Anda di halaman 1dari 9

KARAKTER RADEN DEWI SARTIKA BERDASARKAN TEORI

RATNA MEGAWANGI

Nilai Karkter Menurut Ratna Megawangi, sebagai pencetus pendidikan


karakter di indonesia telah menyusun karakter yang mulia yang sewajarnya
diajarkan kepada anak yang kemudian disebut sebagai sembilan pilar yaitu
sebagai berikut:

Nilai karakter

1. Religius
2. Mandiri
3. Tanggung Jawab
4. Kedisiplinan
5. Kreatif
6. Kepemimpinan
7. Rendah hati
8. Toleransi
9. Peduli

Alasan mengapa memilih nilai karakter menurut Ratna Megawangi, yaitu


kesembilan indikator nilai karatkter tersebut memang tercantum kedalam diri
Raden Dewi Sartika dan nilai karakter tersebut juga karakter yang dibutuhkan
bagi anak bangsa Indonesia. Dalam Syukri : 06

Biografi Raden Dewi Sartika

Raden Dewi Sartika Lahir pada Kamis, 4 Desember 1984 dari pasangan
Raden Rangga Somanagara dan Raden Ayu Rajapermas. Dewi sartika merupakan
seorang putri dari partih Bandung. Sebagai seorang Putri Patih Bandung, Dewi
Sartika juga pernah bersekolah di Eerste Klasse School sampai berusia 9 tahun,
yakni sampai ayahnya dituduh sebagai pemberontak pemerintah dan dikenakan
hukuman buang ke Pulau Ternate. Daryono, 2008:122

Pada januari 1894 Dewi Sartika dititipkan di rumah Uaknya Raden Demang
Suriakarta Adiningrat. Dewi Sartika menepati sebuah bilik kecil di belakang
rumah, berdekatan dengan kamar abdi dalem yang berada di rumah patih
Cicalengka. jauh berbeda dari keadaanya di Mangunreja maupun di Bandung.
Disini ia harus hidup prihatin dan jauh dari orang tua sanak saudara dan teman
teman dan juga harus berhenti sekolah. Daryono 2008:41.

Meskipun tidak lama mengenyam bangku sekolah atau mengikuti pendidikan


formal, Dewi Sartika adalah seorang anak perempuan yang memiliki kecerdasan
lebih dari anak-anak seusianya dan selain itu juga memiliki talenta sebagai
pendidi. Sehingga dalam kesulitan hidupnya, ia terinspirasi dan termotivasi untuk
menyelenggarakan kegiatan pendidikan informal yang selanjutnya melembaga
menjadi pendidikan formal yaitu Sekolah Istri yang berdiri pada tanggal 16
Januari 1904 sebagai sekolah perempuan Bumi Putera pertama di Hindia Belanda
masa itu. sekolah yang menampung murid dari semua kalangan tanpa membeda-
bedakan latar belakang status sosialnya. Singkat kata anak ningrat atau bukan,
bisa bersekolah di situ. Daryono, 2008:122-123

Pada tahun 1911, sekolah istri memasuki usia 7 tahun. Bagi sekolah isteri
menjadi tonggak penting sebab tahun ini kurikulumnya telah di sesuaikan dengan
kurikulum Tweede Klasse School, untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan
lulusannya. Aura 2019:310. Kemudian pata tahun 1912 sekolah istri berhasil
didirikan dikota-kota kabupaten, setidaknya sembilan sekolah telah didirikan.
Bahkan sekolah istri ini telah pula di didirikan di Bukit Tinggi atas perannya
Encik Rama Saleh.

Pada tahun 1916, sekolah keutamaan isteri mendapat kehormatan dikunjungi


oleh nyonya Limburg van Stirum. Adalah gubernur jendral kunjungan tersebut
juga memberi dampak posistif bagi sekolah isteri yang semakin menjadibahan
berita di berbagai media masa bumi putera maupun media masa berbahasa
Belanda. Alhasil sekolah istri semakin kondang dan disegani banyak kalangan.
Daryono 2008:78

