Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1

Latar Belakang

Industri rokok di Indonesia tidak lepas dari sejarah awal berdirinya usaha rokok lokal
yang pada akhirnya bisa tumbuh dan diterima oleh pasar baik nasional maupun internasional.
Masalah lain timbul dari banyaknya merk dagang yang merajai Indonesia salah satunya adalah
krisis kesehatan berupa dampak jangka panjang akibat mengkonsumsi rokok tersebut serta
akibatnya bagi petani tembakau lokal ditengah polemik itu.
PT.HM Sampoerna merupakan salah satu perusahaan rokok yang akan dibahas lebih
lanjut, mulai dari historis awal berdirinya usaha rokok, sampai pada kontribusi perusahaan
tersebut bagi Indonesia melalu iprogram Corporate Social Responsibility. Hal yang dapat kita
pelajari bahwa Perusahaan Rokok Sampoerna yang sudah berdiri lama pun, pada akhirnya
terkena imbas polemik rokok yang melanda Indonesia dan sampai saat ini masih bisa berdiri
serta memberikan sumbangsih lebih terhadap masalah sosial, pendidikan dan ekonomi di
Indonesia.

1.2

Rumusan Masalah
Rumusan masalah di dalam penulisan Karya Tulis ini adalah :
1.
2.
3.
4.
5.

1.3

Bagaimana sejarah dan polemik indutri rokok?


Kapan masyarakat Indonesia mulai mengenal rokok?
Kapan sejarah berdirinya PT. Hanjaya Mandala Sampoerna?
Apa saja permasalahan yang timbul dalam indutri rokok di Indonesia?
Apa keuntungan dan kerugian adanya industri rokok di Indonesia?

Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk memenuhi tugas Karya Tulis Ilmiah mata kuliah Bahasa Indonesia.
2. Untuk memberikan wawasan serta pengetahuan bagi pembaca.

1.4

Manfaat Penulisan
1. Untuk memberikan informasi tentang masalah seputar rokok, dari segi bahan baku
pembuatannya sampai pada efek pengkonsumsiannya.
2. Untuk memberikan informasi tentang salah satu perusahaan yang terkena masalah sosial
yang sampai saat ini bisa bertahan (PT.HM Sampoerna) sebagai objeknya.
3. Untuk memberikan informasi tentang permasalahan dalam industri rokok di Indonesia
serta keuntungan dan kerugian dari berdirinya perusahaan rokok tersebut.

1.5

Tinjauan Pustaka

Rokok adalah salah satu zat adiktif yang bila digunakan mengakibatkan bahaya bagi
kesehatan individu dan masyarakat. Kemudian ada juga yang menyebutkan bahwa rokok adalah hasil
olahan tembakau terbungkus termasuk cerutu atau bahan lainnya yang dihasilkan dari tanaman
Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sintesisnya yang mengandung
nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan. (Hans Tendra, 2003).

Corporate Social Responsibility merupakan suatu elemen penting dalam kerangka


keberlanjutan usaha suatu industri dan perkembangan bisnis. CSR merupakan sebuah konsep
terintegrasi yang menggabungkan aspek ekonomi, lingkungan dan sosial dengan selaras. Definisi
secara luas mengenai CSR diungkapkan oleh World Business Council for Sustainable
Development (WBCD) dalam publikasinya Making Good Business Sense. CSR diartikan sebagai
suatu komitmen berkelanjutan oleh dunia usaha untuk terus-menerus bertindak secara etis,
beroperasi secara legal dan memberikan kontribusi kepada pengembangan ekonomi dari
komunitas setempat ataupun masyarakat luas, bersamaan dengan peningkatan taraf hidup
pekerjanya beserta seluruh keluarga. (Wibisono, 2007).

1.6

Metode Penulisan
Karakteristik dari penelitian ini adalah :
1. Jenis riset yang dilakukan adalah deskriptif.
2. Metode yang digunakan dalam penelitian ini tidak langsung. Penulis hanya mengambil
data sekunder yang berasal dari situs resmi perusahaan dan situs-situs yang lain.
3. Lingkungan penelitian adalah lingkungan riil (field setting).
4. Unit dari penelitian ini adalah organisasi, karena penulis melakukan penelitian terhadap
satu perusahaan saja yaitu PT.HM Sampoerna, Tbk.
2

1.7

Sistematika Penulisan
1. Bab 1 Pendahuluan
Bab ini berisikan pendahuluan yang akan diteliti oleh penulis. Dalam bab ini terdapat
latar belakang, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan, tinjauan pustaka,
metode penulisan dan sistematika penulisan.
2. Bab 2 Gambaran Umum Objek
Bab ini hanya menjelaskan teori-teori yang terkait dengan materi dalam penelitian, yaitu
sejarah dan polemik di balik rokok dan seputar industri rokok sampoerna beserta aspekaspeknya.
3. Bab 3 Data dan Pembahasan
Bab ini berisikan permasalahan dalam industri rokok di Indonesia dan keuntungan serta
kerugian adanya industri rokok di Indonesia.
4. Bab 4 Kesimpulan
Bab ini merupakan ringkasan dari isi Karya Tulis Ilmiah secara singkat mengenai apa
yang telah di bahas di bab sebelumnya.

