Anda di halaman 1dari 7

BIOGRAFI DEWI SARTIKA

DAN HAJI AGUS SALIM

Disusun Oleh :

NAMA: RAHMATU SOLEHA


ABSEN: 21

X - TEKNIK INSTALASI TENAGA LISTRIK B

SMK NEGERI 4 JAKARTA


BIOGRAFI DEWI SARTIKA

Dewi Sartika adalah seorang wanita yang dilahirkan di kota Bandung pada 4
Desember 1884. Ia tumbuh dalam lingkungan bangsawan. Orang tuanya adalah priyayi yang
terhormat di wilayahnya.Ayah dari Dewi Sartika adalah Raden Soma Nagara sedangkan
ibunya adalah Nyi Raden Ayu Rajapermas. Meskipun tumbuh dari seorang yang berpangkat
di daerahnya, Dewi Sartika tetap tumbuh merakyat dan dekat dengan masyarakat.

Tidak hanya itu, kedua orang tuanya adalah pejuang Indonesia yang secara terang-terangan
menentang sikap Belanda yang semena-mena. Akibatnya, orang tua Dewi Sartika harus
diasingkan ke Ternate.

Masa Kecil Dewi Sartika

Untuk mengetahui biografi Dewi Sartika, kita bisa melihat dari masa kecil beliau
terlebih dahulu. Saat itu, orang tua Dewi Sartika sudah meninggal. Ia kemudian diasuh oleh
pamannya yang merupakan kakak kandung dari ibunya. Nama paman Dewi Sartika adalah
Patih Aria yang merupakan seorang patih di kawasan tersebut.Dari pamannya inilah Dewi
Sartika mendapatkan pelajaran awal tentang ilmu pengetahuan, terutama yang berkaitan
dengan adat serta budaya Sunda, tempat tinggal. Selain itu, seorang asisten residen yang
berkebangsaan Belanda juga mengajarkan tentang budaya dan adat Barat kepada Dewi
Sartika.

Pada saat itu, ketika Dewi Sartika kecil, pendidikan bagi kaum perempuan bisa
dikatakan adalah sebuah hal yang tabu. Hanya saja, kedua orang tua Dewi Sartika
menghendaki putrinya bisa mendapatkan pendidikan yang layak. Oleh karena itu, Dewi
Sartika pernah mendapatkan pendidikan di sekolah dasar yang ada di daerahnya.

Ketertarikan Dewi Sartika Terhadap Pendidikan

Tumbuh dalam keluarga yang peduli akan pendidikan, Dewi Sartika memang
memiliki ketertarikan terhadap bidang ini dari sejak kecil. Pada waktu masih anak-anak,
seringkali Dewi Sartika bermain menjadi guru dengan anak seusia dirinya.Ia kerap kali
berperan menjadi seorang guru dari teman sepermainan karena pada waktu itu ia sudah bisa
baca dan tulis. Nah, dari situlah ia kemudian mengajarkan anak-anak, terutama perempuan
pribumi yang tinggal di dekat rumahnya.Karena kebiasaan tersebut, maka ketertarikan Dewi
Sartika terhadap bidang pendidikan bertambah pesat. Hal lain yang menjadi nilai plus dari
Dewi Sartika adalah bahwa ia memiliki kemampuan bahasa Belanda yang baik. Mulai usia
remaja, ia kemudian mengajarkan baca dan tulis kepada warga sekitar.Saat itulah Dewi
Sartika mulai memiliki pemikiran bahwa anak perempuan harus mendapatkan pendidikan
yang layak dan sama.

Sekolah yang Didirikan oleh Dewi Sartika:

1. Sekolah Istri

Salah satu sekolah yang paling awal didirikan oleh Dewi Sartika adalah Sekolah Istri.
Pada tanggal 16 Januari 1904, Dewi Sartika mulai mendirikan sekolah yang menjadi
impiannya. Kakeknya, yang bernama Raden Agung A Marta Negara dan seorang Inspektur
Kantor Pengajaran, yaitu Den Hamer memberikan reaksi positif atas apa yang ia
lakukan.Meskipun mengalami kesulitan, namun Dewi Sartika berhasil mendirikan sekolah
untuk kaum perempuan ini. Pada saat pertama kali dibuka, Sekolah Istri memiliki murid
wanita muda berjumlah 20 orang. Ini adalah salah satu pencapaian yang bisa dikatakan luar
biasa.Di Sekolah Istri, para wanita mudah tersebut tidak hanya diajarkan untuk membaca,
menulis dan berhitung saja. Mereka juga dibekali dengan ilmu menjahit, merendah dan juga
belajar agama. Dari situlah masyarakat akhirnya semakin antusias dengan Sekolah Istri yang
didirikan oleh Dewi Sartika.

