Anda di halaman 1dari 17

ETIKA BISNIS

“PERLINDUNGAN KONSUMEN DAN ETIKA PERIKLANAN”


Dosen Pengajar:

Dra. Ni Ketut Purnawati, M,S.

KELOMPOK 6:

Ghita Aprilia (1707521121)

Yordan Teli (1707521128)

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
PENDAHULUAN

Berdasarkan pada kenyataan yang tidak dapat terbantahkan bahwa bisnis telah merasuki
seluruh kehidupan manusia, sehingga dari perspektif etis, bisnis diharapkan untuk menawarkan
produk yang berguna bagi manusia, tidak hanya itu pelaku bisnis juga tidak boleh menawarkan
produk yang merugikan hanya demi memperoleh keuntungan.

Kondisi konsumen yang banyak dirugikan memerlukan peningkatan upaya untuk


melindunginya, sehingga hak-haknya dapat ditegakkan. Namun disisi lain, perlindungan tersebut
juga harus melindungi eksistensi produsen. Perlindungan konsumen adalah segala upaya yang
menjamin adanya kepastian untuk memberikan perlindungan hukum kepada konsumen.

Iklan merupakan sebuah bentuk pesan promosi benda seperti jasa, tempat usaha, dan ide
yang disampaikan melalui media dengan biaya sponsor dan ditunjukan kepada sebagian besar
masyarakat . Iklan sebagai media informasi juga dapat menimbulkan permasalahan. Semata
untuk mendapatkan keuntungan sehingga muatan dalam informasinya kerap kali tidak jelas,
tidak sesuai dengan janji promosi dan berkesan menyesatkan.

Jika tidak berhati-hati dalam memilih produk barang/jasa yang diinginkan, konsumenhanya
akan menjadi objek eksploitas dari pelaku usaha yang tidak bertanggung jawab. Tanpadisadari,
konsumen menerima begitu saja barang/jasa yang dikonsumsinya. Seorang businessman sangat
penting mempelajari cara untuk melakukan perlindungan konsumen dan etika periklanan agar
bisnis yang dijalankan berguna bagi kehidupan konsumennya dan konsumen merasa puas dengan
pelayanan yang diberikan. Oleh karena itu, masalah perlindungan konsumen dan etika periklanan
perlu diperhatikan dengan mempelajari materi berikut:

1. Pasar dan perlindungan konsumen.


2. Hubungan produsen dengan konsumen.
3. Gerakan konsumen.
4. Fungsi iklan.
5. Beberapa persoalan etis dalam iklan.
6. Makna etis menipu dalam iklan.
7. Kebebasan konsumen
PEMBAHASAN

2.1 PASAR DAN PERLINDUNGAN KONSUMEN

Dengan adanya pasar bebas dan kompetitif, banyak orang meyakini bahwa konsumen secara
otomatis terlindungi dari kerugian, sehingga pemerintah dan pelaku bisnis tidak perlu mengambil
langkah-langkah untuk memberikan perlindungan kepada konsumen. Saat konsumen
menginginkan dan bersedia membayar suatu produk, para penjual memperoleh insentif untuk
memenuhi keinginan mereka. Akan tetapi jika penjual tidak meyediakan apa yang diingin kan
konnsumen maka penjual tersebut akan rugi, dan sebaliknya, juka penjual menyediakan apa yang
diinginkan konsumen mereka akan untung.

Dalam pendekatan “pasar” terhadap perlindungan konsumen, keamanan konsumen dilihat


sebagai produk yang paling efesien bila disediakan melalui mekanisme pasar bebas, di mana
penjual memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen. Pihak produsen harus
menanggapi permintaan konsumen dengan meningkatkan keamanan produk mereka.

Hanya konsumen yang bisa mengatakan berapa besar nilai yang mereka berikan pada
masalah keamanan. Konsumen harus diperbolehkan menunjukkan preferensi tersebut melalui
pilihan-pilihan bebas dan tidak melalui pemaksaan dari para pelaku bisnis atau pemerintah untuk
membayar sesuatu yang tidak mereka inginkan.

Keuntungan yang diperoleh pasar bebas hanya terjadi bila pasar memiliki tujuh karakteristik
sebagai berikut:

1. Banyak pembeli dan penjual


2. Semua orang bebas keluar masuk pasar
3. Semua orang memiliki informasi lengkap
4. Semua barang di pasar sama
5. Tidak ada biaya eksternal
6. Semua para pembeli dan penjual merupakan pemaksimal utilitas yang rasional
7. Pasar tidak diatur

Pasar dikatakan efisien jika konsumen memiliki informasi lengkap dan sempurna tentang
barang-barang yang mereka beli. Tetapi pada kenyataannya konsumen jarang memiliki informasi
lengkap, karena memang produk-produk yang ada di pasar sangat beragam dan hanya para ahli
yang memiliki informasi lengkap. Konsumen tidak memiliki sumber daya untuk memperoleh
informasi tersebut.

