Oleh Kelompok 5
UNIVERSITAS UDAYANA
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat-Nya sehingga makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya sesuai dengan
petunjuk yantelah ditetapkan. Makalah ini berjudul “Etika Perlindungan Konsumen Dan
Etika Periklanan”.
Dalam penyusunan makalah ini kami banyak mendapat bantuan serta informasi dari
berbagai sumber yang kami cari. Kami juga banyak mendapat dukungan dari banyak pihak.
Untuk itu kami ucapkan terimakasih kepada pihak-pihak yang telah membantu menyelesaikan
makalah ini.
Kami menyadari sepenuhnyabahwaisi dan penyajian makalah ini masih belum sempurna,
karena kami masih dalam tahap pembelajaran sebagai mahasiswa. Oleh karena itu, saran dan
kritik yang bersifat membangun atau dapat memperbaiki sangat diharapkan agar dapat menjadi
hasil yang lebih sempurna.Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua, Amin
DAFTAR ISI
BAB I
PENDAHULUAN
BAB II
PEMBAHASAN
Dengan adanya pasar bebas dan kompetitif, banyak orang meyakini bahwa
konsumen secara otomatis terlindungi dari kerugian, sehingga pemerintah dan pelaku
bisnis tidak perlu mengambil langkah-langkah untuk memberikan perlindungan kepada
konsumen. Pasar bebas mendukung alokasi, penggunaan, dan distribusi barang-barang
yang dalam artian tertentu, adil, menghargai hak, dan memiliki nilai kegunaan maksimum
bagi orang-orang yang berpartisipasi dalam pasar. Lebih jauh lagi, di pasar seperti ini,
konsumen dikatakan "berdaulat penuh" Saat konsumen menginginkan dan bersedia
membayar untuk suatu produk, para penjual memperoleh insentif untuk memenuhi
keinginan mereka. Jika penjual tidak. menyediakan apa yang diinginkan konsumen,
berarti mereka rugi. Sebaliknya, jika menyediakan apa Yang diinginkan konsumen, maka
mereka untung.
Demikian juga, salah bila pelaku bisnis memutuskan bahwa konsumen harus
memperoleh lebih banyak perlindungan dengan memaksa mereka membeli dengan harga
lebih tinggi. Hanya konsumen yang bisa mengatakan berapa besar nilai yang mereka
berikan pada masalah keamanan. Konsumen harus diperbolehkan menunjukkan
preferensi tersebut melalui pilihan-pilihan bebas dan tidak melalui pemaksaan dari para
pelaku bisnis atau pemerintah untuk membayar sesuatu yang tidak mereka inginkan.
Keuntungan yang diperoleh pasar bebas hanya terjadi bila pasar memiliki tujuh
karakteristik sebagai berikut:
Pasar dikatakan efisien jika konsumen memiliki informasi lengkap dan sempurna
tentang barang-barang yang mereka beli. Pada kenyataannya konsumen jarang memiliki
informasi lengkap, karena memang produk-produk yang ada di pasar sangat beragam dan
hanya para ahli yang memiliki informasi lengkap. Konsumen tidak memiliki sumber daya
untuk memperoleh informasi tersebut, misalnya, dengan menguji beberapa merek yang
saling bersaing untuk menentukan mana yang memberikan tingkat keamanan paling
sesuai dengan harganya.
Konsumen diasumsikan sebagai "individu yang selalu berpegang pada anggaran,
rasional, tanpa kenal lelah terus berusaha memaksimalkan kepuasan mereka". Konsumen
dalam konteks ini didefinisikan sebagai orang yang selalu menjaga pengeluaran dengan
sangat hati-hati. Namun, sayangnya hampir semua pilihan konsumen didasarkan pada
perkiraan yang cenderung kurang tepat dan tidak konsisten saat menentukan pilihan.
Hanya sedikit dari konsumen yang mampu membuat perkiraan dengan baik. Konsumen
biasanya mengabaikan risiko-risiko dari aktivitas yang berbahaya bagi kehidupan, serta
selalu membesar-besarkan kemungkinan terjachrlanYa rnisalnya, mengemudi, merokok,
atau makan makanan berlemak, dan mengalami kecelakaan saat memakai sebuah prod.
uk, grinan top peristiwa yang sangat jarang seperti bencana atau diserang beruang buas di
cagar alam.
Riset menunjukkan bahwa kemampuan konsumen untuk membuat perkiraan
menjadi kacau karena beberapa alasan, yaitu:
Produsen ialah orang yang menghasilkan barang atau jasa untuk keperluan
konsumen. Barang atau jasa yang dihasilkan produsen disebut produksi, sedangkan yang
memakai barang dan jasa disebut konsumen. Dalam ilmu ekonomi dapat dikelompokkan
pada golongan besar suatu rumah tangga yaitu golongan Rumah Tangga Konsumsi
(RTK), dan golongan Rumah Tangga Produksi (RTP).
