Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Etika bisnis adalah penerapan prinsip-prinsip etika yang umum pada suatu wilayah
perilaku manusia yang khusus, yaitu kegiatan ekonomi dan bisnis. Secara konkret teori etika ini
sering terfokuskan pada perbuatan. Bila dikatakan juga bahwa teori etika membantu kita untuk
menilai keputusan etis. Teori etika menyediakan kerangka yang memungkinkan kita memastikan
benar tidaknya keputusan moral kita. Berdasarkan suatu keputusan etika kita, keputusan moral
yang kita ambil bisa menjadi beralasan. Dengan kata lain, karena teori etika itu keputusan
dilepaskan dari suasana sewenang – wenang. Teori etika menyediakan justifikasi untuk
keputusan kita.
Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern . Bisnis tidak
mungkin berjalan kalu tidak ada konsumen yang menggunakan produk atau jasa yang dibuat dan
ditawarkan oleh bisnis . Dalam hal ini tentu tidak cukup , bila konsumen tampil satu kali saja
pada saat bisnis dimulai .
Konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral , tidak saja merupakan tuntunan
etis , melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam bisnis . Sebagaimana
halnya dengan banyak topik etika bisnis lainya . disini pun berlaku bahwa etika dalam praktek
bisnis sejalan dengan kesuksesan dalam berbisnis . Perhatian untuk etika dalam hubungan
dengan konsumen harus dianggap hakiki demi kepentingan bisnis itu sendiri . Karena itu bisnis
mempunyai kewajiban moral untuk melindungi konsumen dan menghindari terjadinya kerugian
bagi konsumen

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa penjelasan mengenai masalah etis seputar konsumen ?
2. Bagaimana perhatian yang diberikan untuk konsumen?
3. Bagaimana tanggungjawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman?
4. Bagaimana tanggungjawab bisnis lainnya terhadap konsumen?
5. Bagaimana contoh kasus mengenai masalah etis seputar konsumen ?

1
1.3. Tujuan
1. Untuk mengetahui penjelasan mengenai masalah etis seputar konsumen.
2. Untuk mengetahui perhatian yang diberikan untuk konsumen.
3. Untuk mengetahui tanggungjawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman.
4. Untuk mengetahui tanggungjawab bisnis lainnya terhadap konsumen.
5. Untuk mengetahui contoh kasus mengenai masalah etis seputar konsumen.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Masalah Etis Seputar Konsumen
Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern, bisnis tidak
mungkin berjalan, kalau tidak ada konsumen yang menggunakan produk / jasa yang dibuat dan
ditawarkan oleh pebisnis. Dalam hal ini tentu tidak cukup, bila konsumen tampil satu kali saja
pada saat bisnis dimulai. Supaya biasnis berkesinambungan, perlulah konsumen yang secara
teratur memakai serta membeli produk / jasa tersebut dan dengan demikian menjadi pelanggan .
“The Customer is King” sebenarnya tidak merupakan slogan saja yang dimaksud
sebanyak mungkin pembeli. ungkapan inimmenunjukkan tugas pokok bagi perodusen / penyedia
jasa : mengupayakan kepuasan konsumen.
Pelanggan adalah raja dalam arti bahwa dialah yang harus dilayani dan dijadikan tujuan
utama kegiatan produsen. Tidak mengherankan, kalau Peter Drucker perintis teori manajemen,
menggaris bawahi peranan sentral pelanggan atau konsumen dengan menandaskan bahwa
maksud bisa didefinisikan secara tepat sebagai “Too Creat a Cutomer” .
Bahwa konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral, tidak saja merupakan
tuntutan etis melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam bisnis.
Sebagaimana halnya dengan banyak topik etika bisnis lainnya, disini pun berlaku bahwa etika
dalam praktek bisnis sejalan dengan kesuksesan bisnis. Perhatian untuk etika dalam hubungan
dengan konsumen, harus dianggap hakiki demi kepentingan bisnis itu sendiri . perhatian untuk
segi etis dari relasi bisnis – konsumen itu mendesak, karena posisi konsumen sering kali agak
lemah. Walaupun konsumen digelari raja, pada kenyataannya “kuasanya” sangat terbatas karena
berbagai alasan. Dalam konteks modern si konsumen justru mudah dipermainkan dan dijadikan
korban manipulasi produsen. Karena bisnis itu mempunyai kewakjiban moral untuk melindungi
konsumen dan menghindari kerugian baginya.

