Anda di halaman 1dari 12

ANALISIS TOKOH

RADEN DEWI SARTIKA

NAMA : YUWAFIN MAZIDA DAULAY

NPM : 188600175

KELAS : B SEMESTER II

KELOMPOK : 5

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS MEDAN AREA

2O19
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Tokoh

Alasan saya memilih tokoh Raden Dewi Sartika karena, menurut saya beliau adalah

sosok yang pemberani, gigih, dan ingin membuat anak perempuan di daerah nya

menjadi pintar. Dari sejak kecil beliau sudah mulai menunjukkan bakat pendidik dan

kegigihan untuk meraih kemajuan. Ia sering memperagakkan praktik di sekolah,

belajar membaca, menulis, juga Bahasa Belanda kepada anak – anak pembantu di

kepatihan. Karena kegigihan dan semangat yang sangat luar biasa, akhirnya ia bisa

meyakinkan pamannya dan diizinkan mendirikan sekolah untuk perempuan.

Perjuangan Dewi Sartika sangatlah berarti terutama bagi kaum perempuan, dengan

semangat kegigihan dan ketulusan hatinya untuk membangun masyarakat, sekolah

yang didirikannya sebagai sarana kaum wanita hingga masa kini. Menurut saya apa

yang dilakukan oleh Raden Dewi Sartika ini sangat bagus dan patut untuk di contoh,

karena dengan kegigihan dan semangatnya ia berhasil mewujudkan cita – citanya

untuk membangun sekolah, walaupun adat yang mengekang kaum wanita pada waktu

itu membuat pamannya merasa kesulitan dan khawatir.

B. Alasan Pemilihan Teori

1. Teori humanistik

Pada teori humanistik lebih melihat pada perkembangan kepribadian seseorang.

Pendekatan – pendekatan yang dilakukan adalah untuk melihat kejadian yang

mana manusia dapat membangun dirinya sendiri untuk melakukan hal yang

positif. Kemampuan untuk melakukan hal – hal positif inilah yang disebut potensi

manusia. Kemampuan positif sangat berkaitan dengan pengembangan emosi


positif. Emosi menjadi karakteristik yang kuat dan terlihat dari orang – orang yang

beraliran humanisme. Hubungan teori ini dengan perilaku Raden Dewi Sartika

semasa hidupnya yaitu untuk mengakkan emansipasi wanita. Contohnya sekolah

Dewi Sartika yang merupakan salah satu kontribusi kaum perempuan Sunda di

Tatar Pasundan dalam mengangkat kesetaraan dan mutu pendidikan Bumiputra

sejak zaman kolonial. Ia juga membuka sakola istri (sekolah perempuan) pertama

se-Hindia Belanda. Setahun kemudia sekolah nya berhasil menambah kelas. Pada

tahun 1912 ia sudah berhasil mendirikan sembilan sakola istri. Jadi, pada teori ini

apa yang dilakukan oleh Raden Dewi Sartika dalam menegakkan sakola istri ini

untuk melakukan hal – hal yang positif dengan potensi yang dimilikinya di bidang

pendidikan.
BAB II

ISI

A. Ulasan Tentang Tokoh

Dewi Sartika lahir di Cicalengka, 4 Desember 1884, meninggal di Tasikmalaya 11

September 1947. Dikenal atas Pahlawan Nasional, perintis pendidikan wanita. Orang

tua Dewi Sartika merupakan pejuang Indonesia yang terang – terangan menentang

pemerintah Hindia Belanda. Hal tersebut mendapat hukuman keras dari pemerintah

Hindia Belanda sehingga harus disingkirkan ke Ternate dan terpisah dari Dewi

Sartika.

1. Masa Kecil Dewi Sartika

Setelah kedua orang tua Dewi Sartika meninggal, Dewi Sartika diasuh oleh

pamannya yang merupakan kakak kandung dari Nyi Raden Ayu Rajapermas.