Rumah Tangga Konsumsi ialah kelompok masyarakat yang memakai barang dan
jasa, baik secara perorangan, atau keluarga atau organisasi masyarakat. Tetapi kelompok
rumah tangga konsumsi ini juga merupakan kelompok yang memberikan beberapa faktor
produksi:
a. Orang yang menyewakan tanah untuk keperluan perusahaan, pabrik, dan tempat
kedudukan perusahaan.
b. Orang yang menyerahkan tenaga kerja untuk bekerja pada suatu perusahaan atau
pabrik.
c. Orang yang menyertakan modal usaha untuk diusahakan.
d. Tenaga ahli dari masyarakat untuk perusahaan.
Akibatnya, antara konsumen dan produsen tidak bisa dipisahkan, artinya saling
mempengaruhi dan saling membutuhkan. Jika perusahaan menghasilkan suatu barang dan
jasa harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat, kalau tidak, maka produksinya tidak
akan laku dijual. Namun, jika produsennya cukup pintar, mereka bahkan bisa
menciptakan kebutuhan konsumen tersebut dengan cara promosi dan iklan yang gencar.
Sehingga kebutuhan konsumen yang sebelumnya tidak ada menjadi ada. Cara tersebut
disebut dengan inovasi, yaitu menciptakan sesuatu yang belum ada atau
menyempurnakan yang sudah ada sehingga mempunyai fungsi yang lebih hebat lagi.
2. 3 Gerakan Konsumen
Gerakan konsumen merupakan hal sangat penting dalam upaya riil mewujudkan
perlindungan konsumen dan keadilan dalam pasar. Pada prinsipnya sebuah gerakan
konsumen diawali dari kesadaran akan hak dan kewajiban konsumen. Pelanggaran dan
tidak terpenuhinya hak konsumen menjadi sumber utama bagi terjadinya
permasalahan/sengketa konsumen. Ketidakadilan bagi konsumen muncul dalam sengketa
konsumen. Kesadaran akan kondisi ketidakadilan tersebut menjadi salah satu penggerak
bagi sebuah gerakan konsumen guna mewujudkan keadilan pasar. Gerakan konsumen
sendiri akan terwujud jika terbangun solidaritas diantara konsumen. Untuk menuju
sebuah kesadaran kritis dan tumbuhnya rasa solidaritas tersebut memerlukan proses
pendidikan yang terus menerus.
2. 4 Fungsi iklan
Apabila iklan memberikan informasi yang palsu tentang sebuah produk, maka
sebenarnya bukan hanya kegiatan iklan saja yang akan dibenci masyarakat, produk yang
diiklankan juga akan dibenci dan dijauhi. Karena itu, iklan yang tidak benar akan
membawa dampak yang bertentangan dengan tujuan iklan dan pada akhirnya akan
merugikan tidak hanya bagi perusahaan iklan, tetapi juga produsen. Dengan kata lain,
perlunya memberikan informasi yang benar kepada konsumen tidak hanya merupakan
tuntutan moralitas demi moralitas, melainkan juga deni kepentingan periklanan dan
produsen.
1) Produsen yang memiliki produk tersebut. Dalam hal ini, tanggung jawab moral
atas informasi yang benar tentang sebuah produk pertama-tama dipikul oleh pihak
produsen. Oleh karena itu, pihak produsen harus memberikan semua data dan
informasi yang akurat dan benar tentang produk yang akan diiklankan.
2) Biro iklan yang mengemas iklan dalam segala dimensinya: etis, estetik,
informatif, dan sebagainya. Pihak biro iklan harus mendapat kepastian dari pihak
produsen bahwa apa yang dikatakannya dalam iklan bukan hal yang palsu atau
menipu. Ini terutama demi citra biro iklan itu sendiri dan untuk menghindarkan
biro iklan itu dari kecaman dan tuntutan hukum dari pemerintah atau masyarakat.
3) Bintang Iklan. Yang menarik adalah sejauh ini bintang iklan hampir tidak pernah
digugat dalam kaitan dengan etika periklanan. Padahal, bintang iklan, yang
dibayar mahal, harus juga punya tanggung jawab moral atas isi dan bentuk iklan
yang ditampilkannya. Dia tidak bisa dengan seenaknya mengelak dengan
mengatakan bahwa isi merupakan tanggung jawab biro iklan dan produsen saja,
dan bukan tanggung jawabnya.