2. Sekolah Keutamaan Istri

Antusias masyarakat tentang sekolah yang didirikan oleh Dewi Sartika semakin besar. Ini
adalah tanda jika masyarakat mulai sadar pentingnya pendidikan. Pada waktu itu, ruang
kepatihan Bandung yang dipinjam untuk ruang kelas sudah tidak cukup lagi. Oleh karena itu,
sekolah akhirnya di pindah.Tepat dua tahun setelah perpindahan tersebut, banyak wanita
Sunda yang memiliki cita-cita yang sama dengan Dewi Sartika. Mereka juga mulai
mendirikan sekolah yang sama untuk mengajarkan wanita lain yang belum memiliki
pengetahuan. Hingga tahun 1912, tercatat ada sekitar 9 sekolah dengan nama Sekolah Istri
yang sudah berdiri.

3. Organisasi Keutamaan Istri

Banyaknya Sekolah Istri yang berdiri, memunculkan ide untuk mendirikan sebuah
organisasi. Organisasi ini bertujuan untuk memberikan arahan kepada sekolah-sekolah dan
membantu mereka terutama dalam pengadaan alat sekolah.Pada tahun 1913, secara resmi
Organisasi Keutamaan Istri berdiri. Tujuan dari pendirian ini adalah untuk menaungi berbagai
sekolah-sekolah yang sudah berdiri sebelumnya. Selain itu, adanya organisasi ini juga
berfungsi untuk menyamakan sistem pembelajaran dari Sekolah Istri yang sudah ada.

4. Sekolah Keutamaan Perempuan


Beberapa tahun setelahnya, Sekolah Keutamaan Istri berganti nama menjadi Sekolah
Keutamaan Perempuan. Dalam hal ini, sekitar ¼ wilayah Jawa Barat telah berdiri sekolah
dengan nama yang sama dan menyisakan bagian lain untuk ditata.Pada waktu itu, muncul
tokoh bernama Encik Rama Saleh. Ia adalah tokoh yang mendapatkan inspirasi dari Dewi
Sartika. Nah, dengan keberanian dan contoh semangat dari Dewi Sartika, ia mendirikan
sekolah dengan sistem yang sama di wilayah Bukit Tinggi.

5. Sekolah Raden Dewi

Sekitar 25 tahun setelah pendirian Sekolah Istri, nama sekolah ini berubah kembali
menjadi Sekolah Raden Dewi. Ini adalah perubahan nama yang terakhir pada sekolah yang
didirikan oleh Dewi Sartika.Pendirian sekolah ini mendapatkan sambutan yang luar biasa.
Pada tahun 1929 akhirnya Sekolah Raden Dewi resmi berdiri. Tidak hanya disambut gembira
oleh masyarakat Jawa Barat, namun pemerintah Hindia Belanda pun memberikan apresiasi
dengan membangunkan sebuah gedung sekolah yang lebih besar dari sebelumnya.

Cita-cita dan Penghargaan Dewi Sartika

Mimpi dan cita-cita Dewi Sartika untuk turut menjadikan wanita mendapatkan
pendidikan akhirnya tercapai. Ia juga ingin memberikan pengajaran kepada para wanita agar
bisa menjadi seorang istri yang baik. Namun, perjuangan Dewi Sartika ternyata tidak sampai
di situ saja.Ia juga harus bekerja siang dan malam untuk membayar operasional sekolah yang
ia dirikan. Dalam hal memperjuangkan sekolah tersebut, Dewi Sartika tidak pernah mengeluh.
Bahkan, ia merasa sangat senang ketika bisa melihat kaumnya mendapatkan pendidikan yang
baik dan setara sebagai seorang wanita.

Karena perannya inilah Dewi Sartika mendapatkan gelar dari pemerintah Indonesia.
Sesuai dengan SK Presiden RI No 152/1966, Dewi Sartika mendapatkan penghargaan sebagai
pahlawan nasional. Hal itu terjadi pada 1 Desember 1966 ketika Sekolah Keutamaan Istri
berusia tepat 35 tahun.

Kehidupan Rumah Tangga dan Masa Tua Dewi Sartika

Sekitar dua tahun setelah mendirikan Sekolah Istri, Dewi Sartika diketahui telah
menikah. Ia menikah dengan seorang guru yang mengajar di Sekolah Karang Pamulang di
mana nanti berubah menjadi Sekolah Latihan Guru.Adanya kesamaan misi dan ketertarikan
terhadap dunia pendidikan menjadikan hubungan rumah tangga Dewi Sartika menjadi sangat
baik dan jarang terjadi konflik. Suami Dewi Sartika berjasa cukup besar dalam membantu
Dewi Sartika mendirikan dan mengajar siswa yang ada di sekolahnya.