Pada tahun 1929, ketika sekolah istri genap berusia 25 tahun, pemerintah
Hindia-Belanda menghadiahi sebuah gedung baru yang permanet, pergantian
gedung baru ini, nama sekolah istri diumumkan berubah menjadi sekolah Raden
Dewi.
Pada 22-25 Desemer 1928 diselenggarakan suatu pertemuan perempuan
peratam bumi putera di Yogyakarta. Daryono 2008:124. Pada waktu pelaksanaan
kongres, guru dan para siswa sekolah istri menggalang baza.r dan pameran
kerajinan hasil karya para siswa. Diselah sela kongres tersebut H.O.S
Tjokroaminoto menyatakan kekagumannya kepada para siswi sekolah istri.
Kemudian ia mengundang Dewi Sartika agar berkunjung ke Surabaya untuk
memberi ceramah yang memotivasi warga syarekat Islam di Surabaya, khususnya
mereka yang perempuan untuk melakukan hal yang serupa seperti yang telah
diterapkan di sekolah istri. Daryono 2008: 82. Kemudian setelah itu dilaksanakan
kongres ke II PADA 31 Desember 1929 di Batavia, dan kongres ke III
diselenggarakan 20-24 Juli 1935 di Batavia yang melahirkan perkumpulan
perempuan Bumi Putera yang dinamakan Istri Sadar.

Selanjutnya dalam peringatan 35 tahun berdirinya sekolah raden dewi, atau


persisnya pada tanggal 16 Januari 1939, Dewi Sartika mendapat bintang emas dari
perintah Hindia-Belanda sebagai penghargaan atas jasa-jasanya dalam bidang
pendidikan untuk kaum perempuan bumi putera. Sebelumnya pada tahun 1922
Dewi Sartika juga sudah memperoleh bintang perak dari pemerintah Hindia
Belanda. Demikian bukti Dewi Sartika tidak hanya dihargai bangsa sendiri, tetapi
juga dihargai oleh bangsa yang menajajah. Daryono 2008:106

Pada masa pendudukan Jepang 1942, semua sekolah dasar dijadikan satu
macam atau satu jenis sekolah saja yang disebut sekolah Rakyat, sementara
sekolah Raden Dewi diagnti nama menjadi Sekolah No.29. selanjutnya komandan
pasukan Jepang menemui Dewi Sartika dan Putrinya Raden Ine. Dia menawarkan
kepada Dewi Sartika dan putrinya menjadi kepala sekolah yang dikuasai stentara
Jepang itu. menanggap tawaran tersebut Raden Dewi Sartika dan putrinya
menolak dengan halus dan diplomatis. Yakni Dewi Sartika mengaku bahwa
usianya sudah tua dan fisiknya sudah lemah. Sedangkan raden Ine menolak
tawaran itu karena ia harus merawat ibunya yang semakin tua. Komandan itu
memaklumi penolakan tersebut tanpa prasangka apapun. Daryono 2008:114

Setelah wafatnya suami (Raden Anggah Kanduruan Suriawinata) Dewi


Sartika pada 1939, kesehatan Dewi Sartika terus memburuk, ia di rawat di rumah
sakit Cinema dan ditemani sang anaknya Raden Ine Tardine. Namun pada hari
kamis jam 9 pagi, 11 September 1947, putri Raden Rangga Somananggar itu
menghembuskan napas terakhir dalam usia 63 tahun. Dewi Sartika dimakamkan
di Pemakaman Cigagadon, Desa Rahayu, Kecamatan Cinema. Tiga tahun
kemudian keluarga sepakat memindahkan makamnya ke kompleks Makan Bupati
Bandung, di jalan Karanganyar, Kota Bandung, tempat dimana almarhum Raden
Anggah Kanduruan Suriawinata dimakamkan sebelumya. Asura 2019:40

Nilai-nilai karakter yang terdapat pada Raden Dewi Sartika

Dewi sartika merupakan sosok pejuang perempuan Indonesia yang berjuang


untuk hak-hak kaum perempuan. Dengan menyalurkan pengetahuan yang
dimilikinya melalui pendidikan, kemudin mendirikan Sekolah Isteri pada tahun
1904. Sebagai seorang pahlawan atau pejuang Dewi Sartika dapat dicontoh
melalui nilai karakter yang dimilikinya. Yang pertama adalah karakter Religisu.
Fakta yang menunjukkan Raden Dewi Sartika memiliki karakter Religius yakni “
Raden Eni lah yang menaruh perhatian dan simpati yang lebih kepada raden Uwi.
Eden Uwi mengangkat wajah sedikit, lalu menunduk dan bicara. “ saya sedang
puasa Senin, Gan Istri” Asura, 2019: 72.

