Anda di halaman 1dari 20

TUGAS UAS

ETIKA PROFESI DAN TATA KELOLA KORPORAT

ANALISIS KASUS : SATYAM

Disusun Oleh:
M. HAFIDZ AKBAR
01044881719011

Dosen Pengajar :
Relasari, S.E.,M.Si.,Ak.,CA

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI AKUNTANSI


UNIVERSITAS SRIWIJAYA
PALEMBANG
2017
Pendahuluan
Penjelasan mengenai transaksi pihak berelasi yang merugikan
Transaksi pihak berelasi merupakan kesepakatan bisnis yang dibuat oleh dua pihak
yang memiliki hubungan istimewa dari sebelum terbentuknya kesepakatan tersebut.
Adapun, menurut IAS, sebuah pihak berelasi dengan entitas, jika:
a. Secara langsung maupun tidak langsung, pihak tersebut :
i. Mengendalikan, dikendalikan, atau dibawah pengendalian bersama,
entitas (termasuk orang tua dan anak perusahaan)
ii. Memiliki kepentingan dalam entitas sehingga dapat mempengaruhi
entitas secara signifikan
iii. Memiliki joint venture atas entitas
b. Pihak merupakan asosiasi dari entitas
c. Pihak merupakan joint venture dimana entitas adalah venturer
d. Pihak merupakan salah satu anggota dari manajemen entitas atau induk
perusahaannya
e. Pihak merupakan keluarga dekat dari (a) atau (d)
f. Pihak merupakan sebuah entitas yang dikendalikan, dikendalikan bersama,
atau dipengaruhi secara signifikan oleh atau untuk dengan hak suara yang
signifikan dalam entitas yang didalamnya, secara langsung maupun tidak
langsung, terdapat (d) atau (e)
g. Pihak merupakan suatu program imbalan pasca bekerja untuk imbalan kerja
entitas, atau entitas apapun yang merupakan pihak berelasi dengan entitas.

Dari penjelasan diatas, jelas terlihat tidak ada yang salah dengan adanya transaksi
pihak yang berelasi. Namun transaksi pihak berelasi ini adalah salah satu hal yang
menjadi topik hangat Corporate Governance di dunia bisnis Asia. Asia menjadi fokus
kekhawatiran atas terjadinya transaski pihak berelasi dikarenakan adanya
kecenderungan perusahaan-perusahaan di Asia dimiliki oleh sekelompok atau
keluarga yang menjadi pemegang saham mayoritas sehingga sangat memungkinkan
adanya transaksi yang dilakukan demi kepentingan pribadi. Hal ini membuat transaksi
pihak berelasi merugikan para pihak yang berkepentingan selain dari pihak yang
Fighting Abusive Related Party Transaction in Asia pada September 2009 untuk
mengatur hal ini.
Mengenai transaksi pihak berelasi yang merugikan ini telah disinggung juga
sebelumnya pada prinsip ketiga Corporate Governance OECD. Pada prinsip ketiga,
poin terakhir, menyatakan bahwa adanya kewajiban dari komisaris, direksi dan
manajemen kunci untuk mengungkapkan kepentingannya kepada dewan komisaris
jika baik langsung maupun tidak langsung atau atas nama pihak ketiga mempunyai
kepentingan yang material dalam suatu transaksi atau suatu hal yang mempengaruhi
perusahaan. Pengungkapan kepentingan para pihak di atas kepada dewan komisaris
juga harus diikuti dengan ketidak-ikut sertaan para pihak didalam pengambilan
keputusan yang berkaitan dengan transaksi yang memuat kepentingan mereka
tersebut.

Tidak hanya OECD, Indonesia pun telah mengadopsi prinsip tersebut untuk
melindungi pemegang saham minoritas atas transaksi-transaksi dengan pihak berelasi
yang mungkin merugikan dengan dikeluarkannya berbagai peraturan. Contohnya
adalah peraturan Bapepam No. IX.E.1 yang mengatur mengenai benturan kepentingan
transaksi tertentu. Benturan kepentingan adalah perbedaan antara kepentingan
ekonomis perusahaan dengan kepentingan ekonomis pribadi direktur, komisaris,
pemegang saham utama perusahaan atau pihak terafiliasi dari direktur, komisaris atau
pemegang saham utama. Selain itu, peraturan Bapepam No. VIII.G.7 tentang
pedoman penyajian laporan keuangan juga menjelaskan bahwa transaksi hubungan
istimewa harus dirinci pada bagian Catatan Laporan Keuangan.