BAB II
GAMBARAN UMUM OBJEK
SEJARAH ROKOK DI INDONESIA
3

2.1

SEJARAH DAN POLEMIK DI BALIK ROKOK

Rokok adalah kumpulan daun tembakau kering dan sudah dipotong cah-cah yang
digulung dengan kertas membentuk silinder dengan ukuran panjang antara 70 hingga 120 mm
dengan diameter 10 mm.
Cara menikmati sebuah rokok adalah dengan dibakar pada salah satu ujungnya dan
dibiarkan membara agar asapnya dapat dihirup lewat mulut pada ujung lainnya. Kretek adalah
rokok yang terbuat dari campuran tembakau dan cengkeh. Kata "kretek" sendiri berasal dari
bunyi gemeretak cengkeh yang timbul ketika rokok dibakar.
Tembakau telah hadir di Indonesia sejak 1600-an ketika tembakau dibawa ke Pulau Jawa
oleh pedagang dari Portugis. Tembakau (tembakau dalam bahasa Jawa) secara fonologis lebih
dekat dengan kata tumbaco dalam bahasa Portugis.
Pada awalnya, rokok di Indonesia hanya dibuat di rumah, dilinting dan dibungkus dengan
kulit jagung (rokok klobot). Di Jawa ditemukannya kretek di paruh akhir abad ke-19 oleh Haji
Djamhari yang kemudian disusul merebaknya pabrik-pabrik kretek di kudus hingga paruh
pertama abad ke-20, menunjukkan bahwa kretek sudah tidak asing dalam kehidupan masyarakat
Indonesia. Sampai pada Masa Orde Baru amat tipikal sebuah Orde Pembangunan. Disatu sisi
membuka masuknya modal asing, tapi masih mencoba melakukan proteksi usaha dalam negeri
dimana ini tercermin dalam kebijakan pengembalian hak Perusahaan Rokok Asing yang
dinasionalisasi, misalnya British American Tobacco (BAT) yang dikembalikan begitu orde lama
tumbang, pabrik-pabrik rokok lokal mulai mendapat pinjaman modal untuk mengembangkan
usahanya.
Namun dibalik semua itu isu kesehatan yang pada dekade akhir masa Orde Baru sudah
mulai membayangi. Sampai pada tanggal 5 Oktober 1999, Presiden BJ Habibie menandatangani
sebuah perangkat perundang-undangan yang dikenal sebagai Peraturan Pemerintah Republik
Indonesia Nomer 81 Tahun 1999 tentang Pengamanan Rokok bagi Kesehatan atau bisa disebut
PP No.81 Tahun 1999. Dengan perlindungan kesehatan masyarakat dari penyakit fatal yang
ditimbulkan tembakau, perlindungan terhadap usia produktif dan peningkatan kesadaran
masyarakat akan bahaya rokok (pasal 1) sebagai dalihnya, PP No 81 Tahun 1999 tampaknya
ingin merobohkan industri rokok kretek dan tembakau Indonesia dalam sekali pukul. Pemerintah
transisi pasca Reformasi ini langsung ingin membatasi kadar nikotin dan tar yang dikandung
rokok, membatasi produksi dan penjualan, membatasi produksi dan penjualan, membungkam
iklan rokok dan mengatur di mana orang bisa merokok (pasal 3).

Tidak berhenti sampai disitu saja. Terkuatnya tata niaga dalam pertembakauan sebagai
bahan utama pembuatan rokok, menambah polemik rokok semakin panas. Tata niaga dalam
pertembakauan antara petani, pengulak sampai ke pemilik pabrik yang selalu menjadi sasaran
tembak dari para penyerang tembakau amatlah susah dipecahkan, karena mata rantainya terlalu
panjang. Tapi lebih banyak lagi anggapan bahwa tata niaga tembakau terdapat lingkaran setan
kemiskinan. Petani adalah mata rantai pertama yaitu dari mana tembakau diproduksi, dianggap
tak memiliki posisi tawar. Mereka tak pernah bisa menentukan harga produk yang dijualnya.
Tuduhan yang paling serius bahwa tembakau hanya memperkaya pemilik pabrik, sementara
petani tetap miskin. Menjadi tampak lebih buruk di mata pembenci tembakau adalah kenyataan
bahwa tata niaga tembakau terlihat cuma terpusat dan dikuasai oleh sedikit pemain saja,
segelintir pabrik rokok raksasa semata. Itu-itu saja pemain utamanya, begitu kira-kira kalimat
sederhananya. Tiga sampai empat pabrik rokok inilah yang diprasangkakan menentukan harga.

Petani sebagai Idola

Sebuah lembaga yang bernaung dibawah Ormas Islam Besar menyatakan tata niaga
tembakau jauh lebih mencekik petani dibandingkan dengan Rancangan Peraturan Pemerintah
(RPP) Pengendalian dampak tembakau (www.muhammadiyah.or.id,2011). Menuurut mereka,
sistem tata niaga saat ini menempatkan petani tembakau sebagai korban dari jaringan mafia
tembakau dimana petani tidak mempunyai posisi tawar terhadap hasil panen tembakaunya. Lebih
jauh disebutkan, harga tembakau di petani merupakan harga sisa setelah diambil untung oleh
para tengkulak, pedagang dan pengepul. Pernyataanpernyataan minor seperti ini adalah
pernyataan yang sangat tipikal dari para penyerang tembakau.
Meskipun posisi petani bukan tanpa masalah dalam tata niaga tembakau, dramatisasi
terpinggirkannya petani jelas sangat tendensius. Mereka cenderung membuat kesimpulan terlebih
dahulu untuk kemudian mencari pembenaran dengan fakta-fakta yang dipilih. Yang terjadi pada
tata niaga jenis komoditas lain sebenarnya petani tembakau justru lebih memiliki posisi tawar.
Ada dua sebab yang membuat petani tembakau memiliki posisi tawar lebih baik
dihadapan pedagang. Pertama tembakau adalah jenis fancy product, di mana harganya ditentukan
oleh mutunya. Jika tembakau petani bermutu baik, apalagi sangat baik penawaran akan langsung
datang. Pedagang yang jumlahnya banyak dan masing-masing ingin mendapatkan tembakau
terbaik tentu akan mengantri guna mendapatkannya. Dalam kondisi seperti ini, petani bisa
menjatuhkan pilihan pada pedagang dengan penawaran terbaik. Kedua, karena semaraknya
pemain di level pedagang, perantara sebagaimana yang telah disebutkan sebelumnya.
Banyaknya pedagang yang berburu barang, baik secara kuantitatif maupun kualitatif
memberi kesempatan petani tembakau untuk memilih penawar terbaik. Jika tembakaunya
bermutu baik, sementara angka tawaran dari pedagang kurang menggiurkan, petani tak perlu
khawatir untuk menampik. Sebab, begitu pedagang pertama pergi, pedagang berikutnya akan
datang mengajukan penawaran yang lebih baik.
5

