelaris diri atau perniagaan. Sekiranya seseorang memiliki bulu burung cenderawasih
sahaja pun sudah cukup untuk dijadikan sebagai pelaris. Mengikut ramai orang yang ditemui
memakainya sebagai pelaris menyatakan, bulu burung cenderawasih ini merupakan pelaris
yang paling besar. Hanya orang yang memilikinya yang tahu akan kelebihannya ini. Namun
yang pasti burung cenderawasih bukannya calang-calang burung. Penuh dengan keunikan,
misteri, ajaib, tuah.

9. Hikayat Abu Nawas: Pesan Bagi Hakim

Tersebutlah perkataan Abu Nawas dengan bapanya diam di negeri Baghdad. Adapun
Abu Nawas itu sangat cerdik dan terlebih bijak daripada orang banyak. Bapanya seorang
Kadi. Sekali peristiwa, bapanya itu sakit dan hampir mati. Ia meminta Abu Nawas mencium
telinganya. Telinga sebelah kanannya sangat harum baunya, sedangkan telinga kiri sangat
busuk . Bapanya menerangkan bahwa semasa membicarakan perkara dua orang, dia pernah
mendengar aduan seorang dan tiada mendengar adua yang lain. Itulah sebabnya sebelah
telinga menjadi busuk. Ditambahnya juga kalau anaknya tiada mau menjadi kadi, dia harus
mencari helah melepaskan diri. Hatta bapa Abu Nawas pun berpulanglah dan Sultan Harun
Ar-rasyid mencari Abu Nawas untuk menggantikan bapanya. Maka Abu Nawas pun
membuat gila dan tidak tentu kelakuannya. Pada suatu hati, Abu Nawas berkata kepada
seorang yang dekatnya, ”Hai, gembala kuda, pergilah engkau memberi makan rumput kuda
itu.” Maka si polan itu pergi menghadap sultan dan meminta dijadikan kadi.

Permintaan dikabulkan dan si polan itu tetap menjadi kadi dalam negeri. Akan Abu
Nawas itu, pekerjaannya tiap hari ialah mengajar kitab pada orang negeri itu. Pada suatu
malam, seorang anak Mesir yang berdagang dalam negeri Baghdad bermimpi menikah
dengan anak perempuan kadi yang baru itu. Tatkala kadi itu mendengar mimpi anak Mesir
itu, ia meminta anak Mesir itu membayar maharnya. Ketika anak Mesir itu menolak, segala
hartanya dirampas dan ia mengadukan halnya kepada Abu Nawas. Abu Nawas lalu menyuruh
murid-muridnya memecahkan rumah kadi itu. Tatkala dihadapkan ke depan Sultan, Abu
Nawas berkata bahwa dia bermimpi kadi itu menyuruhnya berbuat begitu. Dan memakai
mimpi sebagai hukum itu sebenarnya adalah hokum kadi itu sendiri. Dengan demikian
11
terbukalah perbuatan kadi yang zalim itu. Kadi itu lalu dihukum oleh Sultan. Kemudian anak
Mesir itu pun diamlah di dalam negeri itu. Telah sampai musim, ia pun kembali ke negerinya.

Seorang kadi mempunyai seorang anak bernama Abu Nawas menjelang kematiannya ia
memanggil anak-anaknya dan disuruh mencium telinganya. Jika telinga kanan harum baunya,
itu pertanda akan baik. Akan tetapi jika yang harum telinga kiri, berarti bahwa
sepeninggalnya akan terjadi hal-hal yang tidak baik. Ternyata yang harum yang kiri.

Sesudah ayahnya meninggal, Abu Nawas pura-pura menjadi gila, sehingga ia tidak
diangkat menggantikan ayahnya sebagai kadi. Yang diangkat menggantikannya ialah
Lukman. Seorang pedagang Mesir bermimpi sebagai berikut: anak perempuan kadi baru
kawin gelap, akan tetapi tanpa emas kawin sama sekali kecuali berupa lelucon-lelucon,
sehingga diusir bersama-sama suaminya oleh ayahnya, lalu mengembara ke Mesir, dan
dengan demikian kehormatan kadi baru itu pulih kembali.