Dari penuturan diatas, dapat terlihat betapa pentingnya menjaga hak pemegang saham
dengan tidak melakukan transaksi pihak berelasi yang merugikan agar dapat
mencerminkan good corporate governance. Tidak hanya itu, pengungkapan mengenai
transaksi dengan pihak berelasi merupakan juga harus dilakukan agar bisa terhindar
dari transaksi merugikan tersebut.
Ringkasan kasus

Satyam merupakan salah satu perusahaan yang bergerak di bidang informasi


teknologi. Perusahaan ini didirikan oleh B. Ramalinga Raju atau disebut Raju pada
tahun 1987 di India. Spesialisasi jasa Satyam meliputi teknologi informasi, business
service, peranti lunak komputer, dan menjadikan Satyam perusahaan outsourcing
yang terdepan di India. Satyam melakukan penawaran pertamanya (IPO) di Bombay
Stock Exchange pada tahun 1991 dan sejak itu perusahaan berkembang pesat selama
tahun 1990 hingga 2000an. Perusahaan--perusahaan di seluruh dunia--pun mulai
melirik India untuk mencari solusi teknologi informasi. Hal tersebut
menjadikan Satyam perusahaan outsourcing ke--4 terbesar di India. Satyam
memperkerjakan 50,000 karyawan dan beroperasi di 67 negara.

Satyam mungkin dikenal karena kasusnya pada tahun 2009 mengenai pengakuan Raju
atas tindakan manipulasi laporan keuangan yang ia lakukan yaitu dengan
menggelembungkan laporan posisi keuangan dan laba rugi. Pada keseempatan kali
ini, kami mengangkat kasus lain dari Satyam yaitu indikasi adanya transaksi
hubungan istimewa yang dianggap merugikan beberapa pihak tertentu dan mengarah
ke pengakuan Raju yang terjadi pada awal 2009.

Pada 16 Desember 2008, Satyam mengumumkan rencananya untuk mengakuisisi


controlling interest di Maytas Infrastucture dan Maytas Properties senilai $1,6juta.
Keluarga dari Ramalinga Raju, yaitu pemilik Satyam, menguasai saham yang besar di
dua perusahaan Maytas tersebut.. Kekhawatiran terhadap valuasi dari dua entitas
tersebut, timing, metode pembayaran dari para direktur independen menimbulkan
penyelidikan yang lebih mendalam oleh investor Satyam dan akhirnya terjadi
pembatalan rencana akuisisi tersebut. Kejadian tersebut kemudian diikuti dengan
empat direktur independen mengundurkan diri dan Raju mengakui atas tindakan
manipulasi laporan keuangan sebesar $1juta selama beberapa tahun terakhir.
Rencana awalnya adalah mentransfer uang kas sebesar 60 juta rupee dari pemegang
saham Satyam ke keluarga Raju (yang merupakan pemegang saham defacto dengan
kepemilikan sebeasr 8%) dan kedua perusahaan Maytas. Hal tersebut mengagetkan
reksa dana dan investor institusi di India dan mereka mengancam adanya tindakan
hukum. Rencana akuisisi tersebut diumumkan oleh Satyam setelah pasar India telah
ditutup pada 16 Desember.

Dalam suratnya, Raju mengaku telah menggelembungkan dana yang sebenarnya tidak
terjadi di akun kas sebesar 3juta rupee, piutang bunga 3,7juta rupee, dan menurunkan
hutang sebesar 12juta upee.