Hubungannya dengan Industri farmasi

Pada titik inilah hal unik terjadi. Meskipun tetap dan dari luar tampak bersaing pada
ujung pertarungan, baik industri rokok multinasional maupun pabrik-pabrik farmasi itu
membidik sasaran yang sama yaitu pasar internasional. Industri rokok putih butuh mengalihkan
pasar, sementara pabrikan farmasi (dengan produk-produk pengganti nikotin yang hendak
dijualnya) membidik para perokok di negara-negara dunia ketiga. Dengan motif yang berbeda,
tentu cara yang mereka pakai juga berbeda.
Di Indonesia, pabrik-pabrik farmasi sembari bergandengan tangan dengan lembaga
kesehatan dunia masuk melalui para pembuat regulasi dan kebijakan. Lobi-lobi dilancarkan di
pasar-pasar kekuasaan untuk melahirkan peraturan perundang-undangan yang bisa dipakai untuk
menyerang industri rokok lokal. Penyebutan tembakau sebagai zat candu (adiktif), pembatasan
kadar tar dan nikotin, kenaikan cukai atau pemberagaman iklan adalah ciri-ciri dari peraturan
yang biasanya mereka bidani kemunculannya. Mereka juga memakai para intelektual, aktivis,
organisasi-organisasi masyarakat (ormas) dan lembaga-lembaga swadaya masyarakat (LSM)
sebagian besar disertai kucuran dana yang tak kecil, untuk berupaya membentuk opini publik
sehingga mendukung kebijakan-kebijakan antirokok yang nanti dikeluarkan oleh pihak
eksekutif. Dari situ akan lebih muluslah rekomendasi penggunaan NRT sebagaimana tertuang
dalam Framework Convention of Tobacco Control (FCTC), di mata poin-poin FCTC itu akan di
copy-paste di banyak negulasi dan perundang-undangan. Selanjutnya dapat dibayangkan merkmerk NRT dagangan mereka akan segera membanjir.
Di pihak lain, pabrik-pabrik rokok multinasional masuk ke Indonesiaa dengan jalan
akuisisi. Pabrik-pabrik rokok besar lokal mereka beli dan pasarnya mereka ambil. Contohnya
pengambilalihan PT.HM Sampoerna oleh Philip Morris pada tahun 2005 dan Bentoel oleh
British American Tobacco (BAT) tahun 2009. Sembari tetap mencoba mempertahankan pasar
dari rokok lama, secara bertahap mereka melakukan diversifikasi produk, biasanya berupa rokok
putih yang telah disesuaikan dengan tuntutan standar kesehatan seperti pabrik-pabrik obat.
Dibandingkan pabrik rokok lokal, tentu pabrik-pabrik rokok putih multinasional ini
sudah sangat terlatih untuk menghadapi perundang-undangan anti tembakau. Lagi pula yang
akan terpapar lebih parah oleh produk perundang-undangan anti tembakau adalah pabrik-pabrik
rokok lokal dan petani tembakau setempat. Artinya, mereka bisa memukul pesaing dengan
meminjam tangan pihak lain. Tembakau lokal yang tak bisa memenuhi standar kesehatan, akan
dengan senang hati mereka subtitusi dengan tembakau impor. Tak diragukan lagi meski kadang
sulit dikenali, pabrik-pabrik farmasi internasional penjual obat pengganti nikotin dan pabrikpabrik rokok putih multinasional adalah biangnya hama, yang tak kasat mata yang harus
dihadapi petani tembakau.

Rezim fasis kesehatan global

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) adalah pelakon utamanya. Didominasi oleh mereka
yang ingin melenyapkan tembakau dari muka bumi, WHO disokong pabrik-pabrik farmasi
produsen NRT dan orang-orang kaya yang sekilas tampak sebagai filantropis anti tembakau
macam Michael Bloomberg, konglomerat sekaligus Walikota New York. Dari kerjasama ini
lahirlah FCTC (Framework Convention of Tobacco Control) atau (Konvensi Kerangka Kerja
Pengendalian Tembakau). FCTC berkehendak untuk mengontrol produksi, penjualan, distribusi,
iklan, hingga cukai dari tembakau. WHO ingin semua Negara meratifikasi FCTC.
Sebagai Negara dengan industri rokok yang menonjol, dan terutama karena memiliki
angka perokok yang sangat tinggi (tak kurang dari 60 juta jiwa), Indonesia adalah Negara yang
jelas ditarget WHO untuk segera meratifikasi FCTC. Apalagi Indonesia adalah salah satu Negara
yang terlibat intens dalam pembahasan tersebut. Namun sampai saat ini, pemerintah Indonesia
masih belum membubuhkan tandatangannya.

