Anda di halaman 1dari 11

UNIVERSITAS INDONESIA

Conflict of Interest
(Studi Kasus PT. Bank Jabar Banten Syariah)

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi Tugas


Mata Kuliah Hukum Investasi dan Pasar Modal

Nama: Muyassar Nugroho (2006496091)

Dosen : Dr. Zulkarnain Sitompul, S.H., LL.M

Kelas : Hukum Ekonomi Reguler

FAKULTAS HUKUM

PROGRAM STUDI MAGISTER HUKUM


JAKARTA
OKTOBER 2020

1
RINGKASAN

Dalam dunia hukum, akuntansi, dan manajemen, potensi Conflict of


Interest dapat terjadi di suatu ekosistem bisnis. Sebagian besar perusahaan
memiliki kebijakan dan prosedur yang mengatur bagaimana konflik bisa
diidentifikasi dan dikelola. Hal ini dilakukan untuk memastikan kepentingan
manajemen, klien, dan publik tidak saling merugikan. Namun, ada beberapa
kondisi di mana Conflict of Interest terjadi dari suatu tindakan, kebijakan, atau
prosedur yang berlaku dalam suatu perusahaan Adanya transaksi yang
mengandung benturan kepentingan dalam suatu PT tidak hanya berpotensi
merugikan salah satu organ PT itu saja, tetapi juga mencederai prinsip
keterbukaan yang dijunjung tinggi dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995
tentang Pasar Modal. Undang-Undang Pasar Modal sebagai suatu payung
hukum yang mengatur penyelenggaran pasar modal di Indonesia pun secara
garis besar sudah mengakomodir ketentuan terkait benturan kepentingan ini,
yang dijabarkan lebih lanjut pada Peraturan Bapepam Lampiran Keputusan
Ketua Bapepam dan LK Nomor Kep-412/BL/2009 tentang Transaksi Afiliasi dan
Benturan Kepentingan Tertentu (Peraturan Nomor IX.E.1). Dengan menggunakan
metode pendekatan yuridis normatif dan penelitian yang bersifat deskriptif analitis,
maka makalah ini akan membahas lebih lanjut mengenai Conflict of Interest dengan
studi kasus PT. Jiwasarya Persero.
Kata Kunci: Conflict of Interest, Benturan Kepentingan

2
DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
KATA PENGANTAR ii
RINGKASAN iii
DAFTAR ISI iv

I. Pendahuluan 1
1. Latar Belakang 1
2. Perumusan Masalah 3
3. Tujuan Penelitian 3
4. Definisi Operasional 4
5. Metode Penelitian 5

II. Tinjauan Umum Mengenai Konglomerasi Keuangan dan Pengawasan


Terintegrasi serta Good Corporate Governance 7

III. Pengawasan Terintegrasi Berbasis Risiko dan Penerapan GCG Dalam Konglomerasi
Keuangan 14

IV. Penutup 22
5.1 Kesimpulan 22
5.2 Saran 23

DAFTAR PUSTAKA 24

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Benturan Kepentingan atau Conflict of Interest Transaksi Tertentu dan

Transaksi Afiliasi merupakan hal yang sangat sulit untuk dihindari. Transaksi

seperti ini biasa dipraktekkan dalam melakukan transaksi bisnis dimana para

pihak yang melakukan corporate action memiliki benturan kepentingan atau

mempunyai hubungan afiliasi. Meskipun pada prinsipnya transaksi bisnis tersebut

bertujuan untuk meminimalisir resiko, mempermudah komunikasi, atau

melanggengkan hubungan bisnis para pihak yang telah terjalin, namun potensi

benturan kepentingan dan penyalahgunaan pihak terafiliasi dalam suatutransaksi

dapat merugikan para pemangku kepentingan tertentu atau pemegang saham,

terutama pemegang saham minoritas.

Pengertian benturan kepentingan adalah perbedaan antara

kepentinganekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur,

komisaris, pemegang saham utama perusahaan dalam suatu transaksi yang

dapat merugikanperusahaan karena adanya penetapann harga yang tidak wajar

(Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 angka 1 huruf c).

Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (selanjutnya

disebut UUPM) mengatur mengenai transaksi yang mengandung benturan

kepentingan (conflict of interest) dalam Pasal 82 ayat (2) UUPM. Pasal 82 ayat (2)

menegaskan bahwa Badan Pengawas Pasar Modal (selanjutnya disebut

Bapepam) dapat mewajibkan emiten atau perusahaan publik untuk

memperolehpersetujuan mayoritas pemegang saham independen untuk secara

1
sah dapat melakukan transaksi yang berbenturan kepentingan, yaitu kepentingan-

kepentingan ekonomis emiten atau perusahaan public dengan kepentingan

ekonomis pribadi direksi atau komisaris atau juga pemegang saham utama

emitenatau perusahaan publik.1 UUPM mencantumkan ketentuan mengenai hal

ini menandakan bahwa praktik demikian telah berlangsung lama dan berpotensi

merugikan salah satu pihak, karena adanya unsur kolusi dan pelanggaran

terhadap prinsip keterbukaan informasi.

Pada prinsipnya hukum tidak melarang dilakukannya transaksi yang

mengandung benturan kepentingan tersebut, Akan tetapi, hokum mengaturnya

sedemikian rupa sehingga diharapkan dengan pengaturan tersebut, seandainya

pun terjadi transaksinya yang mengandung benturan kepentingan tertentu,

kemungkinan kerugian terhadap pihak tertentu yang dapa menimbulkan

ketidakadilan diharapkan dapat diredam. Inilah yang paling jauh yang dapat

dilakukan olehsektor hokum terhadap transaksi seperti itu, walaupun jika dilihat

dari keuntungan bagi pelaku transaksi yang mempunyai benturan kepentingan,

seperti dalam kasus akuisisi internal, tetap saja pihak pelakunya dapat

memperolehkeuntungan yang tidak layak. Misalnya pihak pelakunya dapat

memperoleh jual beli saham, sedangkan setelah jual beli dilakukan yang

bersangkutanmasih tidak kehilangan sahamnya.2

Sejak diikeluarkan tahun 1996, Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 telah

mengalami 4 kali penyempurnaan, yaitu tahun 1997, tahun 2000, tahun 2008 dan

tahun 2009. Tujuan penyempurnaan tersebut tidak lain adalah agar Peraturan

Bapepam Nomor IX.E.1 senantiasa mengikuti kebutuhan pasar yang terus

1
Indonesia, Undang-Undang tentang Pasar Modal, UU No. 8 Tahun 1995, LN N. 64 Tahun 1995, TLN
No.3608, Pasal 82 ayat (2).
2
Munir Fuady, Pasar Modal Modern( Tinjauan Hukum): Buku kedua, (Bandung:Citra Aditya Bakti, 2003),
hal 190.

2
berkembang. Dari beberapa penyempurnaan yang telah dilakukan,

penyempurnaan yang paling signifikan terjadi pada saat dikeluarkan Peraturan

Bapepam Nomor IX.E.1 revisi tahun 2008. Perbedaan yang paling mendasar

antara Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 sebelum revisi tahun 2008 dan

Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 revisi tahun 2008 dan setelahnya adalah

mengenai pengaturan atas Transaksi Afiliasi. Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1

sebelum tahun 2008 tidak mengatur tentang Transaksi Afiliasi, sedangkan

Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1 yang dikeluarkansejak revisi tahun 2008

mengatur hal tersebut.

Secara prinsip peraturan ini bertujuan:

1. Melindungi kepentingan pemegang saham independen yang umumnya

pemegang saham minoritas dari perbuatan yang melampaui kewenangan

direksi dan komisaris serta pemegang saham utama dalam melakukan

transaksi benturan kepentingan tertentu (Pasal 82 ayat (2) UUPM jo.

Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1)

2. Mengurangi kemungkinan penyalahgunaan kekuasaan oleh direksi,

komsiraris atau pemegang saham utama untuk melakukan transaksi yang

mengandung benturan kepentingan tertentu (Pasal 82 ayat (2) UUPM jo.

Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1)

3. Melaksanakan prinsip keterbukaan dan penghormatanterhadap hak

pemegang saham berdasarkan asas kesetaraan, persetujuan pemegang

saham independen yang mewakili lebih dari 50% pemegang saham yang

ada merupakan keharusan (Pasal 86 ayat (1) UUPM)

Salah satu alasan hak-hak pemegang saham minoritas perlu dilindungi

adalah karena sifat dan kedudukan pemegang saham minoritas yang

3
cenderung lemah dalam pengambilan kebijakan perusahaan. Contohnya

saja dalam hal pengambilan keputusan Rapat Pemegang Saham

(selanjutnya disebut RUPS) yang berdasarkan suara mayoritas yang

secara umum dianggap paling demokratism, namun tidak selamanya fair

bagi pemegang saham minoritas. Karena itulah timbul prinsip yang disebut

dengan “Kekuasaan mayoritas dengan perlindugan minoritas (majority rule

minority protection)”.3

Dalam rangka meningkatkan investasi, peran negara dalam

menciptakankondisi perekonomian dan kondisi-kondisi tertentu untuk

menjamin investasi menjadi suatu faktor penting yang harus diperhatikan

untuk mendatangkan dan menumbuhkan minat investasi di Indonesia.

Perlindungan terhadap investor dan penegakan hukum yang baik akan

menciptakan pasar modal yang lebih efisien, nilai ekuitas yang tinggi, serta

pertumbuhan ekonomi yang lebih cepat.4

Peraturan tentan benturan kepentingan transaksi tertentu

memberikan koridor yang akan membatasi pemgambilan keputusan oleh

pihak-pihak yang berkuasa seperti pemegang saham mayortias, direksi,

dan komisaris perseroan, untuk bersepakatan mengenai transaksi tertentu

yang memberikan keuntungan kepada pihak-pihak tersebut

denganmengabaikan hak dan kepentingan pemegang saham minoritas.

Pada dasarnya ketentuan mengenai transaksi yang mengandung benturan

kepentingan tertentu bersifat preventif, menerapkan prinsip keterbukaan

sebagai asas fundamental dalam pasar modal dan lebih

3
Munir Fuady, Perseroan Terbatas Paradigma Baru, cet 1, (Bandung: PT Citra Aditya Bakti, 2001), hal 172.
4
Emmy Yuhasarie, Prosiding-Kredit Sindikasi daln Restrukturisasi, (Jakarta: Pusat pengkajian Hukum, 2004),
hal. Xxii.

4
memberdayakanpemegang saham minoritas dan sekaligus mendidik

mereka agar memahami haknya.5

Lebih lanjut makalah ini akan memaparkan mengenai ketentuan-ketentuan apa saja
yang diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan Conflict of Ineterest atau
Benturan Kepentingan di Indonesia serta studi kasus PT. Jiwasarya Persero. Selain itu,
sebagai pengantar awal juga akan dijelaskan berbagai manfaat serta Conflict of Ineterest
atau Benturan Kepentingan.

1.2 Perumusan Masalah

Makalah ini akan menjawab beberapa pertanyaan terkait konglomerasi


keuangan di Indonesia dari sudut pandang hukum yang dirumuskan ke dalam 2 (dua)
rumusan masalah, yakni:

1. Sejauh mana Bapepam pengaturan mengenai Conflict of Ineterest atau Benturan


Kepentingan di Indonesia?
2. Bagaimana penerapan Peraturan Bapepam Nomor IX.E1 terhadap kasus PT.
Jiwasarya Persero?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui sejauh mana Bapepam mengatur mengenai Conflict of Ineterest


atau Benturan Kepentingan.
2. Untuk mengetahui Penerapan Peraturan Bapepam Nomor IX.E.1.

1.4 Definisi Operasional

Definisi operasional bertujuan untuk menghindari kesalahpahaman dalam


menafsirkan istilah yang berkaitan dengan judul atau kajian penelitian. Hal ini

5
M. Irsan Nasarudin dan Indra Surya, Aspek Hukum Pasar Modal Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2004), hal
242-243.

