Anda di halaman 1dari 7

KRISIS YANG DI ALAMI PT.

BATAVIA AIR

Tutupnya Batavia Air menjadi kabar menyedihkan di awal tahun 2013 yang
terpaksa harus didengar pelaku usaha. Padahal Batavia Air telah cukup lama
mengarungi langit Indonesia.

Lewat tangan dingin Yudiawan Tansari, Batavia Air lahir dan menjelma
menjadi maskapai penerbangan yang cukup diperhitungkan. Namun tak banyak
masyarakat yang tahu jika Yudiawan merintis bisnis yang sarat modal ini dari sebuah
perusahaan jasa travel, PT Setia Sarana Tour & Travel yang berdiri 1973.

Dari pengalamannya berkecimpung dalam dunia penerbangan lewat bisnis


travel itu, Yudiawan memberanikan diri merintis sebuah perusahaan maskapai
penerbangan. Batavia Air yang semula bernama Metro Batavia beroperasi penuh pada
Januari 2002 setelah mengantongi Air Operator Certification (AOC). Di awal
kelahirannya, Batavia Air menggunakan satu buah pesawat Fokker F28 yang
merupakan pinjaman dari Sempati Air dan dua unit Boeing 737-200. Jasa
penerbangan Jakarta-Pontianak menjadi rute terjadwal pertama yang dilayani Batavia
Seiring berlalunya waktu dan makin ketatnya persaingan bisnis penerbangan. Batavia
Air perlahan-lahan mulai digerogoti setumpuk masalah. Puncaknya terjadi pada Rabu,
30 Januari 2013.

Menanggung utang US$ 4.688.064,07 yang jatuh tempo sejak 13 Desember


2013, Batavia Air terpaksa harus masuk meja hijau. Pemicunya, perusahaan leasing
internasional, International Lease Finance Corporation (ILFC), mengajukan gugatan
pailit ke Pengadilan Niaga. Batavia juga menanggung utang US$ 4,9 juta kepada
Sierra Leasing Limited.

Gugatan bermula dari perjanjian ILFC dan Batavia yang bersepakat untuk
terikat perjanjian sewa atas pesawat berbedan besar jenis Airbus A330-202 dengan
nomor seri pabrikan 205. Pesawat tersebut juga disewakan bersama dua mesin
General Electrik CFG-80EIA4, untuk jangka waktu enam tahun.

Namun sejak dilakukannya perjanjian sewa, hingga tanggal jatuh tempo 13


Desember 2012, Batavia Air dituding tidak pernah sekalipun membayar cicilan.
Jumlah utang yang belum dibayar tersebut, terdiri dari uang sewa sebesar US$ 2,2
juta, biaya tambahan atas cadangan mesin sebesar US$ 2,3 juta, dan biaya bunga
sebesar US$ 159.231.

Putusan mengejutkan pailit Batavia Air pun memicu munculnya sejumlah


kekacauan di maskapai tersebut. Pihak yang pertama menjadi korban tentu saja
berasal dari internal perusahaan. Sebanyak 3.500 karyawan pun harus bersiap
menerima Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pesangon menjadi harapan pegawai
untuk menyambung hidup sebelum mendapat pekerjaan baru.

Tak hanya pegawai, para calon penumpang pun harus menerima imbas dari
tutupnya Batavia Air. Tiket-tiket yang terlanjur dibeli harus dibayar perusahaan.
Belum lagi tagihan yang harus dilunasi Batavia Air kepada agen perushaaan penjual
tiket penerbangan. Uang senilai Rp 22 miliar harus dikembalikan kepada para agen.

Di lapangan, kepanikan melanda para calon penumpang yang sudah berharap


bisa terbang menuju kota tujuan. Bandara Soekarno-Hatta pun disibukan dengan
tumpukan para penumpang yang terlantar karena batal terbang. Begitu pula dengan
kantor pusat Batavia Air yang dikerumuni pemilik tiket.