Konsumen diasumsikan sebagai “individu yang selalu berpegang pada anggaran, rasional,
tanpa kenal lelah terus berusaha memaksimalkan kepuasan mereka”. Konsumen dalam konteks
ini didefinisikan sebagai orang yang selalu menjaga pengeluaran dengan sangat hati-hati.
Namun, konsumen biasanya mengabaikan risiko-risiko dari aktivitas yang berbahaya bagi
kehidupan mereka.

Selama kerusakan produk berasal dari pabrik yang merupakan sumber terjadinya
kecelakaan, para pelindung hak konsumen menyatakan bahwa kewajiban mengurangi
kemungkinan kecelakaan ada di tangan produsen. Produsen adalah pihak yang paling
mengetahui kemungkinan bahaya yang muncul dari produk tertentu dan berkewajiban menekan
bahaya tersebut saat produk dibuat. Sebagai tambahan, keahlian yang dimiliki produsen
membuat ia menjadi pihak yang mengetahui bahan-bahan dan metode yang paling aman dan
memungkinkan dia memberi perlindungan yang memadai dalam desain produk. Terakhir, karena
produsen mengetahui dengan pasti cara kerja produk, maka dia selayaknya memberikan
informasi tentang cara paling aman untuk menggunakan dan melakukan tindakan pencegahan
yang perlu dilakukan.

2.2 HUBUNGAN PRODUSEN DAN KONSUMEN

Pada umumnya konsumen dianggap mempunyai hak tertentu yang wajib di penuhi oleh
produsen, hak itu disebut dengan hak kontraktual. Hak kontraktual adalah hak yang timbul dan
dimiliki oleh seseorang ketika memasuki suatu persetujuan atau kontrak dengan pihak lain.
Sehingga hal ini akan terwujud dan mengikat orang – orang yang mengadakan persetujuan atau
kontrak satu dengan yang lainnya.

Ada beberapa aturan yang perlu dipenuhi dalam sebuah kontrak yang dianggap baik dan adil,
yang menjadi dasar bagi hak kontraktual setiap pihak dalam suatu kontrak yaitu:

 Kedua belah pihak mengetahui sepenuhnya hakikat dan kondisi persetujuan yang mereka
sepakati
 Tidak ada pihak yang secara sengaja memberikan fakta yang salah atau memalsukan fakta
tentang kondisi dan syarat-syarat kontrak untuk pihak yang lain
 Tidak ada pihak yang boleh dipaksa untuk melakukan kontrak atau persetujuan itu
 Kontrak juga tidak mengikat bagi pihak manapun untuk tindakan yang bertentangan dengan
moralitas

Ada 2 perangkat pengendalian atau aturan yang tertuju pada produsen dalam hubungannya
dengan konsumen, adalah:

 Dalam hubungan antara konsumen atau pelanggan di satu pihak dan pemasok, produsen, dan
penyalur barang atau jasa tertentu di pihak lain, dalam hal ini konsumen atau pelanggan
berada pada posisi yang lebih lemah dan rentan untuk dirugikan.
 Dalam kerangka bisnis sebagai profesi, konsumen sesungguhnya membayar produsen untuk
menyediakan barang kebutuhan hidupnya secara profesional.

Adapun aturan-aturan hubungan produsen dan konsumen adalah:

1. Produsen wajib memenuhi semua ketentuan yang melekat baik pada produk yang ditawarkan
maupun pada iklan tentang produk itu
2. Produsen punya kewajiban untuk menyiapkan semua informasi yang perlu diketahui oleh
semua konsumen tentang sebuah produk
3. Kewajiban untuk tidak mengatakan yang tidak benar tentang produk yang ditawarkan

Dari ketiga aturan-aturan tersebut terlihat jelas bahwa informasi tentang produk memainkan
peran penting. Dalam banyak kasus informasi adalah dasar bagi konsumen untuk memutuskan
membeli sebuah produk.

2.3 GERAKAN KONSUMEN

Gerakan konsumen merupakan hal yang sangat berpengaruh dalam mewujudkan


perlindungan konsumen dan keadilan dalam pasar. Pada dasarnya gerakan konsumen ini diawali
karena banyak pelaku bisnis yang melakukan bisnisnya secara tidak fair sehingga timbullah
kesadaran akan hak dan kewajiban konsumen. Pelanggaran dan tidak terpenuhinya hak
konsumen menjadi sumber utama bagi terjadinya permasalahan konsumen. Ketidakadilan bagi
konsumen muncul dalam sengketa konsumenUntuk menuju sebuah kesadaran kritis dan
tumbuhnya rasa solidaritas tersebut memerlukan proses pendidikan yang terus-menerus. Gerakan
konsumen ini terutama lahir karena dirasakan adanya penggunaan kekuatan bisnis secara tidak
adil. Gerakan konsumen juga lahir karena pertimbangan sebagai berikut :