10. Hikayat Ibnu Hasan Syahdan

Zaman dahulu kala, ada seorang kaya hartawan bernama Syekh Hasan, banyak harta dan
uang, terkenal disetiap negeri, merupakan orang terkaya, bertempat tinggal di negeri
Baghdad, yang tersohor kemana-mana sebagai kota paling ramai saat itu.

Syekh Hasan sangat bijaksana, mengasihi fakir miskin, menyayangi yang kekurangan,
menasehati yang berpikiran sempit, mengingatkan orang yang bodoh, diajari ilmu ,yang baik,
walaupun harus mengeluarkan biaya, berupa pakaian atau uang, karena itu banyak
pengikutnya.

Syekh Hasan saudagar yang kaya raya, memiliki seorang anak laki-laki yang tampan,
pendiam dan baik budinya, berusia sekitar tujuh tahun, Ibnu Hasan namanya. Ibnu Hasan
sedang lucu-lucunya, semua orang senang melihatnya, apalagi orang tuanya. Namun
demikian, anak itu tidak sombong, kalem, walaupun hidupnya dimanjakan, tidak kekurangan
sandang, namun Ibnu Hasan tidak suka bersolek, karena itu kedua orang tuanya sangat
menyayanginya.

Ayahnya berpikir,”Alangkah salahnya aku, menyayangi diluar batas, tanpa pertimbangan,


bagaimana kalau akhirnya dimurkai Allah Yang Agung, aku pasti durhaka, tak dapat
mendidik anak, mengkaji ilmu yang bermanfaat.”

12
Dipanggilnya puteranya, anak itu segera mendekati ayahnya. Diusap-usap putranya sambil
dinasihati, bahwa ia harus mengaji, katanya “Sekarang saatnya anakku, sebenarnya aku
kuatir, tapi pergilah ke Mesir, carilah jalan menuju keutamaan.

Ibnu Hasan menjawab,”Ayah jangan ragu-ragu, jangankan menuju kemuliaan, jalan kematian
pun hamba jalani semua kehendak orang tua, akan hamba turuti, tidak akan kutolak, siang
malam hanya perintah ayah dan ibu yang hamba nanti.
Singkat cerita, Ibnu Hasan yang akan berangkat ke pesantren, berpisah dengan kedua orang
tuanya, hatinya sangat sedih, ibunya tidak tahan menangis. Harus berpisah dengan putranya
yang masih kecil, belum cukup usia.

“Kelak, apabila ananda sudah sampai, ke tempat merantau, pandai-pandailah menjaga diri,
karena jauh dari orang tua, harus tahu ilmunya hidup, jangan keras kepala, angkuh dan
menyombongkan diri, merasa lebih dari yang lain, merasa diri orang kaya lalu menghina
sesama. Kalau begitu perbuatanmu, hidupmu tidak akan senang karena dimusuhi semua
orang, tidak akan ada yang mau menolong, kalau celaka tidak akan diperhatikan, berada di
rantau orang kalau judes akan mendapat kesusahan. Hati-hatilah menjaga diri jangan anggap
enteng segala hal.

“Apa yang ibu katakana, akan selalu kuingat dan kucatat dalam hati, doakan aku agar
selamat, semoga jangan sampai menempuh jalan yang salah, pesan ibu akan aku perhatikan
siang dan malam.”

Singkat cerita, Ibnu Hasan sudah berangkat dikawal dua pengasuhnya sejak kecil. Mairin dan
Mairun. Mereka berjalan kaki. Sampailah di pusat kota Mesir.

Pada suatu hari usai tengah hari, Ibnu Hasan sedang berjalan dan bertemu dengan seseorang
bernama Saleh yang baru pulang dari sekolah, Ibnu Hasan menyapa,”Anda pulang dari
mana?”

Saleh menjawab dengan sopan,”Saya pulang sekolah.” Ibnu Hasan bertanya lagi,”Sekolah itu
apa?”Coba jelaskan padaku.”
“Sekolah itu tempatnya ilmu, tempatnya belajar, berhitung, menulis, membaca, belajar tata
karma, harus sesuai dengan aturan.”