Related Party Transaction dan Satyam


Akuisisi yang dilakukan Satyam adalah transaksi berelasi yang salah. Transaksi
berelasi ini memiliki dugaan adanya scenario di baliknya.
Keputusan untuk mengakuisisi dua perusahaan yang jelas berbeda core bisnisnya
dengan Satyam adalah keanehan pertama. Maytas Infra bergerak di bidang konstruksi,
sedangkan Maytas Properties bergerak di bidang property. Dengan nilai akuisisi
senilai 1,6 billion rupee, di mana Satyam akan mengakuisi MAytas Infra sebanyak
100% dan Maytas Properties sebanyak 51%, transaksi ini terlihat seperti transaksi
yang merugikan, karena banyaknya uang yang diinvestasikan kepada core bisnis yang
tidak berhubungan, atau keputusan melakukan unrelated diversification yang cukup
aneh.
Maytas Infra dan Maytas Properties diketahui adalah milik keluarga Ramalangga
Raju, selaku CEO dari Satyam. Dengan begitu, controlling shareholders Satyam dan
Maytas adalah orang yang sama. Dengan transaksi ini, keluarga Raju akan
mendapatkan uang sebanyak 570 juta dollar
Keputusan pengakuisisian ini dengan anehnya dapat melewati persetujuan dari
board Satyam. Keputusan ini juga diambil tanpa mengambil suara dari pemilik
saham minoritas, dengan alasan karena hal ini tidak terdapat dalam peraturan. Hal ini
dapat mengindikasi adanya transaksi berelasi yang disalah gunakan. Hal ini dapat
disimpulkan dari sifat--sifat transaksi berikut ini :
a. Tidak memberikan pemberitahuan kepada pemilik saham minoritas
b. Transaksi berjumlah material
c. Transaksi beresiko tinggi karena mengakuisisi perusahaan yang berbeda core
bisnsisnya dengan Satyam
Pemberitahuan kepada pemilik saham minoritas merupakan suatu kewajiban, agar
pemilik saham dapat mengetahui apakah transaksi berelasi ini sudah benar atau
belum. Transaksi berelasi ini pada kenyataanya memiliki nilai yang sangat tinggi,
valuasi terhadap saham Maytas jauh lebih tinggi dibandingkan nilai saham Maytas
yang sebenarnya.

Pengumuman akan pengakusisian saham oleh Satyam ini mengakibatkan nilai saham
Satyam turun 55% dari nilai yang sebelumnya. Hal ini yang mengakibatkan
pembatalan pengakusisian sehari berikutnya.

Pengakuisisian ini ternyata adalah satu kejadian di balik kecurangan yang dilakukan
Satyam. Dugaan ini dapat dibilang benar, mengingat bahwa setelah pengakuan,
ternyata Satyam memiliki gap besar yaitu 1,6 billion rupee, antara laporan keuangan
dan kondisi keuangan Satyam yang sebenarnya. Penyalahgunaan transaksi berelasi ini
ternyata untuk menutupi dan mengalihkan kas sebanyak 1,6 billion rupee dari buku
Satyam ke Maytas, sehingga perbedaan nilai buku yang telah ditutupi selama
bertahun--tahun dapat ditutupi sekali lagi.
Satyam mengakui bahwa aksi pengakuisisian ini adalah aksinya yang terakhir untuk
menutupi fraud yang sudah ia lakukan selama hampir 6 tahun.
Skema pengakuisisian Maytas Infra dan Maytas Properties

Ramalingga Raju

Controlling
stakeholder
100% 51%
SATYAM
1,3 billion 300 million

Maytas Infra Maytas


Properties

Total hasil akuisisi untuk keluarga Raju : USD 570 juta

Skema kepemilikan saham Maytas Infra dan Maytas Properties oleh Ramalingga Raju

Ramalingga Raju 36%


35%

Maytas Infra Maytas


Properties

Pelaporan Keuangan
yang Salah dan Satyam
Satyam selama enam tahun terakhir melakukan pelaporan yang salah. Hal ini bermula
dari keinginan Ramalingga Raju untuk mendapatkan ijin perolehan dana dari bank
untuk melakukan ekspansi Satyam. Sehingga Raju melakukan beberapa manipulasi,
seperti dijelaskan di bawah ini :
a. Saldo kas dan bank sebesar 50,40 miliar adalah fiktif jika dibandingkan
dengan RS 53,61 milyar dalam pembukuan
b. Piutang bunga fiktif sebesar RS 3,67 miliar
c. Utang yang understated senilai RS 12,3 miliar
d. Piutang yang terlalu tinggi(overstated) senilai RS 4,90 miliar.
e. Untuk Q2 September, pendapatan lebih besar RS 5,88 milyar dan operating
margin yang dilaporkan senilai Rs 6,49 miliar seharusnya bernilai Rs 610 juta.
Hal ini mengakibatkan adanya saldo kas fiktif senilai Rs 5,88 miliar
Sumber Reuters
Pelaporan keuangan yang salah ini sudah terjadi beberapa tahun, dan seharusnya
ketika prosespengauditan dijalankan dengan benar, hal ini tidak seharusnya bisa
terjadi.
Kejadian ini bisa terjadi sampai beberapa tahun karena auditor dan direktur
independen tidak menjalankan tugas sesuai fungsinya.
Auditor tidak melakukan pengujian, meneliti atas setiap verifikasi
Tidak pernah memverifikasi dengan benar cash and balance
Sengaja membiarkan faktur--faktur palsu
TIdak pernah melaporkan hasil pekerjaan audit kepada komite audit
Perencanaan audit didasarkan pada permintaan chairman
Bukti temuan serius sengaja dibiarkan oleh ketua audit