 Produk yang semakin banyak di satu pihak menguntungkan konsumen karena mereka
punya pilihan bebas yang terbuka, namun di pihak lain juga membuat pilihan mereka
menjadi rumit.
 Jasa kini semakin terspesialisasi sehingga menyulitkan konsumen untuk memutuskan
mana yang benar-benar dibutuhkannya.
 Kebutuhan iklan yang merasuki setiap menit dan segi kehidupan manusia modern yang
melalui berbagai media massa dan media informasi lainnya, membawa pengaruh yang
sangat besar bagi kehidupan konsumen
 Kenyataan menunjukkan bahwa keamanan produk jarang sekali diperhatikan secara
serius oleh produsen
 Dalam hubungan jual beli yang didasarkan oleh kontrak, konsumen lebih berada pada
posisi yang lemah.

2.4 FUNGSI IKLAN


Pada hakikatnya iklan merupakan strategi pemasaran untuk mendekatkan barang yang
hendak dijual kepada konsumen. Iklan juga merupakan sarana bagi produsen untuk
mengkomunikasikan produknya kepada konsumen. Adapun beberapa fungsi iklan yaitu;

A. Iklan Sebagai Pemberi Informasi


Iklan berfungsi untuk membeberkan dan menggambarkan seluruh kenyataan yang rinci
tentang suatu produk. Sasaran iklan adalah agar konsumen dapat mengetahui dengan baik
keberadaan produk itu, kegunaannya, kelemahannya, dan kemudahaan-kemudahannya.
Apabila iklan memberikan informasi yang palsu tentang sebuah produk, maka
sebenarnya bukan hanya kegiatan iklan saja yang akan dibenci masyarakat, produk yang
diiklankan juga akan dibenci dan dijauhi. Karena itu, iklan yang tidak benar akan membawa
dampak yang bertentangan dengan tujuan iklan dan pada akhirnya akan merugikan tidak
hanya bagi perusahaan iklan, tetapi juga produsen.
Sehubungan dengan iklan sebagai pemberi informasi yang benar kepada konsumen,
maka pihak yang terlibat dan bertanggungjawab secara moral atas informasi yang
disampaikan sebuah iklan adalah :
1. Produsen yang memiliki produk tersebut.
Tanggung jawab moral atas informasi yang benar tentang sebuah produk pertama-
tama dipikul oleh pihak produsen. Oleh karena itu, pihak produsen harus memberikan
semua data dan informasi yang akurat dan benar tentang produk yang akan diiklankan.
Produsen harus menyetujui iklan yang dibuat biro iklan untuk memastikan apakah isi
iklan menggambarkan kenyataan yang sebenarnya. Persetujuan isi iklan ini penting untuk
mengetahui tanggung jawab produsen dan biro iklan kalau sampai terjadi ketidaksesuaian
informasi, pelanggaran etis atas nilai-nilai moral tertentu dalam masyarakat, serta
kemungkinan kerugian yang dialami pihak tertentu.
2. Biro iklan yang mengemaskan iklan dalam segala dimensinya: etis, estetik, informatif, dan
sebagainya.
Pihak biro iklan harus mendapat kepastian dari pihak produsen bahwa apa yang
dikatakannya dalam iklan bukan hal yang palsu atau menipu. Ini terutama demi citra biro
iklan itu sendiri dan untuk menghindarkan biro iklan itu dari kecaman dan tuntutan
hukum.
3. Bintang iklan.
Sejauh ini bintang iklan hampir tidak pernah digugat dalam kaitan dengan etika
periklanan. Padahal, bintang iklan, yang dibayar mahal, harus juga punya tanggungjawab
moral atas isi dan bentuk iklan yang ditampilkannya. Artinya, dia tidak bisa seenaknya
mengelak dengan mengatakan bahwa isi iklan adalah tanggungjawab biro iklan dan
produsen, bukan tanggungjawabnya. Ketika bintang iklan setuju mengatakan hal-hal yang
akan diiklannya maka ia ikut bertanggungjawab atas klaim konsumen jika apa yang
dikatakannya tidak sesuai dengan kenyataan. Demikian pula, dalam hal moral iklan-iklan
yang bertentangan dengan perasaan dan nilai masyarakat. Kalau iklan dituduh melecehkan
wanita secara moral, maka bintang iklan yang wanita itu ikut pula bertanggungjawab.
Karena, jika semua bintang iklan wanita bersatu dengan wanita lainnya membela hak dan
harkat wanita menolak semua bentuk iklan yang melecehkan wanita, tentu tidak akan ada
lagi bintang iklan yang tampil dalam posisi menggiurkan.
4. Media massa yang menayangkan iklan.
Sangat sulit bagi produsen untuk dapat menjangkau konsumen yang heterogen dan
tersebar di wilayah yang luas tanpa melalui penayangan iklan di berbagai media massa.
Penjualan space iklan merupakan komponen utama pendapatan media massa. Tanpa iklan
suatu media massa tidak akan memperoleh pendapatan yang digunakan untuk menutup
