Anda di halaman 1dari 9

Teks Cerita Sejarah Pribadi dan Analisis Unsur

Intrinsik, Unsur Ekstrinsik, serta Kaidah


Kebahasaan

Oleh :

1. Deni Agista Prasetyo (07)


2. Dini Fitriani Mahbubah (10)
3. Fadilah Naziha (13)
4. M. Rendy Setiawan (22)
5. Rizki Tegar Widodo (29)
6. Rufaida Ayu Dwiyanti (31)

XII MIPA 3
SMA Negeri 1 Srengat
Tahun Pelajaran 2019/2020
Sakola Raden Dewi
Mungkin jika dibayangkan, sulit
mendirikan sebuah sekolah untuk rakyat pada
waktu itu. Tahun 1902 adalah masa dimana
Negara Indonesia belum merdeka dan masih
berada di bawah jajahan Belanda. Sekolah –
sekolah dilarang berdiri dan rakyat tidak
dibolehkan menimba ilmu. Belanda memang
berencana untuk membodohkan rakyat agar
tidak lahir bibit – bibit perjuangan melawan
mereka. Selain itu, mereka akan lebih mudah
memanfaatkan rakyat Indonesia. Namun, ada seseorang yang peduli akan pendidikan untuk rakyat
Indonesia. Ia adalah anak dari priyayi Sunda yaitu Raden Somanagara dan Nyi Raden Rajapermas.
Namanya Dewi Sartika. Gadis kelahiran 4 Desember 1884 di Bandung itu percaya bahwa bangsa
Indonesia tidak akan bisa merdeka jika rakyatnya masih berada di dalam pusaran kebodohan.

Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika diasuh oleh pamannya, Raden Demang Aria Surakarta
Adiningrat, yang menjabat sebagai Patih Cicalengka. Gadis yang masih kecil itu dididik dan
disekolahkan. Didikan semasa kecil inilah yang membuatnya pandai mengajar. Melihat saudara dan
teman – teman perempuannya mudah sekali tertipu akibat tidak dapat membaca, Dewi Sartika semakin
prihatin dan tekadnya untuk mendidik mereka semakin kuat. Awal abad ke – 20, tepatnya pada tahun
1902, Dewi Sartika memberanikan diri berbicara kepada pamannya agar bersedia membantunya
mendirikan sebuah sekolah.

“Bagaimana jika aku mendirikan sekolah, Paman?” Suara Dewi Sartika memecah keheningan
ruang tamu.

“Ada apa? Bukankah di sini sudah ada sekolah.” Pamannya menjawab dengan heran.

“Lihatlah, Paman. Para wanita di sana, selalu berwajah masam dalam keseharian mereka.
Bagaikan seekor burung yang berada dalam sangkar. Aku ingin mereka bisa menjadi orang berpendidikan
agar tidak direndahkan oleh kaum tinggi karena kebodohan mereka.” Ucap Dewi Sartika membujuk
Pamannya.

“Bukankah kau tahu adat kita? Terus terang, Dewi, keputusanmu mendirikan sekolah tidak akan
menjadi hal yang lumrah di kalangan masyarakat kita.” Ucap Paman Dewi Sartika.

“Kumohon, Paman. Ini adalah cita – citaku. Aku bisa belajar dan bersekolah. Tidak ubah pula
dengan mereka. Kita membutuhkan orang – orang berpendidikan, Paman. Baik itu laki – laki maupun
wanita. Setali tiga uang.” Jelas Dewi Sartika.

Setelah mendengar penjelasan dari Dewi Sartika, Pamannya akhirnya mendukung niat baik dari
keponakannya itu untuk memajukan pendidikan kaum wanita.

“Baiklah, aku akan membantumu untuk mewujudkan cita – citamu semampu dan sebisaku, aku
tidak bisa menjamin apakah rencana yang akan kau lakukan berjalan dengan baik.” Ucap Paman Dewi
Sartika.

