Anda di halaman 1dari 4

Naturalisasi Pemain Sepakbola, Idealkah?

Endah Budi Ayu

Indonesia termasuk kedalam negara dengan jumlah penduduk terpadat ketiga dunia. Dan
angka kepadatan tersebut relatif bertambah setiap tahunnya. Meskipun demikian, tak lantas
menjadikan Indonesia berikhtiar untuk menutup kesempatan untuk Warga Negara Asing yang
ingin menjadi Warga Negara Indonesia. Negara tetap memberikan regulasi dengan syarat dan
kualifikasi tertentu untuk WNA atau WNI dengan kewargamegaran ganda untuk menjadi WNI
seutuhnya.

Pewarganegaraan atau Naturalisasi menjadi salah satu instrumen yang populer dewasa
ini, yang diatur secara rinci dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2006 tentang
Kewarganegaraan. Pewarganegaraan secara definisi adalah “tata cara bagi orang asing untuk
memperoleh Kewarganegaraan Republik Indonesia melalui permohonan. Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia Naturalisasi adalah pemerolehan kewarganegaraan bagi
penduduk asing; hal menjadikan warga negara; pewarganegaraan yang diperoleh setelah
memenuhi syarat sebagaimana yang ditetapkan di peraturan perundang-undangan."

Dalam 10 (sepuluh) tahun terakhir, olahraga dalam hal ini cabang sepakbola menjadi
bukti praktik dari pewarganegaraan atau naturalisasi di Indonesia. Begitu banyak WNA yang
menjadi pemain dengan status WNA dengan beberapa alasan berhasil menjadi WNI yang
kemudian melayakkan diri untuk bisa dipergunakan jasanya menjadi bagian dari Tim Nasional
Sepakbola Indonesia. Beberapa alasan yang menjadi dalil dari naturalisasi adalah dengan
kualifikasi berjasa untuk negara (Indonesia) ataupun telah tinggal selama paling singkat 5 (lima)
tahun berturut-turut, atau paling singkat 10 (sepuluh) tahun tida berturut-turut, yang tlah diatur
didalam UU Kewarganegaraan.

Hal diatas menunjukkan bahwa UU kewarganegaraan memberikan cara memperoleh


status kewarganegaraan dapat melalui dua jalan yaitu melalui permohonan
pewarganegaraan atau Orang asing yang telah berjasa kepada negara Republik Indonesia atau
dengan alasan kepentingan negara dapat diberi Kewarganegaraan Republik Indonesia oleh
Presiden setelah memperoleh pertimbangan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia,
kecuali dengan pemberian kewarganegaraan tersebut mengakibatkan yang bersangkutan
berkewarganegaraan ganda.

Frasa berjasa kepada negara menjadi suatu persoalan tersendiri. Mengingat banyaknya
pemain asing ataupun keturunan menjadi WNI dan memperkuat Timnas sepakbola Indonesia
salah satunya dengan alasan dianggap berjasa bagi tanah air. Persoalan berjasa kepada tanah air
dianggap tidak tepat apabila dikaitkan dengan proses pewarganegaraan pemain sepakbola dengan
kewarganegaraan asing menjadi pemain sepakbola dengan status menjadi WNI. Karena jika
ingin diukur dengan takaran prestasi, maka Indonesia yang diperkuat dengan kompoisisi pemain-
pemain naturalisasi, belum terlalu bisa untuk berbicara banyak dalam kompetisi sepakbola
internasional maupun tataran asia tenggara (piala AFF).

Kajian naturalisasi, akan coba dibandingkan dengan regulasi FIFA selaku organisasi
induk sepakbola dunia. Berdasarkan Artikel 15 pasal 3 dan 5 Statuta FIFA tentang “Perangkat
dan Penerapan Aturan”, tata cara naturalisasi pemain asing oleh asosiasi sepakbola suatu negara
dapat ditempuh melalui dua cara.

Cara Pertama, melakukan naturalisasi pemain asing yang tidak memiliki status
kewarganegaraan dengan asosiasi sepakbola yang menginginkan. Hal ini mengacu
pada Statuta FIFA Artikel 15 pasal 5 yang menerangkan bahwa seorang pemain berhak membela
asosiasi negara selain yang dia miliki kewarganegaraannya dan berlaku bagi pemain yang
kehilangan kewarganegaraan asalnya. Syaratnya pemain tersebut tidak boleh melangsungkan
pertandingan internasional resmi di level A bersama tim nasional senior sebelumnya.

