Anda di halaman 1dari 7

Kronologi Polemik Laporan Keuangan Garuda Indonesia

1. 1 April 2019
Sebagai perusahaan publik, Garuda Indonesia melaporkan kinerja keuangan
tahunbuku 2018 kepada Bursa Efek Indonesia.Kinerja keuangan
PT Garuda Indonesia(Persero) yang berhasil membukukan laba bersih US$809
ribu pada 2018,berbanding terbalik dari 2017 yang merugi US$216,58 juta.
Kinerja ini terbilangcukup mengejutkan lantaran pada kuartal III 2018
perusahaan masih merugisebesar US$114,08 juta.

2. 24 April 2019
Perseroan mengadakan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) di
Jakarta. Salah satu mata agenda rapat adalah menyetujui laporan keuangan
tahun buku 2018.Dalam rapat itu, dua komisaris Garuda Indonesia, Chairul
Tanjung dan DonyOskaria selaku perwakilan dari PT Trans Airways
menyampaikan keberatan merekamelalui surat keberatan dalam RUPST. Chairal
sempat meminta agar keberatan itudibacakan dalam RUPST, tapi atas
keputusan pimpinan rapat permintaan itu tak dikabulkan. Hasil rapat pemegang
saham pun akhirnya menyetujui laporan keuangan Garuda Indonesia tahun
2018.Trans Airways berpendapat angka transaksi dengan Mahata sebesar
US$239,94 juta terlalu signifikan, sehingga mempengaruhi neraca keuangan
Garuda Indonesia.Jika nominal dari kerja sama tersebut tidak dicantumkan
sebagai pendapatan, maka perusahaan sebenarnya masih merugi US$244,96
juta.Catatan tersebut membuat beban yang ditanggung Garuda Indonesia
menjadi lebih besar untuk membayar Pajak Penghasilan (PPh) dan Pajak
Pertambahan Nilai(PPN). Padahal, beban itu seharusnya belum menjadi
kewajiban karena pembayaran dari kerja sama dengan Mahata belum masuk ke
kantong perusahaan.

3. 25 April 2019
Pasar merespons kisruh laporan keuangan Garuda Indonesia. Sehari usai kabar
penolakan laporan keuangan oleh dua komisaris beredar, saham perusahaan
dengan kode GIAA itu merosot tajam 4,4 persen pada penutupan perdagangan
sesipertama, Kamis (25/4).Bursa Efek Indonesia (BEI) menyatakan akan
memanggil manajemen Garuda Indonesia terkait timbulnya perbedaan opini
antara pihak komisaris denganmanajemen terhadap laporan keuangan tahun
buku 2018.Selain manajemen perseroan, otoritas bursa juga akan memanggil
kantor akuntan publik (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan
selaku auditor laporan keuangan perusahaan. Pemanggilan itu dijadwalkan pada
Selasa (30/4).

4. 26 April 2019
Komisi VI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyatakan bakal memanggil
manajemen perseroan. Sebelum memanggil pihak manajemen, DPR akan
membahas kasus tersebut dalam rapat internal. Wakil Ketua Komisi VI DPR RIIn
as Nasrullah Zubir mengatakan perseturuan antara komisaris Garuda Indonesia
dengan manajemen akan dibahas dalam rapat internal usai reses. Dalam rapat
ituakan dipastikan terkait pemanggilan sejumlah pihak yang berkaitan dengan
pembuatan laporan keuangan maskapai pelat merah tersebut. Jika sesuai
jadwal,DPR kembali bekerja pada 6 Mei 2019.Selain itu pada hari yang sama,
beredar surat dari Sekretariat Bersama Serikat Karyawan Garuda Indonesia
(Sekarga) perihal rencana aksi mogok karyawan Garuda Indonesia. Aksi ini
berkaitan dengan penolakan laporan keuangan tahun2018 oleh dua komisaris
Dalam surat tersebut disebutkan pernyataan pemegang saham telah merusak
kepercayaan publik terhadap harga saham Garuda Indonesia dan pelanggan
setiamaskapai tersebut.Namun, Asosiasi Pilot Garuda (APG) dan Sekarang
justru membantah akan melakukan aksi mogok kerja. Presiden APG Bintang
Hardiono menegaskan karyawan belum mengambil sikap atas perseteruan salah
satu pemegang saham dengan manajemen saat ini.

