Anda di halaman 1dari 30

UNIVERSITAS INDONESIA

STUDI KASUS
PT ASABRI

TUGAS KELOMPOK 5
ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT

ANGGOTA :
1. ANGGITA MAWADDAH S NPM 2106793413
2. ABDUL MALIK FAJRI NPM 2106792026
3. FAZLUR RAHMAN LUTFI NPM 2106672015
4. IMADA DAREL NATANAEL NPM 2106792461
5. MUHAMMAD FARRADHI NPM 2106672192
6. MUHAMMAD YUSUP NPM 2006555642

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS


PROGRAM MAKSI-PPAK
JAKARTA
2022
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN 2
Latar Belakang 2
Rumusan Masalah 3
Tujuan dan Manfaat 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5


Teori Keagenan 5
POJK Nomor 73/POJK.05/2016 6
POJK Nomor 43/POJK.05/2019 7
Sub-Prinsip A dan C dari G20 Corporate Governance Principles 8
UK Stewardship Code (2020) 10
Kasus Asabri (Berita dari Media Elektronik dikutip langsung) 10

BAB III PEMBAHASAN 14


Latar Belakang Asabri 14
Kronologis Kasus Asabri 16
Potensi Benturan Kepentingan berdasarkan Teori Keagenan 17
Benturan Kepentingan Actual 18
Evaluasi POJK Nomor 73/POJK.05/2016 beserta Perubahannya 20
Evaluasi Pelaksanaan Tata Kelola Asabri 21

BAB IV PENUTUP 28
Simpulan 28
Saran 28

1
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Dunia keuangan Indonesia seolah tak pernah lepas dari skandal, hal ini salah satunya
terlihat pada skandal Asabri. Skandal Asabri menyimpulkan rasionalitas investasi tidak
diperhatikan, sehingga nasabah tergiur iming-iming keuntungan tinggi. Juga dengan strategi
penempatan dana pada saham-saham spekulatif yang mengakibatkan kerugian investasi
(Sutrisno, 2021).
PT Asabri (Persero) adalah salah satu badan usaha milik negara yang bergerak
dibidang jasa asuransi. Dalam kasus Asabri, terdapat 8 saham dalam portofolio investasi
Perseroan yang harganya kini berada di level Rp 50/saham. Persentase kepemilikan Asabri di
saham senilai Rp50/ saham bahkan lebih dari 5%. Asabri memiliki 3 dari 8 saham senilai
Rp50/saham dengan total kepemilikan lebih dari 10%. Asabri berinvestasi dalam saham
terafiliasi dengan Benny Tjokrosaputro presiden direktur PT Hanson Internasional Tbk dan
Heru Hidayat sebagai presiden komisaris PT Trada Alam Minera Tbk. Kejaksaan Agung
menetapkan sembilan tersangka dalam kasus Asabri, belum diketahui pasti kerugian negara
akibat kasus tersebut. Kejaksaan berdasarkan perhitungan sementara yang dilakukan oleh
BPK sebelumnya sebesar Rp. 23.739 triliun.
Menurut Rose-Ackerman (1978) hubungan keagenan merupakan unit dasar analisis.
Hubungan tersebut menghubungkan setidaknya dua aktor. Di satu sisi, atasan
mengungkapkan seperangkat preferensi yang menentukan hasil yang diinginkan. Di sisi lain,
ada agen yang diarahkan oleh atasan untuk mencapai hasil ini. Jadi, legislator demokratis
adalah agen pemilih; kepala badan, legislator; dan birokrat, kepala instansi. Pola
pendelegasian yang serupa juga menjadi ciri perusahaan swasta. Sementara atasan ingin agen
selalu memenuhi tujuan superior, biaya pemantauan tinggi, dan agen umumnya memiliki
kebebasan untuk menempatkan kepentingan mereka sendiri di atas prinsipal mereka. Saat
itulah uang masuk. Beberapa pihak ketiga, yang diuntungkan oleh tindakan agen, mencoba
mempengaruhi keputusan agen dengan menawarkan pembayaran uang yang tidak diteruskan
kepada prinsipal.

2
Meskipun korupsi adalah kategori hukum, korupsi memiliki konsekuensi untuk
analisis ekonomi perilaku agen. Adanya pembayaran seperti itu tidak serta merta berarti
bahwa tujuan prinsipal telah berubah, bahkan pembayaran tersebut dapat meningkatkan
kepuasan prinsipal terhadap kinerja agen. Baik tip untuk pelayan maupun suap kepada
pejabat tingkat rendah seringkali dapat meningkatkan pelayanan melebihi tingkat yang
dicapai oleh karyawan yang hanya dibayar gaji biasa.
Manipulasi pasar saham adalah salah satu jenis penipuan dengan mengembangkan
harga saham buatan. Tindakan manipulatif ini biasanya dilakukan oleh beberapa investor dan
broker yang melakukan transaksi artifisial di antara mereka sendiri untuk menaikkan harga
saham. Mekanismenya, investor naif yang tertarik dengan tren kenaikan harga saham akan
mengikuti tren ini dan membuat harga semakin naik. Investor naif ini akan memasuki pasar
sampai harga menjadi sangat tinggi sehingga para manipulator mulai menjual sahamnya.
Aktivitas profit taking membuat harga turun ke nilai sebenarnya. Skema pump and dump
sudah ada sejak lama dan terbukti menjadi skema yang menggiurkan bagi pelaku penipuan.
Penerapan prinsip-prinsip Corporate Governance yang baik berperan penting dalam
meningkatkan kepercayaan para investor dan pemangku kepentingan, menurunkan biaya
modal, memperkuat pasar modal dan sektor jasa keuangan, memperluas lapangan kerja dan
mendorong pertumbuhan ekonomi yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan.

1.2. Rumusan Masalah


1. Bagaimana kronologi terjadinya pelanggaran pada kasus PT. Asabri?
2. Bagaimana benturan kepentingan yang terjadi pada kasus PT. Asabri?
3. Bagaimana hubungan kasus PT.Asabri dengan prinsip tata kelola perusahaan yang
baik?

1.3. Tujuan dan Manfaat

Makalah ini memiliki tujuan untuk menganalisis, menilai, dan memberikan


rekomendasi terkait masalah dan praktik tata kelola perusahaan pada PT. Asabri. Manfaat
dari makalah ini yaitu pada kepentingan akademis khususnya dalam program pembelajaran
dalam mata kuliah Etika Profesi dan Tata Kelola Korporat dalam memahami manfaat dari
praktik tata kelola perusahaan yang baik.

3
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Teori Keagenan

Teori keagenan (Agency Theory) pada dasarnya adalah teori yang berkaitan dengan
berbagai teori lain, seperti lain teori strukturasi, teori pemisahan pemilik dan pengelola, teori
kekuasaan, teori kecenderungan agen, teori kesimetrisan informasi dan perdagangan orang
dalam, teori manajemen laba, teori pembingkaian, teori jejaring aktor dan teori konflik. Teori
Keagenan dan teori konflik menyebabkan berbagai Dewan Standar Akuntansi Keuangan
(DSAK) di seluruh dunia berupaya untuk menutup kemungkinan perbuatan negatif para agen
dan membuat informasi simetris dalam pasar modal.
Jensen dan Meckling (1976) menjelaskan hubungan keagenan sebagai “agency
relationship as a contract under which one or more person (the principals) engage another
person (the agent) to perform some service on their behalf which involves delegating some
decision making authority to the agent”. Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian
kecil dari saham beredar perusahaan, membuat agen cenderung bertindak untuk kepentingan
pribadi dan bukan untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Inilah yang menjadi penyebab
dari biaya keagenan (agency cost).
Teori keagenan merupakan sebuah teori yang muncul tatkala kegiatan bisnis tak selalu
dikelola langsung oleh pemilik entitas, dan pembahasan terkait manajemen diserahkan
kepada agen. Teori keagenan terasa semakin penting sejalan pertumbuhan pasar modal dunia,
agen makin dituntut untuk pertanggungjawaban keuangan, antara lain digambarkan oleh
Laporan Realisasi Anggaran dan perolehan opini wajar tanpa pengecualian (WTP) atas
laporan keuangan audit. Kemudian agen mendapat tekanan standar akuntansi dunia agar
membuat laporan keuangan sebagai pernyataan paripurna (full disclosure principle) dan
persaingan antara saham saham beredar di pasar modal juga makin mendorong entitas
melakukan keterbukaan sukarela yang menguntungkan entitas (favourable voluntary
disclosure).
Teori keagenan diperluas oleh tanggung jawab korporasi kepada pemangku
kepentingan di luar pemegang saham. Teori ini terjadi karena peningkatan kesadaran global
batas daya untuk mendukung bumi, menghindari kerusakan bumi dan kerusakan tatanan
sosial, menimbulkan kaidah Corporate Social Responsibility (CSR), akuntansi manajemen
berbasis lingkungan (environmental management accounting atau EMA) serta laporan
keberlanjutan (sustainability report). Perkembangan gagasan laporan terintegrasi (integrated
report) di kalangan akuntan dunia menguatkan posisi sustainability report untuk menjamin
keberlanjutan usaha, karena saham beredar atau saham ditawarkan ke publik akan lebih
diterima oleh investor, calon investor, dan pemangku kepentingan bukan investor.