Berdasarkan fakta di atas dapat dilihat bahwa Raden Dewi Sartika adalah
sosok yang Religius, ia bahkan menjalankan kewajiban yang sunah dari agama
islam yang membuktikan bahwa ia tidak lupa akan tuhan dan ajaran agamanya.

Selain karakter Religius Dewi Sartika juga memiliki nilai karakter Mandiri.
Fakta yang menunjukkan Raden Dewi Sartika adalah sosok yang mandiri dapat
dilihat “ sang gadis remaja (Raden Dewi Sartia) tidak menunggu fasilitas yang
memadai atau mengharapkan uluran dana dari luar untuk memulai aksinya
(mendirikan seklolah isteri). Kemampuannya untuk mengendalikan diri dalam
bereaksi dengan merumuskan lebih dulu secara matang sebab musabab dan
kesimpulan pemecahannya, tahulah sudah apa yang harus dilakukan.” Daryono,
2008 : 13-14.
Berdasrkan fakta di atas dapat dilihat bahwa Raden Dewi Sartika adalah sosok
yang Mandiri, ia tidak menungggu belas kasih atau pertolongan dari orang lain
terlebih dahulu, tetapi ia dengan sendiri mampu menyelesaikan permasalahan dan
mencari solusi dengan mandiri.

Nilai karakter dari Dewi Sartika yang Ketiga adalah Tanggung Jawab. Fakta
yang menunjukkan Raden Dewi Sartika memiliki nilai karakter Tanggung Jawab
dapat dilihat “ tanpa lelah Dewi Sartika menghabiskan waktu seharian penuh
untuk mengurus sekolah isteri. Ia tak begitu saja menyerahkan urusan sekolah
kepada guru. “di tangan kitalah masa depan anak-anak gadis itu” ujar dewi
sartika saat memberi pengarahan kepada para guru sebelum masuk kelas”. Asura,
2019: 259-260. Dewi sartika juga merupakan sosok yang bertanggung jawab atas
keluarga dan kewajubannya sebagi seorang istri, hal ini dapat dilihat. “ Dewi
Sartika tak mau waktu dan hatinya dihabiskan di sekolah saja, sebab baginya
rumah tangga pun sekolah yang tak kalah pentingnya” Asura, 2019: 298-299.

Dari fakta di atas dapat disimpulkan bahwa dewi sartika adalah sosok yang
bertanggung jawab atas tugasnya sebagai kepala sekolah dan mendidik anak
perempuan di sekolah isteri agar menjadi perempuan yang berguna. Selain itu
pula sewi sartika juga bertanggung jawab atas tugasnya sebagai istri di rumah
tangga.

Selanjutnaya, Dewi sartika sebagai kepala sekolah untuk sekolah isteri ia juga
memiliki nilai karakter Disiplin.. sikap disilin Dewi Sartika juga diterapkan
kepada setiap murid di sekolah isteri. Fakta yang menunjukkan Raden Dewi
Sartika memiliki nilai karakter Kedisiplinan yang dapat dilihat “ pada waktu-
waktu tertentu Dewi Sartika memeberi wejangan tidak untuk guru, tetapi kepada
seluruh siswa. Secara rutin Dewi Sartika masuk kedalam kelas untuk memeriksa
siapa yang tidak hadir, lalu memberi wejangan agar jangan sampai telat masuk
kelas apalagi bolos, karena bisa saja tertinggal peljaran.”. Asura, 2019:260-261

Fakta lainnya yang dapat dilihat adalah “tanpa lelah Dewi Sartika
menghabiskan waktu seharian penuh untuk mengurus sekolah. setiap hari selalu
ada saja ada masalah yang harus di selesaikan. Ia tak begitu saja menyerahkan
urusan sekolah kepada guru. “hampir seluruh waktu Dewi Sartika tersita untuk
mengurus sekolah isteri. Dengan penuh semangat pagi-pagi sekali sudah
berangkat, sehingga selalu datang paling pertama di sekolah. hal ini sering kali
mebuat guru lain rikuh. Merekapun berlomba-lomba untuk datang lebih pagi.
Akhirnya semua guru sudah siap mengajar sebelum nak-anak datang”. Asura,
2019:261-262.