Cara Kedua, dapat ditempuh dengan memanfaatkan kewarganegaraan ganda yang


dimiliki pemain. Hal ini ditegaskan melalui Statuta FIFA Artikel 15 pasal 3 menyebutkan bahwa
pemain bola yang mempunyai status kewarganegaraan ganda berhak memilih tim nasional yang
dikehendakinya. Negara yang dipilih pemain tersebut dilakukan saat usianya mencapai 21 tahun.

Jika kita coba bandingkan dengan praktik naturalisasi di negara lain, sebut saja timnas
Jerman, hampir separuh skuadnya terlahir di negara lain atau memiliki darah campuran. Timnas
Jerman tidak sepenuhnya diwakili oleh orang asli Jerman. Sebut saja Lukas Podolski, Miroslav
Klose dan Piotr Trochowski yang lahir di Polandia dan kemudian bermigrasi ke Jerman pada saat
ketiganya masih kecil. Hingga kini masuk ke skuad inti timnas Jerman. Claudemir Jeronimo
Barreto (Cacau) yang lahir di Brazil kemudian menjadi warga negara Jerman setelah tinggal
selama 10 tahun. Tidak sedikit juga yang di negaranya tidak dimasukkan timnas sehingga
merubah kewarganegaraanya. Seperti Amauri Carvalho yang berkewarganegaraan Brazil
lebih memilih berkewarganegaraan Italia di paspornya karena tidak dipanggil timnas Brazil. Dan
masih banyak lagi.

Maka Indonesia hari ini tidak jauh berbeda, nama-nama seperti Cristian Gonzales, Irfan
Bachdim, Diego Micchel, Menjadi contoh praktik pewarganegaraan diindonesia. Prestasi
tertinggi Indonesia menjadi runner-up pada piala AFF 2010 yang lalu, telah menjadi batu pijakan
untuk Badan Tim Nasioanl PSSI untuk memperbanyak pemain asing yang masih berdarah
Indonesia dan berjasa untuk menjadi WNI dan memperkuat timnas Indonesia.

Sayangnya, hal ini menimbulkan masalah yang cukup kompleks. Pasca AFF 2010
prestasi sepaknola Indonesia menurun, padahal disisi lain Naturalisasi pemain bertambah dan
meningkat. Hal inilah, yang kemudian menjadi faktor WNI asli akhirnya tidak dapat dipakai
karena kalah bersaing dengan pemain berlabel naturalisasi. Padahal, praktiknya Indonesia
memiliki pemain asli yang dapat bersaing dengan pemain naturalisasi.

Harus diakui, program naturalisasi pemain, sampai tingkat tertentu telah menciptakan
perubahan dan perbedaan dalam persepakbolaan nasional Indonesia. Namun, harus dicermati
pula jangan sampai naturalisasi menjadi andalan untuk membenahi setiap ajang olahraga yang
kian menurun prestasinya. Sekalipun naturalisasi merupakan jalan keluar satu-satunya, jangan
sampai naturalisasi menjadi kebiasaan negara tanpa pertimbangan sosiologis, dan filosofhis.
Karena tidak selamanya naturalisasi adalan jalan terbaik. Lihat saja negara naturalisasi seperti
Singapura. Memang awalnya mereka sanggup menerapkan naturalisasi dengan hasil yang
membanggakan pada tahun 2002. Tapi saat turut serta di ajang Piala AFF 2010, Singapura harus
menerima hasil yang kurang membanggakan.

Sekali lagi yang perlu digarisbawahi, Naturalisasi juga berdampak bagi bibit-bibit muda
bumiputera yang belum sempat menikmati posisi sebagai pemain timnas dan harus rela posisinya
direnggut oleh pemain asing yang hanya mengandalkan status kewarganegaraannya dari asas
keturunan orang tuanya.
Para pemegang kebijakan hendaknya sadar bahwa naturalisasi pemain bukanlah cara yang
menjamin prestasi tinggi di level tertinggi sepakbola dunia. Masih banyak cari lain yang lebih
relevan dengan kebudayaan asli Indonesia. Salah satunya melalui ajang-ajang pencarian bakat,
pembinaan pemain muda dan pengembangan bakat pemain usia muda yang harus diutamakan
dan dijadikan pondasi utama dalam membentuk kerangka tim nasional Indonesia di masa
mendatang. Sehingga Indonesia bisa disejajarkan dengan negara maju lainnya.

Anda mungkin juga menyukai