2.2 Perhatian untuk konsumen


Kesadaran akan kewajiban bisnis terhadap para konsumen belum begitu lama timbul
dalam dunia bisnis dan di banyak tempat belum berakar dalam dan belum begitu kuat . Suatu
bisnis dimulai dengan mencurahkan segala perhatianya kepada produk yang dihasilkan bukan

3
kepada konsumen. Hak – hak konsumen yang dipandang sebagai jalan masuk yang tepat dalam
masalah etis seputar konsumen sangat diperlukan . Hak – hak tersebut adalah sebagai berikut:
a. Hak atas Keamanan
Banyak produk mengandung risiko tertentu untuk konsumen, khususnya risiko untuk
kesehatandan keselamatan. Sebagai contoh dapat disebut pestisida, obat-obatan,
makanan, dan lainnya. Salah satu contohnya, Pestisida yang dipakai oleh petani bisa
menimbulkan risiko untuk kesehatan untuk si petani apabila menghirup bahan kimia
tersebut. Obat bisa mempunyai efek samping yang tidak terduga oleh konsumen.
Makanan bisa mengandung zat pengawet atau zat pewarna yang dapat merugikan
kesehatan konsumen dengan misalnya—mengakibatkan penyakit kanker. Oleh karena itu,
konsumen memiliki hak atas produk yang aman, artinya produk yang tidak mempunyai
kesalahan teknis atau kesalahan lainnya yang bisa merugikankesehatannya atau bahkan
membahayakan hidupnya. Bila sebuah produk karena hakikatnya selalu mengandung
risiko, maka risiko itu harus dibatasi sampai tingkat seminimal mungkin.
b. Hak atas Informasi
Konsumen berhak mengetahui segala informasi yang relevan yang mengenai produk
yangdibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu (bahan bakunya, umpamanya), maupun
bagaimana cara memakainya, maupun juga risiko yang menyertai pemakaiannya. Hak
inimeliputi segala aspek pemasaran dan periklanan. Jika suatu produk diberi garansi
untuk jangka waktu tertentu, segala syarat dan konsekuensinya harus dijelaskan secara
lengkap. Semua informasi yang disebut pada label sebuah produk haruslah benar: isinya,
beratnya, tanggal kadaluarsa, ciri-ciri khusus, dan sebagainnya. Informasi yang relevan
seperti “Makanan ini halal untuk umat Islam” atau “Makanan ini tidak mengandung
kolesterol” harus sesuai dengan kebenaran.
c. Hak untuk memilih
Walaupun hak pertama dan kedua tadi bisa dianggap paling penting, masih ada hak lain
yang pantas dimiliki konsumen. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, di mana kompetisi
merupakan unsure hakiki, konsumen berhak untuk memilih antara pembagai produk dan
jasa yang ditawarkan. Kualitas dan harga produk bisa berbeda. Konsumen berhak untuk
membandingkannya, sebelum mengambil keputusan untuk membeli.

4
d. Hak untuk didengarkan
Karena konsumen adalah orang yang menggunakan produk dan jasa, ia berhak bahwa
keinginannya tentang produk dan jasa itu didengarkan dan dipertimbangkan, terutama
keluhannya. Hal itu berarti juga bahwa para konsumen harus dikonsultasikan, jika
pemerintah ingin membuat peraturan atau UU yang menyangkut produk dan jasa
tersebut. Hak konsumen ini tidak boleh dimengerti sebagai hak dalam arti sempit. Hak-
hak ini bukan merupakan hak legal yang dapat dituntut di pengadilan. Hak – hak
konsumen ini hendaknya dipahami sebagai cita-cita atau tujuan yang harus direalisasikan
dalam masyarakat. Dapat dikatakan pula bahwa empat hak tadi menggambarkan secara
lengkap posisi konsumen terhadap produsen. Sedikitnya dua hak telah ditambahkan dari
pernyataan oleh Presiden John F.Kennedy antara lain adalah:
e. Hak lingkungan hidup
Melalui produk yang digunakannya, konsumen memanfaatkan sumber daya alam. Ia
berhak bahwa produk yang dibuat sedemikian rupa, sehingga tidak mengakibatkan
pencemaran lingkungan atau merugikan keberlanjutan proses-proses alam. Konsumen
boleh menuntut bahwa dengan memanfaatkan produk ia tidak akan mengurangi kualitas
kehidupan di bumi ini. Dengan kata lain, konsumen berhak akan produk yang ramah
lingkungan.
f. Hak konsumen atas pendidikan
Tidak cukup hanya dengan konsumen memiliki hak, tetapi konsumen tersebut juga harus
menyadari haknya. Bahkan menyadari hak saja belum cukup, karena konsumen harus
mengemukakan kritik atau keluhannya, bila haknya dilanggar. Karena itu konsumen
mempunyai hak juga untuk secara positif dididik kearah itu. Terutama di sekolah dan
media massa, masyarakat harus dipersiapkan menjadi konsumen kritis dan sadar akan
haknya. Dengan demikian ia sanggup memberikan sumbangan yang bearti kepada mutu
kehidupan ekonomi dan mutu bisnis pada umumnya.
Semua hak ini juga ada terdapat pada UU tentang perlindungan konsumen yang dimiliki
Indonesia semenjak April 1999, ditambah dengan beberapa hak lain seperti hak untuk
mendapatkan advokasi serta perlindungan dan hak untuk mendapatkan ganti rugi atau
penggantian bila produk tidak dalam keadaan semestinya. Hanya bisa disayangkan bahwa hak
lingkungan hidup tidak disebut. Mungkin hal itu menunjukkan masih rendahnya kesadaran