A. DAMPAK KRISIS PERUSAHAAN


Berikut adalah dampak krisis perusahaan yang di alami oleh PT. BATAVIA AIR :
1. Intensitas permasalahan akan bertambah

Setelah perusahaan ini mengalami krisis tidak dapat dipungkiri bahwa


masalah-masalah terus berdatangan. Putusan mengejutkan pailit Batavia Air pun
memicu munculnya sejumlah kekacauan di maskapai tersebut. Pihak yang pertama
menjadi korban tentu saja berasal dari internal perusahaan. Sebanyak 3.500 karyawan
pun harus bersiap menerima Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Pesangon menjadi
harapan pegawai untuk menyambung hidup sebelum mendapat pekerjaan baru.

Tak hanya pegawai, para calon penumpang pun harus menerima imbas dari
tutupnya Batavia Air. Tiket-tiket yang terlanjur dibeli harus dibayar perusahaan.
Belum lagi tagihan yang harus dilunasi Batavia Air kepada agen perushaaan penjual
tiket penerbangan. Uang senilai Rp 22 miliar harus dikembalikan kepada para agen.
Di lapangan, kepanikan melanda para calon penumpang yang sudah berharap bisa
terbang menuju kota tujuan. Bandara Soekarno-Hatta pun disibukan dengan tumpukan
para penumpang yang terlantar karena batal terbang. Begitu pula dengan kantor pusat
Batavia Air yang dikerumuni pemilik tiket.

Keputusan pailit PT. Metro Batavia disebabkan oleh utang sebanyak USD
4,68 juta yang sudah lewat jatuh tempo namun tidak kunjung di bayar. Tuntutan pailit
ini telah diajukan semenjak 20 Desember 2012 dan diputuskan pada tanggal 30
Januari 2013.

Hutang ini bermula dari keinginan Batavia Air untuk mengikuti tender
pelayanan haji dengan menyewa (leasing) dua pesawat Airbus A330 dari ILFC.
Namun, dari total kontrak leasing selama 9 tahun, sudah 3 tahun berturut-turut
Batavia Air kalah tender di Kementerian Agama untuk mengangkut jemaah haji.

Dalam gugatan ILFC, Batavia Air memiliki tagihan sebesar USD 440rb di
tahun pertama, USD 470rb di tahun kedua, USD 500rb di tahun ketiga dan ke empat,
dan USD 520rb di tahun kelima dan keenam. Keseluruhan hutang dari ILFC sebesar
USD 4,68 juta ini memiliki tanggal jatuh tempo di 13 Desember 2012.

Selain gugatan dari ILFC, Batavia Air juga memiliki utang sebesar USD 4,94
juta kepada Sierra Leasing Limited yang jatuh tempo di 13 Desember 2012 juga.
Analisa dari OSK Research Sdn Bhd di bulan Oktober 2012 memperkirakan total
utang Batavia Air sebesar USD 40juta.
2. Masalah akan dibawah sorotan public melalui Media Massa

Begitu banyak media yang meliput mengenai krisis pada perusahaan Batavia
Air ini, baik media cetak/elektronik salah satunya adalah Liputan6.com
3. Masalah akan mengganggu perjalanan bisnis sehari-hari

Masalah yang dihadapi PT. Batavia Air dalam perjalanan bisnis sehari-hari
tentunya tidak ada lagi karena sudah resmi dibubarkan 100%. Akan tetapi yang
menjadi korban disini adalah karyawan yang bekerja didalamnya, yang kebanyakan
belum diberikan upah. Hal ini tentunya menjadi masalah yang serius bagi bisnis
sehari-hari bagi karyawan tersebut baik dari pilot, pramugari, dan staff-staff yang
lainnya.

PT Metro Batavia atau Batavia Air sudah dinyatakan pailit atau bangkrut sejak
putusan pengadilan Pengadilan Niaga Jakarta Pusat pada 30 Januari 2013. Namun,
sudah tiga tahun berlalu, proses penyelesaian kebangkrutan tersebut masih belum
selesai.

Kuasa Hukum Batavia Air Raden Catur Wibowo melalui keterangannya


menjelaskan ada berbagai kendala. Dikatakannya, masalah utama adalah adanya
penyusutan nilai aset Batavia Air.

"Dulu itu aset Batavia Air nilainya Rp 500 miliar, tapi kalau dihitung sekarang hanya
tinggal Rp 60 miliar astnya," kata Catur, Kamis (19/11/2015).