biaya operasionalnya. Sebagai media penghubung antara produsen dan konsumen, media
massa juga mempunyai tanggungjawab moral atas iklan yang ditayangkan. Media massa
dituntut selektif dalam penayangan iklan agar tidak bertentangan dengan nilai-nilai moral
masyarakat.
5. Masyarakat.
Masyarakat mempunyai tanggungjawab moral terhadap penayangan suatu iklan.
Sikap kritis masyarakat merupakan kontrol atas hal-hal yang dapat merusak moral
masyarakat termasuk iklan yang tidak benar.
Prinsip bahwa iklan harus memberikan fakta dan mengatakan yang benar tentang
sebuah produk, tidak berarti bahwa iklan perlu mengatakan semua hal tentang produk
tersebut, termasuk hal negatifnya. Dalam hal ini yang menjadi pegangan biro iklan adalah
jangan merugikan pihak manapun.
Biro iklan mempunyai kewajiban moral untuk mencegah konsumen membeli produk
yang merugikan atau membahayakan. Tindakan maksimal yang dapat dilakukan biro iklan
ialah menolak membuat iklan produk itu. Persoalannya menjadi lain kalau produk itu
berguna bagi masyarakat, namum mempunyai efek samping atau kondisi tertentu yang
merugikan. Dalam hal ini, biro iklan boleh mengiklankannya dengan kewajiban tambahan
memberikan informasi terkait efek samping dari produk tersebut.
Sehubungan dengan fungsi iklan diatas, pihak konsumen diharapkan mencari
informasi yang memadai terlebih dahulu tentang sebuah produk sebelum membelinya.
Dalam hal ini, pihak produsen (dan biro iklan sejauh terkait) berkewajiban untuk memberi
informasi yang diperlukan oleh konsumen itu.
Pada masa mendatang iklan informative akan lebih digemari, karena :
a. Masyarakat lebih kritis, sehingga konsumen tidak mudah dibohongi atau ditipu
oleh iklan-iklan yang tidak mengungkapkan kenyataan yang sebenarnya.
b. Masyarakat sudah bosan bahkan muak dengan berbagai iklan yang hanya
melebih-lebihkan suatu produk.
c. Peran Lembaga Konsumen yang semakin gencar memberi informasi yang benar
dan akurat kepada konsumen menjadi tantangan serius bagi iklan .
B. Iklan Sebagai Pembentuk Pendapat Umum
Dalam hal ini, fungsi iklan mirip dengan fungsi propaganda politik yang berusaha
mempengaruhi massa pemilih. Dengan kata lain, fungsi iklan adalah untuk menarik massa
konsumen untuk membeli produk itu dengan cara menampilkan model iklan yang
manipulative, persuatif, dan tendensius dengan maksud menggiring konsumen untuk
membeli produk tersebut. Oleh karena itu, iklan seperti ini juga disebut sebagai iklan
manipulative.
Secara etis, iklan manipulative jelas dilarang karena iklan semacam itu benar-benar
memanipulasi manusia dan segala aspek kehidupannya. Iklan persuasif sangat beragam
sifatnya sehingga kadang-kadang sulit untuk dinilai etis tidaknya. Untuk bisa membuat
penilaian yang lebih memadai mengenai iklan persuasif, ada dua macam iklan persuasif,
yaitu :
1. Persuasi rasional
Persuasi rasional tetap menghargai otonomi atau kebebasan individu dalam membeli
sebuah produk. Suatu persuasi dianggap rasional sejauh daya persuasinya terletak pada isi
argumennya dan bukan pada acara penyajian dan penyampaian argument itu. Persuasi
rasional bersifat impersonal, tidak menghiraukan siapa sasaran dari argument itu yang
terpenting adalah isi argument tersebut tepat. Iklan semacam ini memang berisi informasi
yang benar, hanya saja kebenaran informasi tersebut ditampilkan dalam wujud yang
sedemikian menonjol dan kuat sehingga konsumen terdorong untuk membelinya.
2. Persuasi non-rasional.
Persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan individu. Persuasi
non-rasional umumnya hanya memanfaatkan kelemahan psikologis manusia untuk membuat
konsumen bisa terpukau, tertarik, dan terdorong untuk membeli produk yang diiklankan itu.
Daya persuasinya tidak terletak pada isi argument yang bersifat rasional, tetapi pada cara
penampilan. Juga logika iklan tidak diperhatikan dengan baik. Misalnya, dengan
menggunakan kosmetik merk tertentu, seorang suami akan betah dirumah, seolah-olah
keharmonisan tersebut didasari oleh merk kosmetik tersebut. Ini persuasi yang tidak rasional
dan menipu. Iklan yang menggunakan cara persuasi dianggap tidak etis kalau persuasi itu
bersifat non-rasional, karena:
a. Iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya.
b. Iklan semacam itu merongrong kebebasan memilih pada konsumen.