Fakta selanjutnya dapat dilihat “ seperti itu pula bila di kelas tersebut ada
seseorang murid yang melakukan kesalahan ringan. Dewi sartika tak pernah
memarahi murid yang bersangkutan, tetapi memberi wejangan untuk semua murid
yang lain. Sehingga, keslalahan itu tidak dilakukan oleh murid lain. Namun bila
kesalahan itu dinilai berat seperti ketahuan berbohong, murid yang bersangkutan
akan dipanggil ke ruang kerjanya, kemudian diberi wejangan. Paham yang kamu
lakukan itu bisa berbahaya.?, paham juragan guru. Asura, 2019: 271-272.

Dari fakta diatas, dapat disipulkan bahwa Dewi Sartika adalah sosok
perempuan yang disiplin saat menjadi kepala sekolah Isrteri. Dewi Sartika adalah
sosok yang disiplin akan waktu, kebersihan, serta kejujuran. Dewi Sartika tidak
segan untuk memberi nasehat atau wejangan kepada murit atau guru yang
melanggar atauran yang telah ditentukan oleh sekolah isteri.

Nilai karakter yang kelima yang terdapat dalam diri Raden Dewi Sartika
adalah Kreatif. Fakta yang menunjukkan Raden Dewi Sartika memiliki nilai
karakter Kreatif dapat dilihat. “karena hanya dari ibu yang baik akan lahir
generasi yang baik. Itulah yang menjadi landasan Dewi Sartika mencetuskan
gagasan mendirikan sekolah perempuan Bumi Putera yang pertama di Indonesia,
seperti yang diungkapnya dalam salah satu artikel karangannya: disamping
pendidikan yang baik, perempuan bumi putera harus dibekali pelajaran yang
bermutu. Karena perluasan pengetahuan akan sanagat berpengaruhh bagi moral
kaum perempuan bumi putera. Pengetahuan tersebut hanya diperoleh dari
sekolah..” Yan Daryono :50. “Sekolah istri didirikan pada tanggal 16 Januari
sekolah isteri berhasil dibentuk dan berlokasi di Paseban Wetan Pendopo Dalem
Kabupatin Bandung.” Yan Daryono :57.

Berdasarkan fakta diatas dapat dilihat bahwa Dewi Sartika adalah sosok
perempuan yang keratif dimana saat semua anak muda khususnya kaum
perempuan menyerah pada keadaan atau takdir hanya sebagai seorang istri, justru
Dewi Sartika memiliki gagasan inin mendirikan sekolah bumi putera.

Selain itu pula, Dewi Sartika juga memiliki nilai karakter kepemimpinan.
Fakta yang menunjukkan Raden Dewi Sartika adalah sosok perempuan yang
berjiwa kepemimpinan dapat dilihat. “ tugas seorang kepala sekolah adalah
banyak dan berat, apabila pemimpin sekolah terseut merangkap sebagai ibu rumah
tangga pula. Namun hal ini dikerjakan oleh Dewi Sartika dengan sungguh-sugguh
dan penuh kecintaan, karena kesibukan dan kemampuan diri inilah yang dicita-
citakan sejak dulu". Wiriaatmadja, 1985:82.

Selain itu pula dapat dilihat “Dewi sartika tidak pernah memperhitungkan
jerih payah atau biaya untuk belajar setiap hal yang baru bagi sekolah isteri.
Dalam lingkungan kabupaten dan banyak didapat hal-hal yang hanya dipelajari di
kalangan priyai dan mode dalam cara berpakaian mereka. Segera ditiru oleh Dewi
Sartika, dengan resiko dikucilkan oleh mereka. Dengan cara ini Dewi Sartika
berhasil mengajarkan kepada murid sekolah istreri menyablon dan membuat
pluchett dalam menghias.” Wiriaatmadja, 1985:83

Dilihat dari fakta diatas bahwa dapat kita lihat Dewi Sartika adalah sosok
perempuan yang berjiwa Kepemimpinan. Dewi Sartika tidak pernah
memperhitungkan bagi kemajuan sekolah isteri. Dewi Sartika juga ingin menjadi
pemimpin yang mampu mengurus sekolah dan juga rumah tangga.