Proses kerjasama antara auditor dan Satyam bukan tanpa disengaja. Satyam dan
PWC sebagai auditor memiliki hubungan bisnis, di mana Satyam adalah partner dari
PWC dan hal ini tidak dapat dibenarkan dalam hubungan auditor dank klien.
DIketahui pula bahwa perbandingan pembayaran biaya audit dari Satyam ke PWC,
relative jauh lebih besar dibandingkan usaha sejenis Satyam dalam pembayaran
kepada auditornya ,

Pembahasan dengan kaitan terhadap OECD


Dengan terjadinya transaksi pihak berelasi yang merugikan Antara Satyam dengan
Matyas, maka, merujuk kepada peraturan OECD yang mengatur mengenai transaksi
berelasi yang berjudul Guide To Fighting Abusive Related Transaction in Asia ada
beberapa hal yang dapat dilakukan dalam meminimalisir terjadinya transaksi pihak
berelasi yang merugikan.
Pendekatan Legislatif dan Peraturan
Dalam pelaksanaan transaksi dengan pihak berelasi, ada dua hal yang menjadi
perhatian para investor, yaitu bagaimana investor dapat mengawasi transaksi tersebut,
dan pilihan apa yang dimiliki oleh investor apabila diasumsikan transaksi tersebut
merugikan.
Disclosure (Pengungkapan)
Dengan dilakukannya disclosure, investor dengan lebih leluasa akan dapat mengawasi
transaksi terkait pihak berelasi, namun transaksi yang akan di disclose adalah hanya
transaksi--transaksi yang melebihi suatu ambang batas tertentu, dengan tujuan
meminimalisir pengeluaran perusahaan dan mengurangi beban yang berkenaan
dengan peraturan
Shareholder Approval
Untuk transaksi terkait pihak berelasi yang melebihi suatu ambang batas tertentu,
harus dilakukan persetujuan oleh para shareholder, dengan tujuan agar shareholder
dapat mengawasi transaksi tersebut. Transaksi yang memerlukan shareholder
approval biasanya adalah transaksi yang jumlahnya lebih banyak daripada ambang
batas jumlah yang harus diungkapkan. Hal ini juga membantu shareholder untuk
meminta direktur independen untuk berpendapat mengenai transaksi tersebut.
Direktur yang memiliki benturan kepentingan atas transaksi tersebut akan memilih
untuk abstain dalam membuat rekomendasi untuk shareholder

Board Oversight and Approval


Dalam pengambilan keputusan perusahaan, board merupakan pihak yang memiliki
wewenang. Atas pengambilan keputusan oleh board ini, direktur independen, komite
audit, auditor internal dan eksternal memiliki peran yang signifikan dalam mengawasi
transaksi pihak berelasi.
Direktur Independen
Direktur independen merupakan pihak yang memainkan peran penting dalam
mengawasi transaksi relasi yang merugikan. Pendapat dari direktur independen sangat
penting untuk mengawasi transaksi pihak berelasi dan memastikan bahwa transaksi
tersebut merupakan kepentingan perusahaan dan semua shareholder.
Dalam Guide dikatakan bahwa hanya direktur independen berhak untuk
mendiskusikan dan memutuskan suatu transaksi pihak berelasi.
Auditor

