Anda di halaman 1dari 23

Kebijakan Moneter dengan

Sasaran Kestabilan Harga


(Infaltion Targetimg framework)

Kelompok 5

Ida Bagus Ketut Yuda Kartana (1515151005)

Gabriel Leo Nardo Ginting Manik (1707512120)

I Gusti Ngurah Kadek Agus Subagia (1807511024)

Ni Kadek Widya Kristyanti (1807511023)

Made Wijaya (1807511094)


Pokok Bahasan:
01 Kerangka kerja kelembagaan & Operasional

02 Perkembangan ITF selama ini .

03 Penguatan Strategi Penerapan ITF Pasca Krisis Ekonomi Global.


1. Kerangka Kerja Kelembagaan 3 kategori independensi bank sentral:

(1) Aspek Hukum dan Pendelegasian Wewenang Goal independence


(Independensi) pemerintah tidak mempunyai pengaruh langsung pada
penetapan tujuan-tujuan kebijakan moneter

Untuk kasus di Indonesia, pencapaian sisi Instrumen independence


aspek hukum dan pendelegasian wewenang bank sentral mampu menetapkan sasaran-sasaran
(independens) ini terlihat status Bank operasionalnya secara otonom
Indonesia sebagai bank sentral Republik
Indonesia yang mempunyai status dan
Personal independence
kedudukan sebagai suatu lembaga negara
yang independen, yang tertuang pada UU badan pembuat kebijakan bank sentral berada dalam
No.23 Tahun 1999 yang telah diamandemen posisi tanpa arahan secara formal serta tekanan secara
dengan UU No.6 Tahun 2009 tentang Bank informal dari pemerintah
Indonesia, secara umum masih tetap
dipertahankan
Goal Independence

Bank Indonesia tidak memiliki goal independence karena Bank Indonesia


tidak menetapkan sendiri tujuan yang akan dicapai, melainkan tujuan
tersebut telah dituangkan secara jelas dalam undang-undang yaitu untuk
mencapai dan memelihara kestabilan nilai rupiah

Instrument Independence

Bank Indonesia memiliki kontrol terhadap instrumen-instrumen


yang mempengaruhi proses inflasi, dengan mempertimbangkan
dampaknya pada perkembangan ekonomi secara keseluruhan,
seperti yang disebutkan dalam undang-undang

Personal Independence
pihak luar tetap tidak dibenarkan mencampuri pelaksanaan tugas
Bank Indonesia (Dewan Gubernur), dan Bank Indonesia (Dewan
Gubernur) juga berkewajiban untuk menolak atau mengabaikan
intervensi dalam bentuk apapun dari pihak manapun juga
(2) Kerangka Kerja dan Proses
Pengambilan Keputusan (Akuntabilitas)

Untuk kasus Indonesia, UU No.23 Tahun


1999 tentang Bank Indonesia, yang telah
diamandemen dengan UU No.6 Tahun 2009
telah mengatur kerangka kerja akuntabilitas Dalam perkembangannya pencapaian dari prinsip
bagi Bank Indonesia dalam setiap akuntabilitas dari pelaksanaan tugas dan wewenang
pelaksanaan tugas, wewenang dan Bank Indonesia memiliki banyak kemajuan,
anggarannya. khususnya perihal proses pengambilan keputusan itu
sendiri. Proses keputusan kebijakan moneter ini
dilakukan dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG)
yang dilakukan secara reguler dan dilaksanakan
sebagai forum tertinggi dalam proses perumusan
kebijakan moheter di Bank Indonesia.
Skema Pengambilan Keputusan

Bank Indonesia sebelum dimulainya tahun anggaran tetap


menyampaikan anggaran tahunannya kepada DPR dan
Pemerintah bersamaan dengan evaluasi pelaksanaan anggaran
tahun berjalan, disampaikan kepada BPK dan diumumkan pada
Berita Negara RI
(3) Transparansi dan Strategi Komunikasi Kebijakan
Untuk Indonesia, dari sisi transparansi kebijakan terlihat bahwa pengaturan transparansi dan akuntabilitas Bank Indonesia semakin
dipertegas dan diperketat dengan amandemen UU. No.3 / 2004. Cara yang ditempuh BI:

Strategi Komunikasi juga memanfaatkan dengan


Melalui situs www.bi.go.id ini, BI menyampaikan 1 4 menerbitkan tulisan dan artikel di media massa.
informasi mengenai perkembangan ekonomi dan
kebijakan moneter .