Akhirnya sekolah kecil dapat didirikan di belakang rumahnya yang terletak di Bandung. Ia
mengajar saudara dan temannya keterampilan dasar wanita seperti merenda, memasak, menulis, menjahit,
terutama membaca dan menulis. Hal tersebut diketahui oleh C. Den Hammer yang menjabat sebagai
Inspektur Pengajaran Hindia – Belanda. Kegiatan ini dinilai sebagai kegiatan positif sehingga Hammer
menyarankan Dewi Sartika untuk menemui R. A. Martanegara, Bupati Bandung, agar diizinkan membuat
sekolah khusus wanita pribumi. Ia sangat senang, semangatnya seakan disulut hingga berapi – api.
Bertemu dengan Hammer adalah sebuah keberuntungan terbesar dalam hidupnya. Usul tersebut diterima
dengan baik oleh R. A. Martanegara sehingga dibuatlah sekolah wanita pada 16 Januari 1904 dengan
nama Sakola Istri.

“Aku takjub denganmu, Dewi.” Kata Nyi Poerwa, salah satu pengajar yang membantu Dewi
Sartika di Sakola Istri.

“Akhirnya Tuhan mengabulkan doaku.” Dewi Sartika tersenyum sumringah.

“Ini juga berkat dukungan Paman dan bantuan dari Bupati Martanagara. Dan tentu saja bantuanmu
serta Nyi Oewid yang bersedia mengajar di sini.” Lanjut Dewi.

Tahun 1910, sekolah ini berganti nama menjadi Sakola Kautamaan Istri, diambil dari nama
perkumpulan bentukan Residen Priangan yang mendukung pengembangan dan pembangunan sekolah
wanita bumi putera. Di tahun – tahun berikutnya, sekolah khusus wanita mulai bermunculan di wilayah
Pasundan dengan membawa semangat dan cita – cita Dewi Sartika. Sejak tahun 1929 atau tepat pada 25
tahun berdirinya sekolah ini, Dewi Sartika mengganti nama sekolahnya.

“Dengan sejuta mimpi yang kubawa sejak aku masih seumur jagung. Tanah tempat aku
memijakkan kakiku kini menjadi saksi kebahagiaan yang kurasakan. Sakola Istri yang berdiri 25 tahun
lalu, kini ia bernama Sakola Raden Dewi. Agar setiap wanita entah ia adalah priyayi, pedagang, budak,
bahkan hingga pengemis, dapat merasa bahwa dirinya adalah seorang wanita terhormat.” Di halaman
sekolah, mata Dewi Sartika berkaca – kaca hingga air mata membanjiri pipinya. Dewi Sartika meninggal
pada 11 September 1947 di Desa Cineam, Tasikmalaya saat mengungsi akibat Agresi Militer Belanda II.
A. Unsur Intrinsik
Unsur intrinsik adalah unsur – unsur yang secara langsung membangun sebuah teks cerita
sejarah. Unsur intrinsik dalam teks cerita sejarah adalah tema, alur (plot), penokohan, sudut
pandang, latar, dan amanat. Berikut penjelasan secara rinci.
1. Tema : Perjuangan memajukan sumber daya wanita melalui pendidikan.
2. Alur : Maju
Urutan peristiwa sesuai dengan waktu kejadian atau bergerak ke depan.
Tahap Keterangan
Paragraf pertama sebagai pembuka menceritakan keadaan Indonesia pada
awal abad ke – 20 yang terjajah bangsa Belanda. Keadaan ini melandasi
Penyituasian
keinginan Dewi Sartika untuk mendirikan sekolah wanita. Jika rakyat
terbebas dari kebodohan maka kemerdekaan adan lebih mudah dicapai.
Paragraf kedua menceritakan awal munculnya konflik, yaitu ketika Dewi
Sartika melihat saudara dan teman – teman perempuannya mudah sekali
Pemunculan Konflik
tertipu akibat tidak dapat membaca, ia semakin prihatin dan tekadnya untuk
mendidik mereka semakin kuat.
Diceritakan bahwa Dewi Sartika memberanikan diri untuk berbicara kepada
pamannya agar bersedia membantu Dewi Sartika dalam mendirikan sekolah
Peningkatan Konflik
hingga sekolah kecil dapat berdiri di belakang rumahnya di Bandung. Di sana
ia mengajar saudara dan teman perempuannya.
Bagian klimaks yaitu ketika C. Den Hammer mengetahui bahwa Dewi Sartika
mendidik para wanita, kemudian ia menyarankan Dewi Sartika untuk
Klimaks
menemui R. A. Martanegara agar diizinkan membuat sekolah khusus wanita
pribumi.
Usul Dewi Sartika untuk mendirikan sekolah diterima oleh R. A.
Penyelesaian Martanegara, sehingga dibangunlah Sakola Istri yang akhirnya berganti nama
menjadi Sakola Raden Dewi.