Auditor adalah badan independen yang kompeten dan terkualifikasi


yang berfungsi untuk menyediakan jaminan yang bersifat eksternal dan
objektif kepada board dan shareholder bahwa laporan keuangan telah
merepresentasikan dengan baik gambaran posisi keuangan dan kinerja
perusahaan. Dengan adanya auditor, diharapkan bahwa kemunculan
transaksi pihak berelasi yang merugikan dapat dideteksi dan dihindari.
Tanggung jawab utama auditor eksternal adalah memberikan opini
atas kewajaran pelaporan keuangan organisasi, terutama dalam
penyajian posisi keuangan dan hasil operasi dalam suatu periode.
Mereka juga menilai apakah laporan keuangan organisasi disajikan
sesuai dengan prinsip--prinsip akuntansi yang diterima secara umum,
diterapkan secara konsisten dari periode ke periode, dan seterusnya.
Opini ini akan digunakan para pengguna laporan keuangan, baik di
dalam organisasi terlebih di luar organisasi, antara lain untuk melihat
seberapa besar tingkat reliabilitas laporan keuangan yang disajikan oleh
organisasi tersebut. Sedangkan, peran auditor internal bagi manajemen
adalah membantu organisasi dalam mencapai tujuannya melalui
pendekatan disiplin dan sistematis untuk mengevaluasi dan
meningkatkan efektivitas pengelolaan risiko, pengendalian, dan tata
kelola organisasi. Auditor internal dapat membantu manajemen dalam
mengidentifikasi, menilai, dan memitigasi risiko dengan menguji
kecukupan dan keandalan yang dibuat manajemen. Apabila dari hasil
pengujian ternyata pengendalian tidak cukup dan tidak memadai, maka
auditor internal dapat memberikan rekomendasi perbaikan. Dengan
rekomendasi dari auditor internal, selanjutnya manajemen memperbaiki
pengendalian yang telah dibuat sehingga cukup dan memadai. Dengan
pengendalian yang andal, maka risiko yang akan mengganggu
pencapaian tujuan organisasi berkurang, sehingga tujuan organisasi
dapat dicapai secara lebih efektif.

Pembahasan Terkait OECD Prinsip 5 dan 6

Keterbukaan dan Tranparansi


Kerangka kerja corporate governance harus memastikan bahwa keterbukaan
informasi yang tepat waktu dan akurat dilakukan atas semua hal yang material
berkaitan dengan perusahaan, termasuk di dalamnya keadaan keuangan, kinerja,
kepemilikan dan tata kelola perusahaan. Selain itu informasi harus disajikan dan
diungkapkan sesuai dengan standar akuntansi yang berkualitas tinggi dan keterbukaan
keuangan dan non-keuangan. Audit tahunan harus dilakukan oleh auditor yang
independen, kompeten dan memenuhi kualifikasi, dalam rangka menyediakan
jaminan/kepastian eksternal dan objektif kepada pengurus dan pemegang saham
bahwa laporan keuangan perusahaan menyajikan secara wajar dalam semua hal yang
material, posisi keuangan dan kinerja perusahaan. Dalam kasus fraud Satyam, pihak
yang berwenang dalam hal melakukan audit tersebut adalah PWC. Price Waterhouse
Coopers India (PwC) sebagai akuntan publik tidak memiliki kode etik akuntan
publik. Diantaranya adalah sebagai berikut:

1. Independensi
Dalam SA Seksi 220, pada paragraph 02, independensi adalah auditor
mempertahankan sikap yang tidak memihak dalam melaksanakan perkerjaannya.
Namun dalam kenyataannya, PwC mengacuhkan bukti-bukti penggelembungan dana.
Misalnya dalam saldo kas dan bank itu fiktif sebanyak Rs 50,40 miliar dibandingkan
dengan Rs 53,61 miliar yang ditunjukkan dalam pembukuan. Independensi
penampilan merupakan independensi yang dipandang dari pihak-pihak yang
berkepentingan terhadap perusahaan yang diaudit dan pihak tersebut mengetahui
hubungan antara auditor dan kliennya. PwC India praktis telah melanggar
independensi penampilan karena PwC memiliki hubungan istimewa dengan Satyam,
yakni kemitraan strategis hingga akhir tahun 2009 meski aturan internasional U.S
Securities and Exchange Comission dan standar audit India melarang kemitraan
semacam itu.
2. Integritas dan Objektivitas Akuntan
Integritas mengharuskan seorang auditor untuk bersikap jujur dan berterus terang
tanpa harus mengorbankan rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik
tidak boleh dikalahkan oleh keuntungan pribadi. Integritas dapat menerima kesalahan
yang tidak disengaja dan perbedaan pendapat yang jujur, tetapi tidak dapat menerima
kecurangan atau peniadaan prinsip (Mulyadi). Tetapi dari dokumen sec yang
memeriksa kasus ini, terdapat bukti bahwa PwC melanggar integritas, seperti PwC
yang meskipun mengetahui sistem pengendalian internal Satyam yang lemah, tetapi
tid ak melakukan tindakan untuk melaporkan hasil temuannya itu.
Objektivitas mengharuskan akuntan publik bebas dari benturan kepentingan dan tidak
boleh membiarkan faktor salah saji material yang diketahuinya dan mengalihkan
pertimbangan kepada pihak lain. PwC jelas melanggar benturan kepentingan karena
tidak memperhatikan independensi penampilan dengan memiliki hubungan kemitraan
strategis dengan Satyam.