2.2. POJK Nomor 73/POJK.05/2016

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola


Perusahaan yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian telah menjelaskan bahwa benturan
kepentingan adalah keadaan dimana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis
Perusahaan Perasuransian dan kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham atau yang
setara, anggota Direksi, anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau pegawai
Perusahaan Perasuransian.
Pada pasal 2 dijelaskan bahwa Perusahaan Perasuransian wajib menerapkan prinsip
Tata Kelola Perusahaan yang Baik dalam setiap kegiatan usahanya pada seluruh tingkatan
atau jenjang organisasi. Adapun prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik meliputi:
a. Keterbukaan (transparency);
b. Akuntabilitas (accountability);
c. Pertanggungjawaban (responsibility);
d. Kemandirian (independency); dan
e. Kesetaraan dan kewajaran (fairness).
Selanjutnya, prinsip kemandirian disebutkan sebagai suatu keadaan dimana
Perusahaan Perasuransian yang dikelola secara mandiri dan profesional serta bebas dari
benturan kepentingan dan pengaruh atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai
dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perasuransian dan nilai-nilai etika serta
standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan Usaha Perasuransian yang sehat.
POJK ini mengatur Tata Cara Kelola yang Baik bagi Perusahaan Perasuransian
supaya dapat mengurangi benturan kepentingan dan juga dampak negatif yang

5
ditimbulkannya. Pada pasal 17 disebutkan bahwa anggota Direksi Perusahaan Perasuransian
dilarang melakukan transaksi yang mempunyai benturan kepentingan dengan kegiatan
Perusahaan Perasuransian tempat anggota Direksi dimaksud menjabat. Pada Pasal 28
disebutkan bahwa anggota Dewan Komisaris Perusahaan Perasuransian dilarang melakukan
transaksi yang mempunyai benturan kepentingan dengan kegiatan Perusahaan Perasuransian
tempat anggota Dewan Komisaris dimaksud menjabat. Pada Pasal 70 dijelaskan bahwa
Perusahaan Perasuransian wajib mengungkapkan kepada OJK mengenai hal-hal penting yang
salah satu diantaranya adalah benturan kepentingan yang sedang berlangsung dan/atau yang
mungkin akan terjadi.
Melalui POJK ini, dapat terlihat bahwa untuk dapat menghindari terjadinya benturan
kepentingan maka perusahaan perlu menetapkan kebijakan untuk anggota Direksi dan Dewan
Komisaris atas pelarangan melakukan transaksi yang mempunyai benturan kepentingan dan
kalau hal tersebut terjadi maka perusahaan wajib mengungkapkannya kepada OJK.

2.3. POJK Nomor 43/POJK.05/2019

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 43/POJK.05/2019 tentang Perubahan atas


Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 73/POJK.05/2016 Tata Kelola Perusahaan yang
Baik bagi Perusahaan Perasuransian mengubah dua pasal yaitu pasal 7 dan pasal 8.
Pada pasal 7 dijelaskan bahwa perusahaan wajib memastikan kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan di bidang usaha Perasuransian dan peraturan
perundang-undangan lain. Sedangkan pada pasal 8 dijelaskan bahwa untuk memastikan
kepatuhan sebagaimana dimaksud pada pasal 7, maka perusahaan wajib menunjuk satu orang
anggota Direksi yang membawahkan fungsi kepatuhan. Anggota Direksi tersebut tidak dapat
dirangkap oleh anggota Direksi yang membawahkan fungsi teknik asuransi, fungsi keuangan,
atau fungsi pemasaran. Berdasarkan hasil pengawasan, OJK dapat meminta perusahaan untuk
menunjuk anggota Direksi yang hanya membawahkan fungsi kepatuhan.
Dari perubahan POJK ini dapat terlihat adanya penyempurnaan pengaturan untuk
dapat mengurangi benturan kepentingan dan juga dampak negatif yang ditimbulkannya
melalui penegasan bahwa perusahaan wajib memastikan kepatuhan terhadap peraturan dan
hal tersebut dijalankan dengan menunjuk satu orang anggota Direksi yang membawahkan
fungsi kepatuhan dan tidak dapat merangkap dengan fungsi lainnya. Kemudian ditambahkan

6
pula bahwa, OJK dalam melakukan pengawasan dapat meminta perusahaan untuk menunjuk
anggota Direksi yang hanya membawahkan fungsi kepatuhan.

2.4. Sub-Prinsip A dan C dari G20 Corporate Governance Principles

Prinsip ketiga menyatakan bahwa kerangka tata kelola perusahaan harus memberikan
insentif yang efektif di seluruh rantai investasi dan mendorong pasar modal berfungsi dengan
cara yang berkontribusi terhadap tata kelola perusahaan yang baik. Prinsip ketiga ini terkait
dengan peran dari pihak-pihak yang terlibat dalam pasar modal dalam mendorong tata kelola
perusahaan yang baik. Untuk mewujudkan prinsip ketiga ini terdapat beberapa sub-prinsip
yang perlu diperhatikan, yaitu sebagai berikut:
a. Investor institusional yang bertindak dalam kapasitas fidusia harus
mengungkapkan tata kelola perusahaan mereka dan kebijakan pemungutan suara
sehubungan dengan investasi mereka, termasuk prosedur yang mereka miliki
dalam penggunaan hak suara mereka.
Efektivitas dan kredibilitas seluruh kerangka tata kelola perusahaan dan pengawasan
perusahaan sangat bergantung pada kemauan dan kemampuan investor institusional untuk
memanfaatkan hak-hak pemegang saham mereka dan secara efektif menjalankan fungsi
kepemilikan mereka di perusahaan tempat mereka berinvestasi. Meskipun prinsip ini tidak
mengharuskan investor institusional untuk memilih saham mereka, prinsip ini memerlukan
pengungkapan tentang bagaimana mereka menggunakan hak kepemilikan mereka dengan
mempertimbangkan efektivitas biaya. Untuk lembaga yang bertindak dalam kapasitas fidusia,
seperti dana pensiun, skema investasi kolektif dan beberapa kegiatan perusahaan asuransi, dan
manajer aset yang bertindak atas nama mereka, hak suara dapat dianggap sebagai bagian dari
nilai investasi yang dilakukan atas nama klien mereka. Kegagalan untuk melaksanakan hak
kepemilikan dapat mengakibatkan kerugian bagi investor yang karenanya harus disadarkan
akan kebijakan yang harus diikuti oleh investor institusional.
Di beberapa negara, tuntutan pengungkapan kebijakan tata kelola perusahaan ke pasar
cukup rinci dan mencakup persyaratan untuk strategi eksplisit mengenai keadaan di mana
lembaga akan campur tangan dalam perusahaan; pendekatan yang akan mereka gunakan
untuk intervensi tersebut; dan bagaimana mereka akan menilai efektivitas strategi.
Pengungkapan catatan pemungutan suara yang sebenarnya dianggap sebagai praktik yang
baik, terutama jika suatu lembaga memiliki kebijakan untuk memilih. Pengungkapan baik
untuk klien mereka (hanya sehubungan dengan sekuritas setiap klien) atau, dalam kasus