3. Penokohan :
Tokoh Watak Bukti
Dewi Sartika memiliki tekad yang kuat untuk
Ambisius menggapai cita – citanya yaitu mendirikan sekolah
untuk wanita.
Dewi Sartika prihatin melihat saudara dan teman
Dewi Sartika Peduli Sesama perempuannya kerap ditipu karena bodoh dan tidak bisa
membaca sehingga ia ingin mendidik mereka.
Dewi Sartika tidak takut melawan adat demi memajukan
Pemberani pendidikan wanita dan menghadap Bupati Martanegara
untuk menolongnya mendirikan sekolah.
Raden Demang Aria Paman Dewi Sartika bersedia mendukung cita – cita
Penyayang
Surakarta Adiningrat Dewi Sartika meski bertentangan dengan adat istiadat.
Menyarankan Dewi Sartika untuk menemui R. A.
C.Den Hammer Peduli Sesama Martanegara setelah mengetahui bahwa Dewi Sartika
mengajar para wanita.
Bupati Martanagara bersedia mengabulkan permintaan
Bupati Martanagara Bijaksana
Dewi Sartika untuk mendirikan sekolah wanita.
Memuji Dewi Sartika atas perjuangannya mewujudkan
Nyi Poerwa Ramah
sekolah untuk wanita pribumi.

4. Sudut pandang : Orang Ketiga Serbatahu


Ditandai dengan penyebutan nama dan kata ganti orang ketiga ia.
5. Latar :
Jenis Latar Keterangan Bukti
“Bagaimana jika aku mendirikan sekolah, Paman?” Suara
Ruang Tamu
Dewi Sartika memecah keheningan ruang tamu.
Akhirnya sekolah kecil dapat didirikan di belakang
Belakang Rumah
rumahnya yang terletak di Bandung.
“Ini juga berkat dukungan Paman dan bantuan dari Bupati
Sakola Istri Martanagara. Dan tentu saja bantuanmu serta Nyi Oewid
Latar Tempat
yang bersedia mengajar di sini.” Lanjut Dewi.
Di halaman sekolah, mata Dewi Sartika berkaca – kaca
Halaman sekolah
hingga air mata membanjiri pipinya.
Dewi Sartika meninggal pada 11 September 1947 di Desa
Desa Cineam Cineam, Tasikmalaya saat mengungsi akibat Agresi
Militer Belanda II.
Tahun 1902 adalah masa dimana Negara Indonesia belum
merdeka dan masih berada di bawah jajahan Belanda.
Tahun 1902 Awal abad ke – 20, tepatnya pada tahun 1902, Dewi
Sartika memberanikan diri berbicara kepada pamannya
agar bersedia membantunya mendirikan sebuah sekolah.
Usul tersebut diterima dengan baik oleh R. A.
16 Januari 1904 Martanegara sehingga dibuatlah sekolah wanita pada 16
Latar Waktu Januari 1904 dengan nama Sakola Istri.
Tahun 1910, sekolah ini berganti nama menjadi Sakola
Kautamaan Istri, diambil dari nama perkumpulan
Tahun 1910 bentukan Residen Priangan yang mendukung
pengembangan dan pembangunan sekolah wanita bumi
putera.
Sejak tahun 1929 atau tepat pada 25 tahun berdirinya
Tahun 1929
sekolah ini, Dewi Sartika mengganti nama sekolahnya.
Tahun 1902 adalah masa dimana Negara Indonesia belum
merdeka dan masih berada di bawah jajahan Belanda.
Sekolah – sekolah dilarang berdiri dan rakyat tidak
Menyedihkan,
dibolehkan menimba ilmu.
duka
Dewi Sartika meninggal pada 11 September 1947 di Desa
Cineam, Tasikmalaya saat mengungsi akibat Agresi
Militer Belanda II.
Melihat saudara dan teman – teman perempuannya mudah
sekali tertipu akibat tidak dapat membaca, Dewi Sartika
Prihatin
semakin prihatin dan tekadnya untuk mendidik mereka
semakin kuat.
“Bagaimana jika aku mendirikan sekolah, Paman?” Suara
Latar Suasana Hening
Dewi Sartika memecah keheningan ruang tamu.
Hal tersebut diketahui oleh C. Den Hammer yang
menjabat sebagai Inspektur Pengajaran Hindia – Belanda.
Kegiatan ini dinilai sebagai kegiatan positif sehingga
Serius
Hammer menyarankan Dewi Sartika untuk menemui R. A.
Martanegara, Bupati Bandung, agar diizinkan membuat
sekolah khusus wanita pribumi.
Ia sangat senang, semangatnya seakan disulut hingga
berapi – api.
Senang, bahagia
“Akhirnya Tuhan mengabulkan doaku.” Dewi Sartika
tersenyum sumringah.
Terharu “Dengan sejuta mimpi yang kubawa sejak aku masih
seumur jagung. Tanah tempat aku memijakkan kakiku kini
menjadi saksi kebahagiaan yang kurasakan. Sakola Istri
yang berdiri 25 tahun lalu, kini ia bernama Sakola Raden
Dewi. Agar setiap wanita entah ia adalah priyayi,
pedagang, budak, bahkan hingga pengemis, dapat merasa
bahwa dirinya adalah seorang wanita terhormat.” Di
halaman sekolah, mata Dewi Sartika berkaca – kaca
hingga air mata membanjiri pipinya.
Mungkin jika dibayangkan, sulit mendirikan sebuah
Terjajah bangsa sekolah untuk rakyat pada waktu itu. Tahun 1902 adalah
lain masa dimana Negara Indonesia belum merdeka dan masih
Latar
berada di bawah jajahan Belanda.
Sosial/Lingkungan
“Bukankah kau tahu adat kita? Terus terang, Dewi,
Masyarakat
Terikat adat keputusanmu mendirikan sekolah tidak akan menjadi hal
istiadat yang lumrah di kalangan masyarakat kita.” Ucap Paman
Dewi Sartika.