Patih Aria, paman Dewi Sartika adalah seorang patih di cicalengkah. Dari

pamannya lah Dewi Sartika meningkatkan ilmu pengetahuannya terkait adat

budaya sunda. Seorang Rasiden Asisten Rasiden berkebangsaan Belanda juga

telah mengajarkannya tentang budaya dan adat bangsa Barat. Kedua orang tua

Dewi Sartika memang sudah mengenalkan pendidikan sejak kecil, meskipun hal

tersebut bertentangan bagi perempuan. Dewi Sartika pernah mengikuti pendidikan

sekolah dasar Cicalengka.


2. Ketertarikan Dewi Sartika terhadap Pendidikan

Ketika masih kanak - kanak, seringkali Dewi Sartika bermain guru – guruan

dengan anak seusianya. Ia sering sekali berperan sebagai guru, karena saat itu ia

telah mampu membaca dan menulis. Ia mengajarkan kepada anak – anak di

sekitarnya terutama anak perempuan pribumi. Dari situlah telah terlihat bahwa

Dewi Sartika memiliki minat yang lebih terhadap dunia pendidikan. Ia juga

memiliki kemampuan berbahasa Belanda. Ketika menginjak remaja, ia mulai

mengajarkan membaca dan menulis kepada warga – warga sekitar. Saat itula

Dewi Sartika berpikir agar anak – anak perempuan dapat memperoleh pendidikan

yang sama.

3. Sekolah – Sekolah yang Didirikan Dewi Sartika

Sebagai seseorang yang konsen pada pendidikan, Dewi sartika berhasil

mendirikan beberapa sekolah, yaitu :

 Sakola Istri (sekolah istri)

Tanggal 16 Januari 1904 Dewi Sartika mulai mendirikan sekolah

impiannya. Kakeknya Raden Agung A Martanegara dan seorang Inspektur

kantor pengajaran yaitu Den Hamer memberikan respon positif. Dewi

Sartika akhirnya berhasil mendirikan sebuah sekolah untuk kaum

perempuan yang diberi nama “Sakola Istri”. Saat pertama kali dibuka,

sakola istri memiliki murid wanita berjumlah 20 orang. Disana para wanita

tidak hanya belajar membaca, menulis, dan berhitung saja. Mereka juga

belajar menjahit, merenda, serta belajar agama. Masyarakat semakin

berantusias dengan “Sakola Istri”. Sakola Istri hanya memiliki dua ruang

kelas tidak dapat menampung banyak murid, sedangkan jumlah wanita


yang bersekolah terus meningkat. Akhirnya ruang kelas ditambah dengan

meminjam ruang kepatihan Bandung.

 Sekolah Keutamaan Istri

Masyarakat yang mendaftar semakin hari semakin banyak, hingga ruang

kepatihan Bandung sudah tidak cukup lagi. Sekolah pun di pindahkan,

perpindahan tempat juga merubah nama sekolah menjadi Sekolah

Keutamaan Istri. Tahun 1910 sejalan dengan perpindahan Sekolah Istri,

akhirnya Sekolah Keutamaan Istri resmi dibukan di gedung yang lebih

luas. Sekolah Keutamaan Istri memiliki beberapa perbedaan dari

sebelumnya. Para wanita tidak hanya diajarkan keterampilan seperti

menjahit saja namun juga di didik untuk menjadi istri. Gadis – gadis yang

notabene akan menjadi istri akan mendapat pelajaran tentang bagaimana

menjadi ibu rumah tangga yang baik, mandiri, dan terampil. Semua

pelajaran berkaitan dengan pembinaan rumah tangga diajarkan di Sekolah

Keutamaan Istri. Tepat dua tahun setelah perpindahan Sekolah Keutamaan

Istri, wanita – wanita Sunda yang memiliki cita – cita yang sama dengan

Dewi Sartika mulai berani mendirikan sekolah – sekolah untuk wanita,

hingga tahun 1912 jumlah Sekolah Istri mencapai sembilan sekolah.