5
dimaksudkan agar terdapat persamaan pemahaman atau persepsi antara penulis dan
pembaca terhadap beberapa hal tertentu. Adapun definisi operasional dari konsep-
konsep khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Benturan Kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan ekonomis


Perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, atau pemegang saham utama yang dapat
merugikan Perusahaan dimaksud.6
2. Perusahaan adalah Emiten yang telah melakukan Penawaran Umum
Efek Bersifat Ekuitas atau Perusaah Publik.7
3. Transaksi adalah aktivitas dalam rangka: 1) memberikan dan/atau
mendapat pinjaman; 2) memperoleh, melepaskan, atau menggunakan
asset termasuk dalam rangka menjamin; 3) memperoleh, melepaskan
atau menggunakan jasa atau Efek suatu perusahaan atau Perusahaan
Terkendali; atau 4) mengadakan kontrak sehubungan dengan aktivitas
sebagaimana dimaksud dalam butir 1), butir 2), dan butir 3) .8
4. Transaksi Afiliasi adalah Transaksi yang dilakukan oleh Perusahaan
atau Perusahaan Terkendali dengan Afiliasi dari Perusahaan atau
Afiliasi dari anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, atau
pemegang saham utama Perusahaan.9
5. Karyawan adalah semua tenaga kerja yang menerima upah dan/atau gaji
dari perusahaan.10

1.5 Metode Penelitian

Metode penelitian hukum yang digunakan dalam makalah ini adalah metode
penelitian normatif. Metode penelitian hukum normatif menggunakan bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tersier (yang juga dinamakan bahan

6
Indonesia, Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan, Nomor: KEP-
412/BL/2009, tentang Transaksi Afiliasi dan Benturan Kepentingan Transaksi Tertentu, Ps.1 huruf e.
7
Ibid, Ps.1 huruf a.
8
Ibid, Ps 1 huruf c.
9
Ibid, Ps 1 huruf d.
10
Ibid, Ps 1 huruf g.

6
hukum penunjang)11 sebagai bahan hukum yang digunakan dalam mengkaji rumusan
permasalahan.

Bahan hukum primer berupa perundang-undangan,12 Adapun bahan hukum


primer yang digunakan adalah Peraturan Bapepam Nomor IX. E. 1, Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal, Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun
1995 tentang Penyelenggaraan Kegiataan di Bidang Pasar Modal, Peraturan
Pemerintah Nomor 46 Tahun 1995 tentang Tata Cara Pemeriksaan di Bidang Pasar
Modal, dan lain sebagainya peraturan yang terkait dengan Conflict of Interest

Bahan hukum sekunder makalah ini adalah bahan hukum yang dijadikan
sumber rujukan yang kedua setelah bahan hukum primer seperti buku-buku hukum
yang berkaitan dengan kajian ini termasuk jurnal hukum, makalah hukum dan kamus
hukum.13

Bahan hukum tersier adalah bahan hukum yang sifatnya sebagai penunjang. 14
Bahan hukum tersier yang banyak digunakan dalam makalah ini adalah teori-teori
terkait Conflict of Interest atau Benturan Kepentingan, Pasar Modal.

Dalam melakukan analisis terhadap data-data yang penulis gunakan dalam


penelitian ini, penulis menggunakan metode pendekatan peraturan perundang-
undangan (statutory approach) dengan mengkaji berbagai peraturan perundang-
undangan terkait Pengawasan terintegrasi terhadap di Indonesia, dan metode
pendekatan konseptual (conceptual approach) dengan melihat perkembangan konsep
dan istilah Conflict of Interest terhadap Perusahaan dari beberapa tulisan ilmiah di
opini maupun jurnal nasional dan internasional. Data yang diperoleh kemudian
dianalisis dengan menggunakan metode analisis data secara deskriptif kualitatif.

11
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tinjauan Singkat, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2006), hlm 33.
12
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana,2005), hlm. 143.
13
Ibid., hlm. 155.
14
Soerjono Soekanto & Sri Mamudji, Penelitian Hukum, hlm 33.

7
A.

Anda mungkin juga menyukai