2.2

INDUSTRI ROKOK SAMPOERNA

Dibalik polemik rokok yang sangat rumit, salah satu Perusahaan Rokok Legendaris di
Indonesia PT.HM Sampoerna, menyadari bahwa masalah-masalah tersebut merupakan tantangan
nyata yang tidak bisa diabaikan jika perusahaannya ingin terus bertahan sampai ke generasi
selanjutnya. Namun tidak hanya mengeluh dan bergelut terlalu lama dalam menghadapi problem
ini. PT HM Sampoerna mengkontribusi sesuatu yang lebih bermanfaat, berupa Pendekatan
Sosial ke masyarakat sebagai bentuk sumbangsih kepada Indonesia. Pendekatan Sosial Ini jauh
kaitannya dengan problematika seputar rokok melainkan sesuatu yang lebih berdaya guna yang
semata-mata sebagai wujud kepedulian serta kecintaan pada Indonesia. Berikut sedikit informasi
mengenai Perusahaan Rokok Sampoerna yang diunggah dari web resmi Perusahaan Sampoerna
www.sampoerna.com

2.2.1

Sejarah Awal Perusahaan Sampoerna

PT.HM Sampoerna merupakan usaha turun-temurun yang diciptakan pertama kali oleh
Liem Seeng Tee pada awal Tahun 1930, yaitu seorang imigran asal Cina, yang memulai
membuat dan menjual rokok kretek linting tangan di rumahnya di Surabaya, Indonesia.
Perusahaan kecilnya tersebut merupakan salah satu perusahaan pertama yang memproduksi dan
memasarkan rokok kretek maupun rokok putih, sampai popularitas rokok tersebut tumbuh pesat.
Sampai pada Generasi ketiga keluarga Sampoerna, yaitu Putera Sampoerna, mengambil alih
kemudi perusahaan pada tahun 1978. Di bawah kendalinya, Sampoerna berkembang pesat dan
menjadi perseroan publik pada tahun 1990 dengan struktur usaha modern, dan memulai masa
7

investasi dan ekspansi. Selanjutnya Sampoerna berhasil memperkuat posisinya sebagai salah satu
perusahaan terkemuka di Indonesia.
Keberhasilan Sampoerna menarik perhatian Philip Morris International Inc. (PMI), salah
satu perusahaan rokok terkemuka di dunia. Akhirnya pada bulan Mei 2005, PT Philip Morris
Indonesia, afiliasi dari PMI, mengakuisisi kepemilikan mayoritas atas Sampoerna. Jajaran
Direksi dan manajemen baru yang terdiri dari gabungan profesional Sampoerna dan PMI
meneruskan kepemimpinan Perseroan dengan menciptakan sinergi operasional dengan PMI,
sekaligus tetap menjaga tradisi dan warisan budaya Indonesia yang telah dimilikinya sejak
hampir seabad lalu.
2.2.2

Stuktur Perusahaan

2.2.3

Perkembangan Perusahaan Sampoerna

Pada akhir 2012, jumlah karyawan Sampoerna dan anak perusahaannya mencapai sekitar
28.500 orang. Selain itu, Perseroan juga berkerja sama dengan 38 unit Mitra Produksi Sigaret
(MPS) yang berada di berbagai lokasi di Pulau Jawa dalam memproduksi Sigaret Kretek Tangan,
dan secara keseluruhan memiliki lebih dari 61.000 orang karyawan.
Ruang lingkup kegiatan Sampoerna meliputi industri dan perdagangan rokok serta
investasi saham pada perusahaan-perusahaan lain. Kegiatan produksi rokok secara komersial
telah dimulai pada tahun 1913 di Surabaya sebagai industri rumah tangga. Pada tahun 1930,
industri rumah tangga ini diresmikan dengan dibentuknya NVBM Handel Maatschapij
Sampoerna.
Sampoerna berkedudukan di Surabaya, dengan kantor pusat berlokasi di Jl. Rungkut
Industri Raya No. 18, Surabaya, serta memiliki pabrik yang berlokasi di Surabaya, Pandaan,
Malang dan Karawang. Sampoerna juga memiliki kantor perwakilan korporasi di Jakarta.
Saham Sampoerna tercatat di Bursa Efek Indonesia dengan kode perdagangan sahamnya
HMSP.

Harga Saham Historis


Rata-rata
2009

Volume Harian

Harga
Tertinggi

Terendah

Penutupan

Jan - Mar

10.055

10.800

9.300

10.800

Apr - Jun

10.502

11.500

9.300

9.300

Jul - Sep

9.240

10.400

8.550

10.200

Okt - Des

10.226

10.500

9.900

10.400

2.2.4

Produk Yang Dipasarkan


9

PT.HM Sampoerna Tbk. (Sampoerna) dan afiliasinya memproduksi, memasarkan dan


mendistribusikan rokok di Indonesia, yang meliputi sigaret kretek tangan, sigaret kretek mesin,
dan rokok putih. Rokok kretek menguasai sekitar 92% pasar rokok di Indonesia. Di antara merk
rokok kretek Sampoerna adalah Dji Sam Soe, A mild, Sampoerna Kretek dan U Mild.

A Mild

A Mild diluncurkan oleh Sampoerna pada tahun 1989. A Mild merupakan pionir produk
rokok kategori LTLN (rendah tar rendah nikotin) di Indonesia. Pada tahun 2012, A Mild tetap
mempertahankan posisi sebagai merek rokok dengan pangsa pasar terbesar di Indonesia.