7
penasihat investasi untuk perusahaan investasi terdaftar, ke pasar. Pendekatan pelengkap
untuk partisipasi dalam rapat pemegang saham adalah dengan membangun dialog
berkelanjutan dengan perusahaan portofolio. Dialog antara investor institusional dan
perusahaan seperti itu harus didorong, meskipun merupakan kewajiban perusahaan untuk
memperlakukan semua investor secara setara dan tidak membocorkan informasi kepada
investor institusional yang pada saat yang sama tidak tersedia di pasar. tambahan.
Oleh karena itu, informasi yang diberikan oleh perusahaan biasanya mencakup
informasi latar belakang umum tentang pasar di mana perusahaan beroperasi dan penjabaran
lebih lanjut dari informasi yang sudah tersedia untuk pasar. Ketika investor institusional telah
mengembangkan dan mengungkapkan kebijakan tata kelola perusahaan, implementasi yang
efektif mengharuskan mereka juga menyisihkan sumber daya manusia dan keuangan yang
sesuai untuk mengejar kebijakan ini dengan cara yang dapat diharapkan oleh penerima
manfaat dan perusahaan portofolio mereka. Sifat dan implementasi praktis dari kebijakan tata
kelola perusahaan yang aktif oleh: investor institusi, termasuk staf, harus transparan kepada
klien yang mengandalkan investor institusi dengan kebijakan tata kelola perusahaan yang
aktif.

c. Investor institusional yang bertindak dalam kapasitas fidusia harus


mengungkapkan cara mereka mengelola konflik kepentingan material yang dapat
mempengaruhi pelaksanaan hak-hak utama kepemilikan terkait investasi mereka.
Insentif bagi pemilik perantara untuk memilih saham mereka dan menjalankan fungsi
kepemilikan kunci mungkin, dalam keadaan tertentu, berbeda dari pemilik langsung.
Perbedaan tersebut kadang-kadang mungkin terdengar secara komersial tetapi mungkin juga
timbul dari konflik kepentingan yang sangat akut ketika lembaga fidusia adalah anak
perusahaan atau afiliasi dari lembaga keuangan lain, dan terutama kelompok keuangan yang
terintegrasi. Ketika konflik tersebut muncul dari hubungan bisnis yang material, misalnya,
melalui kesepakatan untuk mengelola dana portofolio perusahaan, konflik tersebut harus
diidentifikasi dan diungkapkan.
Pada saat yang sama, lembaga harus mengungkapkan tindakan apa yang mereka ambil
untuk meminimalkan potensi dampak negatif pada kemampuan mereka untuk menggunakan
hak kepemilikan utama. Tindakan tersebut dapat mencakup pemisahan bonus untuk
pengelolaan dana dari yang terkait dengan akuisisi bisnis baru di tempat lain dalam
organisasi. Struktur biaya untuk manajemen aset dan layanan perantara lainnya harus
transparan.

8
2.5. UK Stewardship Code (2020)

UK Stewardship Code 2020 merupakan penetapan tata kelola yang tinggi standar
untuk pemilik aset dan manajer aset, dan untuk layanan penyedia yang mendukung mereka.
Pedoman ini terdiri dari seperangkat Prinsip 'terapkan dan jelaskan' untuk aset manajer dan
pemilik aset, dan seperangkat Prinsip terpisah untuk penyedia jasa. Kode tidak meresepkan
satu pendekatan menuju kepengurusan yang efektif. Sebaliknya, ini memungkinkan
organisasi untuk memenuhi harapan dengan cara yang selaras dengan model bisnis mereka
sendiri dan strategi.

Pasar investasi telah berubah secara signifikan sejak publikasi dari Kode Stewardship
Inggris pertama. Ada pertumbuhan yang signifikan dalam investasi dalam aset selain ekuitas
yang terdaftar, seperti pendapatan tetap obligasi, real estate dan infrastruktur. Investasi ini
memiliki perbedaan persyaratan, periode investasi, hak dan tanggung jawab dan
penandatangan perlu mempertimbangkan bagaimana menjalankan penatalayanan secara
efektif dalam hal ini keadaan.

Lingkungan, khususnya perubahan iklim, dan faktor sosial, di selain tata kelola, telah
menjadi isu material bagi investor untuk dipertimbangkan ketika membuat keputusan dan
usaha investasi kepengurusan. Kode juga mengakui bahwa pemilik aset dan aset manajer
memainkan peran penting sebagai penjaga integritas pasar dan dalam bekerja untuk
meminimalkan risiko sistemik serta menjadi pelayan investasi dalam portofolio mereka

2.6. Kasus Asabri (Berita dari Media Elektronik dikutip langsung)

Rabu, 3 Februari 2021 03.04 WIB


JAKARTA, KOMPAS.com - Kejaksaan Agung (Kejagung) menyatakan perhitungan
kerugian negara pada kasus korupsi PT Asabri (Persero) diperkirakan tembus Rp 23,7 triliun.
Perhitungan ulang kerugian negara masih dilakukan oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
Jumlah taksiran sementara kerugian negara di kasus korupsi Asabri ini melampaui kerugian
negara dalam skandal korupsi Jiwasraya sebesar Rp 16,81 triliun.

9
Dilansir dari Antara, Rabu (3/2/2021), Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan
Agung Leonard Eben Ezer Simanjuntak menjelaskan kronologi kasus dugaan korupsi dalam
pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh Asabri. Ia menyebutkan pada tahun 2012
hingga 2019, Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri
bersepakat dengan pihak di luar Asabri yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun
manajer investasi yaitu Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman Purnomosidi.
Mereka bersepakat untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri
dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga
yang telah dimanipulasi menjadi tinggi dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat
seolah-olah baik. Setelah saham-saham tersebut menjadi milik Asabri, kemudian
saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman
berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi Asabri. Dengan transaksi itu, sehingga
seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang
dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan Heru, Benny dan Lukman serta
merugikan investasi Asabri. Ini karena Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya
dengan harga dibawah harga perolehan saham-saham tersebut.
Untuk menghindari kerugian investasi Asabri, maka saham-saham yang telah dijual di
bawah harga perolehan, dibeli kembali dengan nomine Heru, Benny dan Lukman serta dibeli
lagi oleh Asabri melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi yang
dikendalikan oleh Heru dan Benny. Seluruh kegiatan investasi Asabri pada 2012 sampai 2019
tidak dikendalikan oleh Asabri, namun seluruhnya dikendalikan oleh Heru, Benny dan
Lukman. Leonard menyebut kasus dugaan korupsi Asabri ini merugikan keuangan negara
sebesar Rp 23,7 triliun. Pada Senin lalu, jaksa penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung
menetapkan delapan tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan
keuangan dan dana investasi oleh PT. Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
(Asabri).
"Delapan orang tersangka adalah inisial ARD, SW, HS, BE, IWS, LP, BT dan HH,"
kata Leonard. Delapan tersangka tersebut adalah mantan Direktur Utama PT Asabri periode
tahun 2011 - Maret 2016 (Purn) Mayjen Adam Rachmat Damiri, mantan Direktur Utama PT
Asabri periode Maret 2016 - Juli 2020 (Purn) Letjen Sonny Widjaja. Lalu eks Direktur
Keuangan PT Asabri periode Oktober 2008-Juni 2014 Bachtiar Effendi, mantan Direktur
Asabri periode 2013 - 2014 dan 2015 - 2019 Hari Setiono, Kepala Divisi Investasi PT Asabri
Juli 2012 - Januari 2017 Ilham W. Siregar dan Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman
Purnomosidi. Kemudian Dirut PT Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan

10
Komisaris PT Trada Alam Minera Heru Hidayat. Baik Benny maupun Heru merupakan
tersangka dalam kasus korupsi di PT Asuransi Jiwasraya.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan pasal sangkaan primer yakni Pasal 2
ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat
(1) ke 1 KUHP serta subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU
No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, demikian Leonard Eben Ezer
Simanjuntak.

Selasa, 7 Desember 2021 07.46 WIB

TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa penuntut umum menuntut Presiden Komisaris PT Trada


Alam Minera Heru Hidayat dengan hukuman mati dalam sidang lanjutan di Pengadilan
Tipikor Jakarta, Senin, 6 Desember 2021. Heru dinilai terbukti melakukan korupsi yang
mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 22,788 triliun dari pengelolaan dana PT Asabri
(Persero) serta pencucian uang. "Menyatakan terdakwa Heru Hidayat terbukti secara sah
bersalah melakukan tindak pidana korupsi dengan pemberatan secara bersama-sama dan
tindak pidana pencucian uang," kata jaksa.