5
lingkungan hidup di masyarakat kita. Seharusnya hak lingkungan hidup menjadi salah satu hak
konsumen yang paling mendesak, sebab hak-hak lain lebih mudah terlindungi, padahal hak ini
menyangkut masa depan kita bersama.

2.3 Tanggungjawab Bisnis untuk Menyediakan Produk yang Aman


Topik ini disebut juga sebagai product liability pada literature etika bisnis Amerika. Hal
ini menyinggung mengenai apakah produsen bertanggung jawab, bila produknya mengakibatkan
kerugian bagi konsumen dan kalau memang begitu, apa yang menjadi dasar teoritis untuk
tanggung jawab tersebut. Untuk mendasarkan tanggung jawab produsen, telah dikemukakan tiga
teori yang mengandung nuansa yang berbeda: teori kontrak, teori perhatian semestinya, dan teori
biaya social. Tiga pandangan ini menyediakan dasar teoritis bagi pendekatan etis maupun yuridis
mengenai hubungan produsen-konsumen, khusus dalam hal tanggung jawab atas produk yang
ditawarkan oleh produsen dan dibeli oleh konsumen.
a. Teori Kontrak
Menurut pandangan ini hubungan antara produsen dan konsumen sebaiknya dilihat
sebagai semacam kontrak dan kewajiban produsen terhadap konsumen didasarkan atas kontrak
itu. Dimana konsumen membeli produk, ia seolah-olah mengadakan kontrak dengan perusahaan
yang menjualnya. Perusahaan dengan tahu dan mau menyerahkan produk dengan ciri-ciri
tertentu kepada si pembeli dan si pembeli membayar jumlah uang yang disetujui. Karena kontrak
diadakan secara bebas, produsen berkewajiban menyampaikan produk dengan ciri-ciri tersebut
(bukan sesuatu yang berbeda) dan si konsumen berhak memperoleh produk itu setelah sejumlah
uang dilunasi menurut cara pembayaran yang telah disepakati. Kontrak yang dibuat antara si
produsen dengan konsumen harus sah dan untuk menjadi sah, kontrak harus memenuhi beberapa
syarat. Ada tiga syarat yaitu pertama, kedua belah pihak harus mengetahui betul baik arti kontrak
maupun sifat-sifat kontrak. Kedua, antara kedua belah pihak harus melukiskan dengan benar
fakta yang menjadi objek kontrak. Ketiga, tidak boleh terjadi, kedua belah pihak mengadakan
kontrak karena dipaksa atau karena pengaruh yang kurang wajar seperti ancaman. Karena
merupakan kontrak, transaksi jual-beli mengandung hak dan kewajiban untuk kedua belah pihak,
baik produsen maupun konsumen. Jika dipandang khusus dari segi produsen, bisa dikatakan
bahwa bisnis mempunyai kewajiban-kewajiban berikut. Kewajiban paling penting adalah
melaksanakan kontrak sesuai dengan ketentuannya. Lalu kewajiban lainnya adalah menjamin