Dji Sam Soe

Dji Sam Soe merupakan sigaret kretek tangan pertama yang diproduksi oleh Handel
Maatstchapijj Liem Seeng Tee, yang di kemudian hari menjadi Sampoerna. Dji Sam Soe hingga
saat ini diproduksi dengan tangan di fasilitas produksi Sampoerna di Jawa Timur. Kemasannya
juga tak pernah berubah selama 100 tahun. Dji Sam Soe diposisikan sebagai kretek premium di
Indonesia dan sampai saat ini tetap memimpin untuk segmen SKT.

Varian Dji Sam Soe meliputi Dji Sam Soe Filter dan Dji Sam Soe Magnum Filter yang
merupakan sigaret kretek mesin. Dji Sam Soe Kretek dan Dji Sam Soe Super
Premium merupakan sigaret kretek tangan.

Sampoerna Kretek

10

Sampoerna Kretek adalah sigaret kretek tangan yang diproduksi pertama kali pada tahun
1968 di Denpasar, Bali, oleh Aga Sampoerna, kepala keluarga Sampoerna generasi kedua.

2.2.5

Cara Perusahaan Samporna Beroperasi

Kami adalah perusahaan global yang mempekerjakan lebih dari 87.000 orang di berbagai
fasilitas pabrik dan kantor penjualan di seluruh dunia. Di mana pun kami melakukan proses
manufaktur, kami selalu menerapkan standar yang sama persis untuk memastikan kualitas prima
yang diharapkan para perokok merk kami.
Operasional kami sehari-hari tidak hanya meliputi produksi rokok, tetapi juga mencakup
cara kami berbisnis dan berinteraksi dengan dunia di luar kantor kami, baik secara lokal ataupun
global.
Salah satu tujuan utama kami adalah menjadi perusahaan yang bertanggung jawab secara
sosial, di tingkat lokal maupun global. Di setiap negara tempat produk kami dijual, kami dipandu
oleh prinsip dasar yang sama, yaitu :

Kami menyampaikan dampak serius merokok terhadap kesehatan.


Kami menganjurkan regulasi tembakau yang efektif, berdasarkan bukti serta
berlandaskan pada prinsip pengurangan bahaya.
Kami mendukung pelaksanaan dan pemberlakuan tegas ketentuan yang mengatur usia
minimum pembelian produk tembakau. Kami juga bekerjasama erat bersama pengecer dan mitra
lain untuk menerapkan program pencegahan merokok di kalangan anak dan remaja.
Kami bekerja sama dengan pembuat kebijakan, lembaga penegak hukum, dan pihak
pengecer untuk memerangi perdagangan ilegal rokok palsu dan selundupan.
Kami menerapkan kebijakan dan program untuk menjalankan operasi yang
mendukung keberlanjutan, termasuk mengurangi penggunaan sumber daya alam, menurunkan
emisi karbon, mendaur ulang serta mengurangi limbah.
Kami bekerja sama dengan petani dan pemasok untuk mengembangkan pertanian
tembakau yang berkelanjutan.
Melalui program Agricultural Labor Practices (ALP/Praktik Tenaga Kerja Pertanian),
kami bekerjasama dengan pemasok dan petani, lembaga masyarakat, dan pemerintah untuk
mengatasi masalah pekerja anak dan pelanggaran lainnya tentang ketenagakerjaan terkait dengan
mata rantai pasokan kami.
Kami berkontribusi untuk meningkatkan kehidupan masyarakat lokal di mana kami
beroperasi dan menghasilkan tembakau kami dengan membantu masyarakat melalui kegiatan
sosial, kegiatan sukarela, dan dukungan terhadap berbagai lembaga nirlaba.
11

2.2.6

Progam Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Sampoerna


Komitmen untuk Menjadi Warga Usaha yang Baik

Bagi Sampoerna, berinvestasi pada kesejahteraan masyarakat tak kalah pentingnya


dengan investasi pada masa depan bisnis. Mendukung berbagai program tanggung jawab sosial
untuk meningkatkan kondisi hidup di lingkungan tinggal dan kerja para karyawan, serta pada
masyarakat petani yang memasok tembakau. Sejumlah bidang utama pemberian dukungan
adalah pengentasan kemiskinan, pendidikan, pelestarian lingkungan dan penanganan bencana
alam.

Empat pilar Program Tanggung Jawab Sosial Perusahaan Sampoerna :

Penanggulangan Bencana
Bencana alam merupakan salah satu bagian memilukan dari realitas di Indonesia. Tim
Sampoerna Rescue (SAR) telah dikerahkan untuk melakukan penanganan bencana alam di
berbagai daerah di Indonesia.
Pendidikan
Dengan berfokus dalam memberikan akses lebih besar terhadap materi pendidikan melalui Pusat
Pembelajaran Masyarakat dan Mobil Pustaka di daerah sekitar pabrik di Jawa Timur dan Jawa
Barat dan juga mengoperasikan perpustakaan karyawan di pabrik SKT di Surabaya, Jawa Timur.
Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat
Pada tahun 2006, Pusat Pelatihan Kewirausahaan Sampoerna (PPK Sampoerna) mulai beroperasi
di atas lahan Perusahaan seluas 10 hektar di dekat pabrik kami di Sukorejo, Pasuruan, Jawa
Timur. PPK Sampoerna menyelenggarakan program pendidikan dan pelatihan untuk mendorong
pengembangan usaha kecil di masyarakat yang tinggal di sekitar pabrik Sampoerna dan di
sejumlah daerah lain di Jawa Timur dan Lombok.
Keberlangsungan Lingkungan
Melalui kerja sama dengan beberapa organisasi lingkungan,mendukung Program Pelestarian
Mangrove di Surabaya dan penanaman kembali hutan di Pasuruan dan Lombok untuk
mewujudkan lingkungan yang berkelanjutan.
12

Yang menonjol dari program ini adalah keberhasilan Program Corporate Social Responsibility
yang meliputi Sampoerna goes to campus, pendidikan, community development, lingkungan,
sosial dan employee. Itu juga merupakan hasil kerjasama PT.HM Sampoerna dengan berbagai
pihak salah satunya adalah community development. Community development adalah kegiatan
pengembangan masyarakat yang dilakukan secara sistematis, terencana dan diarahkan untuk
memperbesar akses masyarakat guna mencapai kondisi sosial, ekonomi dan kualitas kehidupan
yang lebih baik. Program ini meliputi berbagai sektor kehidupan di dalam masyarakat, yakni:
pendidikan, pemanfaatan potensi dan sumber daya masyarakat sekitar, kesehatan, sosial dan
budaya, pengembangan infrastruktur, dan aspek strategis lainnya.