Heru merupakan satu dari tujuh terdakwa perkara dugaan korupsi pengelolaan dana
PT Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Selain dituntut
hukuman mati, Heru Hidayat juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp 12,643
triliun. Jika terpidana tidak membayar uang pengganti paling lama satu bulan sesudah
putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita oleh kejaksaan dan
dilelang untuk menutupi uang pengganti tersebut.

Sebelumnya, Audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan mengurai detail


penyimpangan penempatan dana investasi di saham dan reksadana yang dilakukan Heru.
Kegiatan itu ditengarai merugikan negara lebih dari Rp 10 triliun. Cerita berawal pada 2012
ketika Asabri yang dipimpin oleh Mayor Jenderal (Purnawirawan) Adam Damiri
memindahkan Rp 3 triliun, dari total Rp 3,8 triliun, obligasi korporasi ke reksadana. Dewan

11
Komisaris menyetujui usul itu dengan syarat manajer investasi yang mengelola dana harus
melalui beauty contest.

Pemindahan juga harus dilakukan untuk mencari imbal hasil yang lebih optimal.
Adam Damiri disebut langsung memilih manajer investasi, salah satunya PT Insight
Investment Management. Pada Desember 2012, Asabri menjual Rp 974 miliar obligasi
korporasi untuk diinvestasikan ke Reksadana Guru lewat manajer investasi tersebut. Nilai
investasi kemudian bertambah Rp 100 miliar, sehingga totalnya Rp 1,07 triliun. Penempatan
ke Reksa Dan Guru dinilai janggal sebab sejak 22 Agustus 2011, ketika Asabri pertama kali
menempatkan investasi ke reksadana itu, nilai aktiva bersihnya tidak pernah melebihi harga
beli.

Audit BPKP menyebut rupanya koleksi saham di Reksa Dana Guru adalah
saham-saham yang nilainya terus turun, seperti PT Eureka Prima Jakarta Tbk, PT Sugih
Energy Tbk, dan PT Sigmmagold Inti Perkasa. Audit itu juga menyimpulkan bahwa saham
yang menjadi aset Reksa Dana Guru terafiliasi dengan Benny Tjokro dan Heru Hidayat. Pada
saat bersamaan, BPKP mengaudit penempatan saham Jiwasraya. Kesimpulan audit itu mirip,
bahwa mayoritas investasi mengalir ke saham-saham yang terafiliasi dengan dua pengusaha
itu.

Peran Benny Tjokro dan Heru lebih kentara dengan melihat Laporan Hasil Audit
Investigatif atas Penempatan Investasi Saham PT Asabri 2012-2017. Dari audit itu terungkap
Sonny Widjaja, Direktur Utama yang menggantikan Adam Damiri, merancang jalan keluar
mitigasi risiko portofolio perusahaan. Mitigasi dijalankan lewat pembelian saham dari Heru
Hidayat. Cara lainnya adalah membeli saham perusahaan BUMN yang dikoleksi Heru. Atau
cara ketiga yaitu membeli saham dari Benny Tjokrosaputro. Sejak itu, Asabri beberapa kali
melakukan pembelian saham-saham yang terafiliasi dengan Heru Hidayat dan Benny Tjokro.
Audit BPKP menyebut transaksi tersebut merugikan senilai Rp 2,1 triliun pada akhir 2018.
Audit BPKP menyimpulkan kerugian akibat semua investasi yang terafiliasi dengan Heru
mencapai Rp 9,7 triliun. Sedangkan, transaksi yang terafiliasi dengan Benny sebanyak Rp
859 miliar.

12
BAB III

PEMBAHASAN

3.1. Latar Belakang Asabri


a. Maksud dan Tujuan
Menyelenggarakan asuransi sosial sebagaimana dimaksud dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 67 Tahun 1991 tentang Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia, yang mencabut Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 1971.
b. Cakupan Bisnis Operasi
Untuk mencapai tujuan tersebut di atas Perseroan dapat melaksanakan kegiatan usaha
utama sebagai berikut :
1. Menyelenggarakan asuransi/ jaminan sosial di lingkungan Kemhan, TNI AD,
TNI AL, TNI AU, dan Polri yang meliputi antara lain pelaksanaan Asuransi/
Jaminan Kematian, Asuransi/ Jaminan Kecelakaan Kerja, Asuransi/ Jaminan
Hari Tua, dan Asuransi/ Jaminan Pensiun yang diberikan kepada Peserta Asabri
yang terdiri atas Prajurit TNI, Anggota Polri dan Pegawai ASN di lingkungan
Kemhan dan Polri serta Pensiunan Prajurit TNI, Anggota Polri dan Pegawai
ASN di lingkungan Kemhan dan Polri beserta janda/ dudanya dan anak yang
masih dalam tanggungan.
2. Melakukan kegiatan investasi dengan memperhatikan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Selain kegiatan usaha utama sebagaimana dimaksud di atas, Perseroan dapat
melakukan kegiatan usaha dalam rangka optimalisasi pemanfaatan sumber daya yang
dimiliki Perseroan dengan memperhatikan ketentuan peraturan perundang-undangan.
c. Status Pemegang Saham
PT Asabri (Persero) merupakan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang berbentuk
Perseroan Terbatas dimana seluruh sahamnya dimiliki oleh Negara Republik Indonesia yang
diwakili oleh Menteri Negara BUMN selaku Pemegang Saham atau RUPS berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 2003 tentang Pelimpahan kedudukan, tugas dan
kewenangan Menteri Keuangan pada Perusahaan Perseroan (Persero), Perusahaan Umum
(Perum) dan Perusahaan Jawatan (Perjan) kepada Menteri Negara Badan Usaha Milik
Negara.

Berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2014 tentang Usaha Perasuransian PT


Asabri (Persero) merupakan Penyelenggara Program Asuransi Wajib, sedangkan berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor 102 Tahun 2015, PT Asabri (Persero) merupakan Pengelola
Asuransi Sosial. Sehingga dapat dikatakan bahwa PT Asabri (Persero) adalah Perusahaan
Asuransi Sosial yang diselenggarakan secara wajib berdasarkan undang-undang dan
memberikan proteksi (perlindungan) finansial untuk kepentingan Prajurit TNI, Anggota Polri
dan Pegawai ASN di Lingkungan Kementerian Pertahanan dan Polri. Penyelenggaraan
kegiatan asuransi PT Asabri (Persero) menekankan pada prinsip dasar asuransi sosial yaitu
kegotongroyongan, dimana “yang muda membantu yang tua, yang berpenghasilan tinggi
membantu yang berpenghasilan rendah dan yang berisiko rendah membantu yang berisiko
tinggi.
d. Regulasi yang Mengatur
Keberadaan Asabri bermula dari permasalahan perbedaan karakteristik militer atas
kepesertaan Prajurit TNI, Anggota Polri, dan PNS Kemhan/ Polri (belum terdapat PPPK)
yang pada awal mulanya merupakan Peserta Taspen (Dana Tabungan dan Asuransi Pegawai
Negeri) yang dibentuk pada tanggal 17 April 1963 berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
15 Tahun 1963.
Untuk mempermudah pengelolaan asuransi bagi peserta militer, berdasarkan gagasan
dari pihak Angkatan Perang Republik Indonesia (APRI) dalam hal ini Angkatan Darat dan
persetujuan Menteri Urusan Pendapatan, Pembiayaan, dan Pengawasan serta Badan
Pimpinan Umum PN Taspen, maka pada tanggal 1 Januari 1964 dibentuklah Cabang Khusus
Urusan Militer dengan nama Taspenmil yang beroperasi di Kantor Staf Keuangan Angkatan
Darat di Jl. Merdeka Selatan No. 7 Jakarta Pusat. Taspenmil inilah yang kemudian menjadi
cikal bakal PT Asabri (Persero).
Namun demikian, dalam perjalanan selanjutnya keikutsertaan Prajurit TNI dan
Anggota Polri dalam Taspen semakin mempengaruhi penyelenggaraan Program Taspen,
karena:
a. Perbedaan Batas Usia Pensiun (BUP) bagi Prajurit TNI dan Anggota Polri yang
berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1966 dengan PNS yang
berdasarkan Pasal 9 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 1969.

