Kini dinegara maju gerakan konsumen merupakan faktor yang harus diperhitungkan dalam
duinia bisnis . seperti banyak hal lain dalam bidang ekonomi dan bisnis , gerakan konsumen
pun berkembang dia amerika serikat . sejak kira – kira tahun 1950-an konsumen mulai
memperdengarkan suaranya .
Kita di indonesia bisa belajar dari gerakan konsumen di amerika serikat dan negara maju
lainnya . sejauh ekonomi kita sudah tumbuh dan daya beli masyarakat semakin tinggi ,
peranan gerakan konsumen harus semakin bertambah pula . undang – undang tentang
perlindungan konsumen (1999) yang disebut diatas merupakan selangkah maju yang
menggembirakan . pemerintah sepatutnya mendukung terus gerakan konsumen itu , tapi
inisiatif dan pelaksanaan mestinya berasal dari komsumen sendiri yang mengorganisasikan
dirinya dalam bentuk lembaga swadaya masyarakat .
Tetapi tudak bisa dikatakan juga bahwa hubungan produsen – konsumen , selalu dan
seluruhnya berlangsung dalam kerangka kontrak . karena itu pandangan kontrak dari
beberapa segi tidak memuaskan juga terutama ada 3 keberatan berikut terhadap pandangan
ini .
a. Teori kontrak mengandalkan bahwa produsen dan konsumen berada pada taraf yang
sama . tetapi pada kenyata’annya tidak terdapat persamaan antara produsen – konsumen .
khususnya dalam konteks bisnis modern .
b. Kritikl kedua menegaskan bahwa teori kontrak mengandalkan hubungan langsung
antara produsen dan konsumen . padahal konsumen pada kenyata’annya jarang sekali
berhubungan langsung dengan produsen .
c. Konsepsi kontrak tidak cukup untuk melindungi konsumen dengan baik . kalau
perlindungan terhadap konsumen hanya tergantung pada ketentuan dalam kontrak maka
bisa terjadi juga bahwa konsumen terlkanjur menyetujui kontrak jual beli . padahal disitu
tidak terjamin bahwa produk bisa diandalkan , akan berumur lama , akan bersifat aman n
dan sebagainya . bila konsumen dengan “bebas” mengadakan kontrak jual beli hal itu belum
berarti juga bahwa perlindungan konsumen terlaksana .
2. Teri perhatian semetinya
Pandangan “perhatian semestinya” ini tidak memfokuskan kontrak atau persetujuan antara
konsumen dan produsen , melainkan terutama kualitas produk serta tanggung jawab
produsen . karena itu tekanannya bukan dari segi hukum saja , melainkan dalam etika dalam
arti luas . norma dasar yang melandasi pandangan ini adalah bahwa seseorang tidak boleh
merugikan orang lain dengan kegiatannya .
3. Teori biaya sosial
Teori biaya sosila merupakan versi yang paling ekstrim dari senboyan caveat venditor .
walaupun teori ini paling menguntungkan bagi konsumen , rupanya sulit juga
mempertahankan . kritik yang dikemukakan dalam teori ini , bisa disingkatkan sebagao
berikut : teori biaya soaial tampaknya kurang adil , karena menganggap orang bertanggung
jawab atas hal – hal yang tidak diketahui atau tidak dihindarkan . menurut keada’an
kompensatoris orang yang bertanggung jawab atas akibat perbuatan yang diketahui dapat
terjadi dan bisa dicegah olehnya .
Tanggung jawab bisnis lainnya terhadap konsumen
Selain harus menjamin keamanan produk , bisnis juga mempumyai kewajiban lain terhadap
konsumen . disini kita menyoroti tiga kewajiban moral lain yang masing – masing berkaitan
dengan kualitas produk , harganya , dan pemberian label serta pengemasan .
1. Kualitas produk
Dengan kualitas produk, disini dimaksudkan bahwa produk sesuai dengan apa yang
dijanjikan produsen dan apa yang secara wajar boleh diharapkan konsumen . konsumen
berhak atas produk yang berkualitas , karena ia membayar untuk itu . dan bisnis
berkewajiban untuk menyampaikan produk yang berkualitas , misalknya produk yang tidak
kadarluarsa (bila ada batas waktu seperti obat obatan atau makanan ).
2. harga
harga merupakan buah hasil perhitungan faktor – faktor seperti biaya produksi , biaya
investasi , promosi , pajak , ditambah tentu laba yang wajar . dala, sistem ekonomi pasar
bebas , sepintas lalu rupanya harga yang adil adalah hasil akhir dari perkembangan daya
pasar . kesan spontan adalah bahwa harga yang adil dihasilkan oleh tawar menawar
sebagaimana dilakukan dipasar tradisional , dimana sipembeli sampai pada maksimum
harga yang mau ia bayar dan sipenjual sampai pada minimum harga yang mau dipasang .
tramsaksi itu terjadi bila maksimum dan minimum itu bertemu .
3. pengemasan dan pemberiaan label
pengemasan dan label dapat menimbulkan masalah etis . dalam konteks ini tuntutan etis
yang pertama ialah bahwa informasi yang disebut pada kemasan itu benar . informasi yang
kurang benar atau tidak pasti bukan saja merugikan konsumen tetapi pihak lain juga . disini
contoh yang jelas ialah diskusi beberapa tahun lalu diamerika serikat tentang kemungkinan
kelapa sawit bisa meningkatkan kadar kolestrol dalam darah . kalau hal itu disampaikan
sebagai informasi yang benar , sedangkan pada kenyata’annya belum terbukti , negara
kelapa sawit sangat dirugikan dan penyiaran informasi itu merupakan cara berbisnis yang
tidak fair .
kesimpulan
masalah etis menjadi lebih berat lagi , karena dalam hal ini konsumen sendiri tidak berdaya .
pada umumnya boleh dikatakan , konsumen sendiri juga mempunyai tranggung jawab .
seperti sudah kita lihat sebelumnya, dari konsumen dapat diharapkan ia bersikap kritis
dalam menilai produk yang akan dibeli dan dikonsumsi itulah kebenaran yang terkandung
dalam pepatah kuno caveat emptor (hendaknya sipembeli barhati – hati).
Contoh kasus
peminajam bank
untuk dapat membeli rumah , seorang karyawan muda mengambil pinjaman dari bank .
setelah kredibilitas orang itu dipastikan . diadakan kontrak yang ditanda tangani oleh kedua
belah pihak . bank mengikat diri membayar 80% dari harga rumah . jumlah uang itu
dipinjamkan kepada nasabah dengan bunga tetap 8,5% pertahun . nasabah akan membayar
bunga tiap 6 bulan , ditambah sebagian dari pinjaman . disamping itu nasabah mewajibkan
diri mangambil asuransi pada bank itu untuk menutup resiko ia akan meninggal atau
terkena penyakit , sebelum melunasi uangnya karena alasana lain , bank menjadi pemilik
rumah dan berhak menjualnya agar memperoleh kembali modalnya . dalam kontrak ini hak
dan kewajiban bank serta nasabah ditentukan dengan seksama .