BAB III
DATA DAN PEMBAHASAN
PERMASALAHAN DALAM INDUSTRI ROKOK INDONESIA

3.1

Permasalahan Munculnya Perdagangan Rokok Ilegal

Rokok ilegal memasuki atau dijual di pasaran dengan melanggar peraturan keuangan,
bea cukai dan peraturan lainnya, misalnya tanpa membayar bea masuk, cukai atau PPN dan tanpa
mematuhi ketentuan-ketentuan yang berlaku. Rokok ilegal dapat merupakan produk asli yang
dibuat oleh atau di bawah wewenang pemilik merk dagang, tetapi dijual tanpa membayar pajak
yang berlaku atau bisa juga berupa rokok palsu, yaitu tiruan yang dibuat tanpa izin pemilik merk
dagang.

13

Peraturan dan tindakan terkait oleh pemerintah untuk mencegah produksi dan
perdagangan produk tembakau secara terlarang sedang dipertimbangkan di sejumlah wilayah
hukum. Ayat 15 FCTC mengharuskan para pihak dalam konvensi ini mengambil langkah untuk
memberantas semua bentuk perdagangan ilegal, termasuk pemalsuan, dan menyatakan bahwa
kerja sama nasional, regional dan global dalam masalah ini adalah "komponen penting dalam
pengendalian tembakau."
Konferensi Para Peserta (COP) Konvensi ini telah menetapkan sebuah Intergovernmental
Negotiating Body (INB) untuk menegosiasikan protokol perdagangan ilegal produk tembakau
sesuai dengan Ayat 15 FCTC. Ketua INB telah menyusun teks untuk protokol tersebut, yang
meliputi topik-topik utama berikut :

Skema pemberian lisensi bagi para pelaku industri tembakau.


Persyaratan "kenali pelanggan Anda", termasuk tindakan untuk memberantas pencucian
uang serta pengembangan sistem internasional untuk menelusuri dan melacak produk
tembakau dan perlengkapan produksi tembakau.
Penerapan undang-undang yang mengatur penyimpanan arsip, keamanan dan tindakan
pencegahan, serta penjualan produk tembakau melalui internet.
Mekanisme penegakan hukum, termasuk kriminalisasi pelaku perdagangan ilegal dalam
berbagai bentuk, serta tindakan untuk memperkuat kemampuan badan penegak hukum
untuk memerangi perdagangan illegal.
Kewajiban produsen tembakau untuk mengendalikan rantai pasok mereka dengan
hukuman bagi mereka yang gagal melaksanakan kewajiban ini.
Program untuk meningkatkan kerja sama dan bantuan teknis dalam hal investigasi dan
penuntutan serta berbagi informasi.

Kami setuju bahwa produsen harus menerapkan sistem pemantauan yang canggih atas
praktik penjualan dan distribusi mereka dan kami setuju apabila sudah dipastikan secara benar,
produsen harus menghentikan pasokan kepada vendor yang terbukti terlibat dalam perdagangan
ilegal. Namun, kami tidak setuju dengan ketentuan protokol usulan yang akan memberlakukan
kewajiban bagi produsen produk tembakau untuk membayar pajak dan cukai yang hilang akibat
produk tembakau selundupan yang berhasil disita, tanpa melihat apakah ada kesalahan di pihak
produsen.
Perdagangan ilegal rokok merugikan pemerintah, konsumen dan produsen. Menurut
perkiraan World Health Organisation (WHO), pasar gelap rokok yang terlarang dan tidak
diregulasi berjumlah 600 miliar rokok per tahun atau 11% dari konsumsi global. Sebuah laporan
yang dibuat oleh KPMG LLP (KPMG) menemukan bahwa di Uni Eropa saja konsumsi rokok
ilegal mencapai 64,2 milyar rokok pada tahun 2010. Ini setara dengan kerugian pendapatan
nasional dan Uni Eropa sekitar 10 miliar Euro setiap tahun menurut perkiraan Kantor AntiPenipuan Eropa (European Anti-Fraud Office/OLAF).
14

Kami melakukan berbagai tindakan untuk memerangi rokok ilegal, untuk memastikan
merk kami terlindungi dan konsumen mendapatkan produk asli sesuai harapan. Kami
mendukung regulasi ketat dan tindakan penegakan hukum untuk mencegah segala bentuk
perdagangan ilegal produk tembakau, termasuk penelusuran, pelacakan, pelabelan, persyaratan
penyimpanan arsip dan bilamana sesuai, penerapan sistem lisensi yang ketat. Kami juga bekerja
bersama sejumlah pemerintah di seluruh dunia dalam perjanjian dan kesepakatan bersama yang
spesifik untuk mengatasi perdagangan rokok ilegal.