Melakukan diseminasi ke berbagai


pemangku kepentingan dalam bentuk
Penyempurnaan strategi komunikasi juga
dilakukan dalam hal penerbitan LPI 2 5 seminar, kuliah umum, kunjungan ke
daerah untuk memantau dan memberikan
workshop terhadap pemangku
kepentingan.

Pertemuan rutin dengan pengamat ekonomi dan


Bekerjasama dengan berbagai
pelaku pasar dilakukan setiap triwulan usai 3 6 universitas untuk menyertakan
RDG triwulan untuk diskusi menyampaikan berbagai kebijakan BI ke dalam
kurikulum pendidikan
perkembangan ekonomi terkini dan outlook
serta mendengar masukkan dari para pengamat
dan pelaku pasar.
Survei hasil kinerja Bank Indonesia secara
umum menyebutkan bahwa kepuasan
Hasil Analisis Efektivitas responden terhadap komunikasi Bank
Transparansi dan Indonesia di bidang moneter sudah baik".
Komunikasi Kebijakan Survei dilakukan pada responden baik
eksternal maupun internal dari 8 kota besar.
Moneter
Hasil analisis-analisis lain dari FSAP - IMF
(2009) menyatakan bahwa transparansi
kebijakan moneter yang dilakukan oleh Bl
dikategorikan cukup tinggi (reasonably high).
Secara keseluruhan hasil analiss FSAP-HME
2009) ini juga menyebutkan bahwa sebagan
besar elemen penilalan tansparansi kebijakan
moneter di indonesia dikategorikan observed
(90%).
(5) Kesimpulan Beberapa hal yg masih perlu diperhatikan:
• broadly observed adalah tentang perlunya
Aspek Independensi penjelasan yang lebih komprehensif kepada
Dari aspek independensi terlihat bahwa peran, wewenang dan tujuan publik mengenai prioritas tujuan yang lebih
otoritas kebijakan moneter telah cukup jelas diamanatkan oleh UU
No.23 Tahun 1999, yang telah diamandemen dengan UU No.6 Tahun
difokuskan oleh BI
2009 tentang Bank Indonesia • partly observed adalah keberadaan informasi
prosedur dan pelaksanaan kebijakan moneter
Aspek Akuntabilitas
beserta instrument yang memudahkan publik
berbagai praktik yang sehat juga telah diterapkan guna memperkuat
prinsip akuntabilitas untuk mengetahui garis besar pelaksanaan tugas
BI
Aspek Transparansi

penyediaan media informasi dan komunikasi juga telah ditingkatkan


dan diperkuat sehingga dapat menjadi sarana diseminasi yang efektif
bagi berbagai kebijakan yang telah ditempuh Bank Indonesia.
Dengan berbagai penilaian tersebut, hasil asesmen menyampaikan beberapa usulan untuk meningkatkan transparansi
kebijakan moneter:

1 2 3 4
perlunya target inflasi yang telah perlunya ketersediaan perlunya penjelasan yang perlunya ketersediaan
disampaikan oleh Bl dapat dokumen tunggal yang dapat diketahui oleh publik ringkasan peraturan yang
segera diinstitusionalkan agar mudah diakses publik untuk mengenai business process mengatur mengenai role of
diketahui publik menjelaskan secara formulasi kebijakan moneter conduct pegawai BI untuk
komprehensif mengenai dalam Rapat Dewan menjamin kredibilitas
kebijakan moneter beserta Gubernur pegawai bank sentral serta
instrumen moneter yang prosedur untuk audit internal
digunakan yang dapat diketahui oleh
publik.
2. Kerangka kerja Operasional ITF
2.1 Tahapan Penetapan Sasaran Operasional dan Pengelolaan Standing Facilities

Salah satu aspek mendasar dalam penerapan ITF adalah penggunaan suku bunga
sebagai sasaran operasional. Secara umum, suku bunga yang ditetapkan sebagai
sasaran operasional (operating target) adalah suku bunga di pasar uang dengan tenor
terpendek yang bisa langsung dan seketika dipengaruhi oleh bank sentral melalui
pengaturan likuiditas dalam kegiatan operasi pasar terbuka (OPT).