6. Amanat :
a. Berjuanglah dengan sungguh-sungguh untuk mewujudkan cita-citamu dan jangan lupa
senantiasa berdoa kepada Tuhan agar cita-citamu bisa terwujud.
b. Jangan mudah putus asa dalam mewujudkan suatu cita-cita yang mulia, karena semua
butuh proses agar berhasil mewujudkan cita-cita.
c. Tetaplah berjuang dan berusaha walaupun banyak rintangan dan halangan yang kita lalui,
karena di dunia ini tidak ada yang tidak mungkin terjadi jika kita senantiasa berdoa dan
berusaha.

B. Unsur Ekstrinsik
Unsur ekstrinsik adalah unsur yang berada di luar teks cerita sejarah. Akan tetapi, unsur
ekstrinsik tersebut tidak secara langsung memengaruhi bangunan atau sistem organisme dalam
teks cerita sejarah. Nilai – nilai kehidupan merupakan salah satu unsur ekstrinsik teks cerita
sejarah. Berikut nilai – nilai yang tersirat dari teks cerita sejarah yang berjudul Sakola Raden
Dewi.
Nilai Keterangan
Kepahlawanan Dewi Sartika bertekad mendirikan sekolah wanita untuk rakyat
Indonesia agar mereka terbebas dari kebodohan dan tidak mudah
tertipu.
Moral Dewi Sartika bersikap sopan kepada orang lain dan tidak melupakan
jasa orang – orang yang telah membantunya mendirikan sekolah.
Budaya Awal abad ke – 20, wilayah tempat tinggal Dewi Sartika terikat dengan
adat istiadat yang melarang wanita bersekolah.