6
agar produk mempunyai ciri-ciri yang diharapkan konsumen dimana produk: harus bisa
diandalkan, berarti berfungsi seperti semestinya; dapat digunakan selama periode waktu yang
diharapkan; dapat dipelihara atau diperbaiki bila rusak; aman dan tidak membahayakan
kesehatan atau keselamatan si pemakai. Tidak seluruhnya hubungan produsen-konsumen selalu
berlangsung dalam kerangka kontrak. Sehingga ada tiga keberatan menyangkut teori ini:
1) Teori kontrak mengandaikan bahwa produsen dan konsumen berada pada taraf yang
sama. Tetapi pada kenyataannya tidak terdapat persamaan antara produsen dan
konsumen, khususnya dalam konteks bisnis modern. Produsen mengenal seluk-beluk dari
satu produk saja atau sejumlah produk. Sedangkan konsumen menghadapi banyak sekali
produk sejenis sekaligus. Ia tidak mempunyai keahlian maupun waktu untuk
membandingkan dan memeriksa semua produk itu satu demi satu dan bergantung pada
informasi dan bonafiditas pihak produsen. Prinsip “hendaklah si pembeli berhati-hati”
tidak mungkin berfungsi sebagai satu-satunya prinsip dalam relasi produsen-konsumen.
2) Kritik kedua menegaskan bahwa teori kontrak mengandaikan hubungan langsung antara
produsen dan konsumen padahal konsumen pada kenyataannya jarang sekali
berhubungan langsung dengan produsen. Hampir selalu antara produsen dan konsumen
terdapat jaringan luas yang terdiri atas pemasok, distributor, dan pengecer.
3) Konsepsi kontrak tidak cukup untuk melindungi konsumen dengan baik. Kalau
perlindungan terhadap konsumen hanya bergantung pada ketentuan dalam kontrak, maka
bisa saja terjadi bahwa konsumen terlanjur menyetujui kontrak jual-beli, padahal di situ
tidak terjamin bahwa produk bisa diandalkan, akan berumur lama, akan bersifat aman,
dan sebagainya. Bila konsumen dengan “bebas” mengadakan kontrak jual-beli, hal itu
belum berarti juga bahwa perlindungan konsumen sudah terlaksana.
b. Teori Perhatian Semestinya
Pandangan ini disebut juga sebagai the due care theory dan diartikan dengan penekanan
pada kata perhatian yang harus dipahami sebagai perhatian yang efektif dan bersedia mengambil
tindakan seperlunya. Pandangan ini menyatakan bahwa konsumen selalu berada pada posisi
lemah, karena produsen mempunyai jauh lebih banyak pengetahuan dan pengalaman tentang
produk yang tidak dimiliki oleh konsumen. Kepentingan konsumen di sini dinomorsatukan.
Karena produsen berada dalam posisi yang lebih kuat dalam menilai produk, ia mempunyai
kewajiban menjaga agar si konsumen tidak mengalami kerugian dari produk yang dibelinya.

7
Produsen bertanggung jawab atas kerugian yang dialami si konsumen dengan memakai produk,
walaupun tanggung jawab itu tidak tertera dalam kontrak jual-beli atau bahkan disangkal secara
eksplisit. Teori ini memfokuskan pada kualitas produk serta tanggung jawab produsen. Karena
itu tekanannya bukan pada segi hukum saja tetapi juga pada etika dalam arti luas. Norma dasar
yang melandasi pandangan ini adalah bahwa seseorang tidak boleh merugikan orang lain dengan
kegiatannya. Norma ini dapat diberi fondasi lagi, baik dalam teori etika yang disebut deontology
(dan teori hak) , utilitarianisme, maupun teori keadilan. Semua usaha untuk membenarkan norma
“tidak merugikan” ini dapat diterima, sehungga teori ini memiliki basis yang teguh. Pendasaran
berbeda-beda itu dapat di uraikan sebagai berikut :
1) Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan atas teori deontology (dan teori hak). Sebab,
kita selalu harus memperlakukan orang lain sebagai tujuan pada dirinya dan tidak pernah
boleh memperlakukan dia sebagai sarana belaka. Karena itu orang lain mempunyai hak
positif untuk dibantu, jika ia tidak bisa membantu dirinya. Produsen yang tidak
memperhatikan konsumen, akan mengorbankan dia pada tujuannya sendiri.
2) Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan pula atas teori utilitarianisme, khususnya
utilitarianisme aturan, karena jika norma ini diterima, setiap orang dalam masyarakat
akan beruntung.
3) Akhirnya, norma ini didasarkan juga atas teori keadilan, khususnya menurut pandangan
John Rawls. Sebab, dalam original position di mana kita berada dibalik veil of ignorance
kita akan memilih norma ini demi kepentingan diri sendiri. Pandangan ini bukannya tidak
memiliki kelemahan. Ada dua kelemahan yaitu pertama, tidak gampang untuk
menentukan apa artinya “semestinya”, bila kita katakan bahwa produsen harus
memberikan “perhatian semestinya”. Kedua, produsen memang tahu lebih banyak
tentang suatu produk daripada konsumen, tetapi pada akhirnya pengetahuannya terbatas
juga. Produsen tidak selalu mengetahui semua akibat negative sebuah produk. Kadang-
kadang terjadi, akibat negative sebuah produk baru tampak setelah lama dipakai.
c. Teori Biaya Sosial
Teori ini menegaskan bahwa produsen bertanggung jawab atas semua kekurangan produk
dan setiap kerugian yang dialami konsumen dalam memakai produk tersebut. Hal itu berlaku
juga, jika produsen sudah mengambil semua tindakan yang semestinya dalam merancang serta
memproduksi produk bersangkutan atau jika mereka sudah memperingatkan konsumen tentang