5. 30 April 2019
BEI telah bertemu dengan manajemen Garuda Indonesia dan kantor akuntan
public (KAP) Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang dan Rekan selaku auditor
laporan keuangan perusahaan. Pertemuan berlangsung pada pukul 08.30-09.30
WIB. Sayangnya, pertemuan dua belah pihak berlangsung tertutup. Otoritas
bursa menyatakan akan mengirimkan penjelasan usai pertemuan tersebut.
"Bursa meminta semua pihak untuk mengacu pada tanggapan perseroan yang
disampaikan melalui IDXnet dan penjelasan dapat dibaca di website bursa," kata
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna. Sementara Menteri
Keuangan mengaku telah meminta Sekretaris Jenderal Kementerian Keuangan
Hadiyanto untuk mempelajari kisruh terkait laporan keuangan BUMN tersebut.

Selain Hadinoto, KPK sebelumnya juga telah menetapkan mantan Direktur Utama PT
Garuda Indonesia 2005-2014 Emirsyah Satar (ESA) dan mantan Beneficial Owner
Connaught International Pte. Ltd Soetikno Soedarjo (SS) sebagai tersangka. Dalam
penyidikan kasus itu, KPK telah mengidentifikasi total suap yang mengalir kepada para
tersangka maupun sejumlah pihak mencapai sekitar Rp100 miliar. Untuk diketahui, KPK
sebelumnya telah terlebih dahulu menetapkan Emirsyah dan Soetikno sebagai
tersangka kasus suap pengadaan pesawat pada 16 Januari 2017. Keduanya kemudian
kembali ditetapkan sebagai tersangka TPPU pada 7 Agustus 2019 hasil
pengembangan dari kasus suap sebelumnya. Sedangkan Hadinoto ditetapkan sebagai
tersangka baru kasus suap pengadaan pesawat tersebut juga pada 7 Agustus 2019.
Untuk Emirsyah dan Soetikno, KPK telah merampungkan penyidikan terhadap
keduanya sehingga keduanya segera akan disidang di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi (Tipikor) Jakarta.
Baca selengkapnya di artikel "Mantan Pejabat Garuda Diperiksa KPK Jadi Saksi Kasus
Suap", https://tirto.id/eoDt

Pihak yang Terlibat Kasus


Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menjatuhkan sanksi kepada Akuntan Publik
(AP) Kasner Sirumapea dan Kantor Akuntan Publik (KAP) Tanubrata, Sutanto, Fahmi,
Bambang & Rekan.
Keduanya adalah auditor laporan keuangan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dan
Entitas Anak Tahun Buku 2018.
Sanksi yang dijatuhkan berupa:
a. Pembekuan Izin selama 12 bulan (KMK No.312/KM.1/2019 tanggal 27 Juni
2019) terhadap AP Kasner Sirumapea karena melakukan pelanggaran berat
yang berpotensi berpengaruh signifikan terhadap opini Laporan Auditor
Independen (LAI); dan
b. Peringatan Tertulis dengan disertai kewajiban untuk melakukan perbaikan
terhadap Sistem Pengendalian Mutu KAP dan dilakukan reviu oleh BDO
International Limited (Surat No.S-210/MK.1PPPK/2019 tanggal 26 Juni 2019)
kepada KAP Tanubrata, Sutanto, Fahmi, Bambang & Rekan.Dasar pengenaan
sanksi yaitu Pasal 25 Ayat (2) dan Pasal 27 Ayat (1) UU Nomor 5 tahun 2011
dan Pasal 55 Ayat (4) PMK No 154/PMK.01/2017.

Pelanggaran dari Kasus Garuda


Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal II OJK Fakhri Hilmi menjelaskan,
pelanggaran yang ditemukan regulator ada beberapa hal. Pertama, dalam laporan
keuangan tersebut, menyebutkan bahwa Garuda Indonesia mencatatkan nilai
kerjasama dengan PT Mahata Aero Teknologi (Mahata) senilai US$ 239 juta atau
setara Rp 3,5 triliun. Dana tersebut masih bersifat piutang tapi sudah diakui oleh
manajemen Garuda Indonesia sebagai pendapatan. Alhasil, pada 2018, maskapai BUM
meraih laba bersih US$ 5 juta.
“Perusahaan seharusnya mencatatkan kerugian sebesar US$ 213 juta di tahun 2017
berubah menjadi laba US$ 5 juta pada tahun 2018,” kata Fakri di Jakarta, Jumat (28/6).
Pelanggaran kedua, kata Fakhri, laporan tahunan maskapai penerbangan ini tidak
menjelaskan alasan kenapa dua Komisioner Garuda, yaitu Chairal Tanjung dan Doni
Oskaria menolak menandatangani laporan keuangan tersebut. Sehingga, hal ini
dianggap telah melanggar aturan OJK.
“Tidak ditandatangani ini laporan keuangan ini, tapi justru tidak dimuat dalam
penjelasan laporan tahunan dan tidak dijelaskan pelaksanaannya. Sehingga itu
melanggar peraturan OJK,” pungkasnya.
Atas hal itu, Garuda Indonesia telah melanggar:
1. Pasal 69 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal (UU
PM).
2. Peraturan Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentang Penyajian dan
Pengungkapan Laporan Keuangan Emiten dan Perusahaan Publik,
3. Interpretasi Standar Akuntansi Keuangan (ISAK) 8 tentang Penentuan
Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa.
4. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.

https://keuangan.kontan.co.id/news/ojk-temukan-pelanggaran-dalam-laporan-
keuangan-garuda-indonesia

Kenapa Laporan Keuangan Dimanipulasi?