3.2

KEUNTUNGAN DAN KERUGIAN ADANYA INDUSTRI ROKOK DI


INDONESIA

3.2.1

Rokok sebagai Salah Satu Devisa dan Kekayaan Negara

Rokok selalu menjadi perbincangan banyak orang. Hal utama yang dibahas sudah tentu
tentang berbagai masalah yang disebabkannya, baik bagi kesehatan ataupun kualitas hidup
pecandunya. Memang hampir kebanyakan opini publik jika ditanya soal rokok akan mengarah
pada sisi negatif, padahal di balik rokok tersebut hidup juga para petani tembakau, pengusaha
rokok, pekerja pabrik rokok, penjual rokok serta orang-orang yang menjual jasa pada pengusaha
pabrik rokok. Mereka semua bisa bertahan hidup karena manfaat rokok.
Ini adalah salah satu manfaat rokok. Selain itu, negara juga menetapkan bea cukai rokok
yang besar, tujuannya memang untuk membatasi peredaran rokok dengan menaikan harga.
Namun sepertinya strategi tersebut tidak begitu relevan dalam usaha membatasi peredaran rokok,
melainkan malah berjasa pada pendapatan negara.
Kita memang sudah tahu bahwa rokok merupakan salah satu penghasil devisa negara.
Tingginya cukai rokok disebut-sebut sebagai salah satu penyumbang devisa terbesar, tercatat
sebesar 16,5 triliun rupiah pada tahun 2004. Namun fakta selanjutnya lebih mencengangkan lagi.
Masih pada tahun yang sama pemerintah mengeluarkan anggaran lebih dari 127 triliun rupiah
untuk mengatasi berbagai masalah yang berhubungan dengan rokok. Lebih dari tujuh kali
lipatnya sekaligus kembali menguras cukai rokok serta pendapatan negara yang didapatkan
sebelumnya. Sebuah jumlah yang mencengangkan jika dibandingkan dengan pengetahuan
masyarakat umum.
Selintas memang kita lihat rokok tersebut berjasa bagi anggaran serta kekayaan negara,
padahal selain biaya untuk mengatasi permasalahan yang timbul akibatnya jauh lebih besar,
negara juga kehilangan sesuatu yang lebih penting yaitu generasi muda yang cerdas dan sehat.
Tingginya tingkat perokok dalam masyarakat hampir mencekik segala bidang, mulai dari
pendidikan, tingkat perekonomian dan terutama kesehatan. Rokok memiliki 40.000 bahan kimia

15

yang berbahaya, masuknya semua bahan kimia tersebut dapat merusak fungsi organ tubuh,
menyerang saraf, menurunkan daya pikir dan menyerang gen.
Harga rokok di Indonesia sangat rendah karena cukai yang dikenakan sangat rendah
(yakni 38% terendah setelah kamboja), sehingga konsumsi rokok meningkat. Hal ini bisa
dibandingkan dengan harga jual rokok Marlboro pada tahun 2008 yang di Singapura berharga
USD 8.64, di Malaysia USD 2,56 sementara di Indonesia hanya USD 1,01 (data dari Fact Sheet
TCSC ISMKMI). Rokok juga menjadi pengeluaran terbesar kedua bagi para rakyat Indonesia.
Pada data di Lembaga Demografi FE UI tahun 2006 tercatat pengeluaran rokok sebesar 11,89%,
setengahnya dari pengeluaran terhadap padi-padian yang mencapai 22,10%, namun lebih tinggi
daripada listrik, telepon dan BBM yang sebesar 10,95 % serta lebih tinggi dari pada sewa dan
kontrak yang mencapai 8,82%.
Penerimaan cukai tembakau meningkat 29 kali lipat dari Rp 1,7 trilyun menjadi Rp. 49,9
trilyun dari tahun 1990-2008. Ini bukti bahwa kenaikan tingkat cukai tembakau yang dilakukan
pemerintah efektif untuk meningkatkan penerimaan negara. Dengan fakta ini, mitos bahwa
peningkatan cukai tembakau akan mengurangi penerimaan negara dapat terbantahkan. Ironisnya,
kontribusi cukai ini terhadap total penerimaan negara menurun menjadi 5,2% pada tahun 2008.
Peningkatan cukai sebesar 2 kali lipat akan menambah :

1.
2.
3.

Pendapatan masyarakat sebesar Rp. 491 Milyar


Output perekonomian sebesar Rp. 333 Milyar
Lapangan kerja sebanyak 281.135

Dilain sisi, peningkatan cukai menjadi 57%, maka:


1. Jumlah perokok akan berkurang 6,9 juta orang
2. Jumlah kematian terkait rokok turun 2,4 juta
3. Penerimaan negara dari cukai tembakau bertaambah dengan Rp. 50,1 trilyun.
3.2.2

Sampoerna Sebagai Penyumbang Cukai Terbesar di Indonesia

Dalam industri tembakau Indonesia, rokok secara garis besar dibagi menjadi rokok
buatan mesin (rokok kretek dan rokok putih, SKM dan SPM) dan sigaret kretek tangan (SKT)
bagi kepentingan penarikan cukai.
Cukai tembakau adalah sumber penting pendapatan Pemerintah, Sampoerna adalah salah
satu penyumbang cukai hasil tembakau terbesar di Indonesia. Pada tahun 2012, Sampoerna
menyumbangkan cukai sejumlah Rp27,7 triliun, yang berarti Sampoerna merupakan salah satu
16