4) Media massa yang menayangkan iklan. Sangat sulit bagi produsen untuk dapat
menjangkau konsumen yang heterogen dan tersebar di wilayah yang luas tanpa
melalui penayangan iklan di berbagai media massa. Penjualan space iklan
merupakan komponen utama pendapatan media massa. Tanpa iklan suatu media
massa tidak akan memperoleh pendapatan yang digunakan untuk menutup biaya
operasionalnya
2) Persuasi Non-Rasional
Persuasi non-rasional tidak menghiraukan otonomi atau kebebasan individu.
Persuasi non-rasional umumnya hanya memanfaatkan kelemahan psikologis
manusia untuk membuat konsumen bisa terpikat, tertarik, dan terdorong untuk
membeli produk yang diiklankan itu. Daya persuasinya tidak terletak pada isi
argumen yang bersifat rasional, melainkan pada cara penampilan. Hal yang
dipentingkan adalah kesan yang ditampilkan dengan memanfaatkan efek suara
(desahan), mimik, lampu, gerakan tubuh, dan semacamnya. Juga logika iklan
tidak diperhatikan dengan baik.
Iklan yang menggunakan persuasi dianggap tidak etis kalau persuasi itu bersifat
non-rasional karena:
1) Iklan semacam itu tidak mengatakan mengenai apa yang sebenarnya, melainkan
manipulasi aspek psikologis manusia melalui penampilan iklan yang menggiurkan
dan penuh bujuk rayu.
2) Iklan semacam itu merongrong kebebasan memilih pada konsumen. Konsumen
dipaksa dan didorong secara halus untuk mengikuti kemauan pengiklan, bukan
atas dasar pertimbangan yang rasional dan terbukti kebenarannya.
2. 5 Beberapa Persoalan Etis Dalam Iklan
Ada beberapa persoalan etis yang ditimbulkan oleh iklan, khususnya iklan yang
manipulatif dan persuasif non-rasional, yaitu
1) Merongrong otonomi dan kebebasan manusia. Dalam banyak kasus ini jelas
terlihat. Iklan membuat manusia tidak lagi di hargai kebebasannya dalam
menentukan pilihannya untuk membeli produk tertentu. Manusia didikte oleh
iklan dan tunduk kepada kemauan iklan, khususnya iklan manipulatif dan
persuasif yang tidak rasional.
3) Membentuk dan menentukan identitas atau citra dari manusia modern. Manusia
modern merasa belum menjadi dirinya kalau belum memiliki barang sebagaimana
ditawarkan iklan. Seseorang merasa tidak percaya diri kalau belum memakai
minyak rambut seperti diiklankan bintang film terkenal misalnya.
Dari uraian di atas, beberapa prinsip yang kiranya perlu diperhatikan dalam iklan adalah:
- Iklan tidak boleh menyampaikan informasi yang palsu dengan maksud memperdaya
konsumen;
- Iklan tidak boleh mengarah pada pemaksaan, khususnya secara kasar dan terang-
terangan; dan
- Iklan tidak boleh mengarah pada tindakan yang bertentangan dengan moralitas:
tindakan kekerasan, penipuan, pelecehan seksual, diskriminasi, perendahan martabat
manusia, dan sebagainya.
2. 6 Makna Etis Menipu Dalam Iklan
Entah sebagai pemberi informasi atau sebagai pembentuk pendapat umum, iklan
pada akhirnya membentuk citra sebuah produk, bahkan sebuah perusahaan di mata
masyarakat. Citra ini terbentuk bukan terutama karena bunyi atau penampilan iklan itu
sendiri, melainkan terutama terbentuk oleh kesesuaian antara kenyataan sebuah produk
yang diiklankan dengan apa yang disampaikan dalam iklan itu, baik secara tersurat atau
pun tersirat. Karena itu, iklan sering dimaksudkan sebagai media untuk mengungkapkan
hakikat dan misi sebuah perusahaan atau produk.