Dewi sartika selain berjiwa tegas dan disiplin, ia juga memiliki karakter
Rendah Hati. dimana ia tidak segan bergaul dan menolong orang yang
membutuhkan tanpa melihat latar belakangnya terlebih dahulu. Fakta yang
menunjukkan Raden Dewi Sartika adalah sosok yang Rendah Hati yakni dapat
dilihat . “ hidup di lingkungan kebupatian yang serba enak, dilayani abdi dalem
yang sopan dan baik, tak membuat Raden Dewi Sartika menjadi manja. Sehari-
hari ia bisa bergaul dengan anak para pembantu”. Asura 2019:15

Dapat dilihat dari fakta di atas bahwa Dewi Sartika adalah sosok yang rendah
hati, dimana walaupun ia adalah sosok dari kalangan bangsawan tetapi ia tak
segan untuk bereteman dan bergaul dengan anak para pembantu yang merupakan
kalangan rakyat biasa.

Selian itu pula Dewi Sartika juga memiliki nilai karakter Toleransi . Fakta
yang menunjukkan Dewi Sarika memiliki nilai karakter Toleransi dapat dilihat.
“gadis yang menjadi murid pertama sekolah isteri berasal dari keluarga biasa,
bukan dari kalangan priyai. Kebanyakan pegawai-pegawai di kabupaten Bandung
yang berpengasilan rendah saja. ini adalah prinsip yang dipegang oleh Dewi
Sartika, bahwa sekolahnya akan terbuka bagi siapa saja yang membutuhkannya.
Sikap hidup kerakyatan ini tampak dengan jelas seanjang hidupnya, sejak bermain
dihalam kabapatih Bandung ketika Dewi Sartika masih kanak-kanak sampai di
Cicalengka dimana jarak pergaulan antara menak dan somah dipegang teguh oleh
Patih Aria. Dewi sartiak tetap memperlakukan sama. “Wiriaatmadja 1985 : 68

Berdasarkan fakta di atas dapat dilihat bahwa, Dewi Sartika adalah sosok
perempuan yang toleran dengan anak perempuan dari kalangan mana saja boleh
bersekolah di sekolah isteri tanpa mempermasalahkan latar belakang dan status
sosial, dewi sartika memperlaukan anak muridnya sama.

Karakter yang kesembilan dari Dewi Sartika yang bisa dicontoh yakni
karakter peduli. Fakta yang menunjukkan Raden Dewi Sartika memiliki nilai
karakter Peduli terutama peduli sosial dapat dilihat. “dilapangan inilah Dewi
Sartika merasa terpanggil. Ia ingin berbuat sesuatu bagi kaumnya. Mengajarkan
menulis dan membaca kepada anak-anak perempuan dirasaknnya mamapu. Begitu
juga dengan pengetahuan kewanitaan seperti yang dipelajri Dewi Sartika sendiri
selama bernaung dibawah perlindungan bapak tuanya” Wiriaatmadja 1985 : 53.

Berdasrkan fakta tersebut dapat disimpulkan bahwa Dewi Sartika adalah


sosok Perempuan yang peduli akan lingkungan sosialnya khusunya kaum
perempuan. Dengan mengajari anak-anak perempuan dengan keterampilan
membaca dan menulis sebagai bentuk kepeduliannya untuk kemajuan kaumnya.
Dewi Sartika juga sosok yang peduli dengan nasip anak perempuan yang harus
menikah ketimbangan bersekolah, ia berusaha untuk membantu anak tersebut
untuk tetap bersekolah.
Daftra Pustaka

Sumber Buku:

1. E. Rokajat Asura “Raden Dewi Sartika Pendidik Bangsa dari Pasundan”,


Imania Bandung, Cetakan 1. 2019.
2. Rochiati Wiriaatmaja 1985 “Dewi Sartika”, Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan Jakarta 1985.
3. Yan Daryono “Raden Dewi Sartika Sang Perintis” Yayasan Awika & PT.
Grafitri Budi Utami, Cetakan II-2008.

Sumber Lain:

1. Jurnal M. Syukri “Pendidikan Berbasis Karakter Melalui Pembelajaran


Kontekstual” FKIP Universitas Tanjungpura, Pontianak

Anda mungkin juga menyukai