13
Begitu Ibnu Hasan mendengar penjelasan tersebut, betapa girang hatinya dan segera pulang
menghadap sang Kyai serta meminta izin untuk belajar ke sekolah, guna mencari ilmu.
Sekarang katakana padaku apa yang sebenarnya kamu harapkan?”, Tanya Kyai

Dia berkata demikian bertujuan untuk menguji si murid apakah betul ingin mencari ilmu atau
hanya beralasan suapaya mendapat pujian. Ibnu Hasan menunduk, menjawab agak
malu,”Hamba ingin menjelaskan mengapa hamba bersusah payah, tanpa mengenal lelah
mencari ilmu.

Memang sangkaan orang begitu karena ayahku kaya raya, tidak kekurangan uang. Namun
pendapat hamba tidak demikian, akan sangat memalukan seandainya ayah sudah tiada, semua
harta jatuh ke tangan hamba sementara hamba tidak mampu mengelolanya dengan baik.
Disitulah hamba terlihat semakin bodoh.

Pangkat anak pun begitu pula walaupun tidak boleh melebihi orang tuanya, paling tidak harus
sama dengan orang tuanya.
Maka yakinlah sang Kyai dengan keinginan muridnya itu dan mengizinkannya menjmba ilmu
di sekolah.

11. Hikayat Bunga Kemuning

Pada zaman dahulu, ada seorang Raja yang memiliki 10 orang putri yang masing-masing dia
beri nama dengan berbagai macam nama warna. Istri sang Raja itu sendiri sudah lama
meninggal dunia, usai melahirkan anak bungsu mereka yang bernama Putri Kuning. Berbeda
dengan anak-anak Raja yang lainnya, Putri Kuning ini memiliki perilaku yang sangat baik,
tidak seperti kakak-kakaknya yang amat bandel dan manja.

Pada suatu hari, sang Raja hendak pergi ke suatu tempat untuk mengurus suatu keperluan.
Ke-9 putri-putrinya meminta untuk dibawakan oleh-oleh yang sangat mewah dan mahal dari
sang Raja. Disamping itu, Putri Kuning tidak meminta dibawakan apa-apa ia hanya berharap
supaya ayahnya bisa kembali ke Istana dengan selamat.

Singkat cerita, sang Raja akhirnya pulang dan membawakan oleh-oleh yang diminta oleh
putri-putrinya. Namun, oleh-oleh itu tidak untuk diberikan kepada ke-9 putrinya, melainkan
akan diberikan semua kepada Putri Kuning seorang. Putri Hijau dan saudara-saudara yang
lainnya merasa cemburu dan berniat untuk memberi pelajaran kepada adik bungsu mereka.

14
Tanpa sepengetahuan sang Raja, Putri Kuning dipukuli oleh kakak-kakaknya hingga ia
meninggal dunia dan dikuburkan di suatu tempat yang berada tak jauh dari Istana. Sang Raja
yang mengetahui anaknya menghilang, ia pun mencari-cari putri bungsunya hingga
kemanapun, namun tak juga ditemukan.

Suatu hari, sang Raja melihat ada sebuah bunga yang berwarna kuning dan tumbuh di sebuah
tanah. Ternyata, tanah itu adalah tanah kuburan dari anak bungsunya yaitu Putri Kuning.
Setelah sang Raja mengetahui semuanya, kemudian Raja pun memberikan nama kepada
bunga itu dengan sebutan Bunga Kemuning.

12. Hikayat Bayan Budiman

Pada zaman dahulu, di suatu Kerajaan yang bernama Azam hiduplah seorang saudagar kaya
yang sudah memiliki keluarga, ia bernama Khojan Mubarok. Kebahagiaan dari keluarga itu
masih terasa kurang lengkap karena mereka belum juga dikaruniai seorang buah hati.
Walaupun begitu, sang saudagar tersebut tidak pernah putus asa dan tak pernah lelah untuk
memohon kepada Tuhan agar harapannya segera terkabul.