 Organisasi Keutamaan Istri

Banyaknya sekolah perempuan di Sunda memunculkan kembali ide untuk

mendirikan organisasi. Tahun 1913 Organisasi Keutamaan Istri berdiri

dengan tujuan untuk menaungi sekolah – sekolah yang telah didirikan di

Tasikmalaya. Organisasi ini sengaja dibentuk untuk menyatukan sistem

pembelajaran dari sekolah – sekolah yang telah di bangun Dewi Sartika.


 Sekolah Keutamaan Perempuan

Tahun selanjutnya, Sekolah Keutamaan Istri merubah kembali namanya

menjadi Sekolah Keutamaan Perempuan. ¼ wilayah Jawa Barat telah

berdiri Sekolah Keutamaan Perempuan, tinggal ¾ lagi yang perlu ditata.

Seorang wanita bernama Encik Rama Saleh kembali terinspirasi oleh Dewi

Sartika, ia memberanikan diri untuk mendirikan sekolah di wilayah Bukit

Tinggi.

 Sekolah Raden Dewi

25 tahun setelah pendirian Sekolah Istri, namanya pun berubah kembali.

Ini merupakan kali terakhir perubahan nama dari sekolah yang didirikan

Dewi Sartika. Tahun 1929 Sekolah Keutamaan Perempuan berubah

menjadi Sekolah Raden Dewi. Pemerintah Hindia Belanda kemudian

memberikan apresiasi dengan membangunkan sebuah gedung sekolah baru

yang lebih besar dari sebelumnya.

4. Cita – Cita dan Penghargaan Dewi Sartika

Mimpi Dewi Sartika menjadikan wanita berpendidikan telah tercapai. Ia juga

ingin agar seluruh wanita dapat mrnjadi istri yang baik. Namun, ia tidak hanya

berhenti disitu. Perjuangan Dewi Sartika yang turut serta banting tulang bekerja

siang malam untuk membayar pengeluaran operasional sekolah. Dewi Sartika tak

pernah mengeluh, ia justru merasa sangat terobati saat melihat kaumnya.

Sesuai SK Presiden RI no 152/1966 Dewi Sartika mendapat penghargaan sebagai

Pahlawan Nasional, tepatnya pada tanggal 1 Desember 1966 ketika sekolah

Keutamaan Istri berusia 35 tahun ia mendapat gelar Orde Van Orenje-Nassau.


5. Kehidupan Rumah Tangga Dewi Sartika

Dua tahun setelah mendirikan Sekolah Istri, tepatnya tahun 1906, Dewi Sartika

ternyata telah menikah bersama Raden Kanduruan Agah Suriawinata. Ia menikah

dengan salah seorang Guru di Sekolah Karang Pamulang yang menjadi Sekolah

Latihan Guru. Kesamaan visi dan misi Dewi Sartika dan Raden Kanduruan Agah

Suriawinata menambah semangat Dewi Sartika. Tidak ada biografi Dewi Sartika

yang menjelaskan tentang kisah asmara mereka secara rinci. Pada intinya Raden

Kanduruan Agah Suriawinata telah banyak berperan dalam proses pendirian

Swkolah Istri. Ia tidak hanya memberikan dorongan motivasi, namun ia juga

membantu baik tenaga maupun pemikiran. Berkat suaminya pula, Dewi Sartika

mampu memperjuangkan semuanya, tanpa kata lelah.

6. Masa Tua Dewi Sartika

Memasuki Usia senja Dewi Sartika hidup bersama warga dan pejuang di Sunda.

Tahun 1947 Belanda kembali melakukan serangan agresi militer. Seluruh rakyat

pribumi, pejuang serta Dewi Sartika dan Keluarga ikut melakukan perlawanan

untuk membela tanah air. Seluruh penduduk kemudian mengungsi untuk

mempertahankan Indonesia.

Tanggal 11 September 1947, di Tasikmalaya tepatnya saat berada di pengungsian

Dewi Sartika menghembuskan nafas terakhirnya. Seluruh rakyat berduka atas

peninggalan Dewi Sartika. Karena keadaan masih dalam keadaan masa perang,

hanya pemakaman dan upacara sederhana yang dilakukan.