Apakah pencatatan transaksi Mahata dalam laporan keuangan Garuda 2018 termasuk
praktik memoles laporan keuangan atau window dressing?
Dalam dunia akuntansi, window dressing adalah praktik rekayasa dengan
menggunakan trik-trik dari akuntansi guna membuat neraca perusahaan atau laporan
laba rugi terlihat lebih baik dari yang sebenarnya. Praktik ini umumnya dilakukan
dengan menetapkan aktiva/pendapatan terlalu tinggi atau menetapkan
kewajiban/beban terlalu rendah dalam laporan keuangan, sehingga perusahaan
memperoleh laba yang lebih tinggi.
Dalam konteks kasus Garuda, cukup jelas bahwa transaksi dari kontrak Mahata,
signifikan menentukan tidaknya Garuda terhindar dari kerugian pada periode 2018.
Garuda memperoleh pendapatan senilai US$239,94 juta dari Mahata pada 2018, dan
menjadikan Garuda (grup) membukukan laba bersih sebesar US$5,02 juta. Jika tidak
ada kontrak itu, maskapai tentu bisa mencatatkan rugi US$244 juta.
Anggota Dewan Konsultatif Standar Ikatan Akuntansi Keuangan Cris Kutandi juga
sepakat pencatatan transaksi kontrak Mahata tidak wajar. Seharusnya, nilai transaksi
selama 15 tahun dibagi rata setiap tahunnya selama durasi kerja sama yang disepakati.
“Harus ada perbandingan yang seimbang antara pendapatan (revenue) dengan beban
operasi di masing-masing tahun. Artinya pendapatan itu harus disebar selama 15 tahun
lagi,” katanya kepada Tirto.
Banyak hal yang mendorong perusahaan melakukan window dressing, mulai dari
mengejar target yang tinggi dari atasan, menghindari pajak, mengejar bonus atau
penghargaan, menarik investor dan lain sebagainya.
Pada kasus Garuda, dugaan upaya memoles laporan keuangan ini ada yang
mengaitkannya dengan momentum Pilpres 2019. Berbagai masalah maskapai pelat
merah ini kerap jadi bahan kritikan oleh capres nomor urut 2 Prabowo Subianto sebagai
bahan kampanye untuk menyerang petahana.
“Memang ada motif politis dalam window dressing Garuda ini. Beberapa kali
Kementerian BUMN diserang atau dicap gagal karena banyak BUMN yang rugi,” tutur
Bhima Yudhistira Adhinegara, ekonom dari INDEF, kepada Tirto.
Pada kasus di luar negeri, skandal window dressing yang menyesatkan juga dilakukan
perusahaan-perusahaan besar di dunia, seperti Toshiba. Perusahaan asal Jepang itu
diketahui menggelembungkan labanya hingga US$1,2 miliar selama periode 2008-
2015.
Mengutip dari New York Times, penggelembungan itu didorong krisis keuangan global
2008, sehingga membuat para manajer dari berbagai divisi Toshiba mengambil ‘jalan
pintas’ agar nilai laba usaha sesuai keinginan atasan mereka.
Mengenai dugaan window dressing, Direktur Keuangan dan Manajemen Risiko Garuda
Indonesia Fuad Rizal menegaskan Garuda tidak melanggar PSAK No. 23 tentang
Pendapatan karena pendapatan dapat dibukukan sebelum kas diterima.
“Kami yakin pengakuan pendapatan atas biaya kompensasi atas transaksi dengan
Mahata itu telah sesuai dengan standar akuntansi keuangan yang berlaku,” katanya
sebagaimana dilaporkan Tirto.
Keyakinan itu juga didukung dari hasil audit dari Kantor Akuntan Publik (KAP)
Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan, di mana merupakan anggota dari BDO
International dan Big 5 Accounting Firms Worldwide.
Menurut KAP Tanubrata Sutanto Fahmi Bambang & Rekan, sebagai auditor
independen laporan keuangan Garuda 2018, laporan keuangan Garuda telah disajikan
secara wajar dalam seluruh hal yang material atau disebut wajar tanpa pengecualian.