C. Kaidah Kebahasaan
Teks cerita sejarah mempunyai beberapa kaidah kebahasaan yang khas. Ciri khas tersebut
biasa terdapat dalam isi cerita. Cerita tersebut menggunakan bahasa yang emotif dan sering
menggunakan bahasa konotatif. Berikut kaidah kebahasaan yang ditemukan dalam teks cerita
sejarah Sakola Raden Dewi.
1. Kata Keterangan
Jenis Penghubung Kalimat
Tahun 1902 adalah masa dimana Negara Indonesia belum
Tempat Di bawah
merdeka dan masih berada di bawah jajahan Belanda.
Gadis kelahiran 4 Desember 1884 di Bandung itu percaya
Di, Di dalam bahwa bangsa Indonesia tidak akan bisa merdeka jika
rakyatnya masih berada di dalam pusaran kebodohan.
Di sana “Lihatlah, Paman. Para wanita di sana, ...
... keputusanmu mendirikan sekolah tidak akan menjadi
hal yang lumrah di kalangan masyarakat kita.
Akhirnya sekolah kecil dapat didirikan di belakang
Di rumahnya yang terletak di Bandung.
“Aku takjub denganmu, Dewi.” Kata Nyi Poerwa, salah
satu pengajar yang membantu Dewi Sartika di Sakola
Istri.
Setelah ayahnya wafat, Dewi Sartika diasuh oleh
pamannya, Raden Demang Aria Surakarta Adiningrat,
yang menjabat sebagai Patih Cicalengka.
Setelah mendengar penjelasan dari Dewi Sartika,
Setelah
Pamannya akhirnya mendukung niat baik dari
keponakannya itu untuk memajukan pendidikan kaum
wanita.

Awal abad ke – 20, tepatnya pada tahun 1902, Dewi


Awal, pada Sartika memberanikan diri berbicara kepada pamannya
agar bersedia membantunya mendirikan sebuah sekolah.
Waktu Usul tersebut diterima dengan baik oleh R. A.
Pada Martanegara sehingga dibuatlah sekolah wanita pada 16
Januari 1904 dengan nama Sakola Istri.
Sejak tahun 1929 atau tepat pada 25 tahun berdirinya
Sejak, pada
sekolah ini, Dewi Sartika mengganti nama sekolahnya.
Dengan sejuta mimpi yang kubawa sejak aku masih
Sejak
seumur jagung.
Tanah tempat aku memijakkan kakiku kini menjadi saksi
Kini
kebahagiaan yang kurasakan.
Dewi Sartika meninggal pada 11 September 1947 di Desa
Pada, saat Cineam, Tasikmalaya saat mengungsi akibat Agresi
Militer Belanda II.
Belanda memang berencana untuk membodohkan rakyat
agar tidak lahir bibit – bibit perjuangan melawan mereka.
Kegiatan ini dinilai sebagai kegiatan positif sehingga
Untuk, Agar
Hammer menyarankan Dewi Sartika untuk menemui R.
A. Martanegara, Bupati Bandung, agar diizinkan
membuat sekolah khusus wanita pribumi.
Awal abad ke – 20, tepatnya pada tahun 1902, Dewi
Sartika memberanikan diri berbicara kepada pamannya
agar bersedia membantunya mendirikan sebuah sekolah.
Aku ingin mereka bisa menjadi orang berpendidikan agar
Tujuan
Agar tidak direndahkan oleh kaum tinggi karena kebodohan
mereka.
Agar setiap wanita entah ia adalah priyayi, pedagang,
budak, bahkan hingga pengemis, dapat merasa bahwa
dirinya adalah seorang wanita terhormat
Setelah mendengar penjelasan dari Dewi Sartika,
Pamannya akhirnya mendukung niat baik dari
Untuk keponakannya itu untuk memajukan pendidikan kaum
wanita.
“Baiklah, aku akan membantumu untuk mewujudkan cita
– citamu semampu dan sebisaku, aku tidak bisa menjamin
apakah rencana yang akan kau lakukan berjalan dengan
baik.
“Ada apa? Bukankah di sini sudah ada sekolah.”
Pamannya menjawab dengan heran.
“Baiklah, aku akan membantumu untuk mewujudkan cita
– citamu semampu dan sebisaku, aku tidak bisa menjamin
Cara Dengan apakah rencana yang akan kau lakukan berjalan dengan
baik.
Usul tersebut diterima dengan baik oleh R. A.
Martanegara sehingga dibuatlah sekolah wanita pada 16
Januari 1904 dengan nama Sakola Istri.
... selalu berwajah masam dalam keseharian mereka.
Perbandingan Bagaikan
Bagaikan seekor burung yang berada dalam sangkar.
Melihat saudara dan teman – teman perempuannya
mudah sekali tertipu akibat tidak dapat membaca, ...
Akibat Dewi Sartika meninggal pada 11 September 1947 di Desa
Cineam, Tasikmalaya saat mengungsi akibat Agresi
Sebab/akibat
Militer Belanda II.
Aku ingin mereka bisa menjadi orang berpendidikan agar
Karena tidak direndahkan oleh kaum tinggi karena kebodohan
mereka.

