Anda di halaman 1dari 15

Ilmu Pendidikan

Dosen : Aden Wijdan Syarif Zaidan

Kelompok 1 :
- Inggried Alivia Damayanti
- Fatih maslahih
- Septianti
- Siti Ruqiahna N.H
- solehudin
Raden Dewi Sartika
Biografi Singkat Dewi Sartika

Nama : Dewi Sartika


Lahir : 4 Desember 1884
Wafat : 11 September 1947
Pasangan : Raden Kanduruhan
Agah Suriawinata
Orangtua : R. Rangga
Somanegara (ayah)
R. A. Rajapermas (Ibu)
Kelahiran Dewi Sartika

Dewi sartika lahir dari keluarga Priyayi/ keturunan sunda


ternama, yaitu :
- R. Rangga Somanegara (ayah) dan,
- R. A. Rajapermas (Ibu).

Ayahnya adalah seorang pejuang kemerdekaanhingga akhirnya


sang ayah dihukum dibuang / diasingkan ke Pulau Ternate oleh
pemerintah Hindia Belanda hingga meninggal disana.Meski pada
saat itu melanggar adat istiadat, orang tua Dewi Sartika bersikukuh
menyekolahkannya ke sekolah Belanda
Upaya Raden Dewi Sartika Untuk Meretas Pencerahaan Kaum Wanita
di Tatar Pasundan.

Dengan bekal pendidikan masa depan putra-putri mereka akan jauh lebih
baik dari orang tuanya. Namun untuk mewujudkan hal tersebut bukanlah
perkara mudah. Ada sejumlah hal tabu atau hal yang pantang dilanggar yang
melekat dalam diri kaum wanita di Tatar Pasundan, khususnya berkaitan
dengan pendidikan. Adapun hal tabu tersebut antara lain:

a. Pendidikan bagi anak perempuan tidak perlu, karena pendiidkan untuk anak
perempuan dikalangan itu Dianggap susah untuk mencari jodoh.
b. Raden Dewi Sartika untuk memberikan peluang kaum wanita dari kalangan
masyarakat biasa untuk memiliki sejumlah pengetahuan dan keterampilan
melalui jenjang pendidikann yang akan menjadi pembuka bagi teraihnya
kehidupan yang lebih baik.
c. karena pendidikan dipandang sebagai upaya untuk menuju kehidupan yang jauh
lebih baik yang akan melepaskan diri dari kebodohan dan keterbelakangan.
Kehidupan Dewi Sartika

Sepeninggal Ayahnya, Dewi sartika diasuh oleh Pamannya


(kakak ibunya) yang berkedudukan sebagi patih di Cicalengka. Dari
pamannya, ia mendapatkan didikan mengenai adat kesundaan, sedangkan
wawasan kebudayaan Barat diperolehnya berkat didikan seorang nyonya
Asisten Residen bangsa Belanda.

Sejak kecil Dewi Sartika sudah menunjukkan bakat menjadi


pendidik dan kegigihan untuk merai kemajuan. Sambil bermain dibelakang
gedung kepatihan, ia sering memperagakan praktik ketika di sekolah. Ia
mengajari baca tulis, dan bahasa Belanda kepada anak-anak pembantu di
kepatihan. Papan bilik kandang kereta, arang dan pecahan genting
dijadikannya sebagai alat bantu belajar.
Pendidikan Dewi Sartika
Sejak kecil, saat Dewi Sartika mengikuti pendidikan sekolah dasar
di Cicalengka memang sudah menunjukkan minatnya di bidang pendidikan.
Sejak anak-anak ia sudah senang memerankan perilaku seorang guru. Seperti
bermain sekolah-sekolahan dengan teman sebayanya, dan Dewi kecil selalu
berperan sebagai guru.

Hingga ketika itu pada saat Dewi Sartika berusia 10 tahun,


Cicalengka digemparkan oleh kemampuan baca tulis dan beberapa pepatah
dalam bahasa Belanda yang ditunjukkan oleh anak-anak pembantu kepatihan.
Hal tersebut menjadi gempar karena waktu itu belum banyak anak-anak yang
memiliki kemampuan seperti itu, dan diajarkan oleh seorang anak
perempuan.