Pemakaman Cigagadon yang ada di Desa Rahayu, Kecamatan Cineam adalah

makam Dewi Sartika. Usai perang Agresi Militer,sekitar tahun 1950 makam Dewi

Sartika dipindahkan ke kompleks Pemakaman Bupati Bandung di Jl. Karang

Anyar – bandung.
Dari biografi Dewi Sartika diperoleh banyak sekali ilmu. Salah satunya adalah

keikhlasan. Dewi Sartika baru mendapatkan gelar pahlawan 19 tahun setelah ia

meninggal. Ia sama sekali tidak pernah mengharapkan gelar itu, karena ia

melakukannya dengan ikhlas.

Dari biografi Dewi Sartika juga kita dapat mengetahui bahwa perjuangan beliau

sebagai Pahlawan Nasional berbeda dengan Pahlawan Nasional lainnya. Kebanyakan

Pahlawan berjuang dengan mengangkat senjata dalam medan perang. Dewi Sartika

tidak, ia berjuang melalui pendidikan, ia mampu menginspirasi perempuan Sunda

lainnya yang memiliki cita – cita yang sama.

B. Teori yang Dipakai

1. Teori Humanistik

Teori ini dicetuskan oleh Arthur Combs, Carl Rogers, Erich Fromm, Viktor

Franki, dan Abraham Maslow. Pada teori humanistik ini lebih melihat pada

perkembangan kepribadiaan seseorang. Pendekatan yang dilakukan untuk melihat

kejadian yang mana manusia dapat membangun dirinya sendiri untuk melakukan

hal yang positif. Kemampuan untuk melakukan hal – hal positif inilah yang

disebut dengan potensi manusia. Para ahli yang memiliki aliran humanisme

biasanya akan lebih fokus pada pengajaran kemampuan hal – hal positif.

Kemampuan positif sangat berkaitan dengan pengembangan emosi positif yang

berada dalam domain afektif. Emosi menjadi karakteristik yang kuat dan terlihat

dari orang – orang yang beraliran humanisme. Teori humanisme sangat cocok jika

diterapkan dalam pembelajaran yang sifatnya untuk membentuk kepribadian,

perubahan sikap, kesadaran hati nurani dan juga analisis pada fenomena sosial.
Pemakaian teori humanistik ini karena apa yang dilakukan oleh Raden Dewi

sartika semasa hidupnya untuk mengakkan emansipasi wanita. Contohnya sekolah

Dewi Sartika yang merupakan salah satu kontribusi kaum perempuan Sunda di

Tatar Pasundan dalam mengangkat kesetaraan dan mutu pendidikan Bumiputra

sejak zaman kolonial. Ia juga membuka sakola istri (sekolah perempuan) pertama

se-Hindia Belanda.
BAB III

PENUTUP

KESIMPULAN

Terlepas dari bentuk atau cara perjuangannya, seorang pahlawan pasti telah berbuat

sesuatu untuk bangsanya sesuai dengan kondisi zaamannya. Demikian hal nya dengan Raden

Dewi sartika, lahir di Cicalengka Bandung, 4 Desember 1884 – meninggal di Tasikmalaya,

11 september 1947 (pada umur 62 tahun). Yang merupakan tokoh perintis pendidikan untuk

kaum wanita. Ia diakui sebagai Pahlawan Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada tahun

1966. Jika pahlawan lain melakukan perjuangan untuk bangsanya melalui perang seperti

angkat senjata, Dewi Sartika memilih perjuangan dengan mendirikan sekolah. Berbagai

tantangan, khususnya di bidang pendanaan operasional sekolah yang didirikannya sering

dihadapinya. Namun berkat kegigihan dan ketulusan hatinya untuk membangun masyarakat

negerinya, sekolah yang didirikannya sebagai sarana pendidikan kaum wanita bisa berdiri

terus, bahkan menjadi panutan – panutan di daerah – daerah lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

https://www.romadecade.org/biografi-dewi-sartika/#

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Dewi_Sartika

https://dosenpsikologi.com/teori-psikologi-kepribadian

Anda mungkin juga menyukai