14
b. Sifat khas Prajurit TNI dan Anggota Polri yang memiliki risiko tinggi, sehingga
banyak yang berhenti karena gugur atau tewas dalam menjalankan tugas.
c. Adanya kebijakan Pemerintah untuk mengurangi jumlah prajurit secara besar-besaran
dalam rangka peremajaan yang dimulai pertengahan tahun 1971.
d. Jumlah iuran yang terkumpul pada waktu itu tidak sebanding dengan perkiraan klaim
yang diajukan oleh para peserta.
Untuk menindaklanjuti hal tersebut dan meningkatkan kesejahteraan Prajurit TNI,
Anggota Polri, dan PNS Kemhan/ Polri, maka Dephankam (saat itu) memprakarsai untuk
mengelola premi tersendiri dengan membentuk lembaga asuransi yang lebih sesuai, yaitu
Perusahaan Umum Asuransi Sosial Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Perum
Asabri), yang didirikan berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 45 Tahun 1971 yang
diundangkan pada tanggal 31 Juli 1971 dan berlaku mulai tanggal 1 Agustus 1971, sehingga
selanjutnya tanggal 1 Agustus ditetapkan sebagai Hari Jadi Asabri.

3.2. Kronologis Kasus Asabri

Kasus ini bermula pada tahun 2012 hingga 2019, Direktur Utama, Direktur Investasi
dan Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan pihak di luar Asabri yang
bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi yaitu Heru Hidayat, Benny
Tjokrosaputro dan Lukman Purnomosidi.
Mereka bersepakat untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio Asabri
dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga
yang telah dimanipulasi menjadi tinggi dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat
seolah-olah baik. Setelah saham-saham tersebut menjadi milik Asabri, kemudian
saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman
berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi Asabri. Dengan transaksi itu, sehingga
seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang
dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan Heru, Benny dan Lukman serta
merugikan investasi Asabri. Ini karena Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya
dengan harga dibawah harga perolehan saham-saham tersebut.
Untuk menghindari kerugian investasi Asabri, maka saham-saham yang telah dijual di
bawah harga perolehan, dibeli kembali dengan nomine Heru, Benny dan Lukman serta dibeli
lagi oleh Asabri melalui underlying reksadana yang dikelola oleh manajer investasi yang

15
dikendalikan oleh Heru dan Benny. Seluruh kegiatan investasi Asabri pada 2012 sampai 2019
tidak dikendalikan oleh Asabri, namun seluruhnya dikendalikan oleh Heru, Benny dan
Lukman.
Jaksa penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung menetapkan delapan tersangka dalam
penyidikan kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi oleh PT.
Asuransi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (Asabri). Delapan tersangka tersebut
adalah mantan Direktur Utama PT Asabri periode tahun 2011 - Maret 2016 (Purn) Mayjen
Adam Rachmat Damiri, mantan Direktur Utama PT Asabri periode Maret 2016 - Juli 2020
(Purn) Letjen Sonny Widjaja. Lalu eks Direktur Keuangan PT Asabri periode Oktober
2008-Juni 2014 Bachtiar Effendi, mantan Direktur Asabri periode 2013 - 2014 dan 2015 -
2019 Hari Setiono, Kepala Divisi Investasi PT Asabri Juli 2012 - Januari 2017 Ilham W.
Siregar dan Direktur Utama PT Prima Jaringan Lukman Purnomosidi. Kemudian Dirut PT
Hanson International Tbk Benny Tjokrosaputro dan Komisaris PT Trada Alam Minera Heru
Hidayat. Baik Benny maupun Heru merupakan tersangka dalam kasus korupsi di PT Asuransi
Jiwasraya.
Atas perbuatannya, para tersangka dikenakan pasal sangkaan primer yakni Pasal 2
ayat (1) jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan
atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat
(1) ke 1 KUHP serta subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 UU No. 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dan ditambah dengan UU
No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP, demikian Leonard Eben Ezer
Simanjuntak.

3.3. Potensi Benturan Kepentingan berdasarkan Teori Keagenan

Kesepakatan yang terjadi antara Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan
serta Kadiv Investasi Asabri dengan pihak luar yang tidak berkepentingan dalam urusan
investasi dan bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi memungkinkan
terjadinya benturan kepentingan dalam pengelolaan dana investasi Asabri. Heru Hidayat,
Benny Tjokrosaputro dan Lukman Purnomosidi yang bukan merupakan bagian dari pengelola
investasi Asabri tidak seharusnya melakukan pembelian atau penukaran saham dalam

16
portofolio Asabri dengan saham-saham mereka dengan harga yang telah dimanipulasi dengan
tujuan agar seolah-olah kinerja portofolio Asabri terlihat baik. Setelah saham-saham tersebut
menjadi milik Asabri, kemudian saham-saham tersebut ditransaksikan atau dikendalikan oleh
Heru, Benny dan Lukman berdasarkan kesepakatan bersama dengan Direksi Asabri.
Teori keagenan merupakan sebuah teori yang muncul tatkala kegiatan bisnis tak selalu
dikelola langsung oleh pemilik entitas, dan pembahasan terkait manajemen diserahkan
kepada agen. Dengan proporsi kepemilikan yang hanya sebagian kecil dari saham beredar
perusahaan, berkemungkinan membuat agen cenderung bertindak untuk kepentingan pribadi
dan bukan untuk memaksimumkan nilai perusahaan. Dalam kasus Asabri ini, posisi Heru,
Benny dan Lukman dianggap sebagai agen yang terlibat dalam manipulasi kinerja portofolio
Asabri supaya terlihat seakan-akan baik Dengan transaksi tersebut, seolah-olah saham dalam
portofolio Asabri bernilai tinggi dan likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya
transaksi semu dan hanya akan menguntungkan Heru, Benny dan Lukman serta merugikan
investasi Asabri. Hal ini karena Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya dengan
harga dibawah harga perolehan saham-saham tersebut.

3.4. Benturan Kepentingan Actual

Benturan kepentingan aktual melibatkan konflik langsung antara tugas dan tanggung
jawab pejabat publik saat ini dengan kepentingan pribadi yang ada. Benturan Kepentingan
aktual muncul dalam situasi di mana pertimbangan keuangan atau pribadi atau profesional
lainnya membahayakan objektivitas individu, penilaian profesional, integritas profesional,
dan/atau kemampuan untuk melaksanakan tanggung jawabnya.
Benturan kepentingan aktual yang tampak yaitu pada kesepakatan yang dibuat oleh
manajemen Asabri dengan Benny Tjokrosaputro dan Heru Hidayat untuk mengatur dan
mengendalikan portofolio investasi Asabri dalam bentuk saham dan reksadana. Kesepakatan
ini tentunya merugikan perusahaan dan justru menguntungkan kedua pihak eksternal ini.
Hal yang dilakukan yaitu dengan membeli atau menukar saham dalam portofolio PT.
Asabri dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan satu pihak
lainnya yakni Direktur Utama PT Prima Jaringan.
Ketiga orang tersebut bukan konsultan investasi ataupun manajer investasi.
Penempatan dana ke saham-saham milik ketiga pihak dilakukan dengan harga yang telah
dimanipulasi sebelumnya sehingga bernilai tinggi. Tujuannya adalah untuk menunjukkan

17
bahwa kinerja portofolio investasi Asabri terlihat baik. Setelah saham-saham ini masuk
sebagai portfolio Asabri, kemudian di transaksikan dan di kendalikan oleh ketiga orang
tersebut.
Pengendalian tersebut dilakukan karena berdasarkan kesepakatan saham tersebut
harus terlihat likuid dan bernilai tinggi, sementara transaksi yang dilakukan hanya transaksi
menguntungkan pihak Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro, Direktur Utama PT Prima
Jaringan dan merugikan PT. Asabri.
Dua masalah utama terjadinya fraud di lembaga pengelola aset publik yaitu pertama,
adanya tekanan politik, karena organisasi atau institusi tersebut menjadi 'sapi perah' bagi para
politisi atau pejabat publik. Kedua, masalah tata kelola internal, khususnya dalam aspek
sistem pengendalian internal. Masalah ini dinilai akut karena sistem yang ada tidak cukup
mencegah tindak pidana korupsi, khususnya karena terjadi pembiaran terhadap kecurangan
yang ada.
a. Dampak pada kinerja perusahaan
Akibat kegagalan pada investasi saham pada Asabri kondisi keuangan Perseroan
menjadi terpuruk. Nilai kerugian negara yang timbul sebagai akibat adanya penyimpangan
atau perbuatan melawan hukum dalam pengelolaan keuangan dan dana investasi Asabri
selama tahun 2012 sampai dengan 2019 adalah sebesar Rp22,78 Triliun. Kerugian itu berupa
nilai dana investasi Asabri yang ditempatkan pada saham dan reksadana secara tidak sesuai
ketentuan.
Sampai dengan April 2021 posisi indikator solvabilitas Asabri berada di posisi negatif
Rp 11,97 triliun, Asabri memerlukan dana sekitar RP 13,75 triliun untuk memenuhi ketentuan
risk based capital (RBC) Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
b. Dampak bagi pemegang polis
Bisnis asuransi mempunyai karakter yang berbasis kepercayaan. Konsumen atau
pemegang polis percaya kepada perusahaan asuransi bahwa premi mereka akan
diinvestasikan dalam portofolio investasi yang menguntungkan dengan risiko yang wajar.
Kemudian asuransi dalam bentuk BUMN harusnya mempunyai keunggulan
dibandingkan dengan asuransi swasta dikarenakan pemegang polis percaya BUMN yang
dikelola oleh pemerintah pastinya melakukan investasi yang berkualitas dan jika ada kerugian
klaim asuransi nasabah pasti terbayar karena ada dukungan pemerintah sebagai pemilik
mayoritas saham.