Dari segi etika teleologi, jawaban terhadap persoalan itu menjadi agak berbeda. Suatu
persuasi dianggap baik dan tidak hanya bisa dinilai berdasarkan akibat yang ditimbulkan dari
persuasi itu. Jadi, sejauh sebuah iklan berakibat baik menolong konsumen memilih produk secara
tepat, iklan persuasif itu akan dinilai baik dari segi etika. Sebaliknya, jika iklan persuasive itu
mengakibatkan konsumen tertipu dan juga menimbulkan efek yang merugikan baik secara
fisikologis maupun moral, iklan semacam itu tidak etis dan perlu dilarang.

2.5 BEBERAPA PERSOALAN ETIS DALAM IKLAN


Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang manipulatif
dan persuasif non-rasional, yaitu :
a) Merongrong otonomi dan kebebasan manusia.
Iklan membuat manusia tidak lagi di hargai kebebasannya dalam menentukan pilihannya
untuk membeli produk tertentu. Banyak pilihan dan pola konsumsi manusia modern
sesungguhnya adalah iklan.Manusia didikte oleh iklan dan tunduk kepada kemauan iklan,
khususnya iklan manipulatif dan persuasif yang tidak rasional. Ini justru sangat
bertentangan dengan imperative moral Kant bahwa manusia tidak boleh diperlakukan
hanya sebagai alat demi kepentingan di luar dirinya. Manusia harus di hargai sebagai
mahkluk yang mampu menentukan pilihannya sendiri, termasuk dalam memenuhi
kebutuhan hidupnya sehari hari, pada fenomena iklan manipulatife, manusia benar benar
menjadi objek untuk mengeruk keuntungan sebesar besarnya dan tidak sekadar diberi
informasi untuk membantunya memilih produk tertentu.
b) Menciptakan kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif.
Secara ekonomis hal ini baik karena dengan demikian, akan menciptakan permintaan dan
ikut menaikkan daya beli masyarakat. Bahkan, dapat mengacu produktivitas kerja
manusia hanya demi memenuhi kebutuhan hidupnya yang terus bertambah dan meluas
itu. Namun, dipihak lain muncul masyarakat konsumtif, di mana banyak dari apa yang
dianggap manusia sebagai kebutuhannya sebenarnya bukan benar-benar kebutuhan.
c) Membentuk dan menentukan identitas atau citra dari manusia modern.
Manusia modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum memiliki barang
sebagaimana ditawarkan iklan.
d) Merongrong rasa keadilan social masyarakat.
Iklan yang menampilkan serba mewah sangat ironis dengan kenyataan social dimana
banyak anggota masyarakat masih berjuang hanya untuk sekedar hidup. Iklan yang
mewah tampil seakan tanpa punya rasa solidaritas dengan sesamanya yang miskin.

Dari uraian diatas, beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan adalah :
 Iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya
konsumen;
 Iklan wajib menyampaikan semua informasi tentang produk tertentu, khususnya
menyangkut keamanan dan keselamatan manusia;
 Iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan, khususnya secara kasar dan terang-
terangan, dan
 Iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas,
tindakan kekerasan , penipuan, pelecehan seksual, diskriminasi perendahan martabat
manusia, dan sebagainya.