8
risiko yang berkaitan dengan pemakaian produk. Menurut para pendukung teori ini semua akibat
negative dari produk harus dibebankan kepada produsen. Hal itu mereka lihat sebagai satu-
satunya cara untuk memaksakan para produsen membuat produk-produk yang aman saja. Teori
ini merupakan dasar bagi ajaran hukum ynag disebut strict liability (tanggung jawab ketat). Ada
beberapa kritik yang dikemukakan terhadap teori ini yaitu pertama, teori ini tampaknya kurang
adil, karena mengganggap orang bertanggung jawab atas hal-hal yang tidak diketahui atau tidak
bisa dihindarkan. Menurut keadilan kompensatoris, orang harus bertanggung jawab atas akibat
perbuatannya yang diketahui dapat terjadi dan bisa dicegah olehnya. Hanya atas syarat ini orang
harus memberi ganti rugi. Kedua, teori ini membawa kerugian ekonomis. Bila dipraktekkan,
produsen terpaksa harus mengambil asuransi terhadap klaim kerugian dan biaya asuransi itu bisa
menjadi begitu tinggi, sehingga tidak terpikul lagi oleh banyak perusahaan. Ketiga, sepintas
memang teori ini merupakan teori terbaik untuk melindungi konsumen tetapi pada
kenyataannya, konsumen malah dirugikan kalau teori ini dipraktekkan. Akan banyak tuntutan
ganti rugi sehingga produk jadi mahal dan juga teori ini kurang memperhatikan tanggung jawab
konsumen sendiri, padahal konsumen juga semestinya bertanggung jawab atas perbuatannya
sendiri atas pemakaian produk yang misalnya telah diperingatkan sebelumnya oleh produsen.

2.4 Tanggungjawab Bisnis Lainnya Terhadap Konsumen


Ada tiga kewajiban moral lainnya pada konsumen yang berkaitan dengan kualitas produk,
harga, dan pemberian label serta pengemasan.
a. Kualitas produk
Kualitas produk yang dimaksudkan adalah bahwa produk sesuai dengan apa yang
dijanjikan oleh produsen dan apa yang secara wajar boleh diharapkan oleh konsumen. Konsumen
berhak atas produk yang berkualitas, karena mereka membayar lebih untuk itu. Produsen
berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas , misalnya produk yang tidak
kadaluarsa. Salah satu cara yang biasa ditempuh untuk menjamin kualitas adalah memberikan
garansi: garansi eksplisit dan garansi implicit. Garansi eksplisit kalau terjamin begitu saja dalam
keterangan yang menyertai produk. Biasanya garansi ini menyangkut cirri-ciri produk, masa
pemakaian, kemampuannya, dan sebagainya. Bila produk rusak dalam jangka waktu tertentu, si
penjual melibatkan diri untuk memperbaikinya atau menggantikannya dengan produk baru.
Garansi bersifat implicit, kalau secara wajar bisa diandaikan, sekalipun tidak dirumuskan dengan

9
terang-terangan. Hal ini terjadi, bila dalam iklan atau promosi tentang produk dibuat janji
tertentu atau bila konsumen mempunyai harapan sesuai dengan hakikat produk.
b. Harga
Harga yang ditekankan disini adalah harga yang adil dimana sudah merupakan kenyataan
ekonomis yang sangat kompleks dan ditentukan oleh banyak faktor sekaligus. Harga merupakan
buah hasil perhitungan faktor-faktor seperti biaya produksi, biaya investasi, promosi, pajak,
ditambah tentu laba yang wajar. Dalam sistem ekonomi pasar bebas, sepintas lalu rupanya harga
yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya-daya pasar. Tapi bukan hanya pasar jaga
merupakan satu-satunya prinsip untuk menetapkan harga yang adil, sebagaimana yang dipikirkan
pada liberalism. Agar menjadi adil, harga tidak boleh merupakan buah hasil mekanisme pasar
yang murni. Ada beberapa alasan, pertama, pasar praktis tidak pernah sempurna. Kedua, disini
juga para konsumen sering kali dalam posisi lemah untuk membandingkan harga serta
menganalisis semua faktor yang turut menentukan turunnya harga. Ketiga, alasan terpenting
adalah bahwa cara menentukan harga menurut mekanisme pasar saja bisa mengakibatkan
fluktuasi harga terlalu besar sehingga stabilitas harga tidak terjaga padahal hal tersebut penting.
c. Pengemasan dan pemberian label
Pengemasan produk dan label yang ditempelkan pada produk merupakan aspek bisnis
yang semakin penting. Selain bertujuan melindungi produk dan memungkinkan mempergunakan
produk dengan mudah, kemasan berfungsi juga untuk mempromosikan produk, terutama di era
modern ini. Pengemasan dibuat semenarik mungkin untuk meraih banyak pembeli, selain itu
pengemasan dan label juga memberi informasi tentang produk sehingga pengemasan dan
labeldapat menimbulkan masalah etis. Dalm konteks ini tuntutan etis yang pertama ialah bahwa
informasi yang disebut pada kemasan itu benar. Tuntutan etis lainnya adalah bahwa pengemasan
tidak boleh menyesatkan konsumen. Misalnya, kemasannya terlihat besar tapi isinya tidak
banyak / kecil/ tidak sesuai kemasannya. Tidak selalu dapat dipastikan dengan tepat kapan cara
pengemasan bisa dianggap menyesatkan. Karena sulit menarik garis batas toleransi akan
kemasan yang menyesatkan, konsumen tetap kritis dalam memantau masalah etis ini dan instansi
pemerintah selalu mendukung pengembangan sikap kritis konsumen.