Dewi Sartika berpikir agar anak-anak perempuan di sekitarnya bisa


memperoleh kesempatan menuntut ilmu pengetahuan, maka ia berjuang
mendirikan sekolah di Bandung, Jawa Barat. yang ketika itu ia sudah tinggal
di Bandung.
Perjuangan Dewi Sartika Mendirikan
Sekolah
Perjuangan Dewi
Sartika untuk mendirikan sekolah
tidak sia-sia, ia dibantu oleh
kakeknya yang bernama
R.A.A.(Raden Rangga
Somanagara) Martanegara, dan
Den Hamer yang menjabat
sebagai Inspektur Kantor
Pengajaran ketika itu. Pada tahun
1904 ia berhasil mendirikan
sebuah sekolah yang dinamai
“Sekolah Isteri”. Sekolah tersebut
hanya memiliki dua kelas, Awalnya, murid di sekolah tersebut
sehingga tidak cukup untuk hanya 20 orang Murid-murid yang hanya
menampung aktivitas sekolah. wanita itu diajarkan cara berhitung, membaca,
Maka, untuk ruang menulis, menjahit, merenda, menyulam dan
belajar, ia harus meminjam pelajaran agama.
sebagian ruangan Kepatihan
Bandung..
Sekolah isteri terus
mendapat perhatian positif dari
masyarakat. Murid-murid bertambah
menjadi banyak, bahkan hingga
ruang kepatihan Bandung yang
sebelumnya dipinjam juga sudah
tidak lagi cukup untuk menampung
murid-murid.
Untuk mengatasinya,
sekolah isteri akhirnya dipindahkan
ke tempat yang lebih luas. Dengan
berjalannya waktu, sekitar 6 tahun
sejak didirikannya, pada tahun 1910, Maka dari itulah pelajaran yang
nama sekolah isteri diganti dengan berhubungan dengan pembinaan rumah
nama Sekolah Keutamaan Istri. tangga banyak pula ia berikan di dalam
Perubahan bukan cuma pada nama mengajar.
saja, tapi terdapat tambahan pelajaran Untuk menutupi biaya
didalamnya. operasional sekolah, ia membanting tulang
Dewi Sartika berusaha mencari dana, jerih payahnya tidak
keras mendidik anak-anak gadis agar dirasakan sebagai beban, tapi berganti
kelak menjadi ibu rumah tangga yang menjadi kepuasan batin karen aia telah
baik, mandiri, luwes dan terampil. berhasil mendidik kaumnya.
Salah satu semangat yang Pada tahun-tahun berikutnya,
dimilikinya yaitu dorongan dari berbagai dibeberapa wilayah Pasundan
pihak terutama dari Raden Kanduruan bermunculan beberapa Sekolah Istri yang
Agah Surawinata suaminya, yang telah dikelola oleh perempuan-perempuan
banyak membantunya mewujudka Sunda yang memiliki cita-cita yang sama
perjuangan, baik tenaga maupun dengan Dewi Sartika. Pada tahun 1912
pemikiran. sudah berdiri sekitar 9 Sekola Isteri di
kota-kota kabupaten.
Memasuki usia ke sepuluh,
yaitu pada tahun 1914, nama Skolah
Isteri diganti menjadi Sakola Kautamaan
Istri (Sekolah Keutamaan Perempuan).
Kota-kota kabupaten wilayah Pasundan
yang belum memiliki Sakola Kautamaan
Istri tinggal 3/4, semangat ini
menyeberang ke Bukittinggi, dimana
Sakola Kautamaan Istri di dirikan oleh
Encik Rama Saleh.
Pernikahan Dewi Sartika

Pada tahun 1906, Dewi Sartika menikah dengan Raden


Kanduruan Agah Suriawinata, ia merupakan seseorang yang memiliki
visi dan cita-cita sama. Raden Kanduruan Agah Suriawinata adalah
seorang guru di Sekolah Karang Pamulang, yang saat itu merupakan
Sekolah Latihan Guru.
Wafatnya Dewi Sartika
Dewi Sartika meninggal pada
tanggal 11 September 1947 di Tasikmalaya,
dan dimakamkan dengan upacara sederhana
di pemakaman Cigagadon- Desa Rahayu
kecamatan CIneam. Tiga tahun kemudian,
makamnya di pindahkan di kompleks
Pemakaman Bupati Bandung di Jl. Karang
Anyar Bandung.
Penghargaan Untuk Dewi Sartika

Jika para pahlawan lainnya melakukan perjuangan untuk


bangsa melalui perang frontal seperti angkat senjata, namun Dewi Sartika
memilih perjuangan melalui pendidikan. Meskipun bentuk dan cara
perjuangan yang dilakukan Dewi Sartika berbeda, Beliau patur disebut
seorang pahlawan, karena terlah berbuat sesuatu yang heroik untuk
bangsanya sesuai dengan kondisi zamannya. Dengan semangat kegigihan
dan ketulusan hatinya untuk membangun masyarakat negeri, sekolah
yang didirikannya sebagai saran pendidikan kaum wanita bisa berdiri
terus bahjan menjadi panutan di daerah lain. Ia diakui sebagai Pahlawan
Nasional oleh Pemerintah Indonesia pada tahun 1966.
KESIMPULAN
Keinginan Raden Dewi Sartika akan pentingnya pendidikan untuk kaum
wanita khususnya di Tatar Pasundan, muncul dari apa dirasakan dan dilihat bahwa
sebagian besar kaum wanita terkungkung oleh adat dan peraturan yang diterapkan oleh
pemerintah kolonial Belanda. Pembentukan Sekolah Keutamaan Istri 1904, ternyata telah
menggugah kesadaran kaum wanita akan arti penting pendidikan. Perkembangan
pendidikan yang dirintris Raden Dewi Sartika nampaknya diakui oleh pemerintah sejalan
dengan politik Etische. Pemberian medali perak dan emas adalah wujudkan hal tersebut.
Perjalanan hidup dan kehidupan Raden Dewi Sartika selama tiga zaman, telah
memberikan warna bagi Dewi Sartika sekaligus kaum wanita di tatar Pasundan dan
pasang surutnya perjuangan untuk memajukan pendidikan kaum wanita. Tahun 1904
hingga tahun 1939, dapat dikatakan masa perintisan hingga menuju puncak prestasi.
Tahun 942 sampai tahun 1945, masa tanpa dinamika. Memasuki masa kemerdekaan
Raden Dewi Sartika seakan memasuki senja kala hingga beliau akhirnya menutup mata di
kota resik Tasikmalaya.
Diperlukan peningkatan pemeliharaan situs sejarah Dewi Sartika khususnya
sebagai upaya untuk menanamkan rasa hayat dan kesadaran sejarah bagi generasi muda.
Untuk tetap memelihara semangat memajukan pendidikan kaum wanita yang telah dirintis
Raden Dewi Sartika perlu kiranya dicanangkan pendirian SMK khusus wanita di Cineam.
Terima Kasih

Anda mungkin juga menyukai