18
Namun pada skandal yang terjadi pada Asabri ini akan berdampak pada bisnis
asuransi secara umum. Muncul anggapan yang semakin kuat dari konsumen bahwa ternyata
premi asuransi yang mereka investasikan tidak dikelola dengan baik.
Jika masalah Asabri tidak kunjung diselesaikan bisa berdampak sistemik ke sejumlah
perusahaan asuransi lainnya. Persoalan kesulitan keuangan yang kini tengah dialami PT
Asabri ini dapat menurunkan kepercayaan masyarakat luas terhadap industri perasuransian
apalagi kepada pemerintah, sehingga masyarakat semakin was-was saat akan ikut asuransi.

3.5. Evaluasi POJK Nomor 73/POJK.05/2016 beserta Perubahannya

Berdasarkan POJK Nomor 73/POJK.05/2016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang


Baik bagi Perusahaan Perasuransian beserta perubahannya yaitu POJK Nomor
43/POJK.05/2019, dapat dievaluasi sejauh mana POJK ini dapat mengurangi benturan
kepentingan berikut dampak negatifnya bagi perusahaan Asuransian.
1. POJK Nomor 73/POJK.05/2016
POJK ini menjadi landasan bagi Perusahaan Perasuransian untuk dapat menerapkan
tata kelola perusahaan yang baik dan mampu mengurangi terjadinya benturan kepentingan,
karena telah menetapkan dan mengatur hal-hal sebagai berikut.
a. Menetapkan definisi terhadap benturan kepentingan dengan jelas, yaitu keadaan
dimana terdapat konflik antara kepentingan ekonomis Perusahaan Perasuransian dan
kepentingan ekonomis pribadi pemegang saham atau yang setara, anggota Direksi,
anggota Dewan Komisaris, anggota DPS, dan/atau pegawai Perusahaan
Perasuransian.
b. Menetapkan lima prinsip tata kelola perusahaan yang baik, yaitu keterbukaan,
akuntabilitas, pertanggungjawaban, kemandirian, dan kesetaraan dan kewajaran.
c. Mengatur hal-hal yang dapat mengurangi terjadinya benturan kepentingan, yaitu
dengan melarang anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris untuk melakukan
transaksi yang mempunyai benturan kepentingan dengan kegiatan Perusahaan
Perasuransi tempat anggota Direksi dan anggota Dewan Komisaris dimaksud
menjabat.
d. Mengatur pengungkapan yang bersifat wajib kepada OJK mengenai hal-hal penting,
termasuk salah satunya adalah benturan kepentingan yang sedang berlangsung
dan/atau yang mungkin akan terjadi.

19
2. POJK Nomor 43/POJK.05/2019
POJK ini adalah perubahan terhadap peraturan sebelumnya dalam rangka perbaikan
dan penegasan untuk meningkatkan tata kelola perusahaan yang baik dan lebih mampu
mengurangi terjadinya benturan kepentingan. Melalui revisi ini, terdapat dua pasal yang
diubah untuk memperkuat pengaturan dalam hal meningkatkan tata kelola perusahaan yang
baik dan mengurangi benturan kepentingan, yaitu pasal 7 dan pasal 8. Adapun
penyempurnaan yang dilakukan adalah sebagai berikut.
a. Menetapkan bahwa perusahaan wajib memastikan kepatuhan terhadap peraturan
perundang-undangan di bidang Usaha Perasuransian dan peraturan
perundang-undangan lain.
b. Mengatur bahwa untuk memastikan kepatuhan terhadap peraturan, maka perusahaan
wajib menunjuk satu orang anggota Direksi yang membawahkan hanya satu fungsi
dan tidak boleh merangkap, yaitu fungsi kepatuhan.
c. OJK dalam menjalankan fungsi pengawasan, dapat meminta perusahaan untuk
menunjuk anggota Direksi yang hanya membawahkan fungsi kepatuhan.

3.6. Evaluasi Pelaksanaan Tata Kelola Asabri

Evaluasi terhadap sejauh mana Asabri, termasuk Dewan Komisaris dan Direksi telah
menjalankan peraturan terkait tata kelola perusahaan.
1. POJK Nomor 73/POJK.05/2016
PT Asabri telah melanggar prinsip-prinsip tata kelola yang telah ditetapkan oleh OJK,
selaku regulator. Terdapat lima prinsip utama dalam Tata Kelola Perusahaan Yang Baik,
yaitu:
1) Keterbukaan (transparency), yaitu keterbukaan dalam proses pengambilan keputusan
dan keterbukaan dalam pengungkapan dan penyediaan informasi yang relevan
mengenai perusahaan, yang mudah diakses oleh Pemangku Kepentingan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian serta standar, prinsip,
dan praktik penyelenggaraan usaha perasuransian yang sehat.
PT Asabri telah banyak menyembunyikan informasi yang seharusnya
diketahui oleh publik bagaimana pengelolaan dana yang ditempatkan. bahwa pada
tahun 2016 PT Asabri sempat mencantumkan laporan tahunan atau annual report di
situs resminya. Selain itu perusahaan plat merah itu juga menampilkan daftar

20
investasinya. dan dimulai pada tahun 2017 annual report di publish di website tetapi
sudah tanpa daftar investasi, dan pada tahun berikutnya, PT Asabri malah sama sekali
tidak mencantumkan laporan tahunan di situs resminya. Padahal menurut Alamsyah,
perusahaan asuransi itu harus berjalan sesuai dengan aturan yang diterapkan Otoritas
Jasa Keuangan (OJK). tentunya Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab
dalam hal ini, dan tidak menjalankan tata kelola sebagaimana mestinya karena tidak
transparannya kebijakan yang diambil oleh perusahaan.

2) Akuntabilitas (accountability), yaitu kejelasan fungsi dan pelaksanaan


pertanggungjawaban Organ Perusahaan Perasuransian sehingga kinerja perusahaan
dapat berjalan secara transparan, wajar, efektif, dan efisien.
PT Asabri tidak mengedepan akuntabilitas dalam menjalankan bisnisnya,
beberapa Direksi dan kepala divisi dalam menjalankan fungsinya tidak berdasar
perencanaan dan evaluasi yang baik dari organ-organ perusahaan. karena berdasarkan
POJK Nomor 73/POJK.05/2016 pasal 17, memberikan penekanan bahwa Direksi
perusahaan dilarang memiliki benturan kepentingan, memanfaatkan jabatan untuk
keuntungan pribadi atau kelompoknya. karena pelanggaran yang dilakukan oleh
Direksi membuat strategi bisnis yang dijalankan bukan berdasarkan profesionalitas
yang ada, namun dalam menjalankan bisnisnya sudah didasarkan pada keuntungan
pribadi atau kelompoknya sehingga kinerja perusahaan tidak dapat berjalan secara
transparan, wajar, efektif, dan efisien.

