A. Analisis Permasalahan
Obat anti-nyamuk HIT merupakan obat anti nyamuk yang efektif dan
murah untuk menjauhkan nyamuk dari kita, tetapi murahnya harga
tersebut juga membawa dampak negatif bagi konsumen HIT yang
diproduksi oleh PT Megarsari Makmur yang dinyatakan akan ditarik dari
peredaran karena penggunaan zat aktif Propoxur dan Diklorvos yang dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan terhadap manusia, sementara yang di
pabrik akan dimusnahkan.
Dengan harganya yang murah produk HIT banyak digunakan oleh ibu
rumah tangga untuk memberantas nyamuk, namun mereka belum sadar
apa bahayannya produk yang mereka gunakan yang ternyata mengandung
zat- zat kimia yang sangat berbahaya bagi kesehatan manusia, namun tidak
semua produk mengandung bahan berhaya hanya 2 produk yang
mengandung zat-zat berbahaya tersebut yaitu jenis HIT 2,1 A( Jenis
Semprot) dan HIT 17 L(Cair isi ulang).
Korbannya yaitu seorang pembantu rumah tangga yang mengalami pusing,
mual dan muntah akibat keracunan, setelah menghirup udara yang baru
saja disemprotkan obat anti-nyamuk HIT. Masalah lain kemudian muncul.
Timbul miskomunikasi antara Departemen Pertanian (Deptan),
Departemen Kesehatan (Depkes), dan BPOM (Badan Pengawas Obat dan
Makanan). Menurut UU, registrasi harus dilakukan di Depkes karena hal
tersebut menjadi kewenangan Menteri Kesehatan. Namun menurut
Keppres Pendirian BPOM, registrasi ini menjadi tanggung jawab BPOM.
Namun Kepala BPOM periode sebelumnya sempat mengungkapkan,
semua obat nyamuk harus terdaftar (teregistrasi) di Depkes dan tidak lagi
diawasi oleh BPOM. Ternyata pada kenyataanya, selama ini izin produksi
obat anti-nyamuk dikeluarkan oleh Deptan. Deptan akan memberikan izin
atas rekomendasi Komisi Pestisida. Jadi jelas terjadi tumpang tindih tugas
dan kewenangan di antara instansi-instansi tersebut. Perbuatan yang
dilarang bagi pelaku usaha diantaranya yaitu :
a. Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa yang
tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan, peraturan yang berlaku,
ukuran, takaran, timbangan dan jumlah yang sebenarnya.
b. Tidak sesuai dengan pernyataan dalam label, etiket dan keterangan lain
mengenai barang dan/atau jasa yang menyangkut berat bersih, isi bersih
dan jumlah dalam hitungan, kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemanjuran, mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode
atau penggunaan tertentu, janji yang diberikan.
c. Tidak mencantumkan tanggal kadaluarsa/jangka waktu penggunaan/
pemanfaatan paling baik atas barang tertentu, informasi dan petunjuk
penggunaan dalam bahasa indonesia sesuai dengan ketentuan yang berlaku
d. Tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal sebagaimana
pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label
e. Tidak memasang label/membuat penjelasan yang memuat nama barang,
ukuran, berat/isi bersih, komposisi, tanggal pembuatan, aturan pakai,
akibat sampingan, ama dan alamat pelaku usaha, keterangan penggunaan
lain yang menurut ketentuan harus dipasang atau dibuat.
f. Rusak, cacat atau bekas dan tercemar (terutama sediaan Farmasi dan
Pangan), tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.
3. Pasal 8
Ayat 1 : “Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa yang tidak memenuhi atau
tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan
peraturan perundang-undangan”
Ayat 4 : “Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1)
dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa
tersebut serta wajib menariknya dari peredaran”
4. Pasal 19 :
Ayat 1 : “Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi
atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan”
Ayat 2 : “Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa
yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau
pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku”
Ayat 3 : “Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu
7 (tujuh) hari setelah tanggal transaksi”
A. Kesimpulan
Pelanggaran etika bisnis itu dapat melemahkan daya saing hasil
industry di pasar internasional. Lebih extreme bila pengusaha Indonesia
menganggap remeh etika bisnis yang berlaku secara umum dan tidak
mengikat itu. Kencendrungan makin banyaknya pelanggaran etika bisnis
membuat ke prihatinan banyak pihak. Pengabdian etika bisnis dirasakan
akan membawa kerugian tidak saja buat masyarakat, tetapi juga bagi
tatanan ekonomi nasional. Disadari atau tidak, para pengusaha yang tidak
memperhatikan etika bisnis akan menghancurkan nama mereka sendiri dan
Negara.
Seperti pada kasus PT Megarsari Makmur (produk HIT) masalah
yang terjadi dikarenakan kurangnya pengetahuan dan informasi mengenai
kandungan-kandungan apa saja yang terkandung dalam produk tersebut.
PT. Megarsari Makmur sudah melakukan perbuatan yang sangat
merugikan dengan memasukkan 2 zat berbahaya pada produk mereka yang
berdampak buruk pada konsumen yang menggunakan produk mereka.
B. Saran
1. Mencantumkan cara penggunaan dan efek samping dari pengunaan HIT
pada label produk HIT;
2. Para Prosen seharusnya terbuka mengenai penggunaan bahan baku obat
nyamuk tersebut
3. Para Produsen seharusnya menggunakan bahan baku yang tidak berbahaya
untuk tubuh manusia dan tidak hanya menggejar keuntungan semata.
DAFTAR PUSTAKA
http://nildatartilla.wordpress.com/2013/02/09/contoh-kasus-pelanggaran-
etika-bisnis-oleh-pt-megasari-makmur/. Diunduh tanggal 15 Maret 2017.