2. Makna Simbolik :
a. Menimba ilmu : Mencari ilmu
b. Pusaran kebodohan : Kebodohan yang tiada hentinya
c. Tersenyum sumringah : Tersenyum bahagia
d. Hal yang lumrah : Hal yang biasa/umum
3. Majas :
a. Majas Personifikasi : Suara Dewi Sartika memecah keheningan ruang tamu.
b. Majas Perumpamaan : Bagaikan seekor burung yang berada dalam sangkar.
c. Majas Hipebola : - Dengan sejuta mimpi yang kubawa.
- Mata Dewi Sartika berkaca-kaca hingga air mata membanjiri
pipinya.
- Semangatnya seakan disulut hingga berapi – api
d. Majas Metafora : Sejak aku masih seumur jagung.
e. Majas Antiklimaks : Agar setiap wanita entah ia adalah priyayi, pedagang, budak,
bahkan hingga pengemis, dapat merasa bahwa dirinya adalah
seorang wanita terhormat.
4. Ungkapan :
a. Berwajah masam : Tampak sedih
b. Terus terang : Jujur saja
5. Peribahasa :
a. Setali tiga uang : Sama saja
6. Kata Berimbuhan :
Kata Jenis Kata Kata Dasar Jenis Kata Dasar Imbuhan
Berimbuhan Berimbuhan
Dibayangkan Kata Kerja Bayang Benda Di - kan
Mendirikan Kata Kerja Diri Kerja Me - kan
Jajahan Kata Benda Jajah Kerja -an
Berdiri Kata Kerja Diri Kerja Ber -
Dibolehkan Kata Kerja Boleh Sifat Di - kan
Menimba Kata Kerja Timba Benda MeN -
Membodohkan Kata Kerja Bodoh Sifat Me - kan
Perjuangan Kata Benda Juang Kerja Per - an
Melawan Kata Kerja Lawan Benda Me -
Memanfaatkan Kata Kerja Manfaat Sifat Me - kan
Memikirkan Kata Kerja Pikir Kerja Me - kan
Memberanikan Kata Kerja Berani Sifat Me - kan
Berbicara Kata Kerja Bicara Kerja Ber -
Menjabat Kata Kerja Jabat Kerja Me -
Bersedia Kata Kerja Sedia Kerja Ber -
Membantunya Kata Kerja Bantu Kerja Me - nya
Mencoba Kata Kerja Coba Kerja Me -
Berkonsultasi Kata Kerja Konsultasi Kerja Ber -
Menjawab Kata Kerja Jawab Kerja Me -
Berwajah Kata Kerja Wajah Benda Ber -
Menjadi Kata Kerja Jadi Sifat Me -
Direndahkan Kata Kerja Rendah Sifat Di - kan
Kebodohan Kata Benda Bodoh Sifat Ke - an
Membujuk Kata Kerja Bujuk Kerja Me -
Bersekolah Kata Kerja Sekolah Benda Ber -
Membutuhkan Kata Kerja Butuh Kerja Me - kan
Mendengar Kata Kerja Dengar Kerja Me -
Mendukung Kata Kerja Dukung Kerja Me -
Memajukan Kata Kerja Maju Kerja Me - kan
Mewujudkan Kata Kerja Wujud Benda Me - kan
Menjamin Kata Kerja Jamin Kerja Me -
Berjalan Kata Kerja Jalan Benda Ber -
Mengajar Kata Kerja Ajar Kerja MeN -
Merendam Kata Kerja Rendam Kerja Me -
Memasak Kata Kerja Masak Kerja Me -
Menulis Kata Kerja Tulis Kerja MeN -
Menjahit Kata Kerja Jahit Kerja Me -
Merasa Kata Kerja Rasa Benda Me -
Membangkitkan Kata Kerja Bangkit Kerja Me - kan

7. Kata Sifat : Sulit, mudah, peduli, banyak, heran, masam, baik, kecil, senang, terhormat.

Anda mungkin juga menyukai