10
2.5 Contoh Kasus
Kasus Ledakan Tabung Gas Elpiji
Kasus ledakan gas yang marak beberapa waktu lalu merupakan salah satu bentuk kasus
masalah etis seputar konsumen. Pemerintah, walau sudah berusaha untuk mengurangi kejadian
ini, tapi masih belum bisa meredam kejadian yang ada. Bukannya masyarakat semakin terpacu
untuk mengkonversi energy tapi malah menjadi takut untuk melakukan konversi ini. Para
pemasok gas tidak memperhatikan hal yang terjadi ini padahal ini sangat berdampak besar pada
bisnis mereka juga. Para pelaku bisnis dalam kaitan kasus ini masih mencurahkan perhatiannya
terhadap produk dan mendapatkan laba, dan bukan kepada konsumennya. Padahal konsumen
adalah pemicu faktor terjualnya produk, tidak ada konsumen maka tidak akan ada penjualan
yang terjadi dan perusahaan tidak akan mendapat laba jika tidak ada konsumen yang membeli
produk mereka. Maka hendaknya perusahaan makin memperhatikan konsumennya dan tentunya
memberikan hak yang sesuai kepada konsumennya. Seperti yang diucapkan oleh Presiden John
F.Kennedy pada tahun 1962 kepada Kongres Amerika yang disebut “Special Message on
Protecting the Consumer Interest”, dimana menetapkan 4 hak yang dimiliki setiap konsumen: the
right to safety, the right to be informed, the right to choose, the right to be heard. Namun hak
harus dimengerti secara luas sehingga ada 2 hak lagi yang dikemukan olehnya yaitu hak
lingkungan hidup dan hak atas pendidikan.
a. The right to safety (Hak atas keamanan)
Dalam kasus ini, pemerintah dan pelaku bisnis telah gagal memberikan hak atas
keamanan kepada para konsumennya. Tabung gas yang berbahaya hingga menimbulkan ledakan
dan dapat menyebabkan kematian. Mereka masih luput untuk memperkecil risiko atas
keselamatan dari konsumen. Padahal konsumen berhak mendapatkan keamanan saat membeli
produk dimana produk tersebut adalah produk yang tidak mempunyai kesalahan teknis atau
kesalahan lainnya yang bisa merugikan kesehatannya atau bahkan membahayakan hidupnya.
Maka itu dalam kasus ini, pelaku bisnis masih termasuk gagal dalam memberikan hak ini kepada
konsumen dan hanya mementingkan laba semata.
b. The right to be informed (Hak atas informasi)
Pemerintah sudah memenuhi hal ini tapi sayangnya kurang maksimal. Informasi
yangdiberikan kepada masyarakat mencakup segala informasi yang relevan mengenai produk
yang dibelinya, baik apa sesungguhnya produk itu, maupun bagaimana cara memakainya,