3) Pertanggungjawaban (responsibility), yaitu kesesuaian pengelolaan Perusahaan


Perasuransian dengan peraturan perundang-undangan di bidang perasuransian dan
nilai-nilai etika serta standar, prinsip, dan praktik penyelenggaraan usaha
perasuransian yang sehat.
Memastikan bahwa PT Asabri dalam pertanggungjawaban pengelolaan
perusahaan telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang
perasuransian dapat dilihat salah satunya dari bagaimana perusahaan menyampaikan
informasi pengelolaan perusahaan kepada stakeholders, shareholders dan regulator
dengan lengkap dan tidak ada hal-hal yang ditutupi, hal ini berdasarkan POJK Nomor
73/POJK.05/2016 pada BAB XIV keterbukaan informasi. hal inilah yang tidak dapat
dipenuhi oleh PT Asabri, karena banyaknya penyimpangan yang dilakukan oleh para
Direksi dan longgarnya pengawasan yang dilakukan oleh komisaris membuat PT

21
Asabri tidak memiliki kecakapan dalam memberikan pertanggungjawaban atas
pengelolaan perusahaan,

4) Kemandirian (independency), yaitu keadaan Perusahaan Perasuransian yang dikelola


secara mandiri dan profesional serta bebas dari Benturan Kepentingan dan pengaruh
atau tekanan dari pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan
perundang-undangan di bidang perasuransian dan nilai-nilai etika serta standar,
prinsip, dan praktik penyelenggaraan usaha perasuransian yang sehat.
PT Asabri seharusnya dalam menjalankan fungsinya sebagai perusahaan
asuransi harus mengelola bisnisnya secara mandiri yang kebijakannya dilakukan oleh
Direksi dan Dewan Komisaris selaku pengawas secara profesional. karena
berdasarkan POJK Nomor 73/POJK.05/2016 pada BAB X tentang tata kelola
investasi pada pada 59 dijelaskan bahwa Direksi Perusahaan wajib mengambil
keputusan investasi secara profesional dan mengoptimalkan nilai Perusahaan bagi
Pemangku Kepentingan khususnya pemegang polis, tertanggung, peserta, dan/atau
pihak yang berhak memperoleh manfaat. prinsip tata kelola ini yang tidak dijalankan
dengan baik oleh perusahaan, hal ini dibuktikan pada adanya kerjasama yang
dilakukan oleh manajemen perusahaan dengan pihak eksternal untuk pengelolaan
dana investasi yang melanggar aturan yang ditetapkan oleh OJK, sehingga berdampak
pada kerugian perusahaan.

5) Kesetaraan dan Kewajaran (fairness), yaitu kesetaraan, keseimbangan, dan keadilan


dalam memenuhi hak-hak Pemangku Kepentingan yang timbul berdasarkan
perjanjian, peraturan perundang-undangan, dan nilai-nilai etika serta standar, prinsip,
dan praktik penyelenggaraan usaha perasuransian yang sehat.
PT Asabri telah melakukan penyimpangan dalam memberikan kesetaraan pada
stakeholder dan shareholdernya, karena dalamPOJK Nomor 73/POJK.05/2016 pada
BAB XV tentang hubungan dengan pemangku kepentingan, perusahaan harus
melindungi segala hak dan kepentingan dari para pemegang polis terpenuhi. dan
perusahaan harus memberikan informasi yang tepat dan bertanggung jawab kepada
pemangku kepentingan. hal ini tidak dapat dilakukan oleh PT Asabri akibat dari
kesalahan dari pengelolaan investasi, berakibat timbulnya tunggakan pembayaran
kepada pemegang polis, Direksi dan Dewan Komisaris bertanggung jawab atas
kesalahan pengelolaan investasi yang menyebabkan perusahaan mengalami kerugian.

22
2. Sub-Prinsip A dan C dari G20 Corporate Governance Principles
3. Investor institusional yang bertindak dalam kapasitas fidusia harus
mengungkapkan tata kelola perusahaan mereka dan kebijakan pemungutan
suara sehubungan dengan investasi mereka, termasuk prosedur yang mereka
miliki dalam penggunaan hak suara mereka.

PT Asabri Tidak menjalankan Efektivitas dan kredibilitas seluruh kerangka tata kelola
perusahaan, pengawasan perusahaan dan tidak memanfaatkan hak-hak pemegang saham
secara efektif. PT. Asabri tidak mengungkapan tentang bagaimana mereka menggunakan hak
kepemilikan mereka dengan mempertimbangkan efektivitas biaya.
Pada tahun 2012 hingga 2019, Direktur Utama, Direktur Investasi dan Keuangan serta Kadiv
Investasi Asabri bersepakat dengan pihak di luar Asabri yang bukan merupakan konsultan
investasi ataupun manajer investasi yaitu Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman
Purnomosidi. Meraka bersepakat untuk membeli atau menukar saham dalam portofolio
Asabri dengan saham-saham milik Heru Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan
harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri
terlihat seolah-olah baik. Asabri menjual saham-saham dalam portofolionya dengan harga
dibawah harga perolehan saham-saham tersebut. Sehingga tidak mempertimbangkan
efektivitas biaya.
Sebagai lembaga yang bertindak dalam kapasitas fidusia, seperti dana pensiun, skema
investasi kolektif dan beberapa kegiatan perusahaan asuransi, dan manajer aset yang
bertindak atas nama mereka, hak suara dapat dianggap sebagai bagian dari nilai investasi
yang dilakukan atas nama klien mereka. PT. Asabri telah gagal melaksanakan hak
kepemilikan dan mengakibatkan kerugian bagi investor mencapai Rp 22,78 triliun.
Informasi yang diberikan Asabri tidak mencakup informasi latar belakang umum
tentang pasar di mana perusahaan beroperasi dan penjabaran lebih lanjut dari informasi yang
sudah tersedia untuk pasar.
Ombudsman RI menyoroti tidak adanya transparansi pada publikasi laporan tahunan PT
Asabri (Persero). Perusahaan asuransi milik negara itu tak menampilkan daftar investasinya.
Saham-saham non-likuid dimanipulasi sedemikian rupa agar terlihat ramai transaksi dengan
cara melakukan transaksi semu yakni saham dijual dan dibeli oleh pihak yang sama dengan
nominee (nama alias) yang berbeda agar tidak terdeteksi oleh regulator.

23
PT. Asabri sebagai investor institusional tidak mengembangkan dan mengungkapkan
kebijakan tata kelola perusahaan dan implementasi yang efektif. PT. Asabri tidak
menyisihkan sumber daya manusia dan keuangan yang sesuai untuk mengejar kebijakan
dengan cara yang dapat diharapkan oleh penerima manfaat dan perusahaan portofolio. Hal ini
dapat tercermin dari Tata kelola perusahaan yang yang buruk dimana Direktur Investasi dan
Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan pihak di luar Asabri yang bukan
merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi.

4. Investor institusional yang bertindak dalam kapasitas fidusia harus


mengungkapkan tata kelola perusahaan mereka dan kebijakan pemungutan
suara sehubungan dengan investasi mereka, termasuk prosedur yang mereka
miliki dalam penggunaan hak suara mereka.
Insentif bagi pemilik perantara untuk memilih saham mereka dan menjalankan fungsi
kepemilikan kunci mungkin, dalam keadaan tertentu, berbeda dari pemilik langsung.
Perbedaan tersebut kadang-kadang mungkin terdengar secara komersial tetapi mungkin juga
timbul dari konflik kepentingan yang sangat akut ketika lembaga fidusia adalah anak
perusahaan atau afiliasi dari lembaga keuangan lain, dan terutama kelompok keuangan yang
terintegrasi. Ketika konflik tersebut muncul dari hubungan bisnis yang material, misalnya,
melalui kesepakatan untuk mengelola dana portofolio perusahaan, konflik tersebut harus
diidentifikasi dan diungkapkan.
PT. Asabri tidak mengidentifikasi dan mengungkapkan hal tersebut bahkan tidak
menampilkan daftar investasinya, sehingga tidak adanya transparansi pada publikasi laporan
tahunan PT Asabri (Persero) Tahun 2017. Pada tahun 2012 hingga 2019, Direktur Utama,
Direktur Investasi dan Keuangan serta Kadiv Investasi Asabri bersepakat dengan pihak di
luar Asabri yang bukan merupakan konsultan investasi ataupun manajer investasi yaitu Heru
Hidayat, Benny Tjokrosaputro dan Lukman Purnomosidi. Mereka bersepakat untuk membeli
atau menukar saham dalam portofolio Asabri dengan saham-saham milik Heru Hidayat,
Benny Tjokrosaputro dan Lukman dengan harga yang telah dimanipulasi menjadi tinggi
dengan tujuan agar kinerja portofolio Asabri terlihat seolah-olah baik. Setelah saham-saham
tersebut menjadi milik Asabri, kemudian saham-saham tersebut ditransaksikan atau
dikendalikan oleh Heru, Benny dan Lukman berdasarkan kesepakatan bersama dengan
Direksi Asabri. Dengan transaksi itu, sehingga seolah-olah saham tersebut bernilai tinggi dan
likuid, padahal transaksi-transaksi yang dilakukan hanya transaksi semu dan menguntungkan
Heru, Benny dan Lukman serta merugikan investasi Asabri. Ini karena Asabri menjual