2.6 MAKNA ETIS MENIPU DALAM IKLAN


Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk pendapat umum, ilkan pada
akhirnya membentuk citra sebuah produk, bahkan sebuah perusahaan di mata masyarakat.
Citra ini terbentuk bukan terutama karena bunyi atau penampilan iklan itu sendiri,
melainkan terutama terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk yang
iiklankan dengan apa yang disampaikan dalam iklan itu, baik secara tersurat ataupun
tersirat. Karena itu, iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan hakikat
dan misi sebuah perusahaan produk.
Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini adalah prinsip kejujuran, yakni
mengatakan hal yang benar dan tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut
kepentingan banyak orang, namun juga menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis
seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik.
Pertama-tama , melihat perbedaan antara menipu dan berbohong. Dilihat dari pengertian
menipu menurut KBBI mengandung arti perbuatan dan perkataan yang tidak jujur (bohong,
palsu, dan sebagainya) dengan maksut untuk menyesatkan, mengakali dan mencari untung.
Menurut Kant menipu adalah memberi pernyataan yang salah secara sengaja dengan maksud
untuk memperdaya orang lain dan/atau kalau orang yang memberi pernyataan itu telah
berjanji untuk mengatakan apa yang sebenarnya atau kalau pernyataan itu disampaikan
kepada orang yang berhak mengetahui kebenarannya.
Ada tiga kondisi yang bisa dikategorikan sebagai menipu :
1. Pernyataan yang salah secara sengaja dengan maksud memperdaya orang lain.
2. Pernyataan yang salah itu berkaitan dengan janji kepada pihak yang dituju untuk
mengatakan apa adanya.
3. Pernyataan salah itu diberikan kepada orang yang berhak mengetahui kebenarannya.
Sebaliknya, berbohong diartikan sebagai perkataan atau pernyataan yang tidak sesuai
dengan hal atau keadaan yang sebenarnya. Bohong hanya terbatas pada tidak sesuainya apa
yang dikatakan dengan kenyataan, bukan menyangkut tindakan atau perbuatan. Dari
pengertian menipu dan berbohong diatas, dapat disimpulkan bahwa berbohong dapat
menjadi menipu, tetapi tidak semua berbohong itu menipu.
Sehubungan dengan itu, perlu dibedakan antara menipu “Positif” dan “Negatif”. Menipu
positif berarti secara sengaja mengatakan hal yang tidak ada dalam kenyataan dengan
maksud untuk memperdaya orang lain. Menipu negatif berarti secara tidak sadar tidak
mengatakan (atau menyembunyikan) kenyataan yang sebenarnya (biasanya kenyataan yang
tidak baik atau berbahaya) sehingga orang lain terpedaya.
De George bahkan mengatakan : “Tanpa membuat pernyataan apapun yang tidak benar,
sebuah iklan bisa menyesatkan atau memperdaya. Iklan yang menyesatkan bukanlah iklan
yang memberi atau membuat pernyataan yang tidak benar, melainkan iklan yang membuat
pernyataan yang sedemikian rupa sehingga orang yang normal sekali pun paling kurang
sebagian besar orang kebanyakan, yang membacanya secara cepat dan tanpa
memperhatikannya dengan seksama dan banyak piker, akan menarik kesimpulan yang
salah.”
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa iklan yang menipu, karena itu secara moral
dikutuk adalah iklan yang secara sengaja menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai
dengan kenyataan dengan maksud menipu. Dengan kata lain, berdasarkan prinsip kejujuran,
iklan yang baik dan diterima secara moral adalah iklan yang memberi pernyataan atau
informasi yang benar sebagaimana adanya.

2.7 KEBEBASAN KONSUMEN


Permintaan muncul karena adanya produksi barang tertentu yang ditawarkan dalam
pasar. Demi menciptakan dan membangkitkan permintaan inilah, iklan memainkan peranan
yang sangat penting dan strategis.
Persoalan moral dan etis yang timbul disini adalah bahwa kebebasan individu dalam
menentukan kebutuhannya dalam masyarakat modern sekarang ini hampir tidak ada sama
sekali. Permintaan atau permintaan yang sudah dianggap sebagai kebutuhan, tidak timbul
secara bebas, melainkan dipengaruhi dan dirangsang oleh pasar dan oleh iklan. Keinginan
atau kebutuhan konsumen tidak lagi merupakan sesuatu yang mandiri, melainkan tergantung
sepenuhnya pada produsen dan iklan.
Dengan demikian, dalam mekanisme semacam itu mustahil konsumen bisa memutuskan
atau memilih secara bebas apa yang menjadi kebutuhannya. Sebagian terbesar dari
kebutuhan konsumen merupakan kebutuhan yang diciptakan oleh produsen dan iklan. Maka
konsumen tunduk pada ketentuan-ketentuan iklan. Maka itulah yang disebut Galbraith
sebagai “ Efek Ketergantungan”.
Iklan yang informatif pun belum tentu netral dan tidak merongrong kebebasan
konsumen dalam menentukan pilihan barang dan jasa tertentu. Ditinjau dari sudut pandang
Galbraith di atas, iklan yang informative tidak lagi netral karena informasi yang
disampaikan telah menciptakan kebutuhan atau paling kurang keinginan dalam diri
konsumen.
Dapat dikatakan bahwa sebagai mahluk social kita memang tidak bisa lepas dari
pengaruh dan informasi orang lain. Tetapi, ini tidak berarti bahwa pengaruh tersebut
membelenggu dan meniadakan kebebasan setiap individu. Timbulnya kebutuhan ditentukan
oleh banyak factor sebab produsen tidak hanya satu dan iklan pun tidak hanya satu. Itu
berarti konsumen masih tetap mempunyai kebebasan untuk menentukan pilihannya.
PENUTUP

Kesimpulan
1. Dalam pendekatan “pasar” terhadap perlindungan konsumen, keamanan konsumen dilihat
sebagai produk yang paling efesien bila disediakan melalui mekanisme pasar bebas, di mana
penjual memberikan tanggapan terhadap permintaan konsumen. Pihak produsen harus
menanggapi permintaan konsumen dengan meningkatkan keamanan produk mereka. Pasar
dikatakan efisian jika konsumen memiliki informasi lengkap dan sempurna tentang barang-
barang yang mereka beli. Pada kenyataannya konsumen jarang memiliki informasi lengkap,
karena memang produk-produk yang ada di pasar sangat beragam dan hanya para ahli yang
memiliki informasi lengkap. Konsumen tidak memiliki sumber daya untuk memperoleh
informasi tersebut. Meskipun pembeli atau konsumen di pasar memang banyak, namun
sebagian besar pasar masih merupakan pasar monopoli atau oligopoli atau dengan kata lain
didominasi oleh satu atau beberapa penjual besar.