Akhirnya penantian yang panjang itu pun akan segera berakhir, karena saat ini istrinya
sedang mengandung anaknya dan melahirkan seorang bayi laki-laki yang kemudian diberi
nama Khojan Maimun. Maimun tumbuh menjadi seorang anak yang baik hati, saleh, dan juga
tidak sombong. Saat usianya sudah menginjak 15 tahun, sang pemuda ini dinikahkan dengan
Bibi Zainab, anak gadis dari seorang saudagar kaya juga.

Hingga di suatu hari, Khojan Maimun meminta izin kepada istrinya untuk pergi berlayar.
Sebelum ia berangkat, Khojan Maimun membeli sepasang burung bayan jantan dan burung
tiung betina.Kemuadian ia berpesan kepada istrinya jika ia sedang menghadapi masalah,
sebaiknya dibicarakan saja dengan kedua burung tersebut.

Setelah beberapa lama ia ditinggal oleh suaminya, Bibi Zaenab pun merasa sangat kesepian.
Hingga pada suatu hari datanglah seorang anak Raja yang terpikat akan kecantikan yang
dimiliki oleh Bibi Zaenab dan berniat untuk mendekatinya. Lelaki itupun kemudian meminta
kepada seorang perempuan tua untuk membantunya berkenalan. Bak gayung yang bersambut,
ternyata Zaenabpun sudah menaruh hati terhadap laki-laki itu dan mereka mencintai.

15
Disuatu malam, Bibi Zaenab berencana untuk pergi dengan si anak Raja tersebut, ia pun
berpamitan dengan Burung Tiung yang dibelikan oleh suaminya. Burung itu kemudian
menasihatinya untuk tidak jadi pergi karena, hal tersebut sudah melanggar aturan dari Allah
SWT karena dia sudah memiliki seorang suami. Mendengar hal tersebut, wanita itu akhirnya
marah, lalu membanting sangkar burung hingga menyebabkan burung itu mati.

Bibi Zaenab kemudian melihat seekor burung bayan yang sedang tertidur. Namun,
sebenarnya Burung Bayan itu hanya berpura-pura tidur saja karena, jika dia memberikan
jawaban yang sama seperti Burung tiung, maka nyawanya juga akan terancam.

Saat Zaenab berpamitan kepada burung itu, Burung Bayan itu pun berkata, “Silahkan Anda
pergi, dan cepatlah karena anak Raja itu sudah menunggu lama. Apapun yang akan Anda
lakukan, hambalah yang akan menanggung semuanya. Apalah yang dicari oleh manusia di
dunia ini jika bukan martabat, kesabaran, dan kekayaan? Hamba ini hanya seekor Burung
Bayan yang dicabut bulunya oleh istri dari tuanku.”

Di malam-malam selanjutnya, Bibi Zaenab semakin sering pergi untuk bertemu dengan anak
Raja tersebut. Setiap kali dia berpamitan dengan Burung Bayan, Burung itu selalu
menceritakan sebuah kisah kepadanya. Hingga tak terasa sudah hari ke-24, wanita itupun
akhirnya menyadari dan menyesali perbuatannya, ia juga sudah berjanji tidak akan
mengulangi hal itu lagi.

13. Hikayat Sri Rama

Pada suatu hari, Sri Rama dan Laksamana pergi mencari Sita Dewi. Mereka berjalan
menelusuri hutan rimba belantara namun tak juga mendapat kabar keberadaan Sita Dewi.

Saat Sri Rama dan Laksamana berjalan di dalam hutan, mereka bertemu dengan seekor
burung jantan dan empat ekor burung betina. Lalu Sri Rama bertanya pada burung jantan
tentang keberadaan Sita Dewi yang diculik orang. Burung jantan mengatakan bahwa Sri
Rama tak bisa menjaga istrinya dengan baik, tak seperti dia yang memiliki empat istri namun
bisa menjaganya. Tersinggunglah Sri Rama mendengar perkataan burung itu. Kemudian, Sri
Rama memohon pada Dewata Mulia Raya agar memgutuk burung itu menjadi buta hingga
tak dapat melihat istri-istrinya lagi. Seketika burung itu buta atas takdir Dewata Mulia Raya.