11
maupun resiko yang menyertai pemakaiannya. Oleh karena itu, konsumen harus mendapat
semua informasi yang benar. Sayangnya, sosialisasi pemerintah ke masyarakat masih belum
dilakukan dengan baik karena banyaknya masyarakat yang tidak tahu cara penanganan terhadap
gas elpiji yang benar terutama saat menemukan kebocoran pada tabung gas.
c. The right to choose (Hak untuk memilih)
Dalam kasus ini, sebagai konsumen, mereka berhak memilih produk yang mereka beli
sehingga konsumen semestinya boleh memilih dan meminta untuk mengecek tabung gas yang
mereka beli, apakah mengalami kebocoran atau tidak.
d. The right to be heard (Hak untuk didengarkan)
Tentunya akibat maraknya kasus tabung gas meledak, maka keluhan dari masyarakat
tentunya harus ditanggapi dengan cepat oleh pemerintah. Pemerintah harus benar-benar
mendengarkan apa yang diinginkan oleh si konsumen sehingga pemerintah dapat menentukan
tindakan yang tepat dan cepat terhadap penanganan kasus ini.
e. Hak lingkungan hidup
Konsumen tentunya berhak untuk mendapatkan produk yang ramah terhadap lingkungan.
Dalam konteks kasus, tabung gas yang meledak dapat menimbulkan pencemaran lingkungan
selain menghancurkan lingkungan sekitarnya. Semestinya pemerintah dan pelaku bisnis juga
mempertimbangkan efek samping ini, karena kalau tidak ditangani secara cepat akan berbahaya
bagi masyarakat luas.
f. Hak konsumen atas pendidikan
Konsumen memiliki hak, tapi ia juga harus menyadari akan hak tersebut. Bahkan
menyadari hak saja belum cukup, karena konsumen harus mengemukakan kritik dan keluhannya,
bila haknya dilanggar. Karena itu, konsumen punya hak untuk dididik secara positif ke arah itu.
Dengan demikian, konsumen akan menjadi individu yang sadar dan kritis akan haknya. Dalam
konteks ini, konsumen termasuk sudah menyadari hak mereka untuk menyatakan keluhan dan
tuntutan terhadap pelaku bisnis akan hak yang semestinya mereka dapatkan. Konsumen
Indonesia termasuk kritis dalam menuntut haknya walau tidak sepenuhnya dalam bentuk yang
positif bahkan ada juga respon dalam bentuk yang negatif. Dalam kaitannya dengan masalah
tanggung jawab bisnis untuk menyediakan produk yang aman, baik produsen dan konsumen
memiliki tanggung jawab mereka masing-masing dalam hal penyediaan dan pemakaian produk.

12
Oleh Karena itu, dalam konteks kasus tabung gas meledak ini, teori yang sesuai adalah teori
perhatian semestinya..
g. Teori perhatian semestinya
Memposisikan konsumen pada posisi yang lemah dan ini sesuai dengan kasus dimana
konsumen memiliki pengetahuan yang lebih terbatas terhadap produk dibandingkan dengan
produsen atau pelaku bisnis. Oleh karena itu, kepentingan konsumen harus selalu
dinomorsatukan karena produsen atau pelaku bisnis berada dalam posisi yang lebih kuat
sehingga mereka memiliki tanggung jawab untuk menjaga konsumen supaya tidak mengalami
kerugaian dari produk yang dibelinya walau tanggung jawab ini tidak tertera secara eksplisit.
Pada kasus ini, konsumen yang membeli tabung gas dalam kemasan tabung 3 kg kebanyakan
adalah masyarakat kecil yang notabene adalah masyarakat yang kebanyakan masih
berpendidikan rendah. Mereka tentunya ada dalam posisi yang lemah karena ketidaktahuan
mereka lebih tinggi dibanding masyarakat yang berpendidikan tinggi dan tentunya dibandingkan
dengan para produsen yang tahu dengan baik mengenai produk tabung gas mereka. Oleh karena
itu, produsen / pelaku bisnis harusnya memperhatikan dengan baik kualitas daripada tabung
tersebut karena merupakan tanggung jawab mereka karena mereka punya pengetahuan yang
lebih. Teori ini dapat dikaitkan pula dengan norma-norma karena memiliki pandangan etika
secara meluas. Antara lain norma-norma yang berhubungan adalah :
1) Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan atas teori deontology
Konsumen harus diperlakukan sebagai tujuan bukan sarana. Dalam konteks ini,
konsumen jangan diperlakukan sebagai sarana untuk mendapatkan laba sebesar-besarnya,
melainkan produsen/pelaku bisnis/pemerintah memperlakukan konsumen dan juga
masyarakat sebagai sesuatu yang penting dan harus diperhatikan karena mereka punya
hak untuk dibantu jika mereka tidak bisa membantu dirinya sendiri karena posisi mereka
yang lebih lemah. Dalam hal ini, produsen/pelaku bisnis/pemerintah masih kurang
maksimal dalam menjalankan norma ini.
2) Norma “tidak merugikan” bisa didasarkan pula atas teori utilitarianisme
Dimana apabila produsen/pelaku bisnis menjalankan kegiatan usahanya dengan benar
termasuk pemberian hak kepada konsumen secara benar maka setiap masyarakat yang
merupakan konsumen akan beruntung dan tentunya senang (the greatest happiness of
greatest numbers).