3. Standar Umum
Ada beberapa standar yang harus dipatuhi akuntan publik, yakni kompetensi
profesional, kecermatan dan keseksamaan professional, perencanaan dan supervisi,
dan data relevan yang memadai. PwC juga melanggar standar umum akuntan publik.
Dari hasil bukti kasus Satyam, diketahui bahwa PwC tidak memperhatikan
kompetensi, kecermatan dan keseksamaan professional dengan tidak memeriksa
secara keseluruhan sejumlah invoice dalam transaksi Satyam. PwC juga melanggar
standar perencanaan dan supervisi karena tidak melakukan dengan benar pemeriksaan
dari awal perikatan audit hingga akhir perikatan audit.
4. Kepatuhan Terhadap Standar
PwC melanggar aturan Indian Audit and Accounts Service (IAAS), yaitu basic
postulate dimana akuntan publik harus mengikuti standar auditing yang berlaku dan
melaporkan hasil temuannya terhadap laporan keuangan. Sedangkan PwC justru
menutupi laporan pemeriksaan audit tersebut.
5. Prinsip-Prinsip Akuntansi
Prinsip akuntansi mengharuskan akuntan publik untuk memeriksa dan menemukan
kejanggalan dalam laporan keuangan penerima jasa. Dalam perikatan umum, auditor
melaksanakan auditnya atas dasar pengujian, bukan atas dasar pemeriksaan terhadap
seluruh bukti. Namun auditor internal Satyam tidak melakukan pengujian, meneliti
atas verifikasi setiap transaksi mulai dari awal terjadinya transaksi setiap tahun
hingga berakhirnya tahun laporan. Selain itu, auditor juga tidak memverifikasikan
cash and bank balance.
6. Fee Profesional
Besarnya fee anggota bervarasi tergantung risiko penugasan, komplesitas jasa yang
diberikan, tingkat keahlian, biaya yang bersangkutan dan hal-hal lannya. Tetapi ada
kejanggalan dalam audit fee PwC yang dibayarkan oleh Satyam. Dari hasil
perbandingan audit fee yang sama-sama menggunakan jasa PwC, yaitu Satyam,
Wipro dan Infosys didapat bahwa pendapatan PwC 2007 sebagai berikut. Satyam:
Wipro: Infosys = 0,059% : 0,006% : 0,004%. Sedangkan pendapatan PwC tahun
2008 adalah Satyam: Wipro: Infosys = 0,046% : 0,006% : 0,005%. Bisa dilihat
bahwa fee yang dibayarkan oleh Satyam tidak wajar dan berkali-kali lipat dibanding
pesaing Satyam.
Pelanggaran Prinsip GCG
Pengertian GCG menurut Bank Dunia (World Bank) adalah kumpulan hukum,
peraturan, dan kaidah-kaidah yang wajib dipenuhi yang dapat mendorong kinerja
sumber-sumber perusahaan bekerja secara efisien, menghasilkan nilai ekonomi
jangka panjang yang berkesinambungan bagi para pemegang saham maupun
masyarakat sekitar secara keseluruhan. Satyam juga melakukan pelanggaran prinsip
GCG antara lain:
1. Transparansi (transparency) adalah keterbukaan dalam melaksanakan proses
pengambilan keputusan dan mengemukakan informasi materil yang relevan
mengenai perusahaan. Raju tidak terbuka dalam mengemukakan informasi materil
perusahaan. Hal ini bisa dilihat dari tindakan Raju yang memalsukan saldo
sebesar Rs 50,40 miliar, piutang bunga sebesar Rs 3,76 miliar dan utang yang
tidak dinyatakan sebesar Rs 12,3 miliar.
2. Pengungkapan (disclosure) adalah penyajian informasi kepada stakeholders, baik
diminta maupun tidak diminta, mengenai hal-hal yang berkenaan dengan kinerja
operasional, keuangan, dan resiko usaha perusahaan. Raju juga menyajikan
informasi palsu dengan bukti seperti poin diatas.
3. Kemandirian (independence) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola
secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat. PwC India tidak seharusnya menjadi
auditoKemandirian (independence) adalah suatu keadaan dimana perusahaan
dikelola secara profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari
pihak manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku
dan prinsip-prinsip korporasi yang sehat. PwC India tidak seharusnya menjadi
auditor
4. (independence) adalah suatu keadaan dimana perusahaan dikelola secara
profesional tanpa benturan kepentingan dan pengaruh/tekanan dari pihak
manapun yang tidak sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku dan
prinsip-prinsip korporasi yang sehat. PwC India tidak seharusnya menjadi auditor
eksternal Satyam karena keduanya memiliki benturan kepentingan berupa
