Anda di halaman 1dari 5

K.

H SAMANHUDI PENDIRI SAREKAT ISLAM

Samanhudi atau sering disebut Kyai Haji Samanhudi (lahir di Laweyan, Surakarta,
Jawa Tengah, 1868; meninggal di Klaten, Jawa Tengah, 28 Desember 1956) adalah
pendiri Sarekat Dagang Islam, sebuah organisasi massa di Indonesia yang awalnya
merupakan wadah bagi para pengusaha batik di Surakarta. Nama kecilnya ialah
Sudarno Nadi.

Dalam dunia perdagangan, Samanhudi merasakan perbedaan perlakuan oleh


penguasa Hindia Belanda antara pedagang pribumi yang mayoritas beragama
Islam dengan pedagang Tionghoa pada tahun 1911. Oleh sebab itu Samanhudi
merasa pedagang pribumi harus mempunyai organisasi sendiri untuk membela
kepentingan mereka. Pada tahun 1911, ia mendirikan Sarekat Dagang Islam untuk
mewujudkan cita-citanya.
SEJARAH PEMBENTUKAN SAREKAT ISLAM

Sarekat Dagang Islam merupakan sebuah organisasi yang pertama kali hadir di
Indonesia, Kemudian namanya berubah menjadi Sarekat Islam.

Sarekat Dagang Islam didirikan oleh H. Samanhudi di Solo, pada tanggal 16


Oktober 1905, organisasi ini bertujuan untuk menghimpun para pedagang pribumi
muslim Sehingga pedagang pribumi mampu bersaing dengan pedagang Tionghoa.

Pada zaman dahulu, penguasaan sumber daya di Indonesia dikuasai oleh Belanda.
Kemudian Haji Samanhudi memberikan respons cepat atas tindakan pemerintah
Belanda yakni dengan mendirikan Organisasi Syariat Dagang Islam.

Pada 16 Oktober 1905, informasi mengenai berdirinya SDI disebarluaskan ke


seluruh indonesia melalui buletin Taman Pewarta (1902-1915), dan bagi pemerintah
Belanda berdirinya SDI dianggap bisa menimbulkan ancaman yang besar untuk
perkembangan ekonomi Belanda.

Hal ini menjadi kekhawatiran bagi Belanda setelah diketahui bahwa SDI akan
melakukan kerjasama dengan organisasi niaga Cina yang bernama Kong Sing,
Sehingga pemerintah Belanda mendirikan organisasi tandingan.
PERKEMBANGAN SAREKAT ISLAM

Pada tahun 1912, H.O.S Tjokroaminoto mengubah nama organisasi Sarekat


Dagang Islam menjadi Sarekat Islam. Perubahan nama tersebut bertujuan agar
keanggotaan organisasi tidak hanya terbatas pada golongan pedagang, namun juga
terbuka bagi seluruh umat Islam di Indonesia.

Kecepatan tumbuhnya SI atau Sarekat Islam bagaikan meteor dan meluas secara
horizontal. SI merupakan organisasi massa pertama di Indonesia. Antara tahun
1917 sampai dengan 1920 sangat terasa pengaruhnya di dalam politik Indonesia.
Untuk menyebarkan propaganda perjuangannya, Sarekat Islam menerbitkan surat
kabar yang bernama Utusan Hindia.

Pada tanggal 29 Maret 1913, para pemimpin SI mengadakan pertemuan dengan


Gubernur Jenderal Idenburg untuk memperjuangkan SI berbadan hukum. Jawaban
dari Idenburg pada tanggal 29 Maret 1913, yaitu SI di bawah pimpinan H.O.S
Cokroaminoto tidak diberi badan hukum. Ironisnya yang mendapat pengakuan
pemerintah kolonial Belanda (Gubernur Jenderal Idenburg) justru cabang-cabang
SI yang ada di daerah.

Ini suatu taktik pemerintah kolonial Belanda dalam memecah belah persatuan SI.
Bayangan perpecahan muncul dari pandangan yang berbeda antara H.O.S
Cokroaminoto dengan Semaun mengenai kapitalisme. Menurut Semaun yang
memiliki pandangan sosialis, bergandeng dengan kapitalis adalah haram. Dalam
kongres SI yang dilaksanakan tahun 1921, ditetapkan adanya disiplin partai rangkap
anggota. Setiap anggota SI tidak boleh merangkap sebagai anggota organisasi lain
terutama yang beraliran komunis. Akhirnya SI pecah menjadi dua yaitu SI Putih dan
SI Merah.

SI Putih, yang tetap berlandaskan nasionalisme dan Islam. Dipimpin oleh H.O.S.
Cokroaminoto, H. Agus Salim, dan Suryopranoto yang berpusat di Yogyakarta.
SI Merah, yang berhaluan sosialisme kiri (komunis). Dipimpin oleh Semaun, yang
berpusat di Semarang.
Dalam kongresnya di Madiun, SI Putih berganti nama menjadi Partai Sarekat Islam
(PSI). Kemudian pada tahun 1927 berubah lagi menjadi Partai Sarekat Islam
Indonesia (PSII). Sementara itu, SI Sosialis/Komunis berganti nama menjadi
Sarekat Rakyat (SR) yang merupakan pendukung kuat Partai Komunis Indonesia
(PKI).
KLIPING SAREKAT ISLAM

Anda mungkin juga menyukai