Dampak Bagi Perusahaan


Pembukuan yang tidak sesuai dengan standar akuntansi keuangan tentu menjadi
sentimen yang buruk bagi citra perusahaan, terutama perusahaan terbuka. Perusahaan
terbuka dituntut menjalankan tata kelola yang baik. Apabila dilanggar, jelas akan
menimbulkan ketidakpercayaan terhadap para investor.
Biasanya, ketidakpercayaan investor tersebut akan berdampak terhadap pergerakan
saham. Gerak saham Garuda misalnya, trennya terpantau menurun pasca RUPS 24
April lalu. Sebelum RUPS, saham Garuda berada di level Rp525 per saham. Setelah
RUPS, harga saham Garuda ditutup di Rp500 per saham, dan terus menurun ke Rp470
pada 29 April 2019.
Konsekuensi yang lain adalah pemberian sanksi dari otoritas bursa kepada korporasi
yang terbukti memanipulasi laporan keuangan yang diatur pada pasal 69 UU Pasar
Modal (PDF) tentang standar akuntansi, mulai dari berupa peringatan tertulis, denda,
hingga pencabutan izin usaha.
Sanksi juga bisa diberikan kepada KAP bila terbukti melakukan penilaian tak sesuai
dengan kenyataan. Namun, yang tak kalah penting, pemerintah sebagai salah satu
pemegang saham punya tanggung jawab terhadap direksi Garuda, apakah masih layak
memberikan kepercayaan bila terbukti ada pelanggaran?
https://tirto.id/polemik-keuangan-garuda-kenapa-perusahaan-memanipulasi-keuangan-dngQ

Sanksi untuk PT GARUDA INDONESIA


Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II, Fakhri Hilmi, mengatakan
setelahberkoordinasi dengan Kementerian Keuangan Republik Indonesia ,Pusat
PembinaanProfesi Keuangan, PT Bursa Efek Indonesia, dan pihak terkait lainnya,
OJKmemutuskan memberikan sejumlah sanksi.
1. Memberikan Perintah Tertulis kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
untuk memperbaiki dan menyajikan kembali LKT PT Garuda Indonesia(Persero)
Tbk per 31 Desember 2018 serta melakukan paparan publik (publicexpose) atas
perbaikan dan penyajian kembali LKT per 31 Desember 2018dimaksud paling
lambat 14 hari setelah ditetapkannya surat sanksi, ataspelanggaran Pasal 69
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1995 tentang PasarModal (UU PM) ,Peraturan
Bapepam dan LK Nomor VIII.G.7 tentangPenyajian dan Pengungkapan Laporan
Keuangan Emiten dan PerusahaanPublik, Interpretasi Standar Akuntansi
Keuangan (ISAK) 8 tentang
Penentuan Apakah Suatu Perjanjian Mengandung Sewa, dan Pernyataan Stand
ar Akuntansi Keuangan (PSAK) 30 tentang Sewa.
2. Selain itu juga Perintah Tertulis kepada KAP Tanubrata, Sutanto,
Fahmi,Bambang & Rekan (Member of BDO International Limited) untuk
melakukanperbaikan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu atas
pelanggaranPeraturan OJK Nomor 13/POJK.03/2017 jo. SPAP Standar
PengendalianMutu (SPM 1) paling lambat 3 (tiga) bulan setelah ditetapkannya
surat perintahdari OJK.
3. Deputi Komisioner Hubungan Masyarakat dan Manajemen Strategis,
AntoPrabowo mengatakan, OJK juga mengenakan Sanksi Administratif
berupadenda sebesar Rp 100 juta kepada PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk
ataspelanggaran Peraturan OJK Nomor 29/POJK.04/2016 tentang
LaporanTahunan Emiten atau Perusahaan Publik.
4. Sanksi denda kepada masing-masing anggota Direksi PT Garuda
Indonesia(Persero) Tbk sebesar Rp 100 juta atas pelanggaran Peraturan
Bapepam Nomor VIII.G.11 tentang Tanggung Jawab Direksi atas Laporan
Keuangan.
5. Bursa Efek Indonesia (BEI) resmi menjatuhkan sanksi kepada
PT GarudaIndonesia Tbk (GIAA) atas kasus klaim laporan keuangan perseroan
yangmenuai polemik. Beberapa sanksi yang dijatuhkan antara lain denda
senilaiRp 250 juta dan restatement atau perbaikan laporan keuangan
perusahaandengan paling lambat 26 Juli 2019 ini.

Anda mungkin juga menyukai