16
Malam tlah berganti siang. Di tengah perjalanan, mereka bertemu dengan seekor bangau yang
sedang minum di tepi danau. Bertanyalah Sri Rama pada bangau itu. Bangau mengatakan
bahwa ia melihat bayang-bayang seorang wanita dibawa oleh Maharaja Rawana. Sri Rama
merasa senang karena mendapat petunjuk dari cerita bangau itu. Sebagai balas budi, Sri
Rama memohon pada Dewata Mulia Raya untuk membuat leher bangau menjadi lebih
panjang sesuai dengan keinginan bangau. Namun, Sri Rama khawatir jika leher bangau
terlalu panjang maka dapat dijerat orang.

Setelah Sri Rama memohon doa, ia kembali melanjutkan perjalanan. Tak lama kemudian
datanglah seorang anak yang hendak mengail. Tetapi, anak itu melihat bangau yang sedang
minum kemudian menjerat lehernya untuk dijual ke pasar. Sri Rama dan Laksamana bertemu
dengan anak itu dan membebaskan bangau dengan memberi anak itu sebuah cincin.

Ketika dalam perjalanan, Sri Rama merasa haus dan menyuruh Laksamana untuk
mencarikannya air. Sri Rama menyuruh Laksamana untuk mengikuti jatunya anak panah agar
dapat menemukan sumber air. Setelah berhasil mendapatkan air itu, Laksamana
membawanya pada Sri Rama. Saat Sri Rama meminum air itu, ternyata air itu busuk. Sri
Rama meminta Laksamana untuk mengantarnya ke tempat sumber air dimana Laksamana
memperolehnya. Sesampai di tempat itu, dilihatnya air itu berlinang-linang. Sri Rama
mengatakan bahwa dulu pernah ada binatang besar yang mati di hulu sungai itu. Kemudian,
Sri Rama dan Laksamana memutuskan untuk mengikuti jalan ke hulu sungai itu.

Mereka bertemu dengan seekor burung besar bernama Jentayu yang tertambat sayapnya dan
yang sebelah rebah. Sri Rama bertanya padanya mengapa sampai Jentayu seperti itu. Jentayu
menceritakan semuanya pada Sri Rama tentang pertarungannya melawan Maharaja Rawana.
Setelah Jentayu selesai bercerita, ia lalu memberikan cincin yang dilontarkan Sita Dewi saat
Jentayu gugur ke bumi saat berperang dengan Maharaja Rawana. Kemudian, cincin itu
diambil oleh Sri Rama. Bahagialah Sri Rama melihat cincin itu memang benar cincin
istrinya, Sita Dewi.

Jentayu berpesan pada Sri Rama jika akan pergi menyeberang ke negeri Langka Puri, Sri
Rama tidak boleh singgah ke tepi laut karena di sana terdapat gunung bernama Gendara
Wanam. Di dalam bukit tersebut ada saudara Jentayu yang bernama Dasampani sedang
bertapa. Jentayu tak ingin saudaranya itu mengetahui bahwa dirinya akan segera mati. Setelah
Jentayu selesai berpesan, ia pun mati.

17
Sri Rama menyuruh Laksamana mencari tempat yang tidak terdapat manusia dengan
memberinya sebuah tongkat. Tetapi, Laksamana tidak berhasil menemukan tempat itu. Lalu
ia kembali pada Sri Rama. Laksamana mengatakan pada Sri Rama bahwa ia tidak dapat
menemukan tempat sesuai perintah Sri Rama. Kemudian, Sri Rama menyuruh Laksamana
untuk menghimpun semua kayu api dan meletakkannya di tanagn Sri Rama. Lalu
diletakkannya bangkai Jentayu di atas kayu api itu dan di bakar oleh Laksamana. Beberapa
lama kemudian, api itu padam. Laksamana heran melihat kesaktian Sri Rama yang tangannya
tidak terluka bakar sedikitpun. Kemudian, mereka melanjutkan perjalanan meninggalkan
tempat itu.