24
saham-saham dalam portofolionya dengan harga dibawah harga perolehan saham-saham
tersebut.
Pada saat yang sama, lembaga harus mengungkapkan tindakan apa yang mereka
ambil untuk meminimalkan potensi dampak negatif pada kemampuan mereka untuk
menggunakan hak kepemilikan utama. Tindakan tersebut dapat mencakup pemisahan bonus
untuk pengelolaan dana dari yang terkait dengan akuisisi bisnis baru di tempat lain dalam
organisasi. Struktur biaya untuk manajemen aset dan layanan perantara lainnya harus
transparan.
PT. Asabri untuk mencapai target hasil investasi 2015 melakukan Restrukturisasi dengan
tidak Transparan. Asabri mengalihkan investasi ke saham perusahaan non-listed dengan
pertimbangan bahwa harga sahamnya tidak fluktuatif. Asabri mengakui pembelian saham
tersebut tidak melalui proses due diligence atau feasibility study. Perusahaan menyatakan
tidak memperhatikan bahwa berdasarkan MoU, saham yang disepakati untuk dibeli adalah
milik PT WCS. Penyebabnya, perusahaan hanya melihat figur Bentjok sebagai pemegang
saham pengendali Harvest Time. Perusahaan juga baru mengetahui bahwa PT WCS telah
menjual kepemilikan saham-nya ke pihak lain. Lebih lanjut, perusahaan menyatakan
kesepakatan tersebut telah dibatalkan, karena Asabri menyadari pembelian saham Harvest
Time yang statusnya bukan perusahaan terbuka, berisiko tinggi. Perusahaan pun meminta
pengembalian dana investasi sebesar Rp 832 miliar kepada Bentjok -- Rp 802 miliar pokok
dan Rp 30 miliar bunga. Bentjok dan Asabri menyepakati pengembalian dana secara tunai
sebesar Rp 100 miliar, dan sisanya Rp 732 miliar dengan kavling tanah siap bangun. Namun,
dari pemaparan BPK, skemanya tak sesederhana itu. BPK juga menyebut pembelian tanah
tak sesuai aturan investasi asuransi, dan berpotensi merugikan Asabri.

5. UK Stewardship Code (2020)


The UK Stewardship Code 2020 (Kode) menetapkan standar pengawasan yang tinggi
untuk pemilik aset dan manajer aset, dan untuk penyedia layanan yang mendukungnya.
Pedoman ini terdiri dari seperangkat Prinsip yang menerapkan dan menjelaskan terkait
manajer aset dan pemilik aset, dan seperangkat Prinsip terpisah untuk penyedia layanan.
Dalam menerapkan prinsip The UK Stewardship Code 2020 harus
mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:
1) Penerapan yang efektif dari Kode Tata Kelola Perusahaan;
2) Tugas direktur, khususnya hal-hal yang harus mereka perhatikan
3) Struktur modal, risiko, strategi dan kinerja;

25
4) Kepentingan keragaman, remunerasi dan tenaga kerja;
5) Kualitas audit;
6) Isu-isu lingkungan dan sosial, termasuk perubahan iklim; dan
7) Kepatuhan terhadap perjanjian dan kontrak

26
BAB IV

PENUTUP

4.1. Simpulan

Berdasarkan pembahasan tersebut, maka dapat disimpulkan beberapa hal sebagai berikut.

1. POJK Nomor 73/POJK.052016 tentang Tata Kelola Perusahaan yang Baik beserta
perubahannya yaitu POJK Nomor 43/POJK.05/2019 telah dievaluasi mampu menjadi
pedoman yang cukup baik bagi Perusahaan Perasuransian untuk dapat mengurangi
terjadinya benturan kepentingan dan dampak negatif yang ditimbulkannya.
2. Evaluasi Pelaksanaan Tata Kelola Asabri terhadap sejauh mana Asabri, termasuk
Dewan Komisaris dan Direksi tidak menjalankan seluruh regulasi yang ada secara
konsisten dan karena tidak mampu memberikan pertanggung jawaban dalam bentuk
laporan kepada publik ataupun regulator terkait tata kelola perusahaan berdasarkan
POJK Nomor 73/POJK.05/2016
3. Kasus Asabri ini bermula dari benturan kepentingan yang terjadi antara manajemen
perusahaan dengan melibatkan tiga pihak eksternal dalam mengelola investasi Asabri
yang tentunya berdampak terhadap kerugian Asabri dan juga bagi para pemegang
polis.
4. PT. Asabri belum menerapkan tata kelola yang baik yang sesuai Prinsip G20/OECD
Tata Kelola Perusahaan. Kerangka tata kelola perusahaan belum memberikan insentif
yang baik di seluruh rantai investasi dan tidak menyediakan pasar saham untuk
berfungsi dengan cara yang berkontribusi pada tata kelola perusahaan yang baik.

4.2. Saran
Berdasarkan simpulan di atas, maka terdapat beberapa saran yang dapat diberikan
yaitu sebagai berikut
1. Perusahaan Perasuransian, dalam studi kasus ini yaitu Asabri, harus memperbaiki tata
kelola perusahaannya dengan berpedoman pada POJK Nomor 73/POJK.05/2016
beserta peraturan perubahannya.

27
2. Untuk dapat memenuhi dan mematuhi POJK Nomor 73/POJK.05/2016 terkait tata
kelola maka PT Asabri diperlukan peningkatan pada pengelolaan perusahaan yang
sesuai dengan regulasi.
3. PT. Asabri sebagai Investor institusional Kerangka tata kelola perusahaan harus
memberikan insentif yang baik di seluruh rantai investasi dan menyediakan pasar
saham untuk berfungsi dengan cara yang berkontribusi pada tata kelola perusahaan
yang baik.
4. Melakukan penataan ulang struktur organisasi dan kebijakan investasi pada PT
Asabri. Dalam hal ini penerapan internal control menjadi kolektif kolegial dan
penting sekali di industri keuangan khususnya di bidang asuransi.
5. Perusahaan Perasuransian, dalam studi kasus ini yaitu Asabri, harus memperbaiki tata
kelola perusahaannya dengan berpedoman pada POJK Nomor 73/POJK.05/2016
beserta peraturan perubahannya.

28
DAFTAR PUSTAKA

Sutrisno, Panuntun, B., & Adristi, F. I. (2021). The Jiwasraya and Asabri Scandal: A
Description Analysis & Prevention Solutions From Investment Political Economic
Perspective. International Journal of Economics, Business and Management
Research, 3(10), 71-99.
Rose-Ackerman, S. (1978). Corruption: A Study in Political Economy. Academic press.
https://money.kompas.com/read/2021/02/03/030400326/ini-kronologi-korupsi-Asabri-yang-
merugikan-negara-rp-23-7-triliun?page=all
https://www.suara.com/bisnis/2020/01/18/130629/ombudsman-ri-Asabri-tak-transparan-soal-
laporan-tahunan?page=all
https://merahputih.com/post/read/tata-kelola-pt-Asabri-dinilai-buruk
​https://www.cnbcindonesia.com/market/20210202113328-17-220398/apa-hubungan-bentjok-
dengan-heru-hidayat-di-kasus-Asabri
https://www.suara.com/bisnis/2021/05/31/180452/kerugian-negara-akibat-kasus-Asabri-rp-22
78-triliun-siapa-tanggung-jawab
https://money.kompas.com/read/2021/06/10/051200226/ini-strategi-Asabri-perbaiki-kinerja-k
euangan-akibat-kerugian-investasi
https://www.solopos.com/jiwasraya-Asabri-dan-pemulihan-kepercayaan-1044409
https://finansial.bisnis.com/read/20210323/215/1371508/korupsi-jiwasraya-Asabri-dan-lemba
ga-publik-lain-icw-akibat-pembiaran-fraud

29

Anda mungkin juga menyukai