Illustrasi
Kerangka
Operasional
Kebijakan
Moneter
2.2 Pengembangan Instrumen Moneter di Pasar Valuta Asing

Sebagaimana diketahui, beberapa pandangan dalam literatur tentang ITF secara umum masih memberikan peran
terbatas kepada nilai tukar dalam penerapan strategi kebijakan moneter

Bagan 1. Alur Pengaruh nilai Tukar terhadap Inflasi


2.3 Pengayaan Instrumen Pasar Utang Jangka
Panjang dan Financial Deepening

Keberadaan UU No. 23 Tahun 1999, sebagaimana


diamandemen dengan UU No. 6 Tahun 2009 tentang
Bank Indonesia telah memberikan peluang bagi Bank
Indonesia untuk dapat membeli SUN di pasar primer
dalam rangka operasi moneter. Pembelian SUN di pasar
primer juga dapat dilakukan dalam rangka pemberian
fasilitas pembiayaan darurat oleh Pemerintah. Dengan
demikian, Bank Indonesia dapat membeli SUN baik di
pasar sekunder ataupun di pasar primer, khusus di pasar
primer harus dalam kerangka kebutuhan operasi
pengendalian moneter. Terkait dengan hal tersebut,
kajian pembelian SUN dan penggunaan SUN sebagai
instrumen moneter telah dilakukan sejak tahun 2003.
3. Perkembangan ITF Selama ini
Inflation Targeting Framework (ITF) merupakan suatu kerangka kebijakan moneter yang mempunyai ciri-ciri
utama, yaitu adanya pernyataan resmi dari bank sentral dan dikuatkan dengan undang-undang bahwa tujuan
akhir kebijakan moneter adalah mencapai dan menjaga tingkat inflasi yang rendah, serta pengumuman target
inflasi kepada publik. Kerangka kerja kebijakan moneter ini pertama kali diterapkan oleh Selandia Baru pada
tahun 1990. ITF mulai diterapkan di Indonesia sejak tahun 2000.

Pokok-pokok kerangka kerja ITF:

Sasaran Inflasi Transparasi

Kebijakan Moneter Akuntabilitas dan


mengarah ke depan Kredibilitas
Keberhasilan penerapan kerangka kerja Inflation Targeting mensyaratkan beberapa hal:

1 2 3 4 5
Penguatan kerangka
Integrasi kebijakan Peran kebijakan nilai Penguatan
koordinasi kebijakan
Inflation Targeting moneter dan tukar dan kebijakan komunikasi kebijakan
makropudensial arus modal dalam Bank Indonesia moneter dan
sebagai strategi dasar
dalam mencapai kerangka kebijakan dengan Pemerintah makroprudensial
kebijakan moneter
kestabilan moneter untuk untuk mengendalikan sebagai bagian dari
makroekonomi secara mencapai kestabilan harga serta menjaga instrumen kebijakan
keseluruhan harga. stabilitas moneter dan
sistem keuangan.
Dengan merujuk pada lima elemen tersebut, dalam pencapaian overriding objectives ITF dan Flexible ITF secara
subtantif adalah sama, yaitu pengendalian inflasi. Perbedaan yang penting adalah terkait dengan pemaknaan substansi
”fleksibilitas”, yaitu fleksibel dalam menempatkan kerangka stabilitas sistem keuangan dengan penerapan bauran
instrumen kebijakan moneter-makroprudensial, fleksibel dalam menempatkan peran kerangka strategis pengelolaan
nilai tukar, serta penguatan kelembagaan untuk mengoptimalkan peran koordinasi dan komunikasi kebijakan
UU No.23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia mengamanatkan kebijakan moneter yang ditempuh Bank Indonesia
berdasarkan pada kerangka kerja yang dikenal dengan sebutan Inflation Targeting Framework (ITF):

adanya pengaturan dan pemahaman adanya pemberian independensi


bahwa tujuan utama kebijakan kepada Bank Indonesia dalam
1 4 merumuskan dan melaksanakan
moneter adalah kestabilan harga
kebijakan moneternya

adanya kewajiban bagi Bank Indonesia


adanya penetapan dan pengumuman untuk menjelaskan pelaksanaan
sasaran inflasi kepada masyarakat 2 5 kebijakan moneternya kepada
masyarakat sebagai perwujudan azas
transparasi

adanya mekanisme akuntabilitas bagi


adanya pengaturan bahwa sasaran
bank sentral untuk mempertanggung
inflasi merupakan sasaran akhir dan
3 6 jawabkan dan dinilai kinerjanya
sebagai dasar perumusan dan
dalam pelaksanaan kebijakan moneter
pelaksanaan kebijakan moneter
oleh DPR
Persfektif Penguatan Strategi Penerapan ITF Pasca Krisis Keuangan Global
1. Keberhasilan dan Tantangan ITF