13
3) Norma ini bisa juga dihubungkan dengan teori keadilan, khususnya menurut
Pandangan John Rawls, bahwa sebagai produsen/pelaku bisnis, kalau ada di posisi asali
mereka dimana mereka dibalik selubung ketidaktahuan maka mereka akan memilih
norma ini demi kepentingan diri sendiri = menempatkan pandangan mereka jika mereka
merupakan konsumen sehingga mereka dapat secara adil menangani kasus tabung gas
meledak itu. Tanggung jawab bisnis lainnya yang harus diperhatikan produsen terhadap
konsumen adalah bahwa produsen harus bertanggung jawab terhadap harga dan kualitas
produknya. Tabung gas di masyarakat tidak bisa dibilang murah ataupun mahal tapi
bukan dengan begitu kualitasnya juga setengah-setengah. Malah mereka harus
memperhatikan dengan baik kualitas dari produknya yang nantinya akan disampaikan ke
masyarakat. Dalam konteks kasus, pemerintah menyatakan bahwa mereka menyesuaikan
dengan standar Jerman dan Amerika Serikat tapi lucunya, yang terlihat secara nyata
adalah kualitas standar dari produk tersebut adalah jauh dibawah kedua negara tersebut.
Tabung gas yang meledak merupakan bukti nyata bahwa pemerintah gagal dalam
memperhatikan kualitas produk yaitu tabung gas yang justru sedang mereka
sosialisasikan sebagai program konversi energi. Bahkan ketika sampai di pelaku bisnis
atau agen gas, perlakuan si agen gas terhadap produk tidak perhatikan secara baik
sehingga malah mengurangi kualitas dari produk tabung gas itu sendiri seperti misalnya,
tabung gas yang sampai didepot agen gas dipindahkan secara kasar dengan digulingkan
saat dipindahkan dan penempatannya tidak tepat yang justru membahayakan bagi si
produsen maupun konsumen itu sendiri. Padahal kualitaslah yang menentukan
kesuksesan dari program pemerintah dan si pelaku bisnis itu sendiri. Oleh karena itu, baik
harga dan kualitas yang didapat masyarakat akan tabung gas tersebut tidaklah
imbang/adil dan bahkan bermasalah sehingga pemerintah perlu lebih giat lagi untuk
memacu perlakuan standar yang nyata secara benar.

14
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Konsumen merupakan stakeholder yang sangat hakiki dalam bisnis modern, bisnis tidak
mungkin berjalan, kalau tidak ada konsumen yang menggunakan produk / jasa yang dibuat dan
ditawarkan oleh pebisnis. Dalam hal ini tentu tidak cukup, bila konsumen tampil satu kali saja
pada saat bisnis dimulai. Supaya biasnis berkesinambungan, perlulah konsumen yang secara
teratur memakai serta membeli produk / jasa tersebut dan dengan demikian menjadi pelanggan .
Bahwa konsumen harus diperlakukan dengan baik secara moral, tidak saja merupakan
tuntutan etis melainkan juga syarat mutlak untuk mencapai keberhasilan dalam bisnis.
Sebagaimana halnya dengan banyak topik etika bisnis lainnya, disini pun berlaku bahwa etika
dalam praktek bisnis sejalan dengan kesuksesan bisnis. Perhatian untuk etika dalam hubungan
dengan konsumen, harus dianggap hakiki demi kepentingan bisnis itu sendiri . perhatian untuk
segi etis dari relasi bisnis – konsumen itu mendesak, karena posisi konsumen sering kali agak
lemah. Walaupun konsumen digelari raja, pada kenyataannya “kuasanya” sangat terbatas karena
berbagai alasan. Dalam konteks modern si konsumen justru mudah dipermainkan dan dijadikan
korban manipulasi produsen. Karena bisnis itu mempunyai kewakjiban moral untuk melindungi
konsumen dan menghindari kerugian baginya.

3.2 Saran

Setelah disusunnya makalah mengenai Masalah Etis Seputar Konsumen diharapkan dapat
menambah wawasan penulis serta pembaca khususnya di mata kuliah Etika dan Hukum Bisnis.
Begitu juga alangkah lebih baiknya apabila kita mencari sumber referensi lebih banyak dari
berbagai sumber sehingga ilmu dan wawasan yang kita dapatkan semakin luas.

15
DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. 1999. Pengantar Etika Bisnis. Cetakan keempat. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.

http://aznitech.blogspot.com/2017/08/masalah-etis-seputar-konsumen.html

16

Anda mungkin juga menyukai