kemitraan strategis dalam bentuk jasa IT
5. Akuntabilitas (accountability) adalah kejelasan fungsi, pelaksanaan dan
pertanggungjawaban manajemen perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan
terlaksana secara efektif dan ekonomis. Aksi CEO Satyam, Raju tentu kebalikan
dari prinsip akuntabilitas. Raju melebih-lebihkan dana sebesar Rs 53,61 miliar.
Tindakan tidak benar itu diketahui sistem pengendalian internal Satyam yang
hanya mengabaikan Raju dan justru mengindahkan faktur-faktur palsu dalam
transaksi Satyam. Pelaksanaan tugas masing-masing pihak menjadi tidak jelas.
6. Pertanggungjawaban (responsibility) adalah kesesuaian dalam pengelolaan
perusahaan terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku dan prinsip-
prinsip korporasi yang sehat. Jika dilihat dari standar aturan Indonesia, ada
pelanggaran yang dilakukan Auditor Satyam dan PwC. Misalnya dalam Pasal 55
khususnya ayat (b) dan Pasal 56 UU RI Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan
Publik yang dijadikan sebagai subjek uji materiil Pemohon dinyatakan bahwa
akuntan publik yang dengan sengaja melakukan manipulasi, memalsukan,
dan/atau menghilangkan data atau catatan pada kertas kerja, atau tidak membuat
kertas kerja yang berkaitan dengan jasa yang diberikan.
Dalam hal ini, auditor satyam dan PwC bersalah karena tidak melakukan
pengujian dan verifikasi dari awal terjadinya transaksi hingga pelaporan tiap
tahun juga mengabaikan bukti-bukti berupa invoice palsu dalam transaksi. Raju
juga melanggar Pasal 56 dinyatakan bahwa pihak terasosiasi yang melakukan
perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55, dipidana dengan pidana
penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak 300 juta rupiah.
Tanggung Jawab Dewan Komisaris dan Direksi
Kerangka kerja corporate governance harus memastikan pedoman strategi
perusahaan, monitoring yang efektif terhadap manajemen oleh dewan, serta
akuntabilitas dewan terhadap perusahaan dan pemegang saham. Setahun sebelum
munculnya skandal tersebut, Satyam memenangkan penghargaan Golden Peacock
untuk kesempurnaan dalam corporate governance dari World Council for Corporate
Governance. Dewan tersebut kemudian membatalkan penghargaan dan mengeluhkan
kegagalan perusahaan Satyam untuk mengungkap fakta-fakta materi sebenarnya.
Namun, reporter Business Week Beverly Behan menulis bahwa dewan Satyam jelas-
jelas mencemooh praktik-praktik corporate governance yang baik. Para wartawan
dapat mengetahui dengan menelaah komposisi dewan bahwa dewan direksi Satyam
kurang memiliki keahlian ekonomi, hampir sama sekali tidak independen dan gagal
untuk memenuhi syarat manajemen yang independen dimana hal ini berlawanan
dengan praktik-praktik corporate governance yang baik. Seperti yang diperlihatkan
kasus Satyam, penghargaan bisnis yang mengesankan dan laporan tahunan yang
mengkilap bukanlah jaminan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut beroperasi
secara legal dan penuh etika.
Banyak bisnis keluarga yang menunjuk dewan keluarga untuk menyelaraskan
kepentingan mereka dan bertindak sebagai penghubung utama antara keluarga, dewan
dan manajemen senior. Dewan juga mengajukan kandidat untuk keanggotaan dewan
dan membuat rancangan kebijakan atas hal-hal seperti mempekerjakan keluarga,
kompensasi dan kepemilikan saham. Kemandirian Dewan merupakan isu utama
dalam kelanjutan skandal Satyam Computer Systems Ltd. di India.
Laporan BusinessWeek menghitung sinyal-sinyal masalah yang tidak
terdeteksi pada kasus Satyam sebagai berikut:
1. Dewan di Satyam memiliki enam direktur non-manajemen, tetapi empat
diantaranya akademisi dan satu adalah seorang mantan sekretaris kabinet pada
pemerintahan. Hanya satu anggota dewan yang sebelumnya pernah menjabat
eksekutif puncak di suatu perusahaan teknologi.
2. Perusahaan tersebut tidak memiliki pakar keuangan pada komite auditnya.
3. Meskipun Satyam membedakan posisi CEO dan kepala dewan, dua posisi
tersebut diduduki oleh bersaudara yang memiliki kepentingan utama dalam
perusahaan dan anggota manajemen.
4. Dewan tidak memiliki kepemimpinan dewan independen.