Permasalahan
Permasalahan
Keberhasilan

Pematangan eksistensi (1) Perubahan perilaku di sistem keuangan


kelembagaan
(2) Fenomena ekses likuiditas

Kejelasan Sinyal Kebijakan (3) Kekakuan struktural (structural rigidity)

(4) Karakteristik Ekonomi dan Inflasi Daerah


Peningkatan Kredibilitas Kebijakan
2. Implikasi Kebijakan Jangka Pendek

Perlunya fleksibilitas dan koordinasi integratif kebijakan


perlunya koordinasi kebijakan yang terintegratif antara
kebijakan moneter, kebijakan perbankan dan kebijakan ekonomi
yang ditempuh otoritas lain 60%

Peningkatan pemahaman atas peran penting sektor


keuangan
Pada saat bersamaan respon kebijakan perlu juga perlu
mempertimbangkan kondisi kualitas kredit dengan mencermati
perkembangan non performing loan (NPL) 50%

Penguatan strategi komunikasi


Adanya strategi komunikasi yang baik ke public, akan membuat
ekspektasi ekonomi di masyarakat menjadi lebih baik

70%
Pemikiran ke Depan: Menuju Format Penerapan ITF
yang Sesuai

1) Flexible ITF: makna fleksibilitas

Perlunya penerapan ITF yang tidak kaku (flexible ITF), tidak hanya dilihat
dari tataran strategis, namun juga tataran operasional, sebágai format yang
sesuai untuk perekonomian Indonesia. Namun, perlu dipahami bahwa
makna "flexible" bukan berarti "no rule", mengingat substansi ITF adalah
menjangkar pencapaian tujuan kebijakan moneter yang kredibel. Terdapat
tiga aspek kritikal yang perlu diperhatikan, yaitu:

1. Format secara eksplisit, fleksibilitas dalam.format preferensi strategis


preferensi kebijakan hanya relevan dalam konteks penetapan sasaran inflasi
strategis yang mengakomodir potensi gejolak (shocks) perkembangan
kebijakan output dalam jangka pendek.

Dalam hal ini dari hasil pengamatan terhadap perilaku respon


2. Format kebijakan moneter dapat disimpulkan mengenai justifikasi
respons memperhitungkan perilaku nilai tukar pada pelaksanaan kebijakan
kebijakan moneter berbasis ITF di Indonesia, yaitu dalam format bending
Taylor rule.
3. Panjan
horison Flexible ITF diperlukan untuk menjembatani perbedaan horison waktu pencapaian stabilitas
pencapaian harga dan stabilitas sistem keuangan. Perlunya penetapan sasaran inflasi yang sejalan antara
sasaran kebijakan moneter BI dengan pemerintah, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:
inflasi. (1) penetapan (pengumuman) sasaran inflasi jangka menengah (5 tahun) yang menjadi rujukan
kebijakan Bl dan pemerintah ke depan. Misalnya, sasaran inflasi tahun 2014 sebesar 4%.
(2) penetapan sasaran inflasi jangka pendek hanya1 tahun ke depan (t+1); untuk memberikan
ruang fleksibilitas tahun-2 berikutnya (t+2 sd t+4).
(3) penetapan sasaran jangka pendek dilakukan dengan memperhitungkan kondisi yang realistis,
namun dengan tetap menjangkar sasaran jangka menengah (t+5).
Flexible ITF dan Kondisi Kecukupan: Macroprudential Regulatory Framework dan
Credible Flexibility
keberhasilan penerapan Pelonggaran horison waktu yang
flexible ITF harus didukung berlebihan dan dilakukan
dengan kerangka kerja dengan sering akan mengurangi
pengaturan di sektor keuangan kredibilitas kebijakan itu sendiri.
secara makro Selain itu, dalam hal kebijakan
(macroprudential regulatory moneter harus mentolerir shocks
framework) dalam jangka pendek

instrumen macroprudential
yang digunakan perlu pada dasarnya penerapan
dirumuskan untuk mencapai flexible ITF harus
tujuan utama, yaitu mencerminkan pencapaian
menghilangkan procyclicality tujuan yang tidak nanya
dalam mekanisme transmisi fleksibel, namun fleksibel yang
kebijakan, atau dengan kata kredibel (redibie fiexibility)
lain mengekang antusiasme
yang berlebihan dalam sistem
keuangan
Thank you
This text can be replaced with your own text

Anda mungkin juga menyukai