Prinsip etika bisnis yang paling relevan di sini adalah prinsip kejujuran, yakni
mengatakan hal yang benar dan tidak menipu. Prinsip ini tidak hanya menyangkut
kepentingan orang, namun juga menyangkut kepentingan perusahaan atau bisnis
seluruhnya sebagai sebuah profesi yang baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia
(1989), kata tipu mengandung pengertian perbuatan dan perkataan yang tidak jujur
(bohong, palsu, dan sebagainya) dengan maksud untuk menyesatkan, mengakali atau
mencari untung (penekanan ditambahan). Dengan kata lain, menipu adalah menggunakan
tipu muslihat, mengecoh, mengakali, memperdaya, atau juga perbuatan curang yang
dilakukan dengan niat yang telah direncanakan. Jadi, paling tidak ada tiga kondisi yang
bisa dikategorikan sebagai menipu:
1) Pernyataan yang salah secara sengaja dengan maksud memperdaya orang lain;
2) Pernyataan yang salah itu berkaitan dengan janji kepada pihak yang dituju untuk
mengatakan apa adanya;
De George bahkan mengatakan: “Tanpa membuat pernyataan apa pun yang tidak
benar, sebuah iklan bisa menyesatkan atau memperdaya. Iklan yang menyesatkan
bukanlah iklan yang memberi atau membuat pernyataan yang tidak benar, melainkan
iklan yang membuat pernyataan yang sedemikian rupa sehingga orang yang normal sekali
pun paling kurang sebagian besar orang kebanyakan, yang membacanya secara cepat dan
tanpa memperhatikannya dengan seksama dan banyak pikir, akan menarik kesimpulan
yang salah.”
2. 7 Kebebasan Konsumen
Dalam bukunya The Affulent Society, John K. Galbraith (Bertens, 2000:271),
mengatakan bahwa produksilah yang menciptakan permintaan, yang kemudian
dipuaskannya. Dengan kata lain, bukan permintaan yang melahirkan produksi, melainkan
sebaliknya, produksi yang melahirkan permintaan. Artinya, apa yang dianggap sebagai
permintaan masyarakat sesungguhya disebabkan, ditimbulkan, dan diciptakan oleh
adanya produksi. Permintaan muncul karena adanya produksi barang tertentu yang
ditawarkan dalam pasar.
Persoalan moral dan etis yang timbul di sini adalah bahwa kebebasan individu
dalam menentukan kebutuhannya dalam masyarakat modern sekarang ini hampir tidak
ada sama sekali. Permintaan atau permintaan yang sudah dianggap sebagai kebutuhan,
tidak timbul secara bebas, melainkan dipengaruhi dan dirangsang oleh pasar, oleh iklan.
Dalam mekanisme semacam ini, iklan tidak sejalan dengan konsep mengenai kebutuhan
atau keinginan yang ditentukan bebas oleh konsumen sendiri karena fungsi iklan di sini
adalah menciptakan permintaan atau kebutuhan, termasuk kebutuhan sebelumnya yang
tidak dirasakan. Keinginan atau kebutuhan konsumen tidak lagi merupakan sesuatu yang
mandiri, melainkan tergantung sepenuhnya pada produsen dan iklan.
Ditinjau dari segi fungsi atau model iklan, kita langsung bisa menyimpulkan
bahwa iklan yang disajikan dalam bentuk persuasi non-rasional bertentangan dengan
prinsip kebebasan konsumen. Iklan yang informatif pun belum tentu netral dan tidak
merongrong kebebasan konsumen dalam menentukan pilihan barang dan jasa tertentu.
Ditinjau dari sudut pandang Galbraith, iklan yang informatif tidak lagi netral karena
inormasi yang disampaikan telah menciptakan kebutuhan atau paling kurang keinginan
dalam diri konsumen.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat kami tarik dalam materi yang telah kami sampaikan,
yaitu sebagai berikut
Terdapat hubungan secara langsung, tidak langsung, dan hak kerja dimana konsumen dan
produsen tidak bisa dipisahkan, artinya saling mempengaruhi dan saling membutuhkan. Jika
perusahaan menghasilkan suatu barang dan jasa harus sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Jika
tidak maka produksinya tidak akan laku dijual. Namun jika produsennya cukup pintar, mereka
bahkan bisa menciptakan kebutuhan konsumen tersebut dengan cara promosi dan iklan.
Sehingga kebutuhkan konsumen yang sebelumnay tidak ada menjadi ada.
Gerakan konsumen sangat dirasakan manfaatnya oleh konsumen dan pengaruhnya benar-
benar diperhitungkan oleh pihak produsen. Salah satu syarat terpenuhi dan terjaminnya hak-hak
konsumen adalah perlunya pasar dibuka dan dibebaskan bagi semua pelaku ekonomii, termasuk
bagi produsen dan konsumen untuk keluar masuk dalam pasar.
Terdapat dua fungsi dalam iklan yaitu : Iklan sebagai pemberi informasi, dan Iklan sebagai
pembentuk pendapat umum.
- Pernyataan yang salah secara sengaja dengan maksud memperdaya orang lain;
- Pernyataan yang salah itu berkaitan dengan janji kepada pihak yang dituju untuk
mengatakan apa adanya;
- Pernyataan salah itu diberikan kepada orang yang berhak mengetahui kebenarannya.
Velasquez, Manuel G. 2014. Business Ethics: Concepts and Case Seventh Edition. England:
Pearson Limited.