Berdasarkan Pasal 92 ayat (1) UU No 40 Tahun 2007 tentang Perseroan


Terbatas tugas Direksi adalah menjalankan pengurusan Perseroan untuk kepentingan
Perseroan dan sesuai dengan maksud dan tujuan Perseroan. Direksi PT dapat terdiri
atas 1 orang atau lebih. Sedangkan, tugas dari Dewan Komisaris adalah melakukan
pengawasan atas kebijakan pengurusan, jalannya pengurusan pada umumnya, baik
mengenai Perseroan maupun usaha Perseroan, dan memberi nasihat kepada Direksi
(Pasal 108 ayat [1] UUPT). Dewan Komisaris dapat terdiri dari 1 (satu) orang atau
lebih (Pasal 108 ayat [3] UUPT).
Bila melihat dua ketentuan mengenai Direksi dan Dewan Komisaris tersebut,
sudah dapat diketahui bahwa tugas utama Direksi adalah melakukan pengurusan PT,
sedangkan tugas utama Dewan Komisaris adalah melakukan pengawasan atas
pengurusan PT. Jika di dalam suatu PT Direksi merangkap sebagai Dewan
Komisaris, terlebih lagi bila dipegang oleh satu orang, maka akan berakibat
munculnya benturan kepentingan. Benturan kepentingan ini karena jalannya
pengurusan PT dikhawatirkan tidak terkendali sebab kewenangan untuk melakukan
pengawasan dan pengurusan dipegang oleh orang yang sama. Kaitannya dalam kasus
Satyam, meskipun posisi Direksi dan Komisaris dipegang oleh orang yang berbeda,
namun kedua posisi tersebut diduduki oleh bersaudara yang memiliki kepentingan
utama dalam perusahaan dan anggota manajemen. Penyalahgunaan wewenang dan
sistem pengendalian internal Satyam yang lemah. Hal ini menjadi salah satu faktor
yang memungkinkan kasus fraud Satyam terjadi.
Kasus kecurangan yang menyangkut masalah praktek tranparansi dan
akuntabilitas pelaporan keuangan perusahaan harus mendorong profesi akuntan,
pengguna laporan keuangan, dan pemerintah memberikan perhatian yang serius
terhadap pentingnya keberadaan komite audit dan mekanisme gcg menjadi suatu
kebutuhan di dunia bisnis sebagai barometer akuntabilitas dari suatu perusahaan.
Daftar Pustaka

http://www.nytimes.com/2009/01/27/business/worldbusiness/27accounting.html?page
wanted=all&_r=0

http://www.asialaw.com/Article/2097602/Channel/16709/The-great-deception.html

http://articles.economictimes.indiatimes.com/2009-01-17/news/27647068_1_maytas-
properties-maytas-deal-board-meeting

http://www.rediff.com/money/2008/dec/22maytas-deal-impact-on-the-companies.htm

http://www.ingovern.com/2014/02/business-world-article-on-contentious-related-
party-transactions/

http://articles.economictimes.indiatimes.com/2008-12-20/news/27735298_1_upaid-
systems-simon-joyce-maytas-deal

Peraturan Bapepam IX.E.1


Peraturan Bapepam VIII.G.7
Guide on Fighting Abusive Related Party Transaction in Asia (September 2009)
OECD Principles of Corporate Governance
Studi penerapan OECD (Bapepam)
Related Party Transactions and Minority Shareholder Rights, OECD

Anda mungkin juga menyukai