penyumbang cukai tembakau terbesar di Indonesia. Kontribusi kami tercatat sebesar 30,6% dari
total pendapatan domestik cukai produk tembakau negara sebesar Rp 90,5 triliun pada tahun
2012 berdasarkan data Direktorat Jenderal Bea & Cukai dalam Sosialisasi Cukai 2013 pada
tanggal 17 Januari 2013.
Industri kretek yang merupakan salah satu kekhasan Indonesia memberikan lapangan
kerja bagi sekitar enam juta orang, dan merupakan salah satu sektor penyumbang cukai dan
pajak terbesar bagi Pemerintah RI. Sampoerna terus merekomendasikan agar pemerintah
mempertimbangkan pentingnya perlindungan tenaga kerja dalam merumuskan kebijakan cukai
di masa depan.
Kami terus mengomunikasikan dukungan kami terhadap penyederhanaan sistem cukai
produk tembakau, sejalan dengan Roadmap Industri Hasil Tembakau yang tujuan utamanya
adalah Pendapatan Negara, Ketenagakerjaan dan Kesehatan.
Sampoerna mempekerjakan puluhan ribu orang dalam industri sigaret kretek tangan
(SKT) yang padat karya. Pada akhir 2012, Sampoerna menyerap total tenaga kerja sekitar 89.500
orang, termasuk lebih dari 61.000 orang pekerja di 38 Mitra Produksi Sigaret (MPS) yang
tersebar di 27 kabupaten di Pulau Jawa. Sekitar 90,2% dari tenaga kerja tersebut (termasuk MPS)
yang terlibat dalam produksi SKT.

3.2.3

Rokok Sebagai Kerugian Negara

Selama ini rokok dibilang sebagai penyumbang devisa terbesar untuk negara padahal
nyatanya rokok justru menyumbang kerugian terbesar negara. Kerugian yang ditimbulkan rokok
bukan hanya masalah kesehatan saja tapi juga masalah moral dan finansial.
Menurut data Depkes tahun 2004, total biaya konsumsi atau pengeluaran untuk tembakau adalah
Rp 127,4 triliun. Biaya itu sudah termasuk biaya kesehatan, pengobatan dan kematian akibat
tembakau. Sementara itu penerimaan negara dari cukai tembakau adalah Rp 16,5 triliun.
Artinya biaya pengeluaran untuk menangani masalah kesehatan akibat rokok lebih besar 7,5
kali lipat daripada penerimaan cukai rokok itu sendiri. Jadi sebenarnya kita ini sudah dibodohi,
sudah tahu rugi tapi tetap dipertahankan dan dikerjakan. Inilah cara berpikir orang-orang tertentu
yang bodoh, tutur kata Prof Farid A Moeloek, Ketua Komisi Nasional Pengendalian Tembakau
dalam acara Peningkatan Cukai Rokok: Antara Kepentingan Ekonomi dan Kesehatan di Hotel
Sahid Jakarta, Rabu (17/2/2010).
Prof Farid mengatakan, rokok adalah pintu gerbang menuju kemaksiatan, penurunan
moral dan lost generation. Tidak ada orang yang minum alkohol, terkena HIV, atau memakai
17

narkoba tanpa merokok terlebih dahulu, kata Prof Farid yang juga mantan menteri kesehatan
ini. Menurut agama saja menghisap rokok adalah kegiatan yang mubazir atau makruh. Memang
dilema, di satu sisi negara butuh uang tapi di sisi lain banyak yang dirugikan akibat rokok,
tambahnya.
Dalam UU Kesehatan No.36 Tahun 2009 disebutkan bahwa nikotin adalah zat aditif,
sama halnya dengan alkohol dan minuman keras. Jadi rokok harusnya juga diperlakukan sama
dengan narkoba. Artinya kalau narkotika tidak diiklankan, merokok juga harusnya tidak boleh.
Masalah rokok juga harus ditangani secara spesial, ujarnya. Kenaikan cukai tembakau rokok
sebesar 15 persen menurut Prof Farid dianggap tidak akan berpengaruh.
Pertama, karena rokok mengandung nikotin yang bersifat candu, jadi bagaimanapun juga orang
akan
terus
mencari
dan
mencari
rokok
untuk
memenuhi
kebutuhannya.
Kedua, grafik elastisitas rokok bersifat inelastis, jadi kenaikan harga rokok tidak akan terlalu
mengurangi konsumsi rokok. Ketiga, pertambahan penduduk terus terjadi dan hal ini
memungkinkan semakin banyak orang yang merokok.
Untuk itu solusinya adalah, perlu regulasi atau Peraturan Pemerintah (PP) khusus yang
mengatur ketat penggunaan rokok. Sebenarnya sudah banyak UU yang mengatur tentang rokok,
misalnya UU Kesehatan No 36/2009, UU Penyiaran No 33/1999, UU Perlindungan Anak No
23/2002,
UU
Psikotropika
No
5/1997
dan
UU
Cukai
No
39/2007.
Di situ ada aturannya nikotin harus dibagaimanakan. Tapi karena UU itu berjalan sendiri-sendiri
maka tujuannya jadi tidak tercapai. Yang dibutuhkan hanya harmonisasi UU, katanya.

BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1

Kesimpulan
Berkembangnya Industri rokok di Indonesia tak lepas dari Polemik Permasalahan
yang timbul mulai dari proses pembuatan, pemasaran serta efek yang ditimbulkan
terhadap konseumen, merupakan masalah-masalah baru yang terus dihadapi dalam
Industri tersebut .
Contoh Perusahaan yang telah dibahas adalah PT.HM Sampoerna yang
merupakan salah satu perusahaan rokok terkemuka di Indonesia. Perusahaan tersebut
mampu bertahan melawan polemik sosial, melalui Empat Pilar Program Tanggung Jawab
Sosial Perusahaan Sampoerna, membuat perusahaan milik Putra Sampoerna tersebut bisa
berkembang dan pemasarannya mengusai Pasar Internasional.
18

4.2

Saran

19

Anda mungkin juga menyukai