Memasuki usia tua, Dewi Sartika hidup bersama masyarakat dan para pejuang di Sunda. Ia
turut melakukan perlawanan saat belanda melancarkan agresi militer pada tahun 1947.
Namun, pada tangga 11 September 1947 pula, akhirnya Dewi Sartika meninggal dunia. Ia
dimakamkan secara sederhana karena kondisi yang tidak memungkinkan saat itu.
Biografi Haji Agus Salim.

Haji Agus Salim lahir dengan nama asli Mashudul Haq yang berarti “pembela
kebenaran”. Ia Lahir di Kota Gadang, Agam, Sumatera Barat, Hindia Belanda, 8 Oktober
1884.Agus Salim merupakan anak keempat Sultan Moehammad Salim yang bekerja sebagai
seorang jaksa di sebuah pengadilan ketika masa pemerintahan kolonial Belanda.

Riwayat Pendidikan Haji Agus Salim

Karena kedudukan ayahnya Agus Salim bisa belajar di sekolah-sekolah Belanda


dengan lancar, selain karena dia anak yang cerdas.

Dalam usia muda, dia telah menguasai sedikitnya tujuh bahasa asing; Belanda,
Inggris, Arab, Turki, Perancis, Jepang, dan Jerman. Pada 1903 dia lulus HBS (Hogere Burger
School) atau sekolah menengah atas 5 tahun pada usia 19 tahun dengan predikat lulusan
terbaik di tiga kota, yakni Surabaya, Semarang, dan Jakarta.

R.A Kartini dan Haji Agus Salim 

Karena itu, Agus Salim berharap pemerintah mau mengabulkan permohonan


beasiswanya untuk melanjutkan sekolah kedokteran di Belanda. Tapi, permohonan itu
ternyata ditolak. Dia patah arang.Tapi, kecerdasannya menarik perhatian Kartini, anak Bupati
Jepara. Sebuah cuplikan dari surat Kartini ke Ny. Abendanon, istri pejabat yang menentukan
pemberian beasiswa pemerintah pada Kartini:

…Kami tertarik sekali kepada seorang anak muda, kami ingin melihat dia dikarunia bahagia.
Anak muda itu namanya Salim, dia anak Sumatera asal Riau, yang dalam tahun ini, mengikuti
ujian penghabisan sekolah menengah HBS, dan ia keluar sebagai juara. Juara pertama dari
ketiga-tiga HBS! Anak muda itu ingin sekali pergi ke Negeri Belanda untuk belajar menjadi
dokter. Sayang sekali, keadaan keuangannya tidak memungkinkan. – Surat R.A Kartini
tertanggal 24 Juli 1903
Lalu, R.A Kartini merekomendasikan Agus Salim untuk menggantikan dirinya
berangkat ke Belanda, karena pernikahannya dan adat Jawa yang tak memungkinkan seorang
puteri bersekolah tinggi.

Caranya dengan mengalihkan beasiswa sebesar 4.800 gulden dari pemerintah ke Agus
Salim. Pemerintah akhirnya setuju. Tapi, ia menolak. Dia beranggapan pemberian itu karena
usul orang lain, bukan karena penghargaan atas kecerdasan dan jerih payahnya.Salim
tersinggung dengan sikap pemerintah yang diskriminatif. Apakah karena Kartini berasal dari
keluarga bangsawan Jawa yang memiliki hubungan baik dan erat dengan pejabat dan tokoh
pemerintah Belanda sehingga Kartini mudah memperoleh beasiswa?

Karir Politik Haji Agus Salim

Belakangan, Agus Salim memilih berangkat ke Jedah, Arab Saudi, untuk bekerja
sebagai penerjemah di konsulat Belanda di kota itu antara 1906-1911. Di sana, dia
memperdalam ilmu agama Islam pada Syech Ahmad Khatib, imam Masjidil Haram yang juga
pamannya. Di Arab Saudi juga ia mempelajari diplomasi. Sepulang dari Jedah, dia
mendirikan sekolah HIS (Hollandsche Inlandsche School), dan kemudian masuk dunia
pergerakan nasional.