2. Alasan perangkat pengendalian terutama tertuju pada produsen dalam hubungannya dengan
konsumen adalah dalam hubungan antara konsumen atau pelanggan di satu pihak dan
pemasok, produsen, dan penyalur barang atau jasa tertentu di pihak lain, konsumen atau
pelanggan terutama berada pada posisi yang lebih lemah dan rentan untuk dirugikan serta
dalam kerangka bisnis sebagai profesi, konsumen sesungguhnya membayar produsen untuk
menyediakan barang kebutuhan hidupkan secara profesional.

3. Gerakan konsumen merupakan hal sangat penting dalam upaya riil mewujudkan
perlindungan konsumen dan keadilan dalam pasar. Pada prinsipnya sebuah gerakan
konsumen diawali dari kesadaran akan hak dan kewajiban konsumen. Pelanggaran dan tidak
terpenuhinya hak konsumen menjadi sumber utama bagi terjadinya permasalahan/sengketa
konsumen. Ketidakadilan bagi konsumen muncul dalam sengketa konsumen. Kesadaran
akan kondisi ketidakadilan tersebut menjadi salah satu penggerak bagi sebuah gerakan
konsumen guna mewujudkan keadilan pasar. Gerakan konsumen sendiri akan terwujud jika
terbangun solidaritas diantara konsumen.

4. Fungsi dari iklan yaitu iklan sebagai pemberi informasi yaitu untuk membeberkan dan
menggambarkan seluruh kenyataan yang rinci tentang suatu produk dan iklan sebagai
pembentuk pendapat umum berfungsi untuk menarik massa konsumen untuk membeli
produk itu dengan cara menampilkan model iklan yang manipulatif, persuatif, dan
tendensius dengan maksud menggiring konsumen untuk membeli produk tersebut.
5. Beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang manipulatif dan
persuasif non-rasional, yaitu merongrong otonomi dan kebebasan manusia, menciptakan
kebutuhan manusia dengan akibat manusia modern menjadi konsumtif, membentuk dan
menentukan identitas atau citra dari manusia modern, dan merongrong rasa keadilan social
masyarakat.
6. Iklan yang menipu, karena itu secara moral dikutuk adalah iklan yang secara sengaja
menyampaikan pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataan dengan maksud menipu.
Dengan kata lain, berdasarkan prinsip kejujuran, iklan yang baik dan diterima secara moral
adalah iklan yang memberi pernyataan atau informasi yang benar sebagaimana adanya.
7. Persoalan moral dan etis yang timbul disini adalah bahwa kebebasan individu dalam
menentukan kebutuhannya dalam masyarakat modern sekarang ini hampir tidak ada sama
sekali. Permintaan atau permintaan yang sudah dianggap sebagai kebutuhan, tidak timbul
secara bebas, melainkan dipengaruhi dan dirangsang oleh pasar dan oleh iklan. Keinginan
atau kebutuhan konsumen tidak lagi merupakan sesuatu yang mandiri, melainkan tergantung
sepenuhnya pada produsen dan iklan. Dengan demikian, dalam mekanisme semacam itu
mustahil konsumen bisa memutuskan atau memilih secara bebas apa yang menjadi
kebutuhannya.
DAFTAR PUSTAKA

Dewi, Sutrisna. 2011.Etika Bisnis Konsep Dasar Implementasi & Kasus. Denpasar: Udayana
University Press.
Keraf, A Sony. 1998, Etika Bisnis (Tuntutan dan Relevansinya). Yogyakarta: Kanisius