14. Hikayat Gunung Tidar Dan Tombak Kiai Panjang

Syahdan, dahulu kala Tanah Jawa ini masih berupa hutan belantara yang tiada seorangpun
berani tinggal di sana. Sebagian besar wilayah Jawa ini dahulu masih dikuasai berbagai
makhluk halus. Konon Tanah Jawa yang dikelilingi laut ini bak perahu yang mudah oleng
oleh ombak laut yang besar. Maka melihat itu para dewata segera mencari cara untuk
mengatasinya.

Maka berkumpullah para dewa untuk membahas persoalan Tanah Jawa yang tidak pernah
tenang oleh hantaman ombak itu. Diutuslah sejumlah dewa untuk tugas menenangkan pulau
ini. Mereka membawa sejumlah bala tentara menuju Pulau Jawa sebelah barat. Namun, tiba-
tiba Pulau Jawa kembali oleng dan berat sebelah karena para dewa dan bala tentara hanya
menempati wilayah barat. Agar seimbang, sebagian dikirim ke timur. Namun usaha ini tetap
gagal.

Melihat kenyataan itu maka para dewa sibuk mencari jalan pemecahan. Setelah beberapa
waktu berembug, maka didapatkanlah sebuah ide cemerlang. Mau tak mau para dewa harus
menciptakan sebuah paku raksasa, dan paku itu akan ditancapkan di pusat Tanah Jawa, yaitu
titik tengah yang dapat menjadikan Pulau Jawa seimbang. Paku raksasa yang ditancapkan itu
konon dipercaya sebagian masyarakat sebagai Gunung Tidar. Dan setelah paku raksasa itu
ditancapkan, Pulau Jawa menjadi tenang dari hantaman ombak.Menurut kepercayaan
sebagian masyarakat, Gunung Tidar pada mulanya hanya ditinggali oleh para jin dan setan
yang konon dipimpin oleh salah satu jin bernama Kiai Semar. Kiai Semar tidak sama dengan
tokoh Semar dalam dunia pewayangan. Kiai Semar yang menguasai Gunung Tidar ini konon
jin sakti yang terkenal seram. Setiap ada manusia yang mencoba untuk tinggal di sekitar

18
Gunung Tidar, maka tak segan Kiai Semar mengutus anak buahnya yang berupa raksasa-
raksasa dan genderuwo untuk memangsanya.

Alkisah, datanglah seorang manusia yang terkenal berani untuk mencoba membuka wilayah
Tidar untuk ditinggali. Ksatria berani ini berasal dari tanah jauh. Konon ia berasal dari negeri
Turki, bernama Syekh Bakir dan ditemani Syekh Jangkung. Kedua syekh ini disertai juga
oleh tujuh pasang manusia, dengan harapan dapat mengembangkan masyarakat yang kelek
mendiami wilayah itu.

Mendengar kabar itu, Kiai Semar murka. Diseranglah mereka oleh anak buah Kiai Semar,
dan tiada seorangpun yang selamat kecuali Syekh Bakir yang sakti, soleh, dan sabar. Setelah
bertapa selama 40 hari 40 malam, ia bertemu dengan Kiai Semar.

“Hei, Ki Sanak, berani benar kau berada di wilayah kekuasaanku tanpa permisi. Siapakah
engkau dan apa maumu berada di wilayah ini,” kata Kiai Semar.

“Duh penguasa wilayah Tidar, ketahuilah olehmu bahwa namaku Syekh Bakir, asalku dari
negeri Turki nun jauh di sana. Adapun kedatanganku kemari untuk membuka tempat dan aku
akan tinggal di sini bersama saudara dan sahabatku,” jawab Syekh Bakir dengan tenang.

“Adakah kau tahu bahwa daerah ini adalah daerah kekuasaanku? Siapapun tak boleh tinggal
di sini. Jika tiada peduli, maka akau akan mnegutus anak buahku untuk menumpas kalian
tanpa sisa.”

“Hai engkau yang mengaku sebagai penguasa Gunung Tidar, tidakkah kau tahu bahwa tiada
yang dapat melebihi kekuasaan Allah? Allah menciptakan manusia untuk menjaga dan
memelihara alam semesta ini, bukan untuk menguasainya secara semena-mena,” kata Syekh
Bakir.