Menurut Catur, penyusutan aset itu dikarenakan Kurator yang dipimpin oleh
Turman M Panggabean dinilai lambat dalam menjual aset-aset yang dimaksudkan.
Dicontohkan Catur yaitu aset berupa simulator pilot.Simulator yang dimaksud
harusnya memiliki nilai miliaran rupiah, namun karena tidak segera dilakukan
penjualan, saat ini simulator tersebut tidak berfungsi dan tidak ada nilainya. Selain itu
juga ada beberapa aset lainnya seperti mobil operasional dan beberapa pesawat.

Dari proses penjualan aset yang dilakukan Kurator sejak tahun 2013 sampai
sekarang hanya membuahkan hasil sebesar Rp 4 miliar. Hasil penjualan tersebut telah
digunakan untuk membayar hak-hak karyawan Batavia Air, meski belum
keseluruhan.

"Tunggakan untuk karyawan saja itu Rp 150 miliar, ini baru dikasih Rp 4 miliar,
karyawan Batavia itu ada sekitar 3200 orang, ini bagaimana nasib mereka?," papar
Catur.
Untuk itu, Catur meminta kepada pihak kurator untuk segera melakukan
penjualan aset-aset yang sampai saat ini masih memiliki nilai. Meskipun nantinya
total aset yang di jual tidak memencukupi untuk memenuhi hak karyawan, Catur
memakluminya."Ini harus segera di jual, aset Batavia itu setiap tahunnya ada
penyusutan 20 persen, jadi dari 2013 itu sudah ada penyusutan 60 persen nilainya,
jadi jangan sampai terus menyusut, kalau begitu ujung-ujungnya karyawan juga yang
dirugikan," tutup dia.Batavia Air, Maskapai yang Tak Pernah Kecelakaan Tapi Jatuh
Juga.

4. Masalah akan mengganggu nama baik perusahaan

Hal ini tidak bisa dipungkiri lagi, Jangankan mengganggu nama baik
perusahaan, saat ini nama Batavia Air hanya tinggal kenangan saja, dan kemudian
akan dilupakan selamanya.

5. Masalah dapat merusak sistem kerja dan mengguncangkan perusahaan secara


keseluruhan

Dampak ini benar-benar terjadi pada perusahaan PT. Batavia Air yang benar-
benar mengalami kehancuran, dapat disimpulkan bahwa masalah yang
mengguncangkan PT. Metro Batavia Air secara keseluruhan adalah sebuah UTANG.
Keputusan pailit PT. Metro Batavia disebabkan oleh utang sebanyak USD
4,68 juta yang sudah lewat jatuh tempo namun tidak kunjung di bayar. Tuntutan pailit
ini telah diajukan semenjak 20 Desember 2012 dan diputuskan pada tanggal 30
Januari 2013.

Hutang ini bermula dari keinginan Batavia Air untuk mengikuti tender
pelayanan haji dengan menyewa (leasing) dua pesawat Airbus A330 dari ILFC.
Namun, dari total kontrak leasing selama 9 tahun, sudah 3 tahun berturut-turut
Batavia Air kalah tender di Kementerian Agama untuk mengangkut jemaah haji.

Dalam gugatan ILFC, Batavia Air memiliki tagihan sebesar USD 440rb di
tahun pertama, USD 470rb di tahun kedua, USD 500rb di tahun ketiga dan ke empat,
dan USD 520rb di tahun kelima dan keenam. Keseluruhan hutang dari ILFC sebesar
USD 4,68 juta ini memiliki tanggal jatuh tempo di 13 Desember 2012.

Selain gugatan dari ILFC, Batavia Air juga memiliki utang sebesar USD 4,94
juta kepada Sierra Leasing Limited yang jatuh tempo di 13 Desember 2012 juga.
Analisa dari OSK Research Sdn Bhd di bulan Oktober 2012 memperkirakan total
utang Batavia Air sebesar USD 40juta.

6. Masalah yang dihadapi disamping membuat perusahaan menjadi panic, juga


tidak jarang membuat masyarakat menjadi panic juga.

Dampak ini pun benar-benar sangat betul terjadinya dilapangan. Banyak yang
menjadi korban akibat permasalahan ini, bukan hanya internal perusahaan yang
mengalami kepanikan akan masalah ini, tapi juga eksternal perusahaan dan
masyarakat yang telah memegang tiket juga menjadi panik.

Anda mungkin juga menyukai