Dalam biografi Haji Agus Salim diketahui bahwa Haji Agus Salim menikah dengan
Zainatun Nahar pada tahun 1912. Dari pernikahannya dengan Zainatun Nahar, Haji Agus
Salim memiliki sepuluh anak, walaupun dua di antaranya meninggal waktu bayi.Anaknya
bernama Theodora Atia, Jusuf Taufik, Violet Hanifah, Maria Zenobia, Ahmad Sjauket, Islam
Basari, Abdul Hadi, Siti Asia, Zuchra Adiba, Sidik Salim.

Bergabung Dalam Sarekat Islam

Karir politik Agus Salim berawal di SI, bergabung dengan HOS Tjokroaminoto dan
Abdul Muis pada 1915. Ketika kedua tokoh itu mengundurkan diri dari Volksraad sebagai
wakil SI akibat kekecewaan mereka terhadap pemerintah Belanda.

Agus Salim kemudian menggantikan mereka selama empat tahun (1921-1924) di


lembaga itu. Tapi, sebagaimana pendahulunya, dia merasa perjuangan “dari dalam” tak
membawa manfaat. Dia keluar dari Volksraad dan berkonsentrasi di SI.Pada 1923, benih
perpecahan mulai timbul di SI. Semaun dan kawan-kawan menghendaki SI menjadi
organisasi yang condong ke kiri, sedangkan Agus Salim dan HOS Cokroaminoto
menolaknya.Buntutnya SI terbelah dua: Semaun membentuk Sarekat Rakyat yang kemudian
berubah menjadi PKI, sedangkan Agus Salim tetap bertahan di SI. Karier politiknya
sebenarnya tidak begitu mulus

Dia pernah dicurigai rekan-rekannya sebagai mata-mata karena pernah bekerja pada
pemerintah. Apalagi, dia tak pernah ditangkap dan dipenjara seperti Tjokroaminoto.Tapi,
beberapa tulisan dan pidato Agus Salim yang menyinggung pemerintah mematahkan tuduhan-
tuduhan itu. Bahkan dia berhasil menggantikan posisi HOS Cokroaminoto sebagai ketua
setelah pendiri SI itu meninggal dunia pada 1934.
Selain menjadi tokoh SI, ia juga merupakan salah satu pendiri Jong Islamieten Bond.
Di sini dia membuat gebrakan untuk meluluhkan doktrin keagamaan yang kaku.

Dalam kongres Jong Islamieten Bond ke-2 di Yogyakarta pada 1927, Agus Salim
dengan persetujuan pengurus Jong Islamieten Bond menyatukan tempat duduk perempuan
dan laki-laki.Ini berbeda dari kongres dua tahun sebelumnya yang dipisahkan tabir;
perempuan di belakang, laki-laki di depan. ”Ajaran dan semangat Islam memelopori
emansipasi perempuan,” ujarnya.

Agus Salim pernah menjadi anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI)
pada akhir kekuasaan Jepang. Ketika Indonesia merdeka, dia diangkat menjadi anggota
Dewan Pertimbangan Agung oleh Pemerintahan Ir Soekarno.

Menteri Di Kabinet Republik Indonesia

Kepiawaiannya berdiplomasi membuat Sutan Syahrir mempercayai Haji Agus Salim


menjabat dalam Kabinet Syahrir I dan II serta menjadi Menteri Luar Negeri dalam Kabinet
Mohammad Hatta. Sesudah pengakuan kedaulatan Agus Salim ditunjuk sebagai penasehat
Menteri Luar Negeri.

Dengan badannya yang kecil, di kalangan diplomatik Agus Salim dikenal dengan
julukan The Grand Old Man, sebagai bentuk pengakuan atas prestasinya di bidang diplomasi.
Sebagai pribadi yang dikenal berjiwa bebas.Dia tak pernah mau dikekang oleh batasan-
batasan, bahkan dia berani mendobrak tradisi Minang yang kuat. Tegas sebagai politisi, tapi
sederhana dalam sikap dan keseharian.Dia berpindah-pindah rumah kontrakan ketika di
Surabaya, Yogyakarta, dan Jakarta. Di rumah sederhana itulah dia menjadi pendidik bagi
anak-anaknya, kecuali si bungsu, bukan memasukkannya ke pendidikan formal.

Haji Agus Salim Wafat

Haji Agus Salim wafat pada 4 November 1954 dalam usia 70 tahun. Ia kemudian
dimakamkan di taman makam pahlawan Kalibata, Jakarta.Atas Jasa jasa agus Salim terhadap
Negara maka pemerintah Indonesia kemudian memberikan gelar Pahlawan Nasional
Indonesia kepada Haji Agus Salim pada tanggal 27 Desember 1961 melalui Keppres nomor
657 tahun 1961.

Anda mungkin juga menyukai