Contoh Khasus
Contoh Kasus Pelanggaran Etika Bisnis dalam Periklanan.
“IKLAN OBAT HERBAL BINTANG TOEDJOE MASUK ANGIN”
Besar dan kuatnya persaingan antar perusahaan terutama perusahaan besar
dalam memperoleh keuntungan sering kali terjadi pelanggaran etika berbisnis,
bahkan melanggar peraturan yang berlaku. Keadaan tersebut didukung oleh
orientasi bisnis yang tidak hanya pada produk dan kosumen tetapi lebih
menekankan pada persaingan sehingga etika bisnis tidak lagi diperhatikan dan
akhirnya telah menjadi praktek monopoli.
Salah satu kasus yang akan dibahas adalah tentang pelanggaran yang
dilakukan oleh iklan Bintang Toedjoe Masuk Angin. Sebelumnya, obat herbal
masuk angin sangat berguna bagi tubuh dikala tubuh manusia sedang masuk
angin. Obat masuk angin dapat bekerja secara alami didalam tubuh manusia yang
dapat mencegah dan mengobati masuk angin tanpa efek samping bagi tubuh. Saat
ini obat herbal masuk angin dikuasai oleh dua produk, yaitu Tolak Angin dan
Bintang Toedjoe Masuk Angin.
Tolak angin adalah produk dari PT. SIDOMUNCUL yang sejak lama
telah memasarkan obat-obatan herbal dan jamu. Sedangkan belum lama ini, sering
terlihat iklan dari salah satu anak perusahaan PT. KALBE FARMA, Tbk yaitu
PT. BINTANG TOEDJOE yang juga meluncurkan produk obat herbal masuk
angin. Iklan produk tersebut terlihat saling menjatuhkan dan membandingkan
produknya satu sama lain.
Terlihat jelas bahwa iklan Bintang Toedjoe masuk angin menyindir
produk dari Tolak Angin dengan slogannya “Orang Bejo Lebih Untung Dari
Orang Pintar”, sedangkan Tolak Angin sendiri memiliki slogan “Orang Pintar
Minum Tolak Angin” slogan ini lah yang disindir oleh produk Bintang Toedjoe,
yang dimana pada kenyataannya Tolak Angin yang lebih dahulu memasarkan
produk obat herbal masuk angin di Indonesia bahkan sampai keluar negeri.
Bahkan untuk iklan terbaru produk Bintang Toedjoe yang bertujuan
memperkenalkan kemasan terbarunya pun masih menyinggung produk Tolak
angin dengan sloga “Orang bejo berinovasi, lalu orang pintar ngapain?”
Bintang Toedjoe Masuk Angin sebagai pendatang baru cukup berani
menggunakan slogan yang secara tidak langsung menyindir produk Tolak Angin
sebagai market leader, tetapi hal tersebut berhasil menarik perhatian konsumen
sehingga membuat produk tersebut terkenal.
Dalam iklan ini juga terdapat Cita Citata mengenakan pakaian yang cukup
seksi (tangtop ketat berwarna kuning dan kemeja berukuran pendek yang seluruh
kancingnya dibuka dan diikatkan hanya bagian bawahnya saja) sambil
menyanyikan lagu Perawan atau Janda yang dimodifikasi sesuai dengan
kebutuhan iklan, Cita Citata bergoyang dengan gerakan yang “menggoda” sambil
memegang busa pencuci mobil. Selain itu, kamera juga fokus ke bagian atas
tubuh Cita Citata dimana bagian dadanya tersorot dengan jelas dengan pakaian
seksinya itu.
Jika dikaitkan dengan kode etik periklanan, iklan ini menyimpang dalam
aspek tatakrama dalam isi iklan, salah satunya Pornografi dan Pornoaksi. Seperti
yang terdapat dalam Tata Krama Isi Iklan yang berbunyi “Iklan tidak boleh
mengeksploitasi erotisme atau seksualitas dengan cara apapun, dan untuk tujuan
atau alasan apapun.” KPI mengingatkan berdasarkan Pasal 43 Pedoman Perilaku
Penyiaran dan Pasal 58 Standar Program Siaran KPI Tahun 2012 maka ketentuan
siaran iklan harus tunduk pada Etika Pariwara Indonesia (EPI). Iklan harus
menghormati dan melestarikan nilai-nilai budaya Indonesia. Budaya Indonesia
yang menjujung norma kesopanan. Hal demikian dapat memberikan pengaruh
buruk terhadap khalayak terutama anak dan remaja.
Siapa yang dirugikan dalam kasus ini :
Dalam contoh kasus seperti ini tentu saja akan ada yang dirugikan, entah
dari produk yang direndahkan atau disindir seperti Bintang Toedjo maupun Tolak
Angin. Namun, bukan hanya jamu Tolak Angin yang dirugikan, Bintang Toedjo
juga bisa dirugikan karena dengan menyindir produk pesaingnya akan membuat
produk mereka terlihat buruk di mata konsumen.
Saran kami untuk kasus ini :
Seharusnya iklan ini tidak boleh dengan sengaja meniru iklan produk
pesaing sedemikian rupa sehingga dapat merendahkan produk pesaing, ataupun
menyindir atau membingungkan khalayak, karena dengan merendahkan dan
saling menjatuhkan akan membuat produk tersebut tidak percaya dan akan terlihat
buruk dimata konsumen. Maka dari itu bersainglah secara sehat dan kreatifitas,
bukannya bersaing dengan cara menyindir dan merendahkan produk pesaing yang
dapat melanggar peraturan periklanan dunia.

Kesimpulan kelompok kami


Banyak diantara para konsumen yang belum menyadari akan pengaruh
negatif yang di tayangkan oleh para pengiklan lewat media yang sering mereka
jumpai. Pengaruh negatif bahkan pelanggaran dalam kode etik periklanan sangat
banyak ditemukan dalam tayangan iklan di berbagai media. Masih banyak iklan
lain yang melanggar kode etik periklanan yang salah satunya telah kami jelaskan
pada lembar sebelumnya.

Anda mungkin juga menyukai