“Hei manusia, sebelum kemarahanku memuncak, tinggalkan tempat ini! Ketahuilah bahwa
tempat ini sudah menjadi milikku, dan jangan mencoba merampasnya.” Syekh Bakir terdiam.

Mendengar ancaman Kiai Semar, ia lalu mengalah. Tetapi bukan berarti ia menyerah kalah.
Tetapi sebaliknya Syekh Bakir hendak menyiapkan diri lebih baik untuk mengalahkan Kiai
Semar dan bala tentaranya.

19
Sesampai di negeri Turki, ia mengambil sebuah tombak sakti yang bernama Kiai Panjang.
Selain itu, iapun menyiapkan lebih banyak lagi manusia yang akan diajak serta untuk
membuka tempat tinggal baru di Tidar.

Sesampai kembali di Tidar, berpasang-pasang manusia yang diajak serta oleh Syekh Bakir
tinggal lebih dulu di daerah sebelah timur Gunung Tidar yang sekarang dikenal dengan nama
desa Trunan. Konon desa itu berasal dari makna “turunan”. Ada yang mengatakan arti dari
turunan itu adalah keturunan, tetapi ada yang menganggapnya sebagai daerah pertama kali
sahabat-sahabat Syekh Bakir diturunkan dan tinggal di tempat itu untuk sementara waktu.

Setelah itu Syekh Bakir berangkat sendiri ke puncak Gunung Tidar untuk bersemadi. Tombak
pusaka sakti Syekh Bakir ditancapkan tepat di puncak Tidar sebagai penolak bala. Dan benar,
tombak sakti itu menciptakan hawa panas yang bukan main bagi Kiai Semar dan
wadyabalanya.Merekapun lari tunggang langgang meninggalkan Gunung Tidar. Dengan
adanya tombak sakti itu, maka amanlah Gunung Tidar dari kekuasaan para jin dan makhluk
halus. Syekh Bakirpun akhirnya memboyong sahabat-sahabatnya untuk membuka tempat
tinggal baru di Gunung Tidar dan sekitarnya.

15. HIKAYAT CABE RAWIT

Pada zaman dahulu kala, di sebuah kampung antah berantah, hidulah sepasang suami istri.
Mereka merupakan sebuah keluarga yang sangat miskin. Demikianlah miskinnya keluarga
itu. Rumah mereka pun jauh dari pasar dan keramaian. Namun demikian, suami-istri yang
usianya sudah setengah abad itu sangat rajin beribadah.

“Istriku,” kata sang suami suatu malam. “Sebenarnya apakah kesalahan kita sehingga sudah
di usia begini tua, kita belum juga dianugerahkan seorang anak pun. Padahal, aku tak pernah
menyakiti orang, tak pernah berbuat jahat kepada orang, tak pernah mencuri walaupun kita
kadang tak ada beras untuk tanak.”

“Entahlah, suamiku. Kau kan tahu, aku juga selalu beribadah dan memohon kepada Tuhan
agar nasib kita ini dapat berubah. Jangankan harta, anak pun kita tak punya. Apa Tuhan
terlalu membenci kita karena kita miskin?” keluh sang istri.

20
Malam itu,. Tanpa sadar, mulut sang suami mengucapkan sumpah, “Kalau aku diberi anak,
sebesar cabe rawit pun anak itu akan kurawat dengan kasih sayang.” Entah sadar atau tidak
pula, si istri pun mengamini doa suaminya.

Beberapa minggu kemudian, si istri mulai merasakan sakit diperutnya.

Bulan berganti bulan, pada suatu subuh yang dingin, si istri merasakan sakit dalam perutnya
teramat sangat. Ternyata istrinya melahirkan seorang anak. Senyum sejenak mengambang di
wajah keduanya. Akan tetapi, betapa terkejutnya suami-istri itu, ternyata tubuh anak yang
baru saja lahir sangat kecil, sebesar cabe rawit.

Singkat cerita, si anak pun dipelihara hingga besar. Anak itu perempuan. Kendati sudah
berumur remaja, tubuh anak itu tetap kecil, seperti cabe rawit. Demi kehidupan keluarganya,
sang ayah bekerja mengambil upah di pasar. Ia membantu mengangkut dagangan orang untuk
mendapatkan sedikit bekal makanan yang akan mereka nikmati bersama.

Sahdan, suatu ketika si ayah jatuh sakit, tak lama kemudian meninggal dunia. Sedangkan si
ibu, tubuhnya mulai lemas dimakan usia. Bertambahlah duka di keluarga itu sejak kehilangan
sang ayah. Kerja si ibu pun hanya menangis. Tak tahan melihat keadaan orangtuanya, si anak
yang diberi nama cabe rawit karena tubuhnya memang kecil seperti cabe

Cabai rawit mendesak ibunya agar diizinkan bekerja ke pasar. Sahdan, sang ibu pun akhirnya
memberikan izin kepada cabe rawit. Maka pergilah cabe rawit ke pasar tanpa bekal apa pun.

Belum sampai ke pasar, di perempatan jalan, melintaslah seorang pedagang beras dengan
sepedanya. Ketika pedagang beras nyaris mendahului si cabe rawit, ia mendengar sebuah
suara. “Hati-hati sedikit pedagang beras, jangan sampai ban sepedamu menggilas tubuhku
yang kecil ini. Ibuku pasti menangis nanti,” kata suara itu.

Berhentilah pedagang beras tersebut karena terkejut. Ia melihat ke sekeliling, tapi tak
didapatinya seorang manusia pun. Sementara suara itu kembali terdengar. Setelah mendengar
suara tersebut berulang-ulang, akhirnya pedagang beras lari pontang-panting ketakutan. Ia
mengira ada makhluk halus yang sedang mengintainya. Padahal, itu suara cabe rawit yang
tidak kelihatan karena tubuhnya yang teramat mungil.Sepeninggalan pedagang beras, cabe
rawit pulang sambil membawa sedikit beras yang sudah ditinggalkan oleh pedagang tersebut.
Sesampainya di rumah, si ibu bertanya. “Tadi, di jalan aku bertemu dengan pedagang beras,

21
Bu. Dia tiba-tiba meninggalkan berasnya begitu saja. Daripada diambil orang lain atau
dimakan burung, kuambi sedikit, kubawa pulang untuk kita makan. Bukankah kita sudah
tidak memiliki beras lagi?” jawab cabe rawit.

Keesokan harinya, hal serupa kembali terjadi pada pedagang ikan. Pedagang ikan itu juga
ketakutan saat mendengar ada suara yang menyapanya. Ia lari lintang pukang meninggalkan
ikan-ikan dagangannya. Maka pulanglah cabe rawit sembari membawa beberapa ikan
semampu ia papah.

Begitulah hari-hari dilalui cabe rawit. Ia tidak pernah sampai ke pasar. Selalu saja, di
perempatan atau pertengahan jalan, dia berpapasan dengan para pedagang. Hatta, keluarga
yang dulunya miskin dan jarang makan enak itu menjadi hidup berlimpah harta. Pedagang
beras akan meninggalkan berasnya di jalan saat mendengar suara cabe rawit. Pedagang
pakaian meninggalkan pakaian dagangannya, pedagang emas pun pernah melakukan hal itu.
Heranlah orang-orang sekampung melihat si janda miskin menjadi hidup bergelimang harta.

Orang-orang kampung pun mulai curiga

Singkat cerita, ketahuan juga bahwa suara itu dari seorang manusia yang sangat kecil, sebesar
cabe. Suasana berubah menjadi tegang. Si janda menjelaskan semuanya. Ia menceritakan
tentang sumpah yang pernah ia lafalkan dengan sang suami tentang keinginan punya anak
walau sebesar cabe pun. Mahfumlah kepala kampung dan penduduk di sana. Akhirnya, para
penduduk sepakat membangun sebuah rumah lebih bagus untuk di janda bersama anaknya.
Hidup makmurlah keluarga cabe rawit. Ia tidak lagi harus pergi ke pasar sehingga membuat
orang-orang